Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari kegiatan para

pelaku bisnis dari mulai skala kecil hingga skala besar, munculnya pelaku-

pelaku bisnis baru merupakan suatu hal yang dapat mendorong

pertumbuhan ekonomi dengan cepat. Pertumbuhan ekonomi akan menjadi

lebih baik apabila pendapatan perkapitanya meningkat, karena semakin

baik perekonomian masyarakat maka daya beli masyarakat juga akan

semakin meningkat. Masyarakat yang dikategorikan sebagai konsumen

tentunya memiliki kebutuhan serta kemauan yang harus dipenuhi, salah

satunya adalah memiliki tempat tinggal yaitu rumah.

Di masa yang serba modern sekarang ini, memiliki rumah pribadi

adalah impian bagi seluruh orang khususnya yang telah berumah tangga,

dengan memiliki rumah berarti seseorang memiliki jaminan perlindungan

atas keberlangsungan kehidupan sosial nya. Keinginan masyarakat untuk

memiliki rumah sudah bukan lagi menjadi hal yang sulit. Rumah saat ini

bukan menjadi kebutuhan dasar dari masyarakat, tetapi sudah menjadi

gaya hidup (life style).

1
2

Sebagaimana tujuan bangsa Indonesia yang termuat di dalam

alinea ke empat Undang-Undang Dasar 1945 yaitu memajukan

kesejahteraan umum. Sebagai perwujudan dari amanat tersebut yaitu

dengan pemenuhan hak warga negara untuk mendapatkan kesejahteraan

dalam bentuk apapun salah satunya yaitu dengan diberikannya subsidi

terhadap rumah oleh pemerintah. Adapun peraturan lain yang berkaitan

dengan hal tersebut, yaitu ketentuan yang tercantum pada Pasal 28H ayat

(1) Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan:

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal,


dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan”
Di Indonesia sekarang ini, kebutuhan mengenai perumahan sudah

semakin meningkat pada setiap tahunnya, khususnya pada masyarakat di

perkotaan. Semakin tingginya populasi penduduk menjadi salah satu

penyebab meningkatnya kebutuhan terhadap tempat tinggal, sehingga

memaksa pemerintah untuk berupaya ditengah keterbatasan lahan. Hal ini

ditandai dengan semakin banyak munculnya pengembang-pengembang

perumahan yang melakukan pembukaan lahan dan melakukan

pembangunan rumah, sebagai contohnya banyak dibangunnya perumahan-

perumahan bersubdisi untuk masyarakat (Arifin, 2013 hal. 4). Banyaknya

developer yang menjadi pengembang perumahan tentu tidak sedikit juga

developer nakal yang tidak memenuhi prestasinya terhadap konsumen

bahkan sampai melakukan penipuan, seperti memberi promo palsu,


3

pemasaran perumahan fiktif yang berkedok syariah, hingga investasi

bodong.

Kedudukan konsumen di Indonesia saat ini masih sangatlah lemah,

hal tersebut erat kaitannya dengan sejarah tentang perlindungan

konsumen, khususnya mengenai perumusan ketentuan yang mengatur

tentang perlindungan konsumen yaitu pada saat dibentuknya Undang-

Undang Perlindungan Konsumen. Hukum perlindungan konsumen di

Indonesia mulai menjadi perhatian tepatnya pada Tahun 1999 hingga

sekarang ini, bukti keseriusan penegakan hukum di bidang konsumen ini

yaitu dengan didirikannya suatu lembaga yang bernama Lembaga Yayasan

Konsumen Indonesia (YLKI).

Berdirinya YLKI kemudian diikuti oleh beberapa lembaga lainnya,

salah satunya yaitu Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen

(LP2K). Kurangnya perhatian terhadap pelanggaran-pelanggaran terhadap

konsumen di Indonesia menyebabkan keadaan hukum konsumen serta

penegakannya pun ikut menjadi lemah. Sebelum diadakannya Undang-

undang yang mengatur konsumen, penegakan hukum atas masalah dengan

produsen sangat sulit dilakukan terutama kaitannya dengan pengajuan

gugatan atas kerugian yang diderita konsumen. (Widiarty Sri, 2016 hal. 6-

7)

Perlindungan konsumen sebagai suatu bagian yang tidak dapat

dipisahkan dari setiap kegiatan bisnis. Dalam kegiatan bisnis yang sehat
4

biasanya memiliki keseimbangan perlindungan hukum antara konsumen

dengan pelaku usaha. Apabila tidak adanya perlindungan yang seimbang

maka dapat menyebabkan lemahnya posisi konsumen. Berbagai kerugian

yang dialami oleh konsumen biasanya timbul karena akibat dari adanya

hubungan hukum perjanjian antara pelaku usaha dengan konsumen,

maupun akibat dari adanya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan

oleh pelaku usaha.(Miru, 2013 hal. 1)

Pada dasarnya, perlindungan hukum terhadap konsumen

merupakan hal yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan

hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen, sehingga perlu

adanya prinsip-prinsip perlindungan hukum bagi konsumen yang dapat

menjadikan acuan dalam memberikan keamanan kepada konsumen. Untuk

mengetahui hak dan kewajibannya, pelaku usaha dan konsumen dapat

mengkaji dan mengemukakan berbagai peraturan perundang-undangan

yang mengatur hal tersebut. Tentu peraturan perundang-undangan yang

berlaku dapat dijadikan sebagai referensi terhadap prinsip-prinsip

perlindungan hukum bagi konsumen, diharapkan juga dapat membantu

baik konsumen maupun pelaku usaha dalam menegakan hak-hak

konsumen (Miru, 2013 hal. 9)

Pelaku usaha biasanya melakukan segala cara untuk menarik minat

konsumen agar dapat membeli barang/jasa nya, salah satunya melakukan

promosi melalui berbagai media dengan beragam penawaran yang begitu

menarik sehingga ketertarikan konsumen terhadap barang/jasa yang


5

diiklankan cukup tinggi. Pelaku usaha biasanya menggunakan media

brosur untuk melakukan promosi kepada konsumen secara langsung,

karena brosur merupakan media yang paling mudah serta murah apabila

dilihat dari segi ekonomis.

Penggunaan metode iklan memiliki pengaruh yang cukup besar

dalam kehidupan sehari-hari baik pengaruh secara positif maupun negatif.

Dari segi positif iklan yaitu memberikan informasi kepada konsumen

sehingga memberikan kemudahan terhadap konsumen dalam memilih

barang/jasa apa yang akan mereka gunakan. Dengan informasi yang

didapatkan dari iklan memudahkan konsumen untuk dapat

mempertimbangkan suatu barang/jasa sebelum mereka memilih untuk

memakainya. Adapun penaruh negatif dari adanya iklan ini yaitu dapat

memberikan pengaruh terhadap konsumen untuk membeli suatu produk

barang/jasa yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan mereka

(Rosmawati, 2018 hal. 77).

Brosur yang digunakan oleh pelaku usaha melalui para tim

marketing penjualan merupakan media dalam penyampaian informasi

terkait produk yang mereka jual kepada konsumen. Disisi lain brosur dapat

dikatakan sebagai iklan. Iklan sebagai suatu bentuk informasi, merupakan

salah satu media bagi pelaku usaha untuk memperkenalkan produknya

kepada masyarakat sehingga bisa memengaruhi kecenderungan

masyarakat agar tertarik untuk memakai produknya. Demikian pula

keuntungan terhadap masyarakat yaitu mendapatkan informasi terkait


6

gambaran produk yang dipasarkan melalui iklan dengan media brosur

tersebut (Miru, 2013, hal. 37). Dengan demikian kecenderungan konsumen

untuk mengonsumsi suatu produk yang ditawarkan oleh pelaku usaha

sangat bergantung pada informasi yang diperoleh konsumen mengenai

suatu produk dalam iklan yang pada umumnya sangat begitu menarik.

Kaitannya dengan prinsip contractual liability, didalamya terdapat

kewajiban pelaku usaha dalam memberikan kompensasi terhadap kerugian

yang dialami oleh konsumen karena adanya kegagalan dalam pelaksanaan

kewajiban kontraktualnya atau dapat dikatakan sebagai tindakan

wanprestasi. Di dalam KUHPerdata diatur mengenai tanggung jawab atas

tindakan wanprestasi dan kewajiban ganti rugi. Terdapat beberapa hal

yang seharusnya dipenuhi untuk memiliki kewajiban kontraktual, yaitu

salah satunya perbuatan yang keliru dari pelaku usaha yang

mengakibatkan debitur gagal melaksanakan kontraknya (Rudăreanu, 2010

hal. 87). Jadi apabila prinsip tersebut dikaitkan dengan berbagai

permasalahan yang seringkali terjadi pada konsumen atas kelalaian pelaku

usaha, maka konsumen berhak menerima kompensasi atas kerugian yang

dideritanya.

Dengan demikian Pertanggungjawaban kontraktual erat kaitannya

dengan pertanggungjawaban perdata. Sekarang ini pada kenyataannya

perjanjian antara pelaku usaha dengan konsumen selalu menggunakan

perjanjian yang berbentuk baku atau standar. Oleh karena itu apabila
7

ditinjau dari hukum perjanjian bahwa sejenis perjanjian ini dinamakan

perjanjian baku (Arifin, 2013 hal. 82)

Alternatif penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh dalam

permasalahan antara konsumen melawan developer yang posisinya disini

sebagai pelaku usaha dapat dilakukan di luar pengadilan yaitu di Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen dengan memilih beberapa metode yang

akan digunakan yaitu Konsiliasi, Mediasi, atau Arbitrase. Konsumen yang

memiliki permasalahan terhadap barang atau jasa yang dibelinya akan

dapat memperoleh haknya secara lebih mudah melalui peranan BPSK.

Selain itu dapat juga dijadikan sebuah akses agar mendapatkan informasi

serta jaminan perlindungan hukum yang sama antara konsumen maupun

pelaku usaha (Rosmawati, 2018 hal. 115)

Salah satu contoh kasus yang terjadi di masyarakat adalah kasus

yang terjadi di Kota Bandung pada tahun 2021 yang diantaranya adalah

berawal dari seorang konsumen yaitu ibu A yang membeli 2 unit rumah

kepada PT X (sebagai developer perumahan) dengan pembelian rumah

pertama pada Tahun 2015 dan rumah kedua pada Tahun 2016. Bahwa

setelah semua unit selesai dibangun sekitar Tahun 2017, terdapat beberapa

masalah yang timbul akibat ingkar janji dari pihak developer, yaitu tidak

melakukan pembangunan benteng secara utuh disekeliling komplek seperti

yang tergambar pada brosur, sehingga menyebabkan lingkungan komplek

tidak kondusif untuk ditinggali. Dengan adanya masalah tersebut tentu

pemilik rumah serta penghuni komplek lainnya yang disini sebagai


8

konsumen mengalami gangguan, seperti adanya warga luar yang bebas

keluar masuk komplek, keluar masuk kendaraan angkutan, hingga terjadi

kemalingan bahkan terhitung sudah ada 10 Unit sepeda motor yang hilang.

Atas kejadian tersebut konsumen mengalami kerugian materiil maupun

immateril serta ingin menuntut ganti kerugian terhadap pihak Developer

(Direktori Putusan BPSK.BDG).

Konsumen yang merasa dirugikan atas ketidaksesuain brosur

promosi yang di edarkan oleh pihak marketing developer dengan fakta

pembangungan tersebut kemudian konsultasi kepada BPSK Kota Bandung

terkait langkah apa yang harus mereka tempuh dalam permasalahan

tersebut, selanjutnya mereka melakukan pendaftaran pengaduan kepada

BPSK Kota Bandung dan telah teregistrasi. Dalam penanganan

permasalahan konsumen tersebut, BPSK memiliki kewenangan untuk

melakukan pemeriksaan, atas pengaduan serta laporan dari pihak yang

bersengketa (Rosmawati, 2018 hal. 117)

Pada pengaduan tersebut konsumen mengajukan tuntutan yaitu

meminta ganti rugi kepada pihak developer atas kelalaiannya tidak

memenuhi prestasi. Istilah ganti kerugian apabila dilihat di dalam Undang-

undang Perlindungan Konsumen, hanya meliputi pengembalian uang atau

peggantian barang dan jasa yang sejenis atau memiliki nilai yang setara,

disini berarti jenis ganti kerugian yang diatur di dalam Undang-Undang

Perlindungan Konsumen adalah ganti kerugian yang bersifat subjektif

(Miru, 2013). Dengan demikian tuntutan yang diajukan oleh konsumen


9

sudah sesuai dengan ketentuan ganti rugi yang termuat dalam Undang-

Undang Perlindungan Konsumen.

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan pada latar belakang

diatas, penulis memiliki ketertarikan untuk meneliti serta mengkaji secara

lebih lanjut yang akan dituangkan ke dalam bentuk skripsi demi memenuhi

tugas akhir pada penulisan hukum yang berjudul “PENERAPAN

PRINSIP CONTRACTUAL LIABILITY DALAM PENYELESAIAN

SENGKETA KONSUMEN DI BPSK ATAS KETIDAKSESUAIAN

BROSUR PROMOSI DENGAN FAKTA PEMBANGUNAN

PERUMAHAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8

TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN”

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang penelitian diatas, maka

timbul berbagai permasalahan yang harus dijawab dalam penelitian ini.

Sehingga dapat dirumuskan pokok permasalahannya yaitu sebagai berikut

1. Bagaimana prinsip-prinsip contractual liability dan pengaturannya

dalam perspektif hukum perlindungan konsumen?

2. Bagaimana pertanggungjawaban developer dan akibat hukumyang

timbul atas ketidaksesuaian brosur promosi dengan fakta

pembangunan perumahan apabila dihubungkan dengan prinsip

contractual liability?
10

3. Bagaimana peran BPSK dalam memberikan solusi pada penyelesaian

sengketa antara konsumen melawan developer perumahan atas

ketidaksesuaian brosur promosi dengan fakta pembangunan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian permasalahan yang dikemukakan diatas, maka tujuan

yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum yang timbul atas

ketidaksesuaian developer dalam mengiklankan produknya yang tidak

sesuai dengan fakta pembangunan.

2. Untuk mengetahui dan mengkaji mengenai pertanggungjawaban

developer atas ketidaksesuaian brosur promosi dengan fakta

pembangunan apabila dihubungkan dengan prinsip contractual

liability.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis peran BPSK dalam memberikan

solusi pada penyelesaian sengketa antara konsumen melawan

developer perumahan atas ketidaksesuaian brosur promosi dengan

fakta pembangunan

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang hendak dicapai penulis dalam penelitian ini antara

lain sebagai berikut :


11

1. Kegunaan Teoritis

a. Penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

terhadap pengembangan pemikiran ilmu hukum ekonomi dan

khususnya pada perlindungan konsumen.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pemecahan masalah

atas permasalahan yang telah penulis uraikan diatas.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan yang

relevan terhadap pengembangan teori keilmuan khususnya di

bidang hukum perlindungan konsumen.

d. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

referensi bagi para peneliti berikutnya.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat digunakan

sebagai bahan bahan rujukan dalam pelaksanaan penegakan hukum

perlindungan konsumen khususnya pada konsumen perumahan.

b. Bagi masyarakat, diharapkan penelitian ini dapat memberikan

informasi yang tepat dan jelas terhadap masyarakat dalam

mendapatkan hak-haknya sebagai konsumen. Sehingga dapat

terjamin kesejahteraan masyarakat dan kepastian atas jumlah,

kualitas, serta keamanan barang atau jasa yang diterimanya.

c. Bagi pelaku usaha, diharapkan penelitian ini dapat berguna bagi

pelaku usaha dalam menjalankan kewajibannya sesuai dengan


12

ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen

E. Kerangka Teori

Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia memiliki peran

yang sangat besar dalam roda kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam

mencapai tujuan bangsa maka perlu penerapan nilai-nilai pancasila dalam

kehidupan sehari-hari. Pancasila dan masyarakat memiliki kaitan yang

sangat erat, karena pancasila merupakan pandangan hidup bagi suatu

bangsa, menjadi dasar negara serta menjadi ideologi (Wasith Achadi, 2020

hal. 13)

Pancasila menjadi ciri khas dan corak bangsa Indonesia yang tidak

dapat dipisahkan dari jati diri bangsa Indonesia, karena hal tersebut

merupakan ciri khas yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa

yang lain. Pancasila sebagai ideologi negara merupakan suatu kerangka

pemikiran terhadap pandangan dasar mengenai sejarah, cita-cita,

masyarakat, serta hukum yang bersumber pada kebudayaan terdahulu.

Ideologi nasional bangsa Indonesia terkandung dan termuat di

dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

ideologi bangsa Indonesia yaitu ideologi perjuangan dengan jiwa serta

semangat perjuangan bangsa dalam mewujudkan kemerdekaan, persatuan,

kedaulatan, keadilan dan kemakmuran (Wasith Achadi, 2020 hal. 31)

Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional dalam

pembangunan nasional dapat dikatakan sebagai arah yang paling mendasar


13

dalam menentukan tujuan pokok pembangunan nasional yang dapat

dijadikan sebagai salah satu visi dalam mencapai tujuan bangsa. Adapun

empat pokok tujuan pembangunan nasional berdasarkan Undang-Undang

Dasar 1945 yang mencakup hal-hal sebaga berikut : mencerdaskan

kehidupan bangsa, menciptakan kesejahteraan umum, melindungi segenap

bangsa Indonesia, serta ikut berperan dalam mewujudkan perdamaian dan

ketertiban dunia (Barley, 2013 hal. 12). Dengan demikian bahwa

pembangunan nasional yang berlandaskan konstitusi tertinggi UUD 1945

adalah tujuan akhir bangsa Indonesia.

Kesejahteraan masyarakat yang berlandaskan konstitusi tentu

membutuhkan partisipasi masyarakat dan peran pemerintah sebagai

pemegang kebijakan yang keduanya harus sama-sama bergotong-royong

dalam mewujudkan pembangunan nasional dan mencapai tujuan bangsa.

Karena keduanya memiliki tanggung jawab yang sama dalam menangani

masalah kesejahteraan sosial. Sebagaimana yang tertuang di dalam Pasal 1

ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa Indonesia adalah

negara hukum, dengan berpedoman kepada pancasila sebagai dasarnya

yang tentu memiliki tangung jawab terhadap terwujudnya kesejahteraan

sosial dengan terpenuhinya kebutuhan hidup masyarakat yang layak.

Keberadaan hukum dalam kehidupan masyarakat memiliki peran

yang sangat besar terutama dalam mengatur serta membatasi tingkah laku

masyarakat agar kehidupan di masyarakat dapat berjalan dengan tertib dan

aman. Mengutip pendapat yang dinyatakan oleh Prof. Mochtar


14

Kusumaatmadja yang menyebutkan bahwa hukum sebagai sarana

pembaharuan masyarakat atau “law as a tool of social engineering” dengan

pokok-pokok pemikiran sebagai berikut :

“Hukum adalah “sarana


dalam pembaharuan masyarakat” berdasarkan kepada pandangan
bahwa adanya keteraturan atau ketertiban di dalam usaha pembangunan
dan pembaharuan tersebut merupakan sesuatu yang diperlukan atau
dipandang (mutlak) maka itu penting. Pendapat lain yang termuat di
dalam konsepsi hukum sebagai suatu alat pembaharuan yaitu bahwa
hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum lainnya dapat berfungsi
sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan pengatur serta
penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh
pembangunan dan pembaharuan.”

Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan, tentu harus didasari juga

dengan berbagai pembangunan nasional yang berkesinambungan dan

harus sejalan dengan perkembangan jaman. Pembangunan nasional di era

globalisasi sekarang ini tidak terlepas dari kegiatan ekonomi sehingga

perlu adanya dorongan agar semakin banyak para pelaku usaha yang

bergelut di dunia bisnis.

Semakin banyaknya para pelaku usaha maka pengawasan terhadap

kegiatannya pun harus semakin di perketat, karena tidak sedikit pelaku

usaha yang nakal hingga merugikan dan tidak memenuhi hak-hak

konsumen. Apabila tumbuhnya dunia usaha berjalan sesuai dengan yang

direncakanan dalam pembangunan nasional maka akan terpenuhinya

kesejahteraan masyarakat banyak serta akan timbul juga kepastian atas

barang/jasa yang diterima dan dikonsumsi tanpa tidak mengakibatkan

kerugian terhadap konsumen.


15

Munculnya UUPK tidak terlepas dari pengaruh ekonomi global,

karena di era globalisasi perkembangan ekonomi sudah setiap negara

sudah semakin ketat dan berkembang. Bebasnya kegiatan jual-beli bahkan

dapat dilakukan antar negara dengan mudah harus didukung juga adanya

kebijakan yang mengatur serta melindungi hak-hak konsumen agar

tercipta keseimbangan dan kedudukan yang sama dengan unsur lainnya

seperti pelaku usaha. Perkembangan globalisasi menimbulkan saling

ketergantungan pada pelaku ekonomi global, selain itu juga memperluas

jaringan pasar yang tidak hanya terbatas pada satu negara saja.

Semakin bebasnya transaksi ekonomi, intensitas pelanggaran hak-

hak konsumen juga semakin tinggi. Dengan demikian, perlindungan

terhadap konsumen harus lebih diperhatikan. Lemahnya perlindungan

terhadap konsumen apabila dibandingkan kedudukan pelaku usaha yang

relatif memiliki kedudukan yang kuat dalam berbagai hal, maka

peningkatan pengawasan dan pengaturan secara lebih detail bagi

perlindungan konsumen serta pembaharuan-pembaharuan hukum

perlindungan konsumen sampai saat ini masih sangat dibutuhkan (Anita

Sinaga & Sulisrudatin, 2015, hal. 72).

Hukum perlindungan konsumen erat kaitannya dengan berbagai

bidang dan cabang ilmu hukum lainnya, karena dalam setiap bidang

hukum yang lain selalu terdapat pihak-pihak yang disebut konsumen.

Dengan demikian ruang lingkup dari hukum perlindungan konsumen tidak


16

dapat dibatasi hanya dengan satu undang-undang saja (Adi Nugroho, 2008

hal. 57).

Perilaku para pelaku usaha seringkali banyak yang menyalahi

aturan dan tindakannya tidak sesuai dengan etika bisnis sebagai pelaku

usaha. Tidak sedikit pelaku usaha nakal yang merugikan konsumen,

biasanya faktor yang mendorong terjadinya hal tersebut adalah dari prinsip

pelaku usaha yang menyatakan mendapatkan keuntungan yang sebesar-

besarnya dengan hal tersebut biasanya pelaku usaha seringkali acuh

terhadap kewajibannya kepada konsumen yang pada akhirnya tidak

terpenuhinya hak-hak konsumen sebagai pengguna barang/jasa.

Pertanggungjawaban kontraktual (Contractual Liability) adalah

pertanggungjawaban secara perdata atas dasar adanya perjanjian atau

kontrak dari pelaku usaha terhadap barang ataupun jasa yang

diperjualbelikan dengan menimbulkan kerugian bagi konsumen akibat

mengonsumsi atau memakai barang dan/atau jasa tersebut. Dengan

demikian, bahwa dalam kontraktual ini terdapat suatu perjanjian atau

kontrak secara langsung antara konsumen dengan pelaku usaha (Pengata,

2018).

Kewenangan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut ada pada

suatu lembaga yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

Kehadiran BPSK sebagai bentuk dari pemerataan keadilan, terutama bagi

konsumen yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha dengan nominal

kerugian yang tidak begitu besar (Adi Nugroho, 2008 hal. 74). Karena
17

penyelesaian sengketa yang diselesaikan di BPSK biasanya nominal

kerugiannya kecil, sehingga tidak mungkin mengajukannya ke pengadilan.

Karena biaya perkara yang tidak sebanding besarnya dengan nilai kerugian

yang menjadi tuntutan.

Pelaku usaha memiliki tanggung jawab yang penuh apabila

ketidakpuasan yang menimbulkan kerugian terhadap konsumen karena

kelalaiannya sebagai produsen ataupun penjual. Di dalam UUPK pada

Pasal 19 sampai dengan Pasal 28 mengatur secara rinci mengenai

tanggung jawab pelaku usaha secara perdata terhadap konsumen yang

dirugikan. Pada Pasal 19 UUPK dinyatakan bahwa pada pokoknya

“tanggung jawab pelaku usaha ialah mengganti kerugian kepada

konsumen atas kerusakan, pencemaran, dan/atau memakai barang dan

jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan oleh pelaku usaha yang

bersangkutan”

Pada kenyataannya, ganti rugi yang diberikan oleh pelaku usaha

kepada konsumen tidak hanya berupa uang kompensasi tetapi juga bisa

berupa penggantian/penukaran barang/jasa yang sejenis. Disamping

tanggung jawab pelaku usaha ada juga hak-hak konsumen yang diatur

dalam Pasal 4 UUPK, hak-hak konsumen hanyalah mungkin akan

ditegakan apabila pelaku usaha dengan sukarela memenuhi tuntutan

konsumen terhadap pemenuhan hak yang dilanggar oleh pelaku usaha.

Hukum sebagai suatu sistem merupakan tatanan, merupakan suatu

kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang
18

saling berkaitan satu sama lain untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut.

Hadirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen merupakan suatu upaya dalam melindungi hak-hak setiap

konsumen dalam kegiatan transaksi ekonomi. Karena pada umumnya

masih banyak hak-hak konsumen yang masih dilanggar oleh para pelaku

usaha.

Jika dikaitkan dengan teori kepastian hukum dalam suatu

perjanjian sesuai pasal 1313 KUHPerdata serta hak dan kewajiban dalam

jual beli, menekankan pada penafsiran dan sanksi yang jelas agar suatu

perjanjian/kontrak dapat memberikan kedudukan yang sama antar subjek

hukum yang terlibat (dalam hal ini berarti konsumen dan pelaku usaha).

Kepastian memberikan kejelasan dalam melakukan perbuatan hukum saat

pelaksanaan suatu perjanjian/kontrak jual beli, dalam bentuk prestasi

bahkan saat perjanjian tersebut wanprestasi atau salah satu pihak ada yang

dirugikan maka sanksi dalam suatu perjanjian/kontrak tersebut harus

dijalankan sesuai kesepakatan para pihak baik pihak penyewa maupun

pihak yang menyewakan.

F. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian

dalam memperoleh teori serta pengetahuan lainnya dengan langkah yang

sistematis dan terstruktur. Agar dapat mengetahui pokok permasalahan

maka diperlukan pendekatan dengan metode-metode yang bersifat ilmiah,

antara lain sebagai berikut :


19

1. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan oleh penulis dalam

penelitian ini adalah dengan metode deskriptif analitis. Metode

penelitian tersebut menggambarkan serta menganalisis sehingga dapat

menyajikan fakta secara sistematis, faktual, akurat serta dapat lebih

mudah untuk dipahami dan disimpulkan (Yadiman, 2019 hal. 8)

Metode ini berfokus dalam menguraikan suatu gejala yang menjadi

permasalahan, dapat berupa peristiwa yang sedang terjadi atau masalah

konkret lainnya.

2. Metode Pendekatan

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan

yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif diartikan sebagai

pendekatan yang pada proses penelitiannya dilaksanakan berdasarkan

kepada bahan hukum yang sudah ada dengan cara menganalisis

berbagai teori, konsep-konsep, asas-asas hukum dan peraturan

perundang-undangan yang memiliki korelasi dengan permasalahan

yang diteliti (Yadiman, 2019, hal. 100).

Dapat disimpulkan bahwa pendekatan yuridis normatif ini sebagai

penelitian yang menggambarkan serta mendeskripsikan perlindungan

konsumen di Indonesia dihubungkan dengan berbagai teori hukum dan

peraturan perundang-undangan dalam praktik implementasi

penyelesaian sengketa pada umumnya dan khususnya mengenai proses

beracara yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa konsumen.


20

3. Tahap Penelitian

Tahap penelitian yang dilakukan penulis dalam penelitian ini antara

lain, sebagai berikut :

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian kepustakaan yaitu bagian dari penelitian yang berupa

kegiatan menghimpun serta mengolah data sekunder untuk

dipelajari teori-teori nya melalui bahan hukum primer yang berupa

peraturan perundang-undangan, hasil-hasil penelitian yang relevan,

artikel dan jurnal serta bahan penelitian lainnya yang berhubungan

dengan penelitian yang akan dilakukan.

Penelitian kepustakaan terdiri dari beberapa jenis, yang

dikategorikan sebagai berikut :

1) Bahan hukum primer. Menurut Yadiman, bahan hukum

primer yaitu sumber data yang didapatkan secara langsung

dari sumber aslinya. Secara khusus data primer

dikumpulkan sebagai alat untuk menjawab pertanyaan

seputar penelitian.

Data ini dapat berupa bahan-bahan hukum seperti

perundang-undangan yang sesuai dengan hierarki nya,

bahan hukum primer yang penulis gunakan yaitu sebagai

berikut :

a) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-4;


21

b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(KUHPerdata)

c) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

d) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen;

e) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa;

f) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang

Perumahan dan Kawasan Permukiman

g) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan

Republik Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/12/2001

Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen.

h) Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2006

tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum

Keberatan terhadap Putusan Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen.

i) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan

Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor

38/PRT/M/2015 Tentang Bantuan Prasarana,

Sarana, Dan Utilitas Umum Untuk Perumahan

Umum.
22

j) Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat

Nomor: 11/PERMEN/M/2008

k) Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 3 tahun

1987 Penyediaan Hak Atas Tanah Untuk Keperluan

Perusahaan Pembangunan Perumahan

2) Bahan hukum sekunder. Data sekunder yaitu sebagai

sumber data yang dapat diperoleh peneliti secara tidak

langsung, bahan hukum ini memiliki hubungan dengan

bahan hukum primer, karena untuk menganalisis serta

memahami hasil dari bahan-bahan primer dapat

menggunakan pandangan ahli atau pakar dalam bidangnya.

Bahan hukum sekunder yaitu berupa buku karangan ahli,

karya ilmiah, artikel jurnal, dan lainnya.

3) Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang digunakan

sebagai komponen tambahan yang dapat petunjuk serta

dapat mendeskripsikan secara rinci terhadap bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier

dapat berupa Kamus Hukum, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Website di internet, ensiklopedia, wikipedia,

dan bahan lainnya yang dapat menunjang penelitian.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan merupakan salah satu langkah dalam

memperoleh data secara langsung terhadap permasalahan yang


23

sedang diteliti. penelitian lapangan dilakukan sebagai suatu bentuk

untuk memutuskan kearah mana konteks penelitian tersebut.

Penelitian lapangan ini dilaksanakan pada lembaga atau instansi

terkait yang sesuai dengan topik kajian.

Lembaga yang dijadikan tempat penelitian lapangan oleh

penulis yaitu di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota

Bandung. Pengumpulan data yang akan dilakukan oleh penulis

adalah dengan wawancara kepada narasumber yang berada pada

lembaga tersebut.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam

menghimpun data dan informasi untuk dikaji yaitu dengan studi

dokumen dan wawancara secara langsung dengan Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Bandung. Selain teknik

pengumpulan data tersebut, penulis juga membaca serta mengkaji

peraturan perundang-undangan, jurnal, serta artikel-artikel yang terkait

dengan topik penelitian

5. Alat Pengumpulan Data

Alat diartikan sebagai media yang dipergunakan. Alat

pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis yaitu alat

pengumpulan data pada penelitian kepustakaan dan alat pengumpulan

data pada penelitian lapangan, yang diklasifikasikan sebagai berikut :


24

a) Alat pengumpulan data penelitian kepustakaan dapat berupa

KUHPerdata, Peraturan perundang-undangan yang terkait,

buku-buku, artikel dalam media elektronik, jurnal. Sedangkan

media yang digunakan untuk memperoleh data tersebut yaitu

dengan mengunakan computer/laptop dan smartphone.

b) Alat pengumpulan data penelitian lapangan yang penulis

gunakan untuk menghimpun data-data yaitu dengan

melaksanakan wawancara kepada narasumber di instansi atau

lembaga terkait. Penulis mempersiapkan terlebih dahulu

pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan

yang sedang diteliti. media yang digunakan yaitu recorder dan

handphone sebagai alat perekam suara.

6. Analisis Data

Setelah memperoleh data penelitian, maka langkah selanjutnya

yaitu analisis data. Jenis analisis data yang digunakan penulis dalam

penelitian ini adalah yuridis kualitatif yang merupakan salah satu cara

untuk menghasilkan data deskriptif analitis. Data primer dan data

sekunder yang diperoleh penulis dari hasil penelitian baik itu secara

tertulis maupun lisan akan dipelajari dan dikaji secara utuh.

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk

memberikan pemahaman terhadap fenomena mengenai hal yang

dialami oleh subjek penelitian misalnya pada perilaku, persepsi,

tindakan serta faktor lainnya. Tujuan utama dari penelitian kualitatif


25

dibagi menjadi dua bentuk yaitu pertama, menggambarkan serta

mengungkap (to describe and explore) dan yang kedua yaitu

menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain) (Yadiman,

2019, hal. 130)

7. Lokasi Penelitian

Penelitian dalam penulisan hukum ini dilakukan di tempat-tempat

yang memiliki hubungan dengan permasalahan yang diangkat pada

penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

a. Lokasi Studi Kepustakaan (Library Research)

1) Perpustakaan Saleh Adiwinata, Fakultas Hukum

Universitas Pasundan Bandung, Jalan Lengkong Dalam No.

17, Kota Bandung, Jawa Barat 40261

2) Perpustakaan Mochtar Kusumaatmadja, Fakultas Hukum

Universitas Padjadjaran, Jalan Dipati Ukur No. 35, Kota

Bandung, Jawa Barat 40132

b. Instansi

1) Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Bandung

Jalan Bojong Raya No. 94, Caringin, Kec. Bandung Kulon,

Kota Bandung, Jawa Barat 40212

Anda mungkin juga menyukai