Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
1) Asas manfaat
2) Asas keadilan
3) Asas keseimbangan
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau
digunakan;
pelaku usaha memberikan janji-janji dan segala informasi yang berkaitan dengan barang
dan/atau jasa yang ditawarkan kepada konsumen pada saat memberikan iklan, brosur,
ataupun promosi.
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk
2) Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri
3) Produk cacat adalah produk yang dihasilkan dalam proses produksi, dimana produk
yang dihasilkan tersebut tidak sesuai dengan standart mutu yang ditetapkan, tetapi
secara ekonomis produk tersebut dapat diperbaiki dengan mengeluarkan biaya tertentu,
dan biaya yang dikeluarkan harus lebih rendah dari nilai jual setelah produk tersebut
diperbaiki.
pola perekonomian yang makin lama makin pesat. Perhatian terhadap perlindungan
konsumen, terutama di Amerika Serikat (1960-1970-an) mengalami perkembangan yang
sangat signifikan da menjadi objek kajian bidang ekonomi, sosial, politik dan hukum.
Banyak sekali artikel dan buku ditulis berkenaan dengan gerakan ini. Di Amerika Serikat
bahkan pada era tahun-tahun tersebut berhasil diundangkan banyak peraturan dan
Secara umum, sejarah gerakan perlindungan konsumen dapat dibagi dalam 4 tahapan :
1) Tahapan I (1881-1914)
Kurun waktu ini titik awal munculnya kesadaran masyarakat untuk melakukan gerakan
perlindungan konsumen. Pemicunya, histeria massal akibat novel karya Upton Sinclair
berjudul The Jungle, yang menggambarkan cara kerja pabrik pengolahan daging di
2) Tahapan II ( 1920-1940)
Pada kurun waktu ini pula muncul buku berjudul Your Money’s Worth karya Chase
dan Schlink. Karya ini mampu menggugah konsumen atas hak-hak mereka dalam jual
beli. Pada kurun waktu ini muncul slogan: fair deal, best buy.
konsumen di Amerika Serikat. Inggris, Belanda, Australia dan Belgia, pada 1 April
berpusat di Den Haag, Belanda, lalu pindah ke London, Inggris, pada 1993. Dua tahun
4) Tahapan IV (pasca-1965)
Pasca 1965 sebagai masa pemantapan gerakan perlindungan konsumen, baik tingkat
regional maupun tingkat internasional. Sampai saat ini dibentuk lima kantor regional,
yakni Amerika Latin dan Karibia berpusat di Cile, Asia Fasifik berpusat di Malasyia,
Afrika Berpusat di Zimbabwe, Eropa Timur dan Tengah berpusat di inggris dan negara-
Sejak ratusan tahun yang lalu, di beberapa negara Eropa seperti Inggris, Perancis dan
Jerman, sudah sangat dikenal ungkapan “jangan racuni roti tetanggamu” atau “caveat
emptor” (berhati-hatilah, konsumen). Konsep ini masih terasa sangat bermanfaat karena
kala itu jarak antara konsumen dan produsen masih dekat dan proses perekonomian
Maret 1963, dalam pidatonya di depan publik AS, Kennedy menjabarkan 4 (empat) hak
yang dimiliki konsumen, yaitu: the right to safety (hak atas keamanan), the right to be
informed (hak atas informasi), the right to choose (hak untuk memilih) dan the right to
untuk menguraikannya menjadi 8 (delapan) hak konsumen. Lihat: Hak dan Tanggung
Jawab Konsumen.
Pada 9 April 1985, Majelis Umum PBB memasukkan hak-hak dasar konsumen tersebut
ke dalam “United Nation Guidelines for Consumer Protection”, yaitu panduan dasar
Titik awal sejarah perlindungan konsumen di Indonesia belum dapat ditentukan dengan
jelas. Demikian juga tentang pentahapan sejarah. Pergerakan perlindungan konsumen dari
sejak awalnya hingga saat ini belum ada pihak yang melakukannya. Dalam rangka
merangkaikan kurun perkembangan tersebut berikut ini. Tentu tidak semata-mata dari
sudut reaktivitas masyarakat konsumen, seperti yang terjadi di negara Amerika atau Eropa.
Berikut ini rangkai waktu perlindungan konsumen di negara kita, lebih banyak didekati
dari aspek perkembangan produk hukum yang ada, termasuk pada fase Hindia Belanda.
Pada masa zaman Hindia Belanda, upaya perlindungan konsumen telah tampak melalui
produsen atau pelaku usaha, namun secara hakiki objek pengaturannya adalah berkaitan
pula terhadap konsumen atau pihak pelaku usaha. Pengatura pada perlindungan
konsumen pada zaman ini dapat kita lihat antara lain pada:
oraganiknya.
Ditandai dengan hadirnya investasi yang amat pesat di Indonesia, baik dilakukan secara
joint venture maupun investasi dalam negeri. Keran investasi secara pesat dibuka
(PMDN) berdasarkan UU No 11 tahun 1968. Pada periode inilah Orde Baru lebih
Masalah perlindungan konsumen yang secara tegas ditangani secara khusus, baru
dikenal dan tumbuh di Indonesia beberapa tahun belakangan ini, sehingga belum
konsumen di Indonesia. Kala itu pemerintah tidak peduli dan malah mengganggap
Tahun 1981, YLKI dan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) menyusun RUU
pentingnya sebuah produk hukum tentang perlindungan hak konsumen. Namun dua
draf RUU Perlindungan Konsumen yang disusun bersama Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada dan Lembaga Penelitian (Lemlit) Universitas Indonesia tidak pernah
Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) pada tanggal 20
April 1999. Tepat setahun kemudian, UUPK secara resmi dinyatakan berlaku.
yang disepakati oleh DPR pada (tanggal 30 Maret 1999) dan disahkan Presiden RI pada
tanggal 20 April 1999 (LN No. 42 Tahun 1999). Berbagai usaha dengan memakan waktu,
tenaga dan pikiran yang banyak telag dijalankan berbagai pihak yang berkaitn dengan
a. pembahasan masalah Perlindungan Konsumen (dari sudut ekonomi oleh Bakir Hasan
dan dari sudut hukum ooleh Az. Nasution) dalam Seminar Kelima Pusat Study Hukum
Dagang Fakultas Hukum Universitas Indonesia (tanggal 15-16 Desember 1975) sampai
(tahun 1981).
f. DPR RI, RUU Usul Inisiatif DPR tentang Undang-Undang Perlindunga Konsumen
(tahun 1998).
perlindungan atau tentang produk konsumen tertentu dari dari berbagai aspeknya. Tidak
pula dapat dilupakan berbagai kegiatan perlindungan konsumen, dengan “pahit manisnya”
reaksi masyarakat, kalangan pelaku usaha dan pemerintah, yang dijalankan YLKI
dihampir seluruh Indonesia. Salah satu pokok kesimpulan seminar Kelima Universitas
Indonesia tersebut berbunyi “Agaknya dalam kerangka ini mutlak perlu suatu Undang-
disetujuinya UU Tentang Perlindungan Konsumen yang terdiri dari 15 Bab dan 65 pasal
dan mulai berlaku efektif sejak 20 April 2000. Ternyata dibutuhkan waktu 25 tahun sejak
yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan
2) Hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum konsumen yang memuat
Hak-Hak Konsumen
Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi
Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang/jasa.
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskrimainatif.
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barang/jasa
yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Kewajiban Konsumen
hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi
Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad
tidak baik.
Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukun sengketa
konsumen.
Hak untuk rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
konsumen.
Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan
Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang atau jasa
Memberi kompensasi , ganti rugi atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
Memberi kompensasi ganti rugi atau penggantian apabila berang atau jasa yang
produk adalah tanggung jawab para produsen untuk produk yang telah dibawanya ke
dalam peredaran, yang menimbulkan/ menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat
pada produk tersebut.“ Di dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen terdapat 3 (tiga) pasal yang menggambarkan sistem tanggung jawab produk
1. Pelaku Usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,
dan/ atau kerugian konsumen akibat mengkomsumsi barang dan atau jasa yang
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenis atau secara nilainya, atau perawatan
kesehatan dan/ atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah
tanggal transaksi.
4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
lanjut mengenai adanya unsure kesalahan. (50 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa
• tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan ;
• tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat barang, ukuran
mempromosikan suatu barang atau jasa secara tidak benar atau seolah-olah .
• barang tersebut telah memenuhi atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar
mutu tertentu.
• Barang atau jasa tersebut telah mendapat atau memiliki sponsor, persetujuan,
perlengkapan tertentu.
• Menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti aman, tidak berbahaya , atau efek
dilakukan melalui cara obral atau lelang , dilarang mengelabui / menyesatkan konsumen,
antara lain :
• menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar tertentu.
• Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud
• Tidak menyedian barang dalam jumlah tertentu atau jumlah cukup dengan maksud
mengenai atau tarif jasa, serta ketepatan waktu penerimaan barang jasa.
• Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang atau jasa.
dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen dan / atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi
oleh konsumen, klausula Baku aturan sepihak yang dicantumkan dalam kuitansi, faktur / bon,
perjanjian atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli tidak boleh merugikan konsumen.
tentang Perlindungan Konsumen menetapkan bahwa Klausula Baku yang dituangkan dalam
suatu dokumen dan/atau perjanjian dilarang bagi pelaku usaha, apabila dalam
2. Pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
3. Pelaku usaha berhak menolak penyerahan uang yang dibayarkan atas barang atau jasa
4. Pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun
tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang
5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa
6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi
7. Tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan atau
lanjutan dan / atau pengubahan lanjutan yang dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha
8. Konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan,
hak gadai, hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
“ Bank tidak bertanggung jawab atas kelalaian atau kealpaan, tindakan atau keteledoran
dari Bank sendiri atau pegawainya atau koresponden, sub agen lainnya, atau pegawai
mereka ;
"Barang tidak diambil dalam waktu 2 minggu dalam nota penjualan kami batalkan"
Setiap transaksi jual beli barang dan atau jasa yang mencantumkan Klausula Baku yang
Konsumen dapat menggugat pelaku usaha yang mencantumkan Klausula Baku yang
dilarang dan pelaku usaha tersebut dapat dijatuhi sanksi pidana denda atau pidana
penjara;
Pencantuman Klusula Baku yang benar adalah yang tidak mengandung 8 unsur atau
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) adalah badan yang dibentuk untuk
pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan