Anda di halaman 1dari 10

Nama : Dela Kartika Musa

NIM : 1011419108
Kelas/Semester : B (Konsentrasi Perdata)/7
Jurusan : Ilmu Hukum
Tugas : Hukum Perlindungan Konsumen

TUGAS 1

SOAL

1. Jelaskan Sejarah Perlindungan Konsumen di Dunia Barat!


2. Jelaskan Sejarah Perlindungan Konsumen di Indonesia!
3. Jelaskan Globalisasi dan Perdagangan Bebas!
Jawab:
1. Sejarah Perlindungan Konsumen di Dunia Barat :
a. Perlindungan Konsumen di Amerika Serikat

Amerika Serikat adalah negara yang memiliki andil paling banyak terhadap
perlindungan konsumen (Consumer Protection). Sejarah perlindungan konsumen di
Amerika Serikat dimulai pada akhir abad XIX dengan munculnya gerakan-gerakan
konsumen (Consumer Movements). Pada tahun 1891 di New York dibentuk Liga
Konsumen yang pertama. Pada tahun 1898 dibentuklah The National Consumer’s
League sebagai perkumpulan konsumen tingkat nasional Amerika Serikat

Pada tahun 1906, penulis terkenal Amerika, Upton Sinclair menulis buku The
Jungle yang mengungkapkan kondisi buruk industri pengemasan daging di Amerika.
Akibatnya, pada tahun itu juga mulai diberlakukan beberapa hukum administratif
yang bertujuan menjamin keberhasilan, kualitas, dan keamanan makanan dan obat-
obatan. Pada tahun yang sama lahir dua buah undang-undang yang memberi
perlindungan terhadap konsumen, yaitu The Food and Drugs Act dan The Meat
Inspection Act.
Pada tahun 1914 diberlakukan The Federal Trade Comission Act. Undang-
undang tersebut membuka kemungkinan terbentuknya komisi yang bergerak di
bidang perlindungan konsumen, yang disebut dengan Federal Trade Comission.

Tragedi Elixir Sulfanilamide tahun 1938 mendorong badan legislatif Amerika


Serikat melakukan amandemen terhadap The Food and Drugs Act 1906 yang
menghasilkan The Food, Drug, and Cosmetic Act, 1938. Elixir Sulfanilamide adalah
sejenis obat berbentuk sulfa yang telah menimbulkan kematian terhadap 93 orang
konsumen di Amerika pada tahun 1937.

Saat ini lembaga perlindungan konsumen pemerintah federal yang ada di


Amerika Serikat, diantaranya adalah :

1) Food and Drug Administration (FDA) yang mengawasi penggunaan zat-zat


berbahaya yang terdapat dalam makanan, obat dan kosmetik atau produk yang
mudah terbakar;
2) Securities and Exchange Commission yang melindungi konsumen penanaman
modal dalam surat saham dan obligasi;
3) Federal Trade Commission yang menegakkan hukum dalam hal terjadi iklan yang
menipu atau menyesatkan;
4) US Postal Services yang melakukan pencegahan dan penumpasan kecurangan
melalui penggunaan surat.
b. Doktrin
1) Doktrin Caveat Emptor
Caveat emptor adalah istilah Latin untuk “let the buyer aware” (konsumen
harus berhati-hati), berarti sebelum konsumen membeli sesuatu, maka ia harus
waspada terhadap kemungkinan adanya cacat pada barang.
Menurut doktrin caveat emptor, produsen atau penjual dibebaskan dari
kewajiban untuk memberitahu kepada konsumen tentang segala hal yang
menyangkut barang yang hendak diperjualbelikan, apabila konsumen memutuskan
untuk membeli suatu produk, maka ia harus menerima produk itu apa adanya.
Awal abad XIX mulai disadari bahwa caveat emptor tidak dapat
dipertahankan lagi, apalagi untuk melindungi konsumen.
2) Doktrin Sanctity of Contract
Doktrin yang dibentuk oleh pengadilan adalah doktrin sanctitiy of contract;
doktrin yang memungkinkan produsen atau penjual ‘mengakali’ konsumen. Menurut
doktrin sanctity of contract, sekali pembeli dan penjual mencapai kesepakatan,
pengadilan akan memaksa mereka untuk melaksanakannya tanpa memperdulikan
apakah kesepakatan itu adil bagi para pihak.
3) Doktrin Caveat Venditor
Pada awal abad XX berkembang pemikiran bahwa produsen tidak hanya
bertanggung jawab kepada konsumen atas dasar tanggung jawab kontraktual, karena
produknya ditawarkan kepada semua orang, maka timbul kepentingan bagi
masyarakat untuk mendapatkan jaminan keamanan jika menggunakan produk yang
bersangkutan.
Kepentingan masyarakat terhadap suatu produk dalam menawarkan
produknya pada masyarakat, harus memperhatikan:
a) keselamatan;
b) ketrampilan;
c) kejujuran.
d) dalam kegiatan transaksional yang dilakukannya.
Akibat pernyataan prinsip pelaku usaha, kemudian berkembang doktrin
caveat venditor (let the producer aware) yang berarti bahwa produsen harus berhati-
hati. Doktrin terhadap prinsip pelaku usaha menghendaki agar produsen dalam
memproduksi dan memasarkan produknya perlu berhati-hati dan mengindahkan
kepentingan masyarakat luas.
Doktrin caveat venditor menuntut produsen untuk memberikan informasi
yang cukup kepada konsumen tentang produk yang bersangkutan, apabila produsen
tidak memberikan suatu informasi maka produsen wajib bertanggung jawab atas
segala kerugian yang ditimbulkan oleh produknya.
Akibat hubungan hukum, khususnya yang bersifat timbal balik, selalu
terbuka peluang munculnya permasalahan-permasalahan, baik yang terjadi sebelum
adanya hubungan hukum, pada saat hubungan hukum maupun saat sesudah
terjadinya hubungan hukum. Perselisihan antara konsumen dan pelaku usaha sangat
mungkin terjadi, kemungkinan besar terjadi apabila hak-hak ataupun kepentingannya
dilanggar oleh pihak lainnya, sehingga baik salah satu pihak ataupun keduanya
merasa kecewa dan merasa tidak mendapat kenyamanan satu sama lain. Akibat dari
pelanggaran yang dilakukan oleh satu pihak dapat menimbulkan hak baru bagi pihak
yang telah dilanggar kepentingannya untuk dapat mengajukan suatu tuntutan hak
ataupun gugatan.

c. Perlindungan Konsumen di Eropa


Treaty of Rome 25 Maret 1957 menyebutkan bahwa anggota-anggota
Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) harus membangun suatu pasar bersama dan
menjamin bahwa tidak ada penyimpangan dalam persaingan diantara mereka.

Pada tanggal 14 April 1975, MEE mengeluarkan Council Resolution on a


Preliminary Programme of The EEC for a Consumer and Information Policy.
Resolusi tersebut mengakui lima hak dasar konsumen, yaitu:

1) Hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan;


2) Hak atas perlindungan kepentingan ekonomi konsumen;
3) Hak untuk memperoleh ganti rugi;
4) Hak atas informasi dan pendidikan;
5) Hak untuk didengar.
Pada tahun 1976, The Council of Europe mengumumkan rancangan
European Convention on Products Liability in Regard to Personal Injury and Death
yang dirancang oleh European Committee for Legal Cooperation (CLC). Pada tahun
yang sama The Commission of the EEC menyerahkan rancangan pertama tentang
Directive on Products Liability kepada Committee of Ministers.

2. Sejarah Perkembangan Konsumen di Indonesia


a) Masa Sebelum 17 Agustus 1945
Beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
perlindungan konsumen pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda
diantaranya adalah :

a) Reglement Industriele Eigendom, S. 1912:545;


b) Hinder Ordonnantie (Ordonansi Gangguan), S. 1926.226;
c) Loodwit Ordonnantie (Ordonansi Timbal Karbonat), S. 1931:28;
d) Tin Ordonnantie (Ordonansi Timah Putih), S. 1931:509;
e) Vuurwerk Ordonnantie (Ordonansi Petasan), S. 1932:143;
f) Verpakkings Ordonnantie (Ordonansi Kemasan), S. 1935:161;
g) Ordonnantie Op de Slacth Belasting (Ordonansi Pajak Sembelih), S. 1936:671;
h) Sterkwerkannde Geneesmiddelen Ordonnantie (Ordonansi Obat Keras), S.
1937:641;
i) Ijkordonnantie (Ordonansi Tera), S. 1049:175;
j) Gevaarlijke Stoffen Ordonnantie (Ordonansi Bahan-bahan Berbahaya), S.
1949:377, dan lain-lain.
b) Masa Setelah 17 Agustus 1945
Pada saat itu Indonesia belum memiliki undang-undang yang secara
khusus mengatur tentang perlindungan konsumen, yang ada hanya peraturan
perundang-undangan yang secara parsial berkaitan dengan masalah perlindungan
konsumen, misalnya:
a) Undang-undang RI No. 10 Tahun 1961 Tentang Barang (Lembaran Negara RI
tahun 1961 No. 215);
b) Undang-undang RI No. 7 Tahun 1963 Tentang Farmasi (Lembaran Negara RI
tahun 1963 No. 81);
c) Undang-undang RI No. 2 Tahun 1981 Tentang Metrologi Legal (Lembara
Negara RI tahun 1981 No. 11);
d) Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan (Lembaran Negara
RI tahun 1992 No. 100);
e) Undang-undang RI No. 7 tahun 1996 Tentang Pangan (Lembaran Negara RI
tahun 1996No. 99);
f) Undang-undang RI No. 14 tahun 1997 Tentang Merek (Lembaran Negara RI
tahun 1997 No. 31);
Perlindungan konsumen hanya disinggung dalam Ketetapan MPR Nomor
II/ MPR/ 1993 Tentang Garis-garis Besar Haluan Negara. Istilah ‘melindungi
kepentingan konsumen’ untuk pertama kalinya digunakan dalam GBHN.
Gema perlindungan konsumen di Indonesia mulai didengungkan tahun
1970, terutama setelah berdirinya Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) tanggal
11 Mei 1973, dengan Nyonya Lasmidjah Hardi sebagai pimpinannya yang
pertama.
Yayasan Lembaga Konsumen didirikan di tengah gencarnya promosi
untuk memperlancar perdagangan barang-barang dalam negeri. Gencarnya
promosi itu perlu diimbangi dengan langkah-langkah pengawasan agar kualitas
dari barang yang bersangkutan tetap terjamin dan tidak merugikan konsumen. Hal
itulah yang mendorong terbentuknya Yayasan Lembaga Konsumen, dengan
motto:
a) Melindungi konsumen;
b) Menjaga martabat produsen;
c) Membantu pemerintah.
3. Globalisasi dan Perdagangan Bebas :
Globalisasi atau pasar bebas (free trade) merupakan suatu fakta yang harus
dihadapi oleh seluruh Negara di Dunia. Dengan adanya pasar bebas, berbagai hambatan
terhadap kegiatan-kegiatan bisnis dihapuskan atau dikurangi baik itu hambatan tariff
maupun non tariff.
perdagangan bebas adalah dikurangi atau ditiadakannya hambatan perdagangan,
baik yang bersifat tarif (ekspor dan impor) maupun non tarif.

TUGAS 2
SOAL
1. Jelaskan definisi perlindungan hukum dan perlindungan konsumen!
2. Jelaskan asas dan tujuan perlindungan konsumen!
3. Jelaskan alasan pokok tentang perlindungan konsumen!
4. Jelaskan hak dan kewajiban konsumen!
Jawab:
1. Perlindungan Hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum
dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat
represif, ada yang tertulis maupun tidak tertulis. Sedangkan Perlindungan Konsumen
adalah keseluruhan peraturan dan hukum yang mengatur hak dan kewajiban konsumen
dan produsen yang timbul dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan dan mengatur
upaya-upaya untuk menjamin terwujudnya perlindungan konsumen terhadap
kepentingan konsumen.
2. Asas-asas dan tujuan perlindungan konsumen :
a. Asas Perlindungan Konsumen
Ketentuan Pasal 2 UU 8/1999 menerangkan bahwa upaya perlindungan
bagi konsumen dilakukan dengan beberapa asas perlindungan konsumen yang
relevan. Kelima asas yang dimaksud, antara lain asas manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.

Terkait kelima asas ini, bagian Penjelasan Pasal 2 UU


8/1999 menerangkan hal-hal sebagai berikut.

 Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya


dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha
secara keseluruhan.

 Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat


diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil.

 Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan


antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti
material ataupun spiritual.

 Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk


memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen
dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang dikonsumsi atau digunakan.
 Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin
kepastian hukum.

b. Tujuan Perlindungan Konsumen


Penerapan asas dari perlindungan konsumen dan regulasi yang diterapkan
dilakukan demi tercapainya tujuan tertentu. Adapun tujuan yang dimaksud adalah
sebagai berikut.

 Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk


melindungi diri.

 Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara


menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.

 Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan,


dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

 Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur


kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi.

 Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya


perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha.

 Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin


kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, keamanan,
dan keselamatan konsumen.

3. Alasan Pokok Perlindungan Konsumen adalah menciptakan rasa aman bagi konsumen
dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Rasa aman perlu diciptakan sebab hak
untuk memenuhi kebutuhan hidup merupakan hak dasar yang dimiliki setiap manusia.
4. Hak dan Kewajiban Konsumen
a. Hak-Hak Konsumen
 Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselematan dalam mengonsumsi
barang dan/atau jasa.
 Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan.
 Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa.
 Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan.
 Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
 Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
 Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
 Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang tidak diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
 Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undang
lainnya.
b. Kewajiban Konsumen
 Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
 Beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau
jasa.
 Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. Mengikuti upaya
penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Anda mungkin juga menyukai