Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH METODIK KIMIA

MODEL
PEMBELAJARAN TEMATIK

Oleh:

KELOMPOK VI

AHSANA 13B16006

EKA ANISYAH MIFTAHUL JANNAH 13B16022

HUSNAENI 13B16014

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia pendidikan adalah dunia yang sangat penting dalam kehidupan


manusia. Manusia yang selalu diiringi pendidikan, kehidupannya akan selalu
berkembang kearah yang lebih baik. Tidak ada zaman yang tidak berkembang, tidak
ada kehidupan manusia yang tidak bergerak, dan tidak ada manusia pun yang hidup
dalam stagnasi peradaban. Dan, semuanya itu bermuara pada pendidikan, karena
pendidikan adalah pencetak peradaban manusia.

Dinamika perkembangan pendidikan akan selalu berubah seiring dengan


perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi di masyarakat. Untuk
mengikuti perkembangan pendidikan yang begitu cepat, pemerintah berusaha untuk
menyesuaikan perkembangan itu melalui perbaikan dan penyempurnaan kurikulum di
sekolah-sekolah. Pembenahan kurikulum baru tahun 2013 berbasis sains dan tidak
lagi banyak menghafal. Kurikulum untuk tingkat Sekolah Dasar akan mengalami
banyak perubahan dibanding tingkat SMP Dan SMA/SMK. Salah satu ciri Kurikulum
2013 khususnya untuk anak SD bersifat Tematik Integratif. Sebagai wacana berkaitan
dengan pelaksanaan Kurikulum baru 2013 yang bersifat Tematik Integratif khususnya
anak SD.

Peserta didik pada Sekolah Dasar yang duduk di kelas-kelas awal (kelas I, II
& III) berada dalam rentangan usia dini. Pada usia dini, seluruh aspek perkembangan
kecerdasan anak (IQ, EQ dan SQ) tumbuh dan berkembang sangat luar biasa cepat
sehingga usia ini sering disebut usia emas (golden age) dalam perkembangan anak.
Dalam aspek perkembangan kognitif (berdasarkan teori/tahap perkembangan kognitif
Piaget), anak usia ini berada pada tahap transisi dari tahap pra operasi ke tahap
operasi konkrit. Piaget, dalam hal ini, menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara
tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya.
Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata, yaitu
sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap berbagai
obyek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang obyek tersebut
berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan obyek dengan konsep yang
sudah ada dalam pikirannya) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep dalam
pikiran untuk menafsirkan obyek). Proses belajar anak tidak sekedar menghafal
konsep-konsep dan fakta-fakta, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-
konsep untuk menghasilkan pemahaman yang lebih utuh. Belajar dimaknai sebagai
proses interaksi dari anak dengan lingkungannya. Anak belajar dari hal-hal yang
konkrit, yakni yang dapat dilihat, didengar, diraba dan dibaui. Hal ini sejalan dengan
falsafah konstruksivisme yang menyatakan bahwa manusia mengkonstruksi
pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan
lingkungannya. Pengetahuan ini tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru
kepada anak. Sejalan dengan tahapan perkembangan dan karakteristik cara anak
belajar tersebut, maka pendekatan pembelajaran siswa SD kelas-kelas awal adalah
pembelajaran tematik. Penerapan pembelajaran tematik juga dapat dilakukan pada
tingkat SLTP dan SLTA tergantung dari materi atau pokok bahasan yang ingin
diajarkan, tetapi pada umumnya penerapan pembelajaran tematik adalah di sekolah
dasar.
B. Rumusan Masalah

1. Pengertian model pembelajaran tematik


2. Teori – teori yang mendukung model pembelajaran tematik
3. Karakteristik model pembelajaran tematik
4. Langkah-langkah dalam pembelajaran tematik
5. Kelebihan dan Kelemahan pembelajaran tematik

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk
1. Mengetahui pengertian dari model pembelajaran tematik
2. Mengetahui teori yang mendukung model pembelajaran tematik
3. Mengetahui karakteristik model pembelajaran tematik
4. Mengetahui langkah-langkah dalam pembelajaran tematik
5. Mengetahui kelebihan dan kelemahan pembelajaran tematik
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Model Pembelajaran Tematik

Kata ini berasal dari kata Yunani tithenai yang berarti “menempatkan” atau
“meletakkan” dan kemudian kata itu mengalami perkembangan sehigga kata tithenai
berubah menjadi tema. Menurut arti katanya tema berarti ” sesuatu yang telah
diuraikan ” atau “ sesuatu yang telah ditempatkan”(Gorys Keraf,2001;107)

Sedangkan dalam aspek perkembangan kognitif (berdasarkan tahap


perkembangan kognitif Piaget), anak usia dini ini berada pada tahap transisi dari
tahap pra operasi ketahap ketahap konkrit. Piaget dalam hal ini, menyatakan bahwa
setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi
dengan lingkungannya. Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang
disebut schemata, yaitu system konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil
pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang
objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi ( menghubungkan objek dengan
konsep yang sudah ada dalam pikirannya) dan akomodasi ( proses memamfaatkan
konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek ).

Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema


untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman
bermakna kepada siswa. Pembelajaran tematik dapat diartikan suatu kegiatan
pembelajaran dengan mengintegrasikan materi pelajaran dalam suatu tema/topic
pembahasan. Sutirjo dan Sri Istuti Malik (2004:6) menyatakan bahwa pembelajaran
tematik merupakan suatu usaha untuk mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan,
nilai, atau sikap pembelajaran, serta pemikiran yang kreatif dengan menggunakan
tema.Poerwadarminta (1984 :1.040) Tema adalah pokok pikiran : dasar cerita ( yang
dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang ).

Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang dirangcang berdasarkan


tema-tema tertentu. Dalam pembahasannya tema itu ditinjau dari berbagai
matapelajaran. Sebagai contoh, tema “ Air” dapat ditinjau dari mata pelajaran IPA
dan Matematika. Lebih luas lagi, tema tersebut dapat ditinjau dari bidang studi lain,
seperti IPS, Bahasa Indonesia,dan Penjaskes. Pembelajaran tematik menyediakan
keluasan dan kedalaman implementasi kurikulum, menawarkan kesempatan yang
sangat banyak kepada siswa untuk memunculkan dinamika dalam pendidikan. Unit
yang tematik adalah epitome dari seluruh bahasa pembelajaran yang memfasilitasi
siswa untuk secara produktif menjawab pertanyaan yang dimunculkan sendiri dan
memuaskan rasa ingin tahu dengan penghayatan secara alamiah tentang dunia
disekitar mereka.

Pembelajaran tematik juga dapat diartikan sebagai suatu model pembelajaran


yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang
bermakna kepada siswa. Keterpaduan pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses
atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar. Jadi pembelajaran tematik
juga bisa diartikan sebagai pembelajaran terpadu yang menggunakan tema sebagai
pemersatu materi dalam beberapa mata pelajaran sekaligus dalam satu kali
pertemuan.

Adapun fokus perhatian pembelajaran tematik terletak pada proses yang


ditempuh oleh siswa, ketika siswa berusaha memahami materi pembelajaran yang
sejalan dengan bentuk-bentuk kompetensi yang harus dikembangkan, maka
berdasarkan hal tersebut pembelajaran tematik juga dapat diartikan sebagai:
1. Pembelajaran yang berangkat dari suatu tema sebagai pusat perhatian yang
digunakan untuk memahami gejala-gejala atau konsep lain
2. Suatu cara untuk mengembangkan pengetahuanan keterampilan secara
simultan.
3. Menggabungkan sejumlah konsep dalam mata pelajaran yang berbeda,
dengan harapan siswa dapat belajar lebih baik dan bermakna.

B. Teori Belajar Yang Melandasi Pembejaran Tematik

1. Teori belajar Menurut Piaget


Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan
dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian. Untuk membuat dunia kita
diterima oleh pikiran, kita melakukan pengorganisasian pengalaman-pengalaman
yang telah terjadi. Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu
asimiliasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi
baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah
terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.
Piaget mengatakan bahwa kita melampui perkembangan melalui empat tahap
dalam memahami dunia, yaitu :
1) Tahap sensorimotor (Sensorimotor stage), yang terjadi dari lahir hingga usia
2 tahun, merupakan tahap pertama piaget. Pada tahap ini, perkembangan mental
ditandai oleh kemajuan yang besar dalam kemampuan bayi untuk
mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi (seperti melihat dan
mendengar) melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik.
2) Tahap praoperasional (preoperational stage), yang terjadi dari usia 2 hingga
7 tahun, merupakan tahap kedua piaget, pada tahap ini anak mulai melukiskan
dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Mulai muncul pemikiran
egosentrisme, animisme, dan intuitif.
3) Tahap operasional konkrit (concrete operational stage), yang berlangsung
dari usia 7 hingga 11 tahun, merupakan tahap ketiga piaget. Pada tahap ini anak
dapat melakukan penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif sejauh
pemikiran dapat diterapkan ke dalam cotoh-contoh yang spesifik atau konkrit.
4) Tahap operasional formal (formal operational stage), yang terlihat pada usia
11 hingga 15 tahun, merupakan tahap keempat dan terakhir dari piaget. Pada
tahap ini, individu melampaui dunia nyata, pengalaman-pengalaman konkrit dan
berpikir secara abstrak dan lebih logis.

2. Teori Belajar Gestalt


Para psikologi Gestalt menekankan bahwa hubungan pemahaman dan
persepsi tentang hubungan –hubungan dalam suatu kebulatan adalah sangat esensial
dalam belajar.

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai
“bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau
peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan.
Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu
menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure
(bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran,
potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila
figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran
antara latar dan figure.
2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu
maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk
tertentu.
3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung
akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan
yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu
figure atau bentuk tertentu.
5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang
pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung
membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan
keteraturan; dan
6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan
suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:

1. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku


“Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi
otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku
dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah,
bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih
mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
2. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara
lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis
adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral
merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh
seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal
kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang
lebat (lingkungan geografis).
3. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu
bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau
peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius,
virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh
lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
4. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu
proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses
pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan
tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting


dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik
memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-
unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-
unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses
pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif
sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan
masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif
pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki
makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan.
Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada
keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran
akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin
dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah
aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan
dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan
hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan
kehidupan peserta didik.
5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi
pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer
belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu
konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi
konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya
penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan
kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer
belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip
pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian
digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu,
guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-
prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
C. Karasteristik Model Pembelajaran Tematik
Sebagai suatu model pembelajaran, pembelajaran tematik memiliki karakte
ristik-karakteristik sebagai berikut:
1. Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa ( student centered). Hal ini sesuai
dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa
sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai
fasilitator, yaitu memberikan kemudahan- kemudahan kepada siswa untuk
melakukan aktivitas belajar.
2. Memberikan pengalaman langsung.
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung pada siswa
(direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan
pada sesuatu yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk memahami hal-hal
yang lebih abstrak.
3. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antara mata pelajaran menjadi tidak
begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan pada pembahasan tema-tema yang
paling dekat berkaitan dengan kehidupan manusia.
4. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran
dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa dapat memahami
konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa
dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-
hari.
5. Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat
mengaitkan bahan ajar dari suatu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang
lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan
lingkungan dimana siswa berada.
6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya
sesuai dengan minat dan kebutuhannya.

D. Sintaks (Langkah-Langkah) dalam model Pembelajaran Tematik

Sintaks model pembelajaran tematik pada dasarnya mengikuti langkah-langkah


pembelajaran terpadu. Secara umum sintaks tersebut mengikuti tahap-tahap yang
dilalui dalam setiap model pembelajaran yang meliputi tiga tahap yaitu :
a. Tahap perencanaan
b. Tahap pelaksanaan
c. Tahap evaluasi
Berkaitan dengan itu maka sintaks model pembelajaran tematik dapat
direduksi dari berbagai model pembelajaran seperti model pembelajaran langsung,
model pembelajran kooperatif, maupun model pembelajaran berdasarkan masalah.

Berikut ini adalah langkah-langkah pembelajaran tematik :

1. Tahap perencanaan
1. Menentukan jenis mata pelajaran dan jenis ketempilan yang dipadukan.
Karasteristik mata pelajaran menjadi pijakan untuk kegiatan awal, seperti
contoh yang diberikan oleh Fogarty (1991 : 28), untuk jenis mata pelajaran
social dan bahasa dapat dipadukan keterampilan berpikir dan keterampilan
social, sedangkan untuk mata pelajaran sains dan matematika dapat
dipadukan keterampilan berpikir dan keterampilan mengorganisir.
1.1. Memilih kajian materi, standar komptensi, kompetensi dasar, dan
indicator.
Langkah ini akan mengarahkan guru untuk menentukan sub
keterampilan dari masing-masing keterampilan yang dapat
diintegrasikan dalam suatu unit pembelajaran
1.2. Menentukan sub keterampilan yang dipadukan
Secara umum keterampilan-keterampilan yang harus dikuasai
meliputi keterampilan berpikir, keterampilan soasial, dan
keterampilan mengorganisir, yang masing-masing terdiri atas sub-
sub keterampilan.
1.3. Merumuskan indicator hasil belajar
Berdasarkan kompetensi dasar dan sub keterampilan yang telah
dipilih dirumuskan indicator. Setiap indicator dirumuskan
berdasarkan kaidah penulisan : audience ( peserta didik ), behavior
(perilaku yang diharapkan), condition (media/alat), dan
degree( jengjang/jumlah).
1.4. Menentukan langkah-langkah pembelajaran
Langkah ini diperlukan sebagai strategi guru untuk
mengintegrasikan setiap sub keterampilan yang telah dipilih pada
setiap langkah pembelajaran.
2. Tahap pelaksanaan

Prinsip-prinsip utama dalam pelaksanaan pembelajaran tematik, meliputi:


1.1. Guru hendaknya tidak single actor yang mendominasi kegiatan
pembelajaran
1.2. Pemberian tanggungjawab individu dan kelompok harus jelas dalam
setiap tugas yang menuntut adanya kerjasama kelompok.
1.3. Guru perlu mengakomoditif terhadap ide-ide yang terkadang sama
sekali tidak terpikirkan dalam proses perencanaan.

3. Tahap Evaluasi

Tahap evaluasi dapat berupa evaluasi proses pembelajaran dan evaluasi hasil
pembelajaran.

E. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Tematik

Menurut Kusnandar (2007) pembelajaran tematik memiliki kelebihan yaitu se


bagai berikut :

1. Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan siswa


2. Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan
dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan pesrta didik.
3. Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna.
4. Mengembangkan keterampilan berfikir anak sesuai dengan persoalan yang
dihadapi.
5. Menumbuhkan keterampilan social melalui kerja sama.
6. Memiliki sikap toleransi komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang
lain.
7. Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang
dihadapi dalam lingkungan peserta didik.

Pembelajaran tematik disamping memiliki kelebihan sebagaimana dipaparkan


diatas, juga terdapat kekurangan-kekurangan yang ditimbulkan, yaitu :

1. Menuntut peran guru yang memiliki pengetahuan dan wawasan luas,


kreatifitas tinggi,keterampilan, kepercayaan diri dan etos akademik yang
tinggi, dan berani untuk mengemas dan mengembangkan materi

2. Dalam pengembangan kreatifitas akademik, menuntut kemampuan belajar


siswa yang baik dalam aspek intelegensi. Hal tersebut karena model
pembelajaran tematik menekankan pada pengembangan kemampuan analitik
(memjiwai), kemampuan asosiatif (menghubung-hubungkan) dan kemampuan
eksploratif dan elaboratif (menemukan dan menggali).

3. Pembelajaran tematik memerlukan sarana dan sumber informasi yang cukup


banyak dan berguna untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan yang
diperlukan.
4. Pembelajaran tematik memerlukan system penilaian dan pengukuran
(obyek, indikator, dan prosedur ) yang terpadu.
5. Pembelajaran tematik tidak mengutamakan salah satu atau lebih mata
pelajaran dalam proses pembelajarannya.
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat ditegaskan bahwa pembelajaran tematik


dimaksudkan agar pembelajaran lebih bermakna dan utuh. Pembelajaran Tematik ini
memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan perhatian, aktivitas belajar,
dan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajarinya, karena pembelajaran lebih
berpusat pada siswa, memberikan pengalaman langsung kepada siswa, pemisahan
mata pelajaran tidak begitu jelas, menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran
dalam suatu proses pembelajaran, bersifat fleksibel, hasil pembelajaran dapat
berkembang sesuai dengan minat, dan kebutuhan siswa, Pembelajarn tematik agar
berhasil dengan baik dilakukan dengan menempuh tahapan perencanaan, penerapan,
dan evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA

Harianti, Diah. 2013. Model Pembelajaran Terpadu IPA. Departemen Pendidikan


Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Nasional Pusat
Kurikulum.
http://lutfizulfi.wordpress.com/2008/09/27teori-belajargestalt/
http://ruahbelajrpsikologi.com/index.php/gestalt.html
http://www.psb-psma.org/content/blog/teori-teori-belajar
Kunandar. 2007. Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) da Persiapan Menghadapi Sertifikat Guru. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
Widodo, S.(2010). Evaluasi Dalam Pembelajaran Terpadu di Sekolah Dasar. Jurnal
Teknologi Pendidikan Universitas Surabaya, 8-15.

Anda mungkin juga menyukai