Oleh
Abstrak
Dalam tujuh tahun belakangan mulai ramai bermunculan trend baru yaitu online shopping,
yang telah merambah berbagai media antara lain media sosial, situs web, hingga marketplace
dan telah menjangkit seluruh lapisan masyarakat.Sedangkan transaksi sendiri merupakan
suatu kegiatan yang dilakukan seseorang dan dapat menimbulkan perubahan terhadap harta
atau keuangan, baik itu bertambah maupun berkurang.
Transaksi yang menjadi salah satu contoh paling umum ditemui dalam bertransaksi online,
dimana terdapat beberapa jenis proses atau tahapan lain yang biasa dilakukan. Dalam
transaksi online di dunia maya tetap memiliki kemungkinan terjadi sengketa sebagaimana
transaksi konvensional yang terjadi dalam suatu hubungan hukum konvensional (transaksi
jual beli) yang apabila dalam transaksi konvensional terjadi kendala, ketidak sesuaian,
ataupun masalah maka dapat langsung diselesaikan oleh pihak penjual dan pembeli, namun
berbeda keadaannya dalam transaksi online yang tidak memiliki interaksi langsung antara
kedua belah pihak.
Sebuah masalah dalam transaksi online yang marak terjadi ialah ketidak sesuaian antara
barang yang dipesan oleh pembeli (konsumen) dengan barang yang diterima atau dikirim
oleh penjual, sehingga menyebabkan kerugian bagi konsumen dalam hal rugi waktu ataupun
rugi biaya, namun masih banyak pembeli maupun penjual yang masih belum memahami hak
dan kewajiban, serta kedudukan masing- masing apabila terjadi hal demikian
Maka dari itu peraturan mengenai perlindungan hukum hadir untuk tetap dapat menjaga hak
dan kewajiban para subjek dari transaksi khususnya transaksi online dapat selalu menerapkan
itikad baik dari segala aktivitas bertransaksi.
Pembahasan
Perdagangan adalah kegiatan tukar menukar barang atau jasa atau keduanya yang
berdasarkan kesepakatan bersama dan bukan pemaksaan. Kegiatan berdagang atau jual
beli dahulu dilakukan secara konvensional atau dengan kata lain memerlukan
pertemuan dan interaksi dari pihak penjual dan pembeli secara langsung, sebagaimana
kegiatan perdagangan pertama dilakukan ketika telah ditemukan uang sebagai alat tukar
hingga saat ini.
Seiring perkembangan zaman, manusia menemukan, memanfaatkan, dan
mengembangkan teknologi termasuk di dalamnya yaitu teknologi internet dan
penggunaannya termasuk dalam transaksi perdagangan (jual-beli) yang menyebabkan
pergeseran transaksi tradisional yang membutuhkan interaksi langsung antara penjual
dan pembeli menjadi transaksi (jual-beli) secara elektronik. Perkembangan transaksi
elektronik memiliki faktor-faktor yang mendukung antara lain Indonesia sebagai negara
dengan jumlah penduduk mencapai 264 juta jiwa, merupakan negara dengan
pertumbuhan kelas menengah terbanyak di dunia (mencapai angka 55 juta jiwa) dan
bersifat konsumtif. Faktor lain ialah tingginya pengguna internet di Indonesia yaitu 143
juta jiwa yang secara langsung mempengaruhi perkembangan penggunaan internet
untuk bertransaksi online.
Tentu dalam prakteknya, ditemukan beberapa kasus yang menimbulkan
wanprestasi antara kedua pihak yaitu penjual dan juga pembeli. Prestasi merupakan hal
yang harus dilaksanakan dalam suatu perikatan. Pemenuhan Prestasi merupakan
hakekat dari suatu perikatan. Kewajiban memenuhi prestasi dari debitur selalu disertai
dengan tanggung jawab (liability), artinya debitur mempertaruhkan harta kekayaannya
sebagai jaminan pemenuhan hutangnya kepada kreditur.1 Sedangkan pengertian dari
Wanprestasi ialah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana
telah ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara debitur dan kreditur.2 Wanprestasi
dapat pula diartikan sebagai suatu perbuatan ingkar janji yang dilakukan oleh salah satu
pihak yang tidak melaksanakan isi perjanjian, ataupun melaksanakan tetapi terlambat
atau tidak sesuai dengan perjanjian, maupun melakukan apa yang seharusnya tidak
boleh dilakukannya.
1
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990), hal. 17.
2
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Interrmasa, 2001), hal. 323.
Wanprestasi dapat berupa tidak memenuhi prestasi sama sekali, terlambat
memenuhi prestasi, memenuhi prestasi tapi tidak sempurna (tidak sesuai atau keliru),
dan melakukan hal yang dilarang dalam perjanjian. Wanprestasi dapat terjadi karena
dua hal yaitu karena kesalahan debitur (baik sengaja ataupun lalai), dan karena keadaan
kelalaian yang dilakukan oleh debitur/penjual yang tidak memberikan barang yang
3
N.H.T Siahaan, 2005 Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Panta Rei, hal. 289
4
Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2009, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, PT.Sinar Grafika, hal. 1
kondisi di Amerika Serikat. Perlindungan hak-hak konsumen dapat berjalan seiring
dengan perkembangan demokrasi yang terjadi dalam suatu negara. Negara demokrasi
mengamanatkan bahwa hak-hak warga negara, termasuk hak-hak konsumen harus
dihormati. Ada posisi yang berimbang antara produsen dan konsumen, karena
keduanya mempunyai kedudukan yang sama di mata hukum.
Waktu sejak dekade 1980-an, gerakan atau perjuangan untuk mewujudkan sebuah
Undang-Undang tentang perlindungan konsumen dilakukan selama bertahun-tahun.
Masa Orde Baru, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak memiliki
greget besar untukmewujudkannya karena terbukti pengesahan Rancangan Undang-
Undang tentang Perlindungan Konsumen (RUUPK) selalu ditunda. Baru pada era
reformasi, keinginan terwujudnya UU tentang Perlindungan Konsumen bisa terpenuhi.
Secara etimologis, perlindungan hukum dapat diuraikan dan memiliki arti sebagai
berikut: Perlindungan sendiri memiliki arti tempat berlindung; hal (Perbuatan dan
sebagainya).6 Memperlindungi unsur-unsur perlindungan sendiri dapat berupa unsur
tindakan yang melindungi unsur pihak yang melindungi dan unsur cara melindungi.
Sehingga perlindungan hukum secara keseluruhan dapat dimaknai kedudkan hak serta
harkat dan martabat suatu subyek hukum dalam kedudukannya di sebuah sistem hukum
segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan
kepada konsumen. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum” dimaksudkan sebagai benteng bagi para subyek hukum dari
5
Inosentius Samsul, 2004. Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak. Jakarta:
Universitas Indonesia Fakultas Hukum Pascasarjana, hlm. 20.
6
Diakses dari : https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/perlindungan, pada tanggal 20 april 2021
7
Mariam Darus Badrulzaman, ìPerlindungan Terhadap Konsumen Dilihat dari Sudut Perjanjian Baku,î
Simposium Aspek-aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen yang diselenggarakan oleh BPHN, Jakarta,
1986, hlm. 61.
perbuatan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha dengan mengatas namakan
penegakkan Perlindungan Konsumen, dan juga untuk menjamin kepastian hukum bagi
konsumen.8
wanprestasi, hingga upaya perlindungan hukum, maka harus diketahui bersama apa
yang dimaksud dengan barang yang tidak sesuai dengan pesanan yang menjadi salah
satu fokus kasus yang sering kita jumpai. Meski tidak memiliki definisi yang jelas
menurut hukum, secara bahasa “Barang” berarti benda umum (segala sesuatu yang
berwujud atau berjasad)9, yang dalam konteks tulisan ini menjadi obyek hukum dari
Terdapat berbagai jenis “ketidaksesuaian” barang dalam transaksi jual beli online
yang dapat merugikan konsumen baik berupa kerugian materiil maupun kerugian non-
standarisasi di Indonesia sendiri dibagi menjadi dua, yaitu pada zaman penjajahan
Belanda/Jepang, dan zaman negara Indonesia yang berdaulat. Pada zaman penjajahan
standar dijadikan sebagai sarana pendukung kegiatan ekonomi kolonial sehingga dapat
untuk Standarisasi di bawah Menteri Negara Riset pada tahun 1973, dan pada tahun
Tahun 1978 dibentuk Panitia Persiapan Sistem Standarisasi Nasional (PPSSN), dan
8
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Pustaka, 2004), hal. 1.
9
Diakses dari : https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/barang, pada tanggal 25 April 2021 pukul 23.45 WIB.
Muhammad Fachrudin dan Bambang Eko Turisno, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Produk Yang
10
Belum Bersertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) Dalam Kaitannya Terhadap Hukum Perlindungan
Konsumen (Studi Kasus UD. Haris Elektronik), (Diponegoro Law Journal Vol.6 No.1, Tahun 2017), hal.4.
pada tahun 1982 dibentuk Panitia Pembentukan Dewan Standarisasi Nasional yang
Presiden No.7 tahun 1989 tentang Dewan Standarisasi Nasional dengan tugas pokok
di bidang standarisasi nasional. Lalu pada tahun 1991 diterbitkan Peraturan Pemerintah
No.15 tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia dan Keputusan Presiden No.12
Indonesia. Kemudian pada tahun 1997 dibentuklah Badan Standarisasi Nasional (BSN)
melalui Keputusan Presiden No.13 tahun 1997. Memasuki tahun 2000 diterbitkan
Peraturan Pemerintah No.15 tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia dan
Keputusan Presiden No.12 tahun 1991 tentang Penyusunan Penerapan dan Pengawasan
Standar Nasional Indonesia. Pada tahun 2014 baru disahkan dan diundangkan Undang-
dan Penilaian Kesesuaian ialah persyaratan teknis atau sesuatu yang dibakukan
termasuk tata cara dan metode dengan memperhatikan syarat keselamatan, keamanan,
pengalaman, serta perkembangan masa kini dan masa depan untuk memperoleh
membubuhkan Label yang memuat informasi tentang Barang dan keterangan Pelaku
Usaha, serta informasi lainnya yang disertakan pada Barang. Pencantuman label sendiri
11
Diakses dari : http://www.bsn.go.id/uploads/download/UU-20_TAHUN_2014_TENTANG_SPK1.pdf, pada tanggal 25
April 2021 pukul 23.45 WIB.
diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 73/M-DAG/PER/9/2015 tentang
Dari sisi praktik penegakan hukum, ketentuan pasal peralihan Pasal 64 UUPK
atau yang hanya sekadar sampiran dari suatu peraturan, sebelum diundangkan dan
diberlakukannya UUPK. Kedua, sejalan dengan dinamika aktivitas ekonomi, pada masa
yang akan datang, masih akan ada pembentukan norma-norma perlindungan konsumen
dirujuk UUPK.
Komisi tersebut adalah Federal Trade Commission (FTC) yang menjalankan fungsi
sesuai dengan yang digariskan dalam the Federal Trade Commission Act13untuk
praktik tidak sehat lainnya. FTC diberikan kewenangan yang luas untuk dapat
dikendalikan oleh kekuatan di luar dirinya, baik oleh pelaku usaha maupun pemerintah.
Pada umumnya suara pelaku usaha jauh lebih keras sehingga mudah didengar oleh
Yusuf Shofie, Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
12
memiliki posisi tawar yang lemah terasa sangat urgen15, maka dari itu konsumen harus
lebih dapat mengerti apa saja yang mereka dapat lakukan jika megalami hal yang
serupa, yaitu mendapatkan barang yang tidak sesuai dengan pesanan mereka. Terdapat
cara preventif hingga upaya hukum yang dapat ditempuh. Penjelasannya yaitu:
pesanan dalam transaksi jual beli online, harus dengan cermat dipahami pasal
Abdul Halim Barkatullah Hukum Perlindungan Konsumen (Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran).
14
kontribusi dan peran aktif konsumen untuk dapat lebih memahami hak-haknya,
berlandaskan ayat (1) maka konsumen tersebut dapat mencari tahu lebih dahulu
ataupun informasi lain yang mungkin relevan ataupun vital, sehingga dapat
transaksinya.
hukum dan akses serta keterbukaan informasi sehingga dapat mengurangi risiko
adanya juga mendapatkan rasa aman dalam hal kepastian hukum, sehingga
dalam transaksinya.
Dalam Perjanjian Jual Beli, jelas terdapat dua pihak yaitu penjual dan
pembeli. Bagi penjual ada kewajiban utama, yaitu: menyerahkan hak milik atas
segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik
atas barang yang diperjual belikan itu dari si penjual kepada si pembeli; dan
diberikan pada pembeli bahwa barang yang dijual itu adalah sungguh-sungguh
miliknya sendiri yang bebas dari suatu beban atau tuntutan dari suatu pihak
berarti bahwa cacat itu tidak mudah dilihat oleh pembeli yang normal.16
Kemudian dijelaskan apa saja hak yang dapat diperoleh oleh konsumen
sehingga mereka dapat mengerti apa saja yang menjadi hak mereka ataupun
tidak. Pasal 4 menjelaskan apa saja hak-hak yang diperoleh oleh seorang
konsumen.
pelaku usaha juga dituntut untuk dapat memberikan hak para konsumen dan
rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau
16
Natalia Vita Nova, Perlindungan Konsumen Terhadap Pembelian Perumahan Royal Family di Semarang, (Semarang:
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2018), hal. 37-38.
dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.” mendapatkan kompensasi, ganti
rugi dan/atau penggantian jika barang yang diterima tidak sesuai dengan yang
diperjanjikan. Kedua poin ini merupakan suatu keterkaitan yang bersifat timbal-
ganti rugi, maupun penggantian barang agar sesuai dengan yang diperjanjikan,
Online
Barang tidak sesuai pesanan dalam transaksi jual beli online sejatinya
perjanjian.17
tidak sesuai pesanan, maka sesuai Pasal 4 ayat (8) UUPK di atas, konsumen
supaya hak konsumen dapat dipenuhi, juga melihat Pasal 7 huruf (a,b dan g)
UUPK yang menyatakan kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik dalam
menjalankan usahanya memberi informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang
17
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta: Rajawali Pers, 2007), hal. 74.
kondisi barang, serta memberikan kompensasi, ganti rugi, maupun
Sengketa berawal pada situasi dimana pihak yang merasa dirugikan oleh pihak
lain.18 Biasanya dimulai oeh perasaan tidak puas, bersifat subjektif dan tertutup yang
disampaikan pada pihak penjual dan pihak penjual menanggapi dan dapat memuaskan
pihak pembeli maka selesailah konflik tersebut. Sebaliknya, jika perbedaan pendapat
menyelesaikan sengketa antar konsumen dan pelaku usaha (BPSK) atau melalui
Konsumen. Adapun prinsip tata cara penyelesaian sengketa konsumen (PSK) antara
lain:
1) Melalui konsiliasi
2) Mediasi
bersifat pasif.
18
Suyud Margono, Perkembangan Alternative Dispute Reesolution (ADR): Dalam Prospek dan Pelaksanaannya Arbitraase
di Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 21.
19
Abdul Halim Barkatullah Op.Cit., hal. 129.
3) Arbitrase
didasarkan oleh pilihan dan persetujuan para pihak yang bersengketa dan bukan proses
penyelesaian sengketa secara berjenjang. Jadi para pihak berhak memilih melalui proses
Kesimpulan
agar menjaga itikad baik dan senantiasa memenuhi kewajibannya. Pelaku usaha maupun
mengurangi risiko kemungkinan terjadinya barang tidak sesuai pesanan dengan berhati-
hati dalam memberi dan menerima informasi serta memiliki inisiatif dan itikad baik
sebelum, selama, dan setelah proses transaksi berlangsung, serta memahami dengan baik
hak-hak dan kewajibannya serta sarana pendukung pemenuhan hak dan kewajiban
tersebut.
Daftar Pustaka
Apsari , Ni Komang Ayuk Tri Buti, Perlindungan Hukum dan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Belanja Online di Luar Pengadilan, Hukum Bisnis FH Universitas
Udayana.
20
Ni Komang Ayuk Tri Buti Apsari, Perlindungan Hukum dan Penyelesaian Sengketa Konsumen Belanja Online di Luar
Pengadilan, Hukum Bisnis FH Universitas Udayana.
Badrulzaman , Mariam Darus, ìPerlindungan Terhadap Konsumen Dilihat dari Sudut
Perjanjian Baku,î Simposium Aspek-aspek Hukum Masalah Perlindungan
Konsumen yang diselenggarakan oleh BPHN, Jakarta, 1986.
Fachrudin , Muhammad dan Bambang Eko Turisno, Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Terhadap Produk Yang Belum Bersertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI)
Dalam Kaitannya Terhadap Hukum Perlindungan Konsumen (Studi Kasus UD.
Haris Elektronik), (Diponegoro Law Journal Vol.6 No.1, Tahun 2017)
Federal Trade Commission dibentuk berdasarkan Federal Trade Commission Act 1914
(FTC Act). 5 FTC Act yang menyatakan pemberian tanggung jawab kepada FTC
untuk memberikan perlindungan kepada konsumen
http://www.bsn.go.id/uploads/download/UU-
20_TAHUN_2014_TENTANG_SPK1.pdf, Diakses pada tanggal 25 April 2021
pukul 23.45 WIB.
Kristiyanti , Celina Tri Siwi, 2009, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, PT.Sinar
Grafika
Miru , Ahmadi dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Pustaka, 2004).
Miru , Ahmadi, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta: Rajawali Pers,
2007)
Muhammad, Abdulkadir Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990)