PRINSIP-PRINSIP,SYARAT,RUKUN,PEMINANGAN
“Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perdata Islam”
Dosen Pengampu : Yasin Baidi,S.Ag.,M.Ag
Disusun Oleh :
Fasmawi saban sihabudin : (11340184)
A.PENGERTIAN PERKAWINAN
Secara Etimologi Pernikahan bentukan dari kata benda Nikah kata itu berasal dari kata
bahasa arab yaitu Nikkah (bahasa arab: ) النكاحyang berarti perjanjian perkawinan ;
berikutnya kata itu berasal dari kata lain dalam bahasa Arab yaitu kata nikah (bahasa arab:
)نكاحyang berarti persetubuhan.Secara etimologi juga, nikah atau ziwaj dalam bahasa Arab
Sedangkan secara terminologi, nikah adalah akad atau kesepakatan yang ditentukan
oleh syara’ yang bertujuan agar seorang laki-laki memiliki keleluasaan untuk bersenang-
senang dengan seorang wanita dan menghalalkan seorang wanita untuk bersenang-senang
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Perkawinan
Menurut Syara’, nikah adalah aqad antara calon suami isteri untuk membolehkan
keduanya bergaul sebagai suami isteri. Aqad nikah artinya perjanjian untuk mengikatkan diri
Menurut pengertian fukaha, perkawinan adalah aqad yang mengandung ketentuan hukum
kebolehan hubungan kelamin dengan lafadl nikah atau ziwaj yang semakna keduanya.
“Ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
suami isteri berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, perkawinan merupakan perikatan yang
suci. Perikatan tidak dapat melepaskan dari agama yang dianut suami isteri.
B.PRINSIP-PRINSIP PERKAWINAN:
Undang-undang Perkawinan.
Caranyanya adalah diadakan peminangan terlebuh dahulu untuk mengetahui apakah kedua
b. Tidak semua wanita dapat dikawini oleh seorang pria, sebab ada ketentuan larangan-larangan
menyangkut kedua belah pihak maupun yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawinan
itu sendiri.
d. Perkawinan pada dasarnya adalah untuk membentuk satu keluarga atau rumah tangga tentram,
e. Hak dan kewajiban suami istri adalah seimbang dalam rumah tangga, dimana tanggung jawab
a. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri
b. Dalam Undang-Udang ini dinyatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan
menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan disamping itu tiap-
tiap perkawinan harus dicatat menurut perturan perundang-undangan yang belaku, pencatatan
dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat
keterangan, suatu akte resmi yang juga dimuat dalam daftar pencatatan.
c. Undang-undang ini menganut asas monogami, hanya apabila dikehendaki oleh yang
bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengijinkannya, seorang
suami dapat beristri lebih dari seorang. Namun demikian perkawinan seorang suami dengan
lebih dari seorang istri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan
hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh
Pengadilan Agama.
d. Undang-Udang ini mengatur prinsip, bahwa calon sumai istri itu harus masak jiwa raganya
untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan
secara baik tanpa berakhir dengan perceraian, dan mendapat keturunan yantg baik dan sehat,
untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami istri yang masih dibawah
umur, karena perkawinan itu mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan, maka
untuk mengerem lajunya kelahiran yang lebih tinggi, harus dicegah terjadinya perkawinan
antara calon suami istri yang masih dibawah umur. Sebab batas umur yang lebuh rendah bagi
seorang wanita untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi, jika
dibandingkan dengan batas umur yang lebih tinggi, berhubungan dengan itu, maka Undang-
Udang Perkawinan ini menentukan batas umur untuk kawin baik bagi pria maupun bagi
e. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal dan
perceraian. Untuk memungkin perceraian harus ada alasan-alasan tertentu (pasal 19 Peraturan
Pemerintah N. 9 tahun 1975) serta harus dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama bagi
f. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam
kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan bermasyarakat, sehingga dengan demikian
segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama suami istri.
Kalau kita bandingkan prinsip-prinsip dalam perkawinan menurut Hukum Islam dan
menurut Undang-Udang Perkawinan, maka dapat dikatakan sejalan dan tidak ada perbedaan
Prinsip-prinsip hukum perkawinan yang bersumber dari alquran dan alhadist, yang
tentang perkawinan dan kompilasi hukum islam tahun 1991 mengandung 7 asas kaidah
2. Asas keaabsahan perkawinan di dasarkan pada hukum agama dan kepercayaan bagi pihak
yang melaksanakan perkawinan dan harus di catat oleh petugas yang berwenang
4. Asas calon suami dan isteri telah matang jiwa raganya dapat mel;angsungkan perkawinan,
agar mewujudkan tujuan perkawinan secara baik dan mendapat keturunan yang baik dan
6. Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan isteri baik dalam kehidupan rumah
C.RUKUN PERKAWINAN
[3] http://titikbalik.wordpress.com/2007/07/17/prinsip-prinsip-dasar-perkawinan/
syah.
Perkawinan sebagai perbuatan hukum tentunya juga harus memenuhi rukun dan syarat-
syarat tertentu. Rukun nikah merupakan hal-hal yang harus dipenuhi pada waktu
artinya bila salah satu dari rukun nikah tidak terpenuhi maka tidak terjadi suatu
perkawinan.Rukun adalah bagian dari sesuatu, sedang sesuatu itu takkan ada
tanpanya.Dengan demikian, rukun perkawinan adalah ijab dan kabul yang muncul dari
keduanya berupa ungkapan kata (shighah). Karena dari shighah ini secara langsung akan
1. Ijab: ucapan yang terlebih dahulu terucap dari mulut salah satu kedua belah pihak untuk
2. Qabul: apa yang kemudian terucap dari pihak lain yang menunjukkan kerelaan/ kesepakatan/
setuju atas apa yang tela siwajibkan oleh pihak pertama.Dari shighah ijab dan qabul,
3. Adanya Pihak-pihak yang melaksanakan akad nikah yaitu mempelai pria dan wanita. Adanya
Perkawinan di atas menurut hukum Islam sudah dianggap sah, apabila perkawinan
tersebut dihubungkan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 pasal 2 ayat 2 tahun 1974
pada pasal 7 ayat 1 yang menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria
mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita telah mencapai usia 16 tahun. Jika masih belum
cukup umur, pada pasal 7 ayat 2 menjelaskan bahwa perkawinan dapat disahkan dengan
meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua
D. SYARAT-SYARAT PERKAWINAN
Syarat nikah adalah segala sesuatu yang pasti dan harus ada ketika pernikahan
berlangsung,tetapi tidak termasuk pada salah satu bagian dari hakekat pernikahan.
Syarat-syarat perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 meliputi
a. syarat-syarat materiil.
b. Usia calon mempelai pria sekurang-kurangnya harus sudah mencapai 19 tahun dan pihak
a. Tidak melanggar larangan perkawinan yang diatur Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
b. Izin dari kedua orang tua bagi calon mempelai yang belum berumur 21 tahun.
b.Syarat-syarat Formil.
perkawinan.
Perkawinan dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat perkawinan.
Rukun adalah unsur pokok (tiang) sedangkan syarat merupakan unsur pelengkap dalam setiap
perbuatan hukum.
Menurut Hukum Islam syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu perkawinan dinyatakan
sah adalah :
a. Syarat Umum.
surat Al-Baqarah ayat (221) tentang larangan perkawinan karena perbedaan agama dengan
pengecualiannya dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat (5) yaitu khusus laki-laki Islam
boleh mengawini perempuan-perempuan, Al-Qur’an surat An-Nisa ayat (22), (23) dan (24)
tentang larangan perkawinan karena hubungan darah, semenda dan saudara sesusuan.
b. Syarat Khusus.
3) Saksi.
4) Ijab Kabul.
E.PEMINANGAN
Pengertian peminangan:
Peminangan adalah langkah awal menuju perjodohan antara antara seorang pria
dengan seorang wanita, peminangan juga yaitu upaya yang dilakukan oleh pihak laki-laki
atau pihak perempuan ke arah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan
seorang wanita denga cara-cara yang baik (ma’ruf)(Pasal 1 bab 1 huruf a KHI).
Sedangkan dalam kompilasi Hukum Islam yang dimaksud dengan Peminangan adalah
seorangeorang wanita.
Kata “peminangan” berasal dari kata “pinang”, meminang (kata kerja) yang
mempunyai sinonim dengan kata melamar yang dalam bahasa Arab disebut khithbah. Secara
etimologi, meminang atau melamar mempunyai arti; “meminta wanita untuk dijadikan isteri
(bagi diri sendiri atau orang lain)”Secara terminologi, peminangan ialah: “Kegiatan upaya ke
arah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan wanita”, atau “seorang laki-
laki meminta-meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi isterinya, dengan cara-cara
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan peminangan adalah
upaya seorang laki-laki atau wakilnya meminta kepada pihak perempuan yang bukan
mahramnya untuk dijadikan isterinya, dengan cara tertentu yang telah berlaku di tengah-
tengah masyarakat.
dilangsungkannya perkawinan.
Status hukum meminang menurut jumhur ulama fiqh adalah sunat (tidak wajib). Akan
tetapi, Daud al Dhahiri menyebutkan wajib. Silang pendapat ini disebabkan, apakah
perbuatan Rasulullah SAW yang berkenaan dengan masalah meminang diartikan wajib atau
sunat. Namun demikian, bila melihat kepada bentuk lafal yang berhubungan dengan masalah
meminang, baik yang terdapat dalam al-Quran maupun Hadits, tidak ditemukan lafal perintah
(arti) selain wajib kecuali terdapat qarinah-nya”. Beragumentasi kepada kaidah ushuliyah di
atas, dapat ditegaskan bahwa hukum meminang hanyalah sunat. Karena perbuatan tersebut
merupakan ketetapan Allah dan Rasul yang tidak dalam bentuk perintah. [5]
Syarat-syarat Peminangan:
Syarat peminangan tidak dapat di pisahkan dari halangannya karena syarat dan
halangan peminangan di uraikan dalam suatu sub pembahasan. Peminangan dalam bahasa Al-
Qur’an disebut “hitbah” hal ini diungkapkan dalam Q.S. Al-Baqarah (2:235).[6]
DAFTAR PUSTAKA
09.30
Ditulis Oleh Syaban Depok Cisompet Pada Selasa, Maret 13, 2012
Posting Komentar
PERKAWINAN:
PRINSIP-PRINSIP,SYARAT,RUKUN,PEMINANGAN
“Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perdata Islam”
Dosen Pengampu : Yasin Baidi,S.Ag.,M.Ag
Disusun Oleh :
Fasmawi saban sihabudin : (11340184)
A.PENGERTIAN PERKAWINAN
Secara Etimologi Pernikahan bentukan dari kata benda Nikah kata itu berasal dari kata
bahasa arab yaitu Nikkah (bahasa arab: ) النكاحyang berarti perjanjian perkawinan ;
berikutnya kata itu berasal dari kata lain dalam bahasa Arab yaitu kata nikah (bahasa arab:
)نكاحyang berarti persetubuhan.Secara etimologi juga, nikah atau ziwaj dalam bahasa Arab
Sedangkan secara terminologi, nikah adalah akad atau kesepakatan yang ditentukan
oleh syara’ yang bertujuan agar seorang laki-laki memiliki keleluasaan untuk bersenang-
senang dengan seorang wanita dan menghalalkan seorang wanita untuk bersenang-senang
Menurut Syara’, nikah adalah aqad antara calon suami isteri untuk membolehkan
keduanya bergaul sebagai suami isteri. Aqad nikah artinya perjanjian untuk mengikatkan diri
Menurut pengertian fukaha, perkawinan adalah aqad yang mengandung ketentuan hukum
kebolehan hubungan kelamin dengan lafadl nikah atau ziwaj yang semakna keduanya.
“Ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Perkawinan
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 merumuskan bahwa ikatan
suami isteri berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, perkawinan merupakan perikatan yang
suci. Perikatan tidak dapat melepaskan dari agama yang dianut suami isteri.
B.PRINSIP-PRINSIP PERKAWINAN:
Undang-undang Perkawinan.
a. Harus ada persetujuan secara suka rela dari pihak-pihak yang mengadakan perkawinan.
Caranyanya adalah diadakan peminangan terlebuh dahulu untuk mengetahui apakah kedua
b. Tidak semua wanita dapat dikawini oleh seorang pria, sebab ada ketentuan larangan-larangan
menyangkut kedua belah pihak maupun yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawinan
itu sendiri.
d. Perkawinan pada dasarnya adalah untuk membentuk satu keluarga atau rumah tangga tentram,
e. Hak dan kewajiban suami istri adalah seimbang dalam rumah tangga, dimana tanggung jawab
b. Dalam Undang-Udang ini dinyatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan
menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan disamping itu tiap-
tiap perkawinan harus dicatat menurut perturan perundang-undangan yang belaku, pencatatan
dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat
keterangan, suatu akte resmi yang juga dimuat dalam daftar pencatatan.
c. Undang-undang ini menganut asas monogami, hanya apabila dikehendaki oleh yang
bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengijinkannya, seorang
suami dapat beristri lebih dari seorang. Namun demikian perkawinan seorang suami dengan
lebih dari seorang istri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan
hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh
Pengadilan Agama.
d. Undang-Udang ini mengatur prinsip, bahwa calon sumai istri itu harus masak jiwa raganya
untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan
secara baik tanpa berakhir dengan perceraian, dan mendapat keturunan yantg baik dan sehat,
untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami istri yang masih dibawah
umur, karena perkawinan itu mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan, maka
untuk mengerem lajunya kelahiran yang lebih tinggi, harus dicegah terjadinya perkawinan
antara calon suami istri yang masih dibawah umur. Sebab batas umur yang lebuh rendah bagi
seorang wanita untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi, jika
dibandingkan dengan batas umur yang lebih tinggi, berhubungan dengan itu, maka Undang-
Udang Perkawinan ini menentukan batas umur untuk kawin baik bagi pria maupun bagi
e. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal dan
perceraian. Untuk memungkin perceraian harus ada alasan-alasan tertentu (pasal 19 Peraturan
Pemerintah N. 9 tahun 1975) serta harus dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama bagi
f. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam
kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan bermasyarakat, sehingga dengan demikian
segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama suami istri.
Kalau kita bandingkan prinsip-prinsip dalam perkawinan menurut Hukum Islam dan
menurut Undang-Udang Perkawinan, maka dapat dikatakan sejalan dan tidak ada perbedaan
Prinsip-prinsip hukum perkawinan yang bersumber dari alquran dan alhadist, yang
tentang perkawinan dan kompilasi hukum islam tahun 1991 mengandung 7 asas kaidah
2. Asas keaabsahan perkawinan di dasarkan pada hukum agama dan kepercayaan bagi pihak
yang melaksanakan perkawinan dan harus di catat oleh petugas yang berwenang
[3] http://titikbalik.wordpress.com/2007/07/17/prinsip-prinsip-dasar-perkawinan/
4. Asas calon suami dan isteri telah matang jiwa raganya dapat mel;angsungkan perkawinan,
agar mewujudkan tujuan perkawinan secara baik dan mendapat keturunan yang baik dan
6. Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan isteri baik dalam kehidupan rumah
C.RUKUN PERKAWINAN
Rukun dan syarat adalah sesuatu bila ditinggalkan akan menyebabkan sesuatu itu tidak
syah.
Perkawinan sebagai perbuatan hukum tentunya juga harus memenuhi rukun dan syarat-
syarat tertentu. Rukun nikah merupakan hal-hal yang harus dipenuhi pada waktu
artinya bila salah satu dari rukun nikah tidak terpenuhi maka tidak terjadi suatu
perkawinan.Rukun adalah bagian dari sesuatu, sedang sesuatu itu takkan ada
tanpanya.Dengan demikian, rukun perkawinan adalah ijab dan kabul yang muncul dari
keduanya berupa ungkapan kata (shighah). Karena dari shighah ini secara langsung akan
1. Ijab: ucapan yang terlebih dahulu terucap dari mulut salah satu kedua belah pihak untuk
setuju atas apa yang tela siwajibkan oleh pihak pertama.Dari shighah ijab dan qabul,
3. Adanya Pihak-pihak yang melaksanakan akad nikah yaitu mempelai pria dan wanita. Adanya
Perkawinan di atas menurut hukum Islam sudah dianggap sah, apabila perkawinan
tersebut dihubungkan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 pasal 2 ayat 2 tahun 1974
pada pasal 7 ayat 1 yang menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria
mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita telah mencapai usia 16 tahun. Jika masih belum
cukup umur, pada pasal 7 ayat 2 menjelaskan bahwa perkawinan dapat disahkan dengan
meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua
D. SYARAT-SYARAT PERKAWINAN
Syarat nikah adalah segala sesuatu yang pasti dan harus ada ketika pernikahan
berlangsung,tetapi tidak termasuk pada salah satu bagian dari hakekat pernikahan.
Syarat-syarat perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 meliputi
a. syarat-syarat materiil.
a. Tidak melanggar larangan perkawinan yang diatur Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
b. Izin dari kedua orang tua bagi calon mempelai yang belum berumur 21 tahun.
b.Syarat-syarat Formil.
perkawinan.
Perkawinan dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat perkawinan.
Rukun adalah unsur pokok (tiang) sedangkan syarat merupakan unsur pelengkap dalam setiap
perbuatan hukum.
Menurut Hukum Islam syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu perkawinan dinyatakan
sah adalah :
a. Syarat Umum.
surat Al-Baqarah ayat (221) tentang larangan perkawinan karena perbedaan agama dengan
pengecualiannya dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat (5) yaitu khusus laki-laki Islam
boleh mengawini perempuan-perempuan, Al-Qur’an surat An-Nisa ayat (22), (23) dan (24)
tentang larangan perkawinan karena hubungan darah, semenda dan saudara sesusuan.
b. Syarat Khusus.
3) Saksi.
4) Ijab Kabul.
E.PEMINANGAN
Pengertian peminangan:
Peminangan adalah langkah awal menuju perjodohan antara antara seorang pria
dengan seorang wanita, peminangan juga yaitu upaya yang dilakukan oleh pihak laki-laki
atau pihak perempuan ke arah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan
seorang wanita denga cara-cara yang baik (ma’ruf)(Pasal 1 bab 1 huruf a KHI).
Sedangkan dalam kompilasi Hukum Islam yang dimaksud dengan Peminangan adalah
seorangeorang wanita.
Kata “peminangan” berasal dari kata “pinang”, meminang (kata kerja) yang
mempunyai sinonim dengan kata melamar yang dalam bahasa Arab disebut khithbah. Secara
etimologi, meminang atau melamar mempunyai arti; “meminta wanita untuk dijadikan isteri
(bagi diri sendiri atau orang lain)”Secara terminologi, peminangan ialah: “Kegiatan upaya ke
arah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan wanita”, atau “seorang laki-
laki meminta-meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi isterinya, dengan cara-cara
upaya seorang laki-laki atau wakilnya meminta kepada pihak perempuan yang bukan
mahramnya untuk dijadikan isterinya, dengan cara tertentu yang telah berlaku di tengah-
tengah masyarakat.
dilangsungkannya perkawinan.
Status hukum meminang menurut jumhur ulama fiqh adalah sunat (tidak wajib). Akan
tetapi, Daud al Dhahiri menyebutkan wajib. Silang pendapat ini disebabkan, apakah
perbuatan Rasulullah SAW yang berkenaan dengan masalah meminang diartikan wajib atau
sunat. Namun demikian, bila melihat kepada bentuk lafal yang berhubungan dengan masalah
meminang, baik yang terdapat dalam al-Quran maupun Hadits, tidak ditemukan lafal perintah
“Pada dasarnya amar (perintah) itu menunjukkan (arti) wajib, dan tidak menunjukkan kepada
(arti) selain wajib kecuali terdapat qarinah-nya”. Beragumentasi kepada kaidah ushuliyah di
atas, dapat ditegaskan bahwa hukum meminang hanyalah sunat. Karena perbuatan tersebut
merupakan ketetapan Allah dan Rasul yang tidak dalam bentuk perintah. [5]
Syarat-syarat Peminangan:
halangan peminangan di uraikan dalam suatu sub pembahasan. Peminangan dalam bahasa Al-
Qur’an disebut “hitbah” hal ini diungkapkan dalam Q.S. Al-Baqarah (2:235).[6]
DAFTAR PUSTAKA
09.30