Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)

Di susun oleh :
Nama : Ihsan Lailatul R
NIM : SN162074

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2016/2017

1
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Penyakit paru obstruksi kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik
yang ditandai oleh hambatan aliran udara disaluran pernapasan yang bersifat
progesif non reversible. PPOK dari bronkitis kronik, emfisema atau gabungan
keduanya (Nugroho, 2010).
Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit yang
menimbulkan obstruksi saluran napas, termasuk didalamnya ialah asma,
bronkitis kronis dan emfisema pulmonum (Smeltzer, 2009).
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai
dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang
disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak
mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu (Long, 2009).
2. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan
faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:
a. Merokok sigaret yang berlangsung lama
b. Polusi udara

2
c. Infeksi peru berulang
d. Umur
e. Jenis kelamin
f. Ras
g. Defisiensi alfa-1 antitripsin
h. Defisiensi anti oksidan
Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK
adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.

3. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:
a. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue
bloater).
b. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:
a. Kelemahan badan
b. Batuk
c. Sesak napas
d. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
e. Mengi atau wheezing
f. Ekspirasi yang memanjang
g. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
h. Penggunaan otot bantu pernapasan

3
i. Suara napas melemah
j. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
k. Edema kaki, asites dan jari tabuh.
4. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal napas kronik, gagal
napas akut pada gagal napas kronik, infeksi berulang, dan kor pulmonale.
Gagal napas kronik ditunjukkan oleh hasil analisis gas darah berupa PaO2<60
mmHg dan PaCO2>50 mmHg, serta PH dapat normal. Gagal napas akut pada
gagal napas kronik ditandai oleh sesak napas dengan atau tanpa sianosis,
volume sputum bertambah dan purulen, demam, dan kesadaran menurun.
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk
koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Selain itu, pada
kondisi kronik ini imunitas tubuh menjadi lebih rendah, ditandai dengan
menurunnya kadar limfosit darah. Adanya kor pulmonale ditandai oleh P
pulmonal pada EKG, hematokrit>50 %, dan dapat disertai gagal jantung
kanan
5. Patofisiologi dan pathway
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang
disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang.
Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat
berkurang sehingga sulit bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni
jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan
tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-
paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya
fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.

4
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses
inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus
terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil
(bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase
ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat
ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara
(air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas
dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan
menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase
ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun
perfusi darah akan mengalami gangguan.

5
Pathway : FAKTOR
PREDISPOS
ISI
EDEMA, SPASME
BRONKUS,
PENINGKATAN
SECRET BRONKIOLUS
OBSTRUKSI
BERSIHAN BRONKIOLUS AWAL
JALAN FASE EKSPIRASI
NAPAS
TIDAK UDARA
EFEKTIF TERPERANGKAP
DALAM
ALVEOLUS
SUPLAI O2 PAO2 SESAK
JARINGAN RENDAH NAPAS,
RENDAH PACO2 NAPAS
TINGGI PENDEK
GANGGUAN
METABOLIS GANGG
ME UAN
HIPOKSEMI JARINGAN
A PERTUK
METABOLIS ARAN
GAGAL ME GAS
JANTUNG ANAEROB INSUFISIE
KANAN POLA
PRODUKSI NSI/GAGAL NAPA
ATP NAPAS S
MENURUN TIDA
DEFISIT K
ENERGI EFEK
TIF
LELAH, RISIKO
LEMAH PERUBAH
AN
NUTRISI
INTOLERA KURANG KURANG
NSI PERAWAT DARI
AKTIVITAS AN DIRI KEBUTU
GANGGU
HAN
AN POLA
TUBUH
TIDUR
Sumber : Smeltzer (2009); Darmojo (2009); Carpenito (2007)

6
6. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
a. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya pada
fase akut, tetapi juga fase kronik.
b. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
c. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
- Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
- Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
- Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat
sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas
atau pengobatan empirik.
- Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
controversial.
Pengobatan simtomatik.
- Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
- Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan
dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
- Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret
bronkus.
- Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
- Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.

7
- Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula.
- Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita
dengan penyakit yang dideritanya.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Jalan nafas paten , benda asing, darah dari mulut
b. Breathing
Pengkajian isnpeksi pernafasan, auskultasi paru, palpasi adanya krepitasi,
irama nafas
c. Circulation
Pengkajian adanya perdarahan external, warna kulit, CRT, nadi
d. Diasability
Pengjkajian kesadaran ( GCS) Ukuran dann reaksi pupil
e. Ekprosure
Berisi pengkajian terhadap suhu serta adanya injury atau kelainan
2. Pengkajian Sekunder
a. Full Set of Vital sign
Pengkajian TTV
b. Give comfort measure.
Pengkajian Nyeri (P,Q,R,S,T)
c. History and head to toe
1). History menggunakan prinsip Sample
S : Subyektif, A: Allergic, M: Medication, P: Past Meddical History, L: Last
oral Intake, Event : Riwayat masuk RS
2). Head too Toe
Kepala, leher, perut, ektrimitas

8
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
- Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang
parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut
adalah bayangan bronkus yang menebal.
- Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
- Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia
dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular
dan pink puffer.
- Corakan paru yang bertambah.
b. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun,
VR yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat
penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal)
atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR,
sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada
stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran
napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun
karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
c. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul
sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin
sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun
polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan
merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.

9
d. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal
pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih
dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
e. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
f. Laboratorium darah lengkap

10
1. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus kental
pada paru dan ketidakefektifan batuk.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, mual dan batuk berdahak
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dengan kebutuhan oksigen

11
2. Perencanaan keperawatan

12
No. Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Keperawatan
1. Bersihan jalan NOC : NIC :
nafas tidak Respiration status : Ventilation Airway suction
efektif Respiration status : Airway patency - Kaji status oksigen pasien
berhubungan Aspiration control - Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah dilakukan suction
dengan Kriteria hasil: - Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam sesudah dilakukan
produksi mukus Mendemonstrasikan batuk efektif dan suction
kental pada paru suara nafas bersih, tidak ada sianosis, - Informasikan pada keluarga tentang suction
dan dyspneu (mampu mengeluarkan - Hentikan suction dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan
ketidakefektifan sputum, mampu bernafas dengan bradikardi, peningkatan saturasi O2
batuk. mudah, tidak ada pursed lips Airway management
Menunjukkan jalan nafas yang paten - Monitor respirasi dan status oksigenasi
Mampu mengidentifikasikandan - Posisikan pasien semi fowler
mencegah factor yang dapat - Lakukan fisioterpi dada
menghambat jalan nafas - Berikan bronkodilator bila perlu
- Atur intake cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan
2. Pola nafas tidak NOC : NIC :
efektif - Respiratory status : Ventilation Airway Management
berhubungan - Respiratory status : Airway 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
dengan patency 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

13
hiperventilasi - Vital sign Status 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Kriteria Hasil : 4. Pasang mayo bila perlu
- Mendemonstrasikan batuk efektif 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
dan suara nafas yang bersih, tidak 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
ada sianosis dan dyspneu (mampu 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
mengeluarkan sputum, mampu 8. Lakukan suction pada mayo
bernafas dengan mudah, tidak ada 9. Berikan bronkodilator bila perlu
pursed lips) 10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
- Menunjukkan jalan nafas yang 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
paten (klien tidak merasa tercekik, 12. Monitor respirasi dan status O2
irama nafas, frekuensi pernafasan Oksigen Therapy
dalam rentang normal, tidak ada 1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
suara nafas abnormal) 2. Pertahankan jalan nafas yang paten
- Tanda Tanda vital dalam rentang 3. Atur peralatan oksigenasi
normal (tekanan darah, nadi, 4. Monitor aliran oksigen
pernafasan) 5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah

14
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

15
3. Ketidakseimban NOC : Nutritional Status : Food and NIC :
gan nutisi Fluid Intake Nutrition Management
kurang dari Setelah dilakukan tindakan - Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
kebutuhan keperawatan diharapkan nutrisi - Kaji adanya alergi makanan
tubuh terpenuhi secara adekuat. - Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
berhubungan Kriteria hasil : - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
dengan ketidak - Adanya peningkatan berat badan yang dibutuhkan pasien
mampuan sesuai dengan tujuan - Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
mencerna - Berat badan ideal sesuai dengan - Yakinkan diet yang di makan mengandung tinggi serat untuk mencegah
makanan atau tinggi badan konstipasi
absorpsi nutrisi - Mampu mengidentifikasi - Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli
yang diperlukan kebutuhan nutrisi gizi)
untuk - Tidak ada tanda – tanda malnutrisi - Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian
pembentukan - Tidak terjadi penurunan berat - Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
sel darah merah badan yang berarti - Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Nutrition Monitoring
- Monitor berat badan pasien
- Monitor adanya penurunan berat badan
- Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak pada selama jam makan
- Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
- Monitor turgor kulit

16
- Monitor kadar albumin, total protein, hemoglobin dan kadar hematokrit
- Monitor makanan kesukaan pasien
- Monitor pertumbuhan dan perkembangan
- Monitor jaringan konjuntiva mata : kering, pucat, dan kemerahan
- Monitor kalori dan intake nutrisi
- Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral
- Catat jika lidah berwarna magenta dan scarlet
4. Intoleransi NOC : NIC :
Energy conservation
aktivitas Energy management :
Self Care : ADLs
berhubungan Setelah dilakukan tindakan - Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
dengan keperawatan diharapkan pasien toleran - Monitor nutrisi dan sumber energi
ketidakseimban dalam melakukan aktifitas - Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktifitas
Kriteria hasil :
gan antara - Monitor pola tidur dan lamanya tidur atau istirahat
- Berpartisipasi dalam aktifitas fisik
suplai oksigen - Dorong anak untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan
tanpa disertai peningkatan tekanan
dengan Activity therapy
darah, nadi dan pernafasan
kebutuhan - Mampu melakukan aktifitas sehari- - Monitor respon fisik, sosial, emosi dan spiritual
oksigen hari (ADLs) secara mandiri - Bantu pasien mengembangkan motivasi diri dan penguatan
- Bantu pasien mengidentifikasi aktifitas yang mampu dilakukan
- Bantu pasien memilih aktifitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan sosial

17
18
3. Evaluasi keperawatan
Evaluasi terhadap masalah pada pasien PPOK secara umum dapat dinilai dari
adanya kemampuan keluarga dalam :
a. Pasien tidak sesak nafas dan toleran dalam melakukan aktifitas
b. Mengidentifikasi tanda dan gejala serangan penyakit PPOK
c. Melakukan perawatan/ pengobatan dan penanganan awal PPOK
d. Pasien mampu memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh

19
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma


Berat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Bennet, John Nicholas. 2013. http://emedicine.medscape.com/article/967822-
overview. diakses tanggal 22 Mei 2017
Bulechek, Gloria., Butcher, Howard., Dochterman Jonne.,& Wagner, Cheryl.
2013. Nursing Intervention Classification. Edisi 6.(terjemahan). Jakarta :
CV Mocomedia
Chang, E., Daly, J., dan Elliott, D., 2010, Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik
Keperawatan, 112-113, Jakarta, EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Darmojo; Martono (2009) Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut),
Jakarta: Balai penerbit FKUI
Herdman, T.H& Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing
Diagnose:Definition& Classification, 2015 – 2017. 10nd ed. Oxford: Wiley
Blackwell
Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, L. Meridean., Swanson Elisabeth. 2013.
Nursing Outcome Classification. Edisi 5. (terjemahan). Jakarta : CV
Mocomedia
Nugroho, Wahjudi. 2010. Keperawatan Gerontik, edisi 2. Jakarta: EGC
Riyadi, Sujono dan sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta
: Graha Ilmu.
Smeltzer, Suzanne C. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8. Jakarta: EGC

20

Anda mungkin juga menyukai