Anda di halaman 1dari 12

hal semacam itu, dan yang mengenai surat sanggup, hanya hal-hal yang menyangkut para

pedagang);

3. de handelingen van kooplieden, bankiers, kassiers, makelaars, houders van

administratiekantoren van publieke fondsen, zo ten laste van Nederlands-Indie en van het

koninkrijk der Nederlanden als van vreemde mogenheden, allen in hunne betrekking als

zodanig (perbuatan-perbuatan para pedagang, pemimpin-pemimpin bank, bendahara-

bendahara makelar, pemimpin kantor administrasi dan umum, yang menjadi tanggung jawab

Hindia Belanda dan Kerajaan Belanda dan juga mengenai negara-negara asing, semuanya

dalam hubungannya sebagai demikian);

4. alles wat betrekking heft tot aanneming, tot het bouwen, herstellen en uitrusten van schepen,

alsmede het kopen en verkopenvan schepen voor de vaart, zo binnen als buiten Nederlands

Indie (semua yang bersangkutan dengan pemborongan, pembangunan, perbaikan dan

memperlengkapi kapal-kapal begitu juga jual beli kapal untuk pelayaran, demikianpun di

dalam dan di luar Hindia Belanda);

5. alle expedition en vervoer van koopmanschappen (semua ekspedisi dan pengangkutan

barang-barang dagangan);

6. het kopen en verkopen van scheepstuigagie en scheeps-mondbehoeften (jual beli tali temali

kapal dan kebutuhan makan minum bagi kapal);

7. alle rederijen, verhuringen tot bevrachtingen van schepen, mitsgaders bodemerijen en

andere overrenkomsten betreffende de zeehandel (semua rederij, menyewakan dan

mencarterkan kapal, juga bodemerij dan perjanjian-perjanjian lainnya mengenai

perdagangan laut).
Pasal 5 (lama) KUHD mengatur tentang kewajiban-kewajiban yang timbul karena kerusakan

kapal dan sebagainya

- Kitab kedua berjudul: tentang Hak-Hak dan Kewajiban-Kewajiban yang Terbit dari

Pelajaran, yang memuat (hukum laut):

Bab I : Tentang kapal-kapal laut dan muatannya

Bab II : Tentang pengusaha kapal dan perusahan Perkapalan

Bab III : Tentang nahkoda, anak kapal dan penumpang

Bab IV : Tentang perjanjian kerja laut

Bab V A : Tentang pengangkutan barang

Bab V B : Tentang pengangkutan orang

Bab VI : Tentang penubrukan

Bab VII : Tentang pecahnya kapal, pendamparan dan ditemukan-nya barang di laut

Bab VIII : Dihapuskan (menurut Stb. 1993 No. 47 jo. Stb. 1938 No. 2 yang mulai

berlaku 1 April 1938, Bab VIII yang berjudul: Tentang persetujuan utang uang

dengan premie oleh nahkoda atau pengusaha pelayaran dengan tanggungan

kapal atau muatannya atau dua-duanya, yang meliputi Pasal 569-591 telah

dicabut

Bab IX : Tentang pertanggungan terhadap segala bahaya Laut dan terhadap bahaya

pembudakan

Bab X : Tentang pertanggungan terhadap bahaya dalam pengangkutan di daratan, di

sungai, dan perairan darat

Bab XI : Tentang kerugian Laut (avary)


Bab XII : Tentang berakhirnya perikatan-perikatan dalam perdagangan laut

Bab XIII : Tentang kapal-kapal dan perahu-perahu yang melalui sungai dan perairan darat

G. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM SIPIL (KUHS)

Berdasarkan Asas konkordansi, pada 1 Mei 1948 di Indonesia diadakan KUHS. Adapun KUHS

Indonesia ini berasal dari KUHS Nederland yang dikodifikasikan pada 5 Juli 1830 dan mulai

berlaku di Nederland pada 31 Desember 1830.

KUHS Belanda ini berasal/bersumber pada KUHS Prancis (Code Civil) dan Code Civil ini

bersumber pula pada kodofikasi Hukum Romawi Corpus Iuris Civilis dari Kaisar Justinianus

(527-565).

KUHS Indonesia ini terbagi atas empat kitab, yakni

Kitab I berjudul: perihal orang (van personen), yang memuat hukum tentang diri seseorang

dan hukum kekeluargaan, termasuk hukum perkawinan.

Kitab II berjudul: hal benda (van zaken), yang memuat hukum perbendaan serta hukum

warisan

Kitab III berjudul: hal perikatan (van verbintenis), yang memuat hukum kekayaan yang

mengenal hak-hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau

pihak yang tertentu (perjanjian-perjanjian)


Kitab IV berjudul: perihal pembuktian kedaluarsa (van bewijs en verjaring), yang memuat

perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap

hubungan-hubungan hukum.

Bagian-bagian dari KUHS yang mengatur tentang Hukum Dagang ialah sebagian terbesar dari

Kitab III dan sebagian kecil dari Kitab II. Hal-hal yang diatur dalam KUHS ialah mengenai

perikatan-perikatan pada umumnya dan perikatan-perikatan yang dilahirkan dari persetujuan dan

undang-undang seperti:

a. persetujuan jual beli (contract of sale);

b. persetujuan sewa-menyewa (contract of hire);

c. persetujuan pinjaman uang (contract of loan) ;

1. Buku III Hukum Sipil/BW, yaitu Mengenai Hukum Perikatan

Hukum perikatan ialah hukum yang mengatur akibat hukum yang disebut perikatan, yakni suatu

hubungan hukum, yang terletak dalam bidang hukum harta kekayaan, antardua pihak yang

masing-masing berdiri sendiri, yang menyebabkan pihak yang satu terhadap pihak menjadi

kewajiban pihak terakhir terhadap pihak pertama.

Jadi perikatan adalah hubungan hukum, dan hukum adalah salah satu dari akibat hukum.

Akibat hukum ini timbul karena adalah suatu kenyataan hukum (rechtsfeit) kenyataan hukum ini

terdiri atas:

1. Kenyataan belaka, misalnya gila, jatuh pailit, adanya dua buah pekarangan yang letaknya

berdampingan, daluwarsa, lahir, mati, dewasa dan lain-lain.

2. Tindakan manusia, misalnya membuat tertamen menerima, menerima atau menolak warisan

mendaku (occupeatie), membuat perjanjian dan lain-lain.


Menurut pasal 1233 KUH Perdata “perikatan” bersumber pada perjanjian dan undang-

undang. Akan tetapi, ada peristiwa yang dapat menimbulkan perikatan, misalnya surat

wasiat yang mengandung legal, putusan hakim yang mengandung uang paksa, kenyataan

hukum yang terakhir ini dianggap menimbulkan perikatan atas dasar keadilan atau kepatutan

dalam masyarakat.

Kenyataan-kenyataan hukum tersebut perlu dipikirkan apakah sudah termasuk dalam

rumusan Pasal 1233 KUH Perdata tersebut atau belum. Jika belum, perlu dicari apa yang

menjadi sumber dari perikatan yang timbul dari kenyataan hukum tersebut.

Menurut Pasal 1352 KUH Perdata perikatan yang timbul karena undang-undang dapat

timbul langsung atas dasar kekuatan undang-undang (Pasal 625 KUH Perdata) dan perbuatan

melawan hukum (Pasal 1365 KUH Perdata) dan perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUH

Perdata).

Menurut pasal 1352 KUH Perdata ada dua macam perjanjian, yaitu bernama (benoemde)

dan yang tidak bernama (onbenoemde).

Perjanjian yang tidak ternama diatur dalam bab 1,2,3,4 buku III KUH Perdata, sedang

perjanjian yang bernama diatur dalam bab 5 sampai dengan 18 buku III KUH Perdata, dalam

KUHD dan dalam peraturan perundangan lainnya. Hukum perikatan diatur di dalam buku III

KUH Perdata, terdiri atas 18 bab dan 631 pasal. Dimulai dari Pasal 1233 KUH Perdata sampai

dengan pasal 1864 KUH Perdata.


a. Hal-hal yang Diatur di Dalam Buku III KUH Perdata

1) Perikatan pada umumnya (Pasal 1233 s.d. Pasal 1312 KUH Perdata)

Hal-hal yang diatur dalam Pasal 1233 sampai dengan 1312 KUH Perdata meliputi

sumber perikatan, prestasi, penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak dipenuhinya

suatu perikatan dan jenis-jenis perikatan.

2) Perikatan yang dilahirkan dari perjanjian (Pasal 1313 KUH Perdata s.d. Pasal 1351

KUH Perdata).

3) Perikatan yang dilahirkan dari UU (Pasal 1352 KUH Perdata s.d.Pasal 1380 KUH

Perdata).

4) Hapusnya perikatan (Pasal 1381 KUH Perdata s.d.1456 KUH Perdata).

5) Jual beli (Pasal 1457 KUH Perdata s.d Pasal 1540 KUH Perdata).

6) Tukar menukar (Pasal 1541 KUH Perdata s.d. Pasal 1546 KUH Perdata).

7) Sewa-menyewa (Pasal 1548 KUH Perdata s.d. Pasal 1600 KUH Perdata).

8) Persetujuan untuk melakukan pekerjaan (Pasal 1601 KUH Perdata s.d. Pasal 1617 KUH

Perdata).

9) Persekutuan (Pasal 1618 KUH Perdata s.d. Pasal 1652 KUH Perdata).

Hal-hal yang diatur dalam ketentuan ini meliputi ketentuan umum, perikatan antara para

sekutu; perikatan para sekutu terhadap pihak ketiga, dan macam-macam cara

berakhirnya persekutuan.

10) Hibah (Pasal 1666 KUH Perdata s.d. Pasal 1693 KUH Perdata).

11) Penitipan barang (Pasal 1694 s.d. Pasal 1739 KUH Perdata).

12) Pinjam pakai (Pasal 1740 s.d. Pasal 1753 KUH Perdata).
Yang diatur dalam ketentuan ini meliputi ketentuan umum, kewajiban orang yang

menerima pinjaman, dan kewajiban orang meminjamkan.

13) Pinjam-meminjam (Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUH Perdata).

Hal-hal yang diatur dalam ketentuan pinjam-meminjam ini meliputi pengertian pinjam-

meminjam, kewajiban orang yang meminjamkan, kewajiban si peminjam dan

meminjam dengan bunga.

14) Bunga tetap atau abadi (Pasal 1770 s.d 1773 KUH Perdata).

15) Perjanjian untung-untungan (Pasal 1774 s.d. Pasal 1791 KUH Perdata).

16) Pemberi kuasa (Pasal 1792 s.d Pasal 1819 KUH Perdata).

Hal-hal yang diatur dalam pemberian kuasa meliputi sifat pemberian kuasa, kewajiban

penerima kuasa, kewajiban pemberi kuasa, dan macam-macam cara berakhirnya

pemberian kuasa.

17) Penanggung Utang (Pasal 1820 s.d. Pasal 1850 KUH Perdata).

Hal-hal yang diatur dalam ketentuan penanggung utang ini meliputi sifat penanggungan,

akibat-akibat penanggungan antara si berpiutang dan si penanggung, dan antara para

penanggung sendiri dan hapusnya penanggungan utang.

18) Perdamaian (Pasal 1851 s.d Pasal 1864 KUH Perdata).

Perjanjian perdamaian ini merupakan perjanjian yang dibuat oleh para pihak sengketa,

dimana kedua belah pihak sepakat untuk mengakhiri suatu konflik yang timbul diantara

mereka. Perjanjian perdamaian baru dikatakan sah apabila perjanjian ini dibuat dalam

bentuk tertulis.

H. PERATURAN-PERATURAN KHUSUS (DILUAR KUHD)


Hukum Dagang selain diatur dalam KUHD dan KUHS juga terdapat dalam berbagai peraturan-

peraturan khusus (yang belum dikodifikasikan ) misalnya:

1) Peraturan tentang Koperasi:

aa. dengan Badan Hukum Eropa (Staatsblad 1949/179)

bb. dengan Badan Hukum Indonesia (Staatslad 1933/108)

kedua peraturan ini sekarang tidak berlaku lagi karena telah digantikan oleh Undang-

Undang No. 79 Tahun 1958 dan UU No. 14 Tahun 1965 tentang Koperasi.

2) Peraturan Pailisemen (Staatsblad 1905 No. 217 yo.staatsblad 1906 No. 348)

3) Undang-Undang Oktroi (Staatsblad 1922 No. 54)

4) Peraturan Hak Milik Industri (Staatsblad 1912 No. 545)

5) Peraturan Lalu Lintas (Staatsblad 1933 No.66 yo 249)

6) Peraturan Maskapai Andil Indonesia (Staatsblad 1939 No. 589 yo.717)

7) Peraturan tentang Perusahaan Negara (Perpu No. 19 Tahun 1960 jo.Undang-Undang

No.1 Tahun 1961) dan UU No. 9 Tahun 1969 tentang bentuk-bentuk Usaha Negara

(Persero, Perum, Perjan)

8) Peraturan Kepailitan (Staatsblad 1905 – No 217)

9) Undang-Undang Hak Cipta (UU No.5 Tahun 1982 – LN.1982 No. 15)

10) Peraturan oktroi (Staatsblad 1911 – No 136, S 1922 – No. 25)

11) Peraturan tentang pabrik dan merk dagang (S 1912 No. 545)

12) Peraturan tentang pertanggungan hasil bumi (oogstverband) (S.1886 – No. 57)

13) UU Koperasi No.25 Tahun 1992.

14) Ordonasi balik nama (S. 1834 – No. 27)


2. Undang-Undang Hak Cipta

Untuk melindungi hak cipta, pada tanggal 12 April 1982 melalui Lembaran Negara No. 15

Tahun 1982, Pemerintah Republik Indonesia telah mengundangkan Undang-Undang No.6 Tahun

1982 tentang Hak Cipta yang menggantikan Auteurswet 1912 diubah dengan Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Undang-Undang Hak Cipta ini selanjutnya disingkat UUHC merupakan produk

pembangunan hukum yang bertujuan antara lain untuk mendorong dan melindungi penciptaan,

penyebarluasan hasil karya bidang ilmu, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan

kecerdasan bangsa.

a. Hak Cipta Dapat Dibagi

Hak Cipta bersifat dapat dibagi (divisible). Sifat ini dapat diketahui dari ketentuan Pasal 2 ayat

(1) UUHC yang menentukan , hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak

untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan

tidak mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan ketentuan tersebut, pengalihan hak ciptaan secara tertulis dapat meliputi

pengumuman atau perbanyakan saja atau kedua-duanya pengumuman dan perbanyakan ciptaan,

atau memberi izin untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaan. Dengan demikian, hak

cipta dapat dialihkan sebagian demi sebagian, dengan kata lain dapat dibagi. Namun, ciptaan

selalu bersifat tidak dapat dibagi (indivisible).

Sebagai contoh, penulis buku adalah pemilik hak cipta. Dengan perjanjian lisensi hak cipta

untuk memperbanyak dan mengumumkan buku ciptaan dialihkan kepada penerbit. Dalam hal ini
penerbit selaku pemegang hak cipta berhak untuk memperbanyak dan mengumumkan buku

ciptaan dalam jumlah tertentu sesuai dengan isi perjanjian lisensi. Penerbit juga berhak

mengalihkan hak cipta untuk memperbanyak buku ciptaan kepada percetakan.

b. Hak Cipta Tidak Dapat Disita

Walaupun hak cipta itu adalah benda bergerak, ia tidak dapat disita (Pasal 4 UUHC). Alasannya

adalah ciptaan bersifat pribadi dan menunggal dengan diri pencipta. Apabila pencipta sebagai

pemilik hak cipta atau pemegang hak cipta sebagai yang berwenang menguasai hak cipta, dengan

hak cipta itu melakukan pelanggaran hukum, atau mengganggu ketertiban umum, maka yang

dapat dilarang oleh hukum adalah perbuatan pemilik atau pemegang hak cipta yang

menggunakan haknya itu. Apabila larangan tersebut mengakibatkan penghukuman, maka

penghukuman itu tidak mengenai hak cipta, artinya hak cipta tidak dapat disita, dirampas atau

dilenyapkan. Yang dapat disita, dirampas, atau dilenyapkan itu adalah ciptaannya.

RINGKASAN

Hukum dagang timbul karena adanya kaum pedagang. Hukum dagang adalah hukum perdata

khusus bagi kaum pedagang. Jadi, hukum dagang bagi pedagang. Siapa pedagang itu?

Pertanyaan ini akan dijawab oleh Pasal 2 (lama) KUHD yang berbunyi: Pedagang adalah

mereka yang melakukan perbuatan perniagaan (daden van koophandel) sebagai pekerjaannya

sehari-hari.

Selanjutnya apabila dihubungkan dengan isi dari pengertian perdagangan dalam hukum

dagang/perniagaan ini diatur ketentuan mengenai:


1. Hubungan dagang antara produsen satu sama lain, produsen dengan konsumen yang

meliputi antara lain: pembelian dan penjualan serta pembuatan perjanjian.

2. Pemberian perantaraan antara mereka yang terdapat dalam tugas-tugas makelar, komisioner,

pedagang keliling dan sebagainya.

3. Hubungan hukum yang terdapat dalam:

a. Bentuk-bentuk asosiasi perdagangan seperti perseroan terbatas (PT), perseroan firma

(VOF), dan sebagainya.

b. Pengangkutan didarat, laut, dan udara serta pertanggungan atau asuransi yang

berhubungan dengan pengangkutan dan jaminan keamanan dan risiko pada umumnya.

c. Penggunaan surat-surat niaga seperti wesel, cheque, aksep, dan sebagainya untuk

mempermudah pembayaran dan pemberian kredit.

Atas dasar ini Hukum Dagang meliputi:

1. Hukum bagi Pedagang Antara.

2. Hukum Perserikatan.

3. Hukum Transportasi/angkutan.

4. Hukum Asuransi dan khusus dalam hubungan ini hukum laut.

5. Hukum surat-surat niaga/surat-surat niaga.

SOAL LATIHAN

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hukum dagang!

2. Sebutkan tugas-tugas pokok perdagangan!

3. Sebutkan pembagian pekerjaan menurut yang dilakukan oleh pedagang!


4. Menurut latar belakang lahirnya, pada masa apa Hukum Dagang mengalami masa

kejayaan!

5. Sebutkan kegiatan perdagangan menurut jenis barang yang diperdagangkan!

Anda mungkin juga menyukai