MODEL
PEMBELAJARAN TEMATIK
Oleh:
KELOMPOK VI
AHSANA 13B16006
HUSNAENI 13B16014
A. Latar Belakang
Peserta didik pada Sekolah Dasar yang duduk di kelas-kelas awal (kelas I, II
& III) berada dalam rentangan usia dini. Pada usia dini, seluruh aspek perkembangan
kecerdasan anak (IQ, EQ dan SQ) tumbuh dan berkembang sangat luar biasa cepat
sehingga usia ini sering disebut usia emas (golden age) dalam perkembangan anak.
Dalam aspek perkembangan kognitif (berdasarkan teori/tahap perkembangan kognitif
Piaget), anak usia ini berada pada tahap transisi dari tahap pra operasi ke tahap
operasi konkrit. Piaget, dalam hal ini, menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara
tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya.
Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata, yaitu
sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap berbagai
obyek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang obyek tersebut
berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan obyek dengan konsep yang
sudah ada dalam pikirannya) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep dalam
pikiran untuk menafsirkan obyek). Proses belajar anak tidak sekedar menghafal
konsep-konsep dan fakta-fakta, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-
konsep untuk menghasilkan pemahaman yang lebih utuh. Belajar dimaknai sebagai
proses interaksi dari anak dengan lingkungannya. Anak belajar dari hal-hal yang
konkrit, yakni yang dapat dilihat, didengar, diraba dan dibaui. Hal ini sejalan dengan
falsafah konstruksivisme yang menyatakan bahwa manusia mengkonstruksi
pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan
lingkungannya. Pengetahuan ini tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru
kepada anak. Sejalan dengan tahapan perkembangan dan karakteristik cara anak
belajar tersebut, maka pendekatan pembelajaran siswa SD kelas-kelas awal adalah
pembelajaran tematik. Penerapan pembelajaran tematik juga dapat dilakukan pada
tingkat SLTP dan SLTA tergantung dari materi atau pokok bahasan yang ingin
diajarkan, tetapi pada umumnya penerapan pembelajaran tematik adalah di sekolah
dasar.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk
1. Mengetahui pengertian dari model pembelajaran tematik
2. Mengetahui teori yang mendukung model pembelajaran tematik
3. Mengetahui karakteristik model pembelajaran tematik
4. Mengetahui langkah-langkah dalam pembelajaran tematik
5. Mengetahui kelebihan dan kelemahan pembelajaran tematik
BAB II
PEMBAHASAN
Kata ini berasal dari kata Yunani tithenai yang berarti “menempatkan” atau
“meletakkan” dan kemudian kata itu mengalami perkembangan sehigga kata tithenai
berubah menjadi tema. Menurut arti katanya tema berarti ” sesuatu yang telah
diuraikan ” atau “ sesuatu yang telah ditempatkan”(Gorys Keraf,2001;107)
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai
“bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau
peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan.
Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu
menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure
(bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran,
potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila
figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran
antara latar dan figure.
2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu
maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk
tertentu.
3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung
akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan
yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu
figure atau bentuk tertentu.
5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang
pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung
membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan
keteraturan; dan
6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan
suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
1. Tahap perencanaan
1. Menentukan jenis mata pelajaran dan jenis ketempilan yang dipadukan.
Karasteristik mata pelajaran menjadi pijakan untuk kegiatan awal, seperti
contoh yang diberikan oleh Fogarty (1991 : 28), untuk jenis mata pelajaran
social dan bahasa dapat dipadukan keterampilan berpikir dan keterampilan
social, sedangkan untuk mata pelajaran sains dan matematika dapat
dipadukan keterampilan berpikir dan keterampilan mengorganisir.
1.1. Memilih kajian materi, standar komptensi, kompetensi dasar, dan
indicator.
Langkah ini akan mengarahkan guru untuk menentukan sub
keterampilan dari masing-masing keterampilan yang dapat
diintegrasikan dalam suatu unit pembelajaran
1.2. Menentukan sub keterampilan yang dipadukan
Secara umum keterampilan-keterampilan yang harus dikuasai
meliputi keterampilan berpikir, keterampilan soasial, dan
keterampilan mengorganisir, yang masing-masing terdiri atas sub-
sub keterampilan.
1.3. Merumuskan indicator hasil belajar
Berdasarkan kompetensi dasar dan sub keterampilan yang telah
dipilih dirumuskan indicator. Setiap indicator dirumuskan
berdasarkan kaidah penulisan : audience ( peserta didik ), behavior
(perilaku yang diharapkan), condition (media/alat), dan
degree( jengjang/jumlah).
1.4. Menentukan langkah-langkah pembelajaran
Langkah ini diperlukan sebagai strategi guru untuk
mengintegrasikan setiap sub keterampilan yang telah dipilih pada
setiap langkah pembelajaran.
2. Tahap pelaksanaan
3. Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi dapat berupa evaluasi proses pembelajaran dan evaluasi hasil
pembelajaran.