Anda di halaman 1dari 2

Tanpa Televisi

Gambar yang Menghipnotis


Bersaing dengan televisi! Itulah yang dirasakan sebagian orangtua saat mereka pulang bekerja.
Ketika mereka menyapa anak-anak dengan kerinduan, si anak sekadar melempar senyum, lalu
perhatian kembali ke layar kaca.

Sewaktu si anak diajak ngobrol, mereka menjawabnya sambil lalu dan bernada kesal. Anak
merasa orangtua mengganggu konsentrasi mereka menonton televisi.

Itu salah satu hal nyata yang dirasakan sebagian orangtua, terutama yang keduanya bekerja dan
tinggal di kota besar. Mereka merasa waktu komunikasi dengan anak terampas oleh televisi. Di
sisi lain, orangtua mengakui televisi merupakan sarana praktis mengisi waktu luang anak.

"Kalau anak ke luar rumah, orangtua bisa lebih khawatir lagi. Mereka takut terjadi tindak
kejahatan terhadap anak mereka. Padahal, pengaruh televisi pada perkembangan anak harus
diperhitungkan juga," kata Ratih Ibrahim, psikolog di Jakarta.

Dari pengamatannya, Ratih mengatakan, ada satu-dua stasiun televisi yang berusaha
menyeleksi programnya agar cocok ditonton keluarga. Sayangnya, justru lebih banyak stasiun
televisi yang tak peduli hal itu. Padahal, televisi bisa sangat berpengaruh pada anak.

"Sudah saatnya orangtua menerapkan diet menonton televisi untuk anak. Apalagi pada bayi,
gambar bergerak pada televisi seakan menghipnotis mereka," tutur Ratih.

Penggunaan bahasa

Dampak psikologis yang terasa dari pengaruh televisi pada anak adalah perhatian mereka yang
begitu besar pada televisi. Ini mengakibatkan hal nyata menjadi tak penting, karena "dunia" anak
sudah tersedot pada apa yang ditampilkan televisi. Gejala yang bisa diamati dengan mudah
adalah penggunaan bahasa mereka.

"Dari percakapan di televisi itu, anak dengan mudah menyerapnya. Dia lalu menggunakan
bahasa televisi dalam percakapan sehari-hari," kata Ratih.

Hal itu akan bisa berlanjut dengan terbatasnya kemampuan sosialisasi anak. Mereka cukup
terhibur berteman televisi, tak lagi memerlukan orang lain sebagai kawan. Apalagi, kata Ratih,
sebagian orangtua menganggap asal film animasi pasti aman untuk anak.

"Padahal, sebagian film animasi justru mempertunjukkan kekerasan, tak adanya rasa empati,
keegoisan, dan nilai-nilai yang berbeda dengan budaya Indonesia. Televisi juga bisa
mengganggu perkembangan motorik anak," tuturnya.

Oleh karena itulah, sebaiknya orangtua benar-benar memilih dan mengatur waktu menonton
televisi untuk anaknya. Apalagi untuk keluarga dengan anak balita. Sebab, pada usia 0-5 tahun
seorang anak dengan mudah menyerap apa pun yang dikonsumsi.

Lebih kreatif

Lebih lanjut Ratih mengamati, pada keluarga yang mengatur program dan waktu menonton
televisi, atau bahkan sama sekali tak menyediakan televisi di rumah, anak-anak mereka tampak
lebih kreatif dan tak tergantung pada layar kaca.
Mereka tak resah karena merasa tak tahu harus berbuat apa tanpa televisi. Anak-anak tanpa
televisi cenderung bisa dengan cepat menciptakan kesibukan serta punya waktu cukup untuk
mengembangkan keterampilan sosial dan motoriknya.

"Ada memang sebagian dari anak tanpa televisi itu yang jadi merasa kurang gaul, dan ini
membuat rasa percaya dirinya menurun. Tetapi, topik-topik untuk pergaulan sebenarnya tetap
bisa diketahui lewat media lain seperti koran, majalah, dan radio," kata Ratih.

Kalau Anda selama ini begitu tergantung pada televisi, dan mau menghilangkan kebiasaan itu,
ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Di antaranya dengan mengajak anak ngobrol, bertandang
ke rumah tetangga, bermain musik, membaca atau mendongeng, menonton film, berkebun,
memelihara hewan, membiasakan anak menulis catatan harian, atau bermain kartu bersama.
(CP)

Anda mungkin juga menyukai