masa membuktikan eksistensi, masa mencari perhatian dan masa penuh semangat dan bergairah, akan tetapi dibalik semangat ini perlu kontrol dan perlu pembinaan agar tidak berlebihan dan keluar dari bimbingan syariat. Dengan keunggulan dan kelebihan pada usia muda seperti semangat masih membara, tenaga masih kuat, pikiran masih fresh dan tekad yang kuat, masa muda akan diminta pertanggung jawabannya secara khusus. masa SMA pun tak lain arti dari masa muda, dimana letak kesombongan masih di puncak puncak nya, merasa paling kuat dan istimewa.
Tertulis sebuah kisah di lembaran ingatan,
kisah seorang siswa yang berkehidupan putih. namun suatu saat tinta hitam mengotori kertasnya, karena pada hari itu ia menyakiti hati gurunya. alkisah, seorang siswa ini adalah seorang yang selalu berhubungan baik dan tak pernah bermasalah dengan gurunya disekolah. hingga suatu hari, salah satu guru dirasa tak enak hati kepadanya Dan karena si siswa menuruti saja prasangkanya terjadilah sedikit perenggangan dalam hubungan keduanya, berbulan bulan berlalu. Tibalah di penghujung semester akhir sekolah. Saat itu pembagian nilai dan hasil ujian dibagikan, naasnya dari semua temannya. Hanya si siswa yang tidak lulus ujian karena nilainya dibawah KKM, dengan keberaniaannya siswa bertanya pada guru mengapa hanya ia yang nilai hanya mendekati KKM. Bukan melebihi atau mencukupi. Sang guru menjawab bahwa nilai yang di peroleh siswa memang begitu adanya. Kemudian sang siswa tidak menerima keputusan sang guru dengan baik. dan meminta guru untuk mengoreksi ulang. sang guru awalnya enggan untuk menurutinya, terpaksa mengoreksi ulang karena tadi saat berdiskusi didepan kelas pembicaraannya didengar oleh seluruh siswa di ruangan itu. Akhirnya beliau pun mengoreksi ulang jawaban si siswa dengan kunci jawaban yang ada. Tanpa diduga sang guru ternyata jawaban siswa memang ada yang benar, namun disalahkan. Sang siswa yang sudah tak sabar lagi ini tentu meminta kepada guru untuk mengubah nilainya kembali. dengan permintaan yang cukup halus. Seketika itu juga sang guru sangat malu bercampur rasa kesal pada siswa yang sudah membuatnya sakit hati. ia pun marah sambil menangis, sembari menyadari kesalahannya dalam mengoreksi. Beliau menangis sembari menceritakan mengapa selama ini beliau bersikap berbeda kepada si siswa. Sang siswa pun menyesal dalam hatinya telah berbuat demikian pada guru. Hubungan keduanya tampak semakin jauh. karena saat itu, sang siswa merasa dirinya benar dan tak ingin meminta maaf kepada sang guru.
Singkat cerita sang siswa itu sudah kuliah
dan akan melaksanakan KKN disekolah asalnya. Entah takdir tuhan macam apa yang menimpanya hingga ia masuk jurusan yang sama dengan jurusan di mana ia bermasalah dahulu. ia kembali bertemu guru nya dahulu. Dan dengan takzim penuh kesadaran atas kesalahannya dulu, ia meminta maaf pada sang guru, dan sang guru berkata “aku sudah memaafkan dan mendoakanmu sejak dulu”. Sang siswa menangis haru, penuh penyesalan atas tindakannya dulu. dan kini kata maaf terucap dari bibir sang guru. meskipun telah lalu, namun kebesaran nya masih terasa. Indah nya senja itu, guru tetaplah guru. Hatinya tetaplah guru dan jiwanya tetap lah guru. Maka sungguh mulia pekerjaan sebagai seorang guru. “Kini sebagai calon guru aku perlu mengaplikasikan budi pekerti teladanku kepada diri ku”. ucap sang siswa.
Berpuluh senja telah lalu. dan siswa yang
kini jadi mahasiswa itu pun menjalani hidupnya yang baru, dengan semangat dan motivasi baru tentunya. Dari sini kita dapat mengambil ibrah. bahwa menjadi seorang pendidik bukan hanya mengajarkan apa yang dia tahu. tapi pendidik itu mendidik tentang siapa dirinya. (Ir Soekarno 1960). (oleh: Achmad Ramadhan) INTORVERT SEHARI JADI GURU
Menjadi guru tak melulu dari bakat yang
harus dimiliki masing-masing individu. Pada dasarnya orang yang tak berbakat pun dapat menjadi seorang guru selama adanya kemauan dan tekat bulat untuk mencerdaskan calon generasi bangsa. Selama KKN yang kembali di sekolah asal saya mendapat pengalaman yang sangat banyak. Salah satunya melakukan softskill dengan melakukan negosiasi dengan guru pamong untuk melakukan kegiatan sit-in atau membuka kelas bahkan hingga mengajar di dalam kelas yang semula bukan merupakan kepiawaian saya dalam melakukan hal tersebut di SMA, karena saya waktu SMA hanyalah anak yang penurut dan cenderung malas untuk melakukan negosiasi perkara tugas. Selama tugas itu mampu saya kerjakan maka saya kerjakan, apabila saya kesulitan saya mencari di Brainly.com dan berusaha memahaminya. Saat saya melakukan negosiasi dengan guru pamong saya sempat meminta untuk membuka kelas pada jam beliau sebanyak empat kali dan kedua guru pamong tersebut mengiyakan dan saya melakukan hal tersebut sebanyak empat kali. Namun sayangnya untuk lembar penilaian membuka pelajaran yang ternilai hanya satu dan saat saya mencari beliau pada hari terakhir saya KKN, beliau sedang tidak masuk.
Namun ada hal yang paling sulit saya
lupakan saat melakukan KKN di sekolah asal saya adalah saat saya diminta untuk mengajar oleh salah satu guru pamong karena beliau ada kegiatan MGMP se-kabupaten sidoarjo. Keesokan harinya, dan saat itu saya mengajar kelas 10 IPA 5 dan dimana kelas tersebut terdapat adik saya sendiri yang sekolah di MAN SIDOARJO. Pada malam harinya saya tidak belajar materi karena pada dasarnya materi ini merupakan materi santapan sehari-hari saya saat belajar mau masuk perguruan tinggi negeri. Saya lebih condong untuk belajar bagaimana dapat menyampaikan materi tersebut di kelas dan bagaimana saya dapat menghidupkan atmosfer gemar fisika pada semua murid. Maka dari itu saya berlatih hingga larut malam di depan cermin. Saat melihat wajah saya di cermin terdapat rasa pesimis tidak dapat mencapai segala target keterampilan mengajar sebagaimana yang ada di STKIP Al-Hikmah. Kenapa hal tersebut muncul? Karena dahulu saya hanyalah seorang anak yang jarang melakukan interaksi sosial, jadi saat saya bertemu dengan seseorang saya hanya menyapa saja tanpa melakukan basa-basi dalam bentuk percakapan hal tersebut berbeda apabila saya bertemu dengan teman akrab maka saya akan bersenda gurau. Baik kita kembalikan ke cerita KKN. Karena masa lalu akan membawa glombang nostalgia yang tak akan berujung, akhirnya pada pukul 01.00 dini hari saya memutuskan untuk istirahat supaya fresh disaat turun pertama kali mengajar sebagai pemain cadangan dari guru pamong.
Keesokanya saya berangkat dengan
meyakinkan diri bahwa saya sanggup, dan saya ingat saat saya kecil melihat rekaman bagaiman seekor wildebeast dengan penuh keyakinan menyebrangi sungai nil yang penuh dengan buaya dengan yakin untuk mencapai seberang yang penuh rumput segar, dari ingatan yang ringan tersebut membuat saya meneguhkan hati untuk melangkah dan siap untuk mengajar selama tiga jam pelajaran atau pada waktu normal slama dua jam dan hal tersebut saya lakukan saat semester satu dan saya harus mengubur sikap introvert saya untuk siap mengajar. Sesampai di kelas yang ingin saya ajar saya disambut dengan riuh seisi kelas. “Masnya, Mas e Adil yooo” ucap salah satu siswi. “Darimana kamu tahu ?”celetuk saya. “Tau dari adil lah mas” jawab siswi tersebut. “Oooh” balas saya.
Setelah percakapan singkat tersebut saya
langsung membuka kelas yang saya usahakan sesuai dengan yang saya terima di STKIP Al- Hikmah dan semua siswa memperhatikan apa instruksi yang saya berikan seperti melakukan do’a, merapikan bangku, dan membersihkan daerah sekitar tempat dudu. Saat saya melakukan review mereka sangat antusias dan banyak yang paham tentang materi yang diajarkan minggu lalu oleh guru pamong, maka saya langsung masuk ke materi berikutnya.
Saat saya selesai menerangkan materi
mereka meminta saya untuk menerangkan ulang karena bahasa penyampaian saya terlalu belibet dan susah dipahami, hal tersebut seperti prediksiku. Suasana kelas saat di berikan soal dan saling berlomba menyelesaikanya Hasil siswa yang berlomba untuk maju menyelesaikan soal
Maka saya menerangkan materi tersebut kembali
secara perlahan hingga mereka paham setiap bagian dari simbol permisalan yang ada dan bagaimana memperoleh rumus dan saya merasa sangat senang karena saya berhasil memahamkan mereka untuk satu materi tersebut hingga siswa dapat mengaplikasikan materi tersebut dalam soal yang saya berikan. Dari kegiatan mengajar pertama ini saya mendapatkan pengalaman yang sangat mengesankan dan saya memperoleh sebuah pelajaran berharga dalam bagaimana memanage kelas dan membimbing kelas. (oleh : Ahmad Iqbal Majid) SEORANG GURU DAN KAKAK KELAS
Menjadi seorang guru adalah salah satu
pekerjaan yang mulia dan mampu merubah dan menentukan nasib sebuah bangsa. Tugas seorang guru bakan hanya mengajar, tetapi juga membimbing siswanya agar menjadi orang yang baik untuk memajukan bangsa. Guru bukan hanya sebagai seorang pengajar, tapi guru juga harus mampu berperan sebagai orang tua dan teman agar mudah dalam membimbing siswa.
Kesabaran, ketegasan, dan wibawa adalah
modal utama yang harus dimiliki oleh seorang guru untuk membimbing siswanya menjadi lebih baik. Itulah yang sedang saya bangun dan saya latih agar bisa menjadi seorang guru yang berkualitas dan profesional. Saya melatihnya melalui kegiatan IGS dan KKN yang saya laksanakan di SMK Islam Krembung pada tanggal 16-23 Januari 2018. Saya melatih keguruan saya dengan mengajar siswa kelas sepuluh.
Saat pertama kali mengajar, saya merasa
berdebar-debar karena itu adalah pengalaman pertama saya mrngajar siswa diluar Al Hikmah. Disamping itu, saya mersa berdebar-debar karena yang saya ajar adalah adik kelas saya sendiri. Jadi selama saya mengajar di SMK Islam Krembung, disamping saya berperan sebagai seorang guru, saya juga berperan sebagai kakak kelas bagi mereka. Satu lagi yang membuat saya berdebar- debar adalah saya pertama mengajar diawasi oleh guru pamong yang bernama ibu Lukita Dwi I, S.Si. Pertama saya takut materi yang saya sampaikan pada siswa salah. Tetapi berikutnya saya mengajar sudah lebih baik dan tidak berdebar-debar lagi pada apapun dan saya merasa percaya diri.
Di sana saya mengajar dengan cara saya
sendiri dan saya mengajar mata pelajaran fisika yang dimana itu adalah mata pelajaran yang paling banyak tidak disukai siswa. Sebelum menyampaikanmateri secara mendalam, saya terlebih dahulu memberikan pengantar materi agar siswa memiliki gambaran tentang materi yang akan saya sampaikan. Saya juga dalam mengajar menekankan pada konsep bukan pada rumus agar siswa tidak bingung dengan rumus yang ada. Saat memberikan rumus, saya juga membikan asal rumus tersebut terbentuk. Dan juga saya memberikan cara mudah memahami rumus dan memodifikasi rumus yang ada agar siswa faham dengan rumus yang saya berikan. Hal yang saya alami dan saya amati saat IGS dan KKN di SMK Islam Krembung yaitu saya faham dan sadar dengan kondisi siswa di sana khususnya siswa laki-laki yang mengalami kemunduran moral di setiap angakatan. Rasa hormat mereka terhadap guru sangat kurang, mereka ramai saat pebelajaran, bahkan yang lebih parah ada siswa yang berkata kasar pada guru perempuan. Itu membuat saya sangat prihatin. Akhirnya pada saat hari terakhir saya IGS dan KKN di SMK Islam Krembung, saya memberi motivasi kepada beberapa kelas. Di kelas X TKJ 2, saya memberi motivasi tentang pentingnya rasa terima kasih terhadap perjuangan guru-guru khususnya kepala sekolah SMK Islam Krembung untuk memajukan sekolah sampai seperti sekarang, saya juga memberi motivasi kepada mereka untuk memikirkan mulai sekarang yang harus disiapkan untuk menghadapi dunia kerja setelah mereka lulus nanti agar mereka sadar dan tidak menjadi pengangguran seperti kebanyakan kakak kelas mereka. Kelas X TKJ 2 adalah termasuk kelas yang ramai, tetapi saat saya memberi motivasi pada mereka, semuanya diam dan mendengarkan apa yang saya ucapkan. Itu menandahkan rasa simpati mereka dan moral mereka mesih berpeluang besar untuk diperbaiki dan menjadi lebih baik lagi.
Saya juga memberikan motvasi di kelas X
TP 2. Awalalnya mereka sangat rama bahkan saat saya menyampaikan materi hanya sebagian kecil siswa yang memperhatikan saya. Setelah menyampaikan meteri, saya memberi mereka motivasi tentang pentingnya rasa sopan dan hormat terhadap guru. Tetapi hanya sebagian siswa yang memperhatikan saya. Akhirnya saya memberikan mereka tantangan yang intiinya “jika mereka tetap tidak bisa diatur seperti sekarang, maka setelah lulus nanti, mereka pasti tidak akan sukses bakahkan menjadi pengangguran. Tetapi jika mereka bisa berubah dan bisa menghormati guru, bersikap sopan, dan bersungguh-sungguh maka pasti mereka akan sukses suatu hari nanti walaupun mereka tidak unggul dibidang akademik”. Saya menantang mereka untuk membuktikannya sendiri kata-kata yang saya ucapkan tersebut.
Guru pamong saya juga kagum dengan
cara mengajar saya yang masih semester satu sudah percaya diri dalam mengajar dan mampu mengajar adik-adik kelasnya. Dengan ini pula saya menjadi sanyat akrab dengan guru pamong saya dan sudah saya anggap sebagai ibu saya sendiri karena dulunya beliau juga wali kelas saya. (oleh : Faris Ashari) Keadaan pelajar indonesia sangat memperihatinkan. Kebanyakan dari mereka sangat obsesif akan nilai, sampai-sampai tidak mempedulikan bagaimana mereka mendapatkanya. Tidak hanya itu sistem pendidikan di Indonesia juga menjadi salah satu faktor lemahnya daya juang para pelajar Indonesia untuk mencari ilmu.
Kesadaran diri dan kelemahan sistem
pendidikan dapat diatasi dengan adanya guru atau tenaga pengajar yang mengerti faedah dari ilmu dunia maupun akhirat. Dari mulai SD sampai SMA, mereka tetap membawa budaya yang sangat bertentangan dikalangan pelajar indonesia, yaitu mendapatkan nilai bagus dengan cara yang buruk (mencontek, kerjasama, melihat buku, dll). Hal hal seperti itu yang menejadikan indonesia tidak maju. Kelas X Mia 1
Dalam kegiatan KKN 2018 yang saya lakukan
di sekolah asal saya SMAN UMBULSARI, ternyata benar para siswa disana juga bingung ketika ditanya manakah yang lebih penting "ilmu atau nilai?”.
Ada 4 kelas yang saya ajar dan itu
merupakan tantangan sekaligus pengalaman yang bermanfaat bagi saya untuk nantinya menjadi seorang guru. Pengalaman memang penting namun kita harus mengukur juga kadar kemampuan kita agar nantinya tidak terjadi kesalahan yang akan mengakibatkan penyesalan di kemudian hari.
mengajar kelas x mia 2
Saya mendapat ilmu dari seseorang bahwa
ALLAH SWT hidup di dalam prasangka hambanya. Jika fikiran dan hati kita bersatu maka apapun yang kita ucapkan dengan penuh keyakinan pada ALLAH SWT, maka Dia akan mengabulkan doa doa kita.
saat mengajar di kelas x mia 4
jadi jika maenset kita akan hal hal yang belum kita ketahui sudah jelek maka hasilnya pun akan jelek. Kita hanya mampu memilih, tetapi ALLAH SWT yang menentukan .
Dengan adanya motivasi tersebut para siswa
yang tadinya tidak punya gairah untuk belajar akhirnya mulai berbicara dan mau untuk di ajari. Semula yang mereka hanya duduk terdiam di belakang bangku, bisa berubah menjadih lebih baik dan lebih berani. berani tanpa ragu
Bukan hasil yang di respect oleh ALLAH
SWT tapi seberapa besar kalian menghargai proses, tetap berusaha dan berdoa serta ikhlas, insyallah kesuksesan akan datang kepada kalian. semoga bermanfaat...!!
(Oleh : Ari Krismandana)
MUNGKIN BELUM WAKTUNYA
“Ri, sepertinya kita mencari sekolah dasar
dekat rumahmu saja. Kamu kan tahu aku gak pernah ikut aktif dalam kegiatan pramuka.” Seorang cowok mengingatkan temannya yang sedang asik mengendarai motor.
“Gak usah, jhehh, coba dulu di SMA-ku.”
Cowok yang mengendarai sepeda motor menjawab sekenanya tampa perlu menoleh ke belakang.
“Tapi kita musti ngajarin apa coba?”
penumpang cowok itu tak mau kalah.
“Kita ajarin aja mereka PBB. Kamu kan dulu
juga anggota paskibra.” Jawab cowok yang dipanggil ‘Ri’ tersebut.
Dia berlalu meninggalkan temannya untuk
memarkirkan sepeda motor. Peraturan di sekolah tersebut mewajibkan siapapun warga sekolah untuk mematikan mesin motor ketika memasuki wilayah gedung sekolah sebelum memarkir motor. Nama lengkapnya adalah Ari Krismandana. Seorang anak laki-laki yang dipaksa dewasa diusianya yang masih terlalu muda. Namun pemeran utama dalam kisah ini bukan Ari, melainkan cowok yang diboncenginya. Faruq, begitulah dia akrab disapa. Nama lengkapnya Abdul Aziz Alfaruq. Faruq merupakan seorang anak rantau dari pulau andalas. Tempat cerita legenda Malin Kundang dan Siti Nurbaya berasal.
Setelah selesai memarkirkan sepeda motor,
teman sebaya itu menuju ke masjid. Mereka hendak menyegarkan wajahnya dari teriknya matahari Desa Umbulsari siang itu.
“Ruq, kamu ikut aku nemui Bu Made
nggak?” Yang dipanggil Faruq malah asik sibuk dengan gadgetnya.
“Ruq..!” Ari dengan wajah masih basah
menghampiri temannya yang masih sibuk dengan benda berbentuk persegi itu. “Hee!? Kamu bilang apa jheh?” Memasang wajah pura-pura tidak bersalah setelah mengetahui ada yang mengajaknya bicara.
“Ikutan gak ke ruangan Bu Made?” Mencoba
bersabar menghadapi tingkah temannya itu yang kadang terbawa dunianya sendiri.
“Nggak deh, mang habis dari ruangan Bu
Made kita mau kemana?” Balik bertanya tanpa menoleh ke arah lawan bicaranya.
“Habis dari ruangan Bu Made aku mau
ketemu sama arek pramuka, gimana?” Suaranya mulai meninggi. Dia tahu temannya itu takkan bisa diajak kemana-mana kalau sudah di depan si benda ajaib.
“Mmm...aku di sini aja, jhehh. Capek aku
jalan terus. Aku mau istirahat di mesjid ini aja.”
“Ya udah, kalo gitu aku sendiri aja.” Berlalu
setelah memakai sepatu vantoufelnya. Sementara Ari ke ruangan Bu Made dan menemui anak-anak pramuka, Faruq masih sibuk dengan si benda ajaib. Sekali-kali terdengar cengingisan ketika ada teman sosialitanya yang membalas dengan humor, atau sahabat lamanya yang tiba-tiba saja menghubunginya.
Setelah beberapa lama disibukkan dengan si
benda ajaib, mata yang panas setelah lama menatap layar andoid itu akhirnya tertutup juga. Di masjid tampak satu dua siswa mulai berdatangan ke masjid. Setelah melepaskan sepatu mereka ke kamar mandi untuk buang hajat, beberapa tampak mengantri untuk ke kamar mandi sedang yang lainnya berwudhu.
Tak lama kemudian beberapa orang siswi
menyusul menuju masjid. Siswa-siswi itu bercanda dengan santainya tanpa menyadari ada seseorang yang tertidur di serambi masjid. Keributan itupun bertambah seiring bertambahnya siswa-siswi yang datang ke masjid. Walaupun tidak semua siswa di sekolah ini menganut agama Islam, namun sejatinya yang bersekolah di sana masihlah siswa- siswi yang taat beragama.
Mereka tidak lupa akan kewajiban sebagai
muslim dan muslimah untuk melaksanakan salat lima waktu tepat waktu. Walau terkadang dalam hal pergaulan, batas-batas yang telah ditetapkan oleh agama seperti dilarang bersentuhan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram sering dilanggar.
Merasa suasana di masjid sudah berubah,
terdengar gelak tawa laki-laki dan perempuan, Faruq yang dari tadi istirahat di serambi bagian lain masjid terbangun. Merasa malu dan sedikit pusing karena tertidur dengan posisi tangan menutup kepala sehingga meninggalkan bekas merah di bagian keningnya.
“Ari masih belum kembali?” Batinnya setelah
berhasil mengumpulkan kesadarannya kembali.
Dia kembali mengecek notifikasi dari sosial
media. Benda ajaib itu tampak seperti barang yang sangat dibutuhkannya sampai tidak menyadari bahwa belum menbaca doa bangun tidur dan mengucapkan Alhamdulillah setelah menguap.
Anak-nak muda sekarang memang banyak
yang sudah terlena dengan duniawi sehingga nilai Islam yang didapatkan sewaktu kecil mulai rontok satu persatu diterjang badai globalisasi. Hal ini sungguh sangat miris mengingat mereka inilah nantinya yang akan menjadi penerus bangsa ini dimasa yang akan datang. Apa jadinya jika urusan agama sudah dianggap enteng dan tidak lagi dihiraukan.
Hal ini juga diperparah oleh kebijakan demi
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang seakan-akan memberikan kebebasan seluas- luasnya kepada paham, tradisi dan kebudayaan asing untuk memengaruhi dan merusak pikiran anak bangsa saat ini. Lohh, kok malah membahas ini ya... Waktupun menunjukkan pukul 14.30, sebentar lagi azan asar akan berkumandang. Ari yang sudah selesai dengan acara kumpul- kumpulnya kembali ke masjid. Mengambil air wudhu dan salat tahiyatul masjid dua rakaat. Melihat temannya yang sudah berada di dalam masjid melaksanakan salat tahiyatul masjid, dengan segera Faruq menuju kamar mandi dan berwudhu.
Setelah melaksanakan salat asar
berjamaah, mereka menuju serambi masjid. Faruq tampak sibuk dengan teman sosialitanya sementara Ari berbincang-bincang dengan siswa. Tampak mereka sangat serius membahas nasib kedepannya dari organisasi yang dulu sempat membesarkan namanya.
“Gimana, jhehh? Bisa pramuka besok?”
Teringat kembali akan tugasnya mengajar pramuka. “Dirapatin dulu, jheh. Karena lima hari sekolah jadi kegiatan pramuka juga dijadwal ulang.” Ari mencoba menjawab sekenanya.
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan
untuk lima hari kerja beberapa waktu lalu. Hal ini berdampak pada kegiatan sekolah, tidak sedikit kantor-kantor instansi sekolah yang tidak mengubrisnya. Namun yang patuh pada pemerintah pun juga terbilang banyak termasuk sekolah tempat mereka magang.
“Ri, malam ini jalan kemana?” Tanya Faruq
sambil memainkan androidnya. Mereka sekarang sudah tidak lagi berada di lingkungan sekolah. Bangunan rumah yang minimalis itu sangat menentramkan dengan dikelilingi pohon rambutan dan di sisi kanan depannya ada sebuah bengkel perabotan, tempat dimana bapak Ari menghabiskan waktu siangnya mencari nafkah.
“Yaa....malam ini kita ke rumahnya Dimas
aja. Sekalian nyari sinyal internet.” Pernyataan itu langsung ditimpali tawa oleh keduanya. Malam ini mereka sedang libur dari mengajar mengaji di TPQ dekat rumah Ari. Selain menjadi guru umum, mereka juga punya keinginan untuk menjadi guru agama, setidaknya menjadi guru ngaji.
“Kita berangkatnya ntar habis isya aja,
makan dulu disini, jhehh.” Pandangannya tidak terlepas dari androidnya.
“Sial, kok aku gak dapat sinyal ya, jhehh?”
Geram dengan kualitas jaringan internetnya. Padahal jika dibandingkan dengan android temannya, android Faruq termasuk kelas premium dan sangat mengungguli android Ari.
“Sabar jhehh!” Mulai tidak tenang dengan
ulah temannya yang sering mengganggunya bermain sosial media.
“Aisss...padahal aku make kartu x, tapi kok
masih lemot ya internetnya.” Ari tidak menanggapi karena merasa pertanyaan temannya itu bukan ditujukan untuknya.
“Mas...mas..., Mas Ari ayuk makan, ajak
sekalian Mas Faruqnya.” Bukde yang sudah selesai melaksanakan salat maghrib menghampiri anak- anaknya.
“Eh Mas Faruq, jangan tidur dulu mas, ayuk
makan dulu. Sudah Bukde siapin jamur goreng.” Setengah terkejut menemui ada orang di kamar anaknya. Walaupun bukan anak sendiri, namun Bukde tetap memperlakukan Mas Faruq layaknya anak kandungnya.
Mereka pun mengisi energi sambil sesekali
diselingi diskusi ringan.
“Ri, karena aku gak bisa ngelatih pramuka
disini, kayaknya aku harus menghubungi guruku di sekolah dulu.” Menyeruput kopi yang tadi disediakan Dimas, murid mereka di kelas 2. Merasa tidak digubris oleh lawan bicaranya, dia langsung mencari-cari kontak temannya dulu di daftar kontaknya. Setelah menemukan, Faruq segera menghubungi temannya untuk mendapatkan kontak kepala sekolahnya. Untungnya kepala sekolahnya dulu masih menjabat.
Mendapatkan jawaban yang tidak
diharapkannya, Faruq memilih tidur setelah mematikan androidnya. Siapa tahu dengan melarikan ke alam mimpi, semua beban pikirannya bisa menghilang. Seperti nabi saja, mendapatkan wahyu dengan melalui mimpi.
Weekands adalah sesuatu yang
menyenangkan bagi kebanyakan orang, namun tidak bagi Faruq. Dia tidak bisa menikmati Sabtu sorenya. Pesannya belum dibalas oleh guru yang mengajar di sekolahnya dulu. Dia masih mempunyai agenda pramuka yang tidak bisa dilunasi di sini. “Ri, aku insya Allah minggu pagi ato Minggu siang udah pamitan sama keluargamu.” Mengatur agenda melalui androidnya.
“Kenapa gak sore ato malam aja, jhehh?”
Heran dengan sikap temannya itu yang tidak mau tenang dari tadi siang semenjak acara diklat.
“Trus akunya kapan prepare buat pulang,
jhehh? Aku berangkat dari Jember besok malam ke Juanda.” Berusaha meredam kegelisahannya.
“Liat besok aja, aman mah kalo masalah itu.”
Berusaha menenangkan temannya.
Besoknya hari yang ditunggu-tunggu tiba,
Faruq berpamitan dengan semua anggota keluarga Ari kecuali mbaknya.
“Makasih ya nak Faruq, udah mau nemanin
Ari. Mau tidur di rumahnya bukde. Walaupun rumahnya bukde seperti ini. Jangan lupa sering- sering kesini lagi. Hati-hati di jalan ya, titip salam bukde buat orang tuanya di rumah. Maaf bukde ndak sempat nelepon mamanya.” Sambil memeluk tubuh lemas Faruq, bukde berusaha menahan air matanya untuk tidak keluar.
Faruq merasa tidak bisa berkata apa-apa.
Tenggelam dalam suasana haru dan betapapun dia telah mendapatkan kasih sayang dari keluarga Ari, dari bukde.
“nggeh, bukde. Makasih bukde udah mau
manerima saya di sini. Maaf kalo selama ini saya banyak salah dalam berkata dan bertindak...” Tidak mampu menyelesaikan kata-katanya. Suaranya tercekat sesuatu. Tiba-tiba dia merasakan ada sesuatu yang panas di ujung mata dan dadanya.
Faruq berusaha untuk tidak tampak sedang
menagis di depan semua orang. Dia berhasil membendung air matanya untuk tidak keluar.
Setelah berpamitan, tiba-tiba hpnya
berdering. Ada sms pesan masuk dari gurunya. Assalamualaikum
Maaf Faruq, sepertinya untuk kegiatan pramuka
tidak bisa pekan ini. Sabtu yang akan datang ada acara LOSABI. Tapi kalo Faruq mau ngajar, insya Allah bisa hari Selasa dan Rabu. (pesan dari Bu Mike).
(Oleh : Abdul Aziz Alfaruq)
TAKDIR YANG MEMAKSA MENJADI GURU NGAJI
Menjadi guru ngaji bukanlah sebuah
pekerjaan, tetapi sebuah amalan yang sangat mulia dan sangat agung disisi sang pencipta Allah SWT. Mengajari anak yang awalnya tidak bisa dan tidak lancar membaca Al Qur’an adalah sebuah ibadah yang menenangkan hati. Disamping itu juga keiklhlasan untuk tidak mengharapkan imbalan saat mengajar ngaji adalah hal yang harus dimiliki oleh seoang guru ngaji. Hal itu lah yang diterapkan di TPQ Nurul Qur’an. Santri disana tidak dibebankan biaya oleh pengurusnya.
Tugas mengajar ngaji yang di berikan oleh
STKIP Al Hikmah pada saya ini sebenarnya bertolak belakang dengan kemauan saya dahulu. Dahulu saya pernah ditawari oleh untuk mengajar ngaji oleh ketua TPQ Nurul Qur’an, tetapi saya tidak mau karena saya merasa tidak memiliki ilmu yang banyak. Tetapi sekarang saya diwajibkan oleh kampus saya STKIP Al Hikmah untuk mengajar ngaji.
Pada awal mengajar, saya hanya mengajar
santri yang masih sampai jilid. Yang saya tekankan pada mereka adalah mekhrojul hurufnya. Rata-rata dari merka masih banyak yang salah dalam melafalkan makhrojul hurufnya. Oleh sebab itu yang saya perbaiki dari mereka adalah makhrojul hurufnya. Awal saya mengajar mereka agak ragu, tetapi lama kelamaan saya merasa nyaman dalam mengajar mereka. Saya merasa nyaman kerena dengan saya ajar mereka nurut dan yang saya ajarkan bisa langsung mereka terapkan. Disamping itu juga, tingkah laku mereka yang masih anak- anak membuat saya senang dan nyaman.
Setelah mengajar santri yang masih jilid,
tiba-tiba saya langsung mengajar santri yang sudah sampai Al Qur’an. Awalnya saya sangat kaget apakah saya bisah atau tidak. Ternyata saya bisa melakukannya dan permasalahan yang dihadapi santri Al Qur’an dengan santri Jilid hampir sama. Mereka juga kurang baik melafalkan makhrojul hurufnya. Oleh karena itu metode yang saya tterapkan pada santri Al Qur’an sama dengan yang saya terapkan pada santri jilid. Saya memperbaiki Makhrojul huruf mereka dulu agr cara membaca mereka benar dan didengarnya bisa enak. Dan alhamdulillah mereka bisa langsung menerapkan apa yang saya ajarkan pada mereka.
Itu lah takdir yang menurut kita tidak cocok
tetapi jika Allah menghendaki itu cocok dengan kita maka takdir itu akan terjadi. Itu lah yang terjadi pada saya. Saya yang dulunya ditawari mengaji dan tidak mau karena alasan tidak bisa mengaji, tetapi Allah mentakdirkan saya mengajar ngaji. Dan ternyata mengajar mengaji itu enek dan merupakan amalan akhrat yang sangat mulia. (Oleh : Faris Ashari) DARUL MUTTAQIN
An nas - Al zalzalah
Orang yang bermanfaat ilmunya merupakan
orang yang tidak sombong akan ilmu yang dimilikinya dan ia lebih mementingkan ilmu akhirat daripada urusan dunia. Tujuan manusia yang sejati adalah mereka yang memprioritaskan akhirat daripada dunia. Seringkali manusia menghabiskan waktunya hanya untuk mencari sesuatu yang nantinya tidak akan ditanyakan oleh para malaikat Allah namun mereka anggap penting. Saya mengajar di TPQ darul muttaqin Kecamatan Umbulsari, Kabupaten Jember tanggal 15-22 Januari 2018. Mereka sangat antusias dan semangat meskipun pada awalnya kebanyakan dari mereka belum bisa memahami tentang hukum bacaan dalam Al Quran namun seiring waktu berjalan dan semangat dari mereka perlahan pun ilmu mereka bertambah.
Usia mereka masih berkisar 6-12 tahun
mereka masih bersekolah sd dan smp. Para ustad ustadzah yang sangat ramah, mereka adalah orang yang tidak mengharapkan apapu hanya cukup ada yang mau datang untuk mengaji itu sudah menjadi kebahagiaan tersendiri bagi mereka. Melihat senyuman yang malu malu dan polos membuat hati terasa untuk terus berada dalam TPQ tersebut. Tanpa memandang keadaan anak anak di TPQ tersebut sangat giat meskipun hujan mereka tetap datang untuk menuntut ilmu. keadaan desa gunung memang sedikit memprihatinkan. Banyak sekali anak anak yang masih SMP kelas 8 tidak mau melanjutkan ngajinya karena gengsi. Para ustad/ustadzah tidak bosan bosanya untuk mengingatkan para anak didiknya untuk fokus dan mengurangi bercanda. Hanya sekitar 1.5 jam kami mengaji. sebenarnya waktu tersebut sangatlah minim apalagi megingat waktu mereka kebanyakan di habiskan di luar TPQ yang cenderung memberi kebebasan bagi anak-anak hanya untuk bermain.
Perlunya penanaman akhlak pada anak
sangatlah penting. Rusaknya moral anak bangsa di karenakan sejak kecil mereka sudah dikenalkan dengan hp dan mereka banyak yang enggan mengaji ataupun mondok. Dalam daerah Kecamatan Umbulsari bisa dihitung berapa anak yang dititipkan di pondok oleh orang tuanya.
Perlu adannya motivasi dari dalam diri dan
penguatan orang tua kepada anak agar mereka tidak goyah untuk mengaji Dalam waktu kurang lebih satu minggu saya mengajak anak anak di TPQ Darul Muttaqin, saya mengajari mereka mulai dari hukum bacaan dalam Al Quran hingga mereka mulai mau untuk menghafal Al Quran. Memang targetnya belum saya tetapkan banyak, namun menurut saya untuk waktu yang singkat itu sudah cukup menantang untuk waktu 3 hari mereka yang sebagian besar tidak pernah menghafal al quran, 85 % hafal dari surat ann nas - al zalzalah dalam waktu 3 hari.
Para ustad ustadzah sangat terkesan
dengan kedatangan mahasiswa STKIP Al Hikmah dan sangat mendukung progam KKN 2018 karena progam tersebut dapat meningkatkan semangat anak-anak untuk mengaji dan mereka sangat mengharapkan untuk mengadakan progam mengajar TPQ di Darul Muttaqin.
(Oleh : Ari Krismandana)
INTROVERT JUGA MENGAJAR NGAJI
Bercerita tentang nabi dan rasul
Mengajar merupakan hal yang tak akan
lepas dari seorang guru, tak terkecuali dengan seorang guru ngaji. Guru ngaji juga melakukan kegiatan mengajar yang sama namun disini perlu digaris bawahi bahwa guru mengaji tak hanya mengajarkan tentang bagaimana seorang anak sebatas dapat membaca dan menulis al-qur’an saja, namun guru ngaji lebih berperan pada perkembangan zaman ini sebagai agen perubah akhlak dan mengajarkan pentingnya tauhid yang telah kita ketahui mulai luntur di kalangan remaja dan anak-anak. Sebagaimana salah satu tugas yang diberikan ustadz Fay kepada kami seluruh mahasiswa STKIP Al-Hikmah untuk mengajar ngaji. Untuk mahasiswa semester satu seperti saya ini merupakan hal yang asing dan merupakan suatu tantangan yang menarik untuk dapat dituntaskan.
Hari pertama saya membimbing ngaji saya
dihadapkan dengan atmosfer yang sangat ceria namun asing bagi saya, wajar saja ternyata seluruh santri dan santriwati di TPQ tempat yang saya ajar rata-rata mereka anak yang duduk dibangku kanak- kanak dan sekolah dasar saja. Saya sempatkan bertanya kepada salah seorang ustadzah yang mengajar ngaji.
“Bu,niki larene TK kalean SD mawon?”tanya saya
dalam bahasa jawa “Iyo mas, sing wes SMP pada wes mandek perkoro isin”Jawab Ustadzah tersebut
sebuah hipotesis sementara yakni bahwa kemauan seorang anak mau mengaji harus datang dari keinginan kuat dari anak tersebut. Setelah saya bercakap dengan ustadzah tersebut saya langsung melanjutkan mengajar ke seoang anak TK yang menurut saya dia memiliki kemauan untuk terus belajar mengaji sangat tinggi pada waktu itu hujan lumayan deras, anak tersebut datang dengan semangat mengayuh sepedanya walau hujan tanpa menggunakan jas hujan. Saat saya mengajari anak ini saya melihat bagaimana dia mengaji dengan penuh semangat dan antusias dari bagaimana dia membaca setiap huruf hijaiyah dengan lantang dan perlahan namun pasti. Pada anak kedua yang saya ajar anak ini juga masih duduk di bangku taman kanak-kanak namun dia sudah mencapai iqro 5 dimana ini merupakan sebuah prestasi luar biasa di kalangan rumah saya karena sudah mencapai tingkatan iqro yang tinggal satu jilid lagi bisa melanjutkan ke al-qur’an dan anak tersebut sudah hafal sampai asy-syams. Bagi saya yang waktu seumuran dengan dia saya baru mencapai surat adh-dhuha. Akhirnya saya mengajar ngaji anak tersebut hingga selesai dan anak-anak yang lainya. Dipenghujung kegiatan TPQ, saya diminta oleh ustadzah yang memiliki TPQ tersebut untuk membacakan cerita tentang nabi-nabi dan pada pertemuan pertama saya buka dengan cerita nabi Yusuf as dan saya lihat seluruh santri begitu memperhatikan saya walau bahasa saya masih belum cocok untuk difahami anak-anak karena masih terlalu baku menurut salah satu ustazdzah yang mengajar nagaji disana. Hari-hari selama mengajar di TPQ tersebut saya pun mulai larut kedalam atmosfer mengajar yang asyik dan seru untuk anak setingkat TK dan SD bahkan mereka merequest cerita nabi siapa yang akan saya bawakan. Pada pertemuan selanjutnya dan mereka begitu sangat antusias bahkan saat saya bertanya, mereka begitu kompak menjawab sebagaimana saya ceritakan. Namun ada suatu hal yang menggelitik saya yakni disuatu pertemuan saya meminta kepada para santri memurojaah hafalan yang telah mereka dapat saat di sekolah namun mereka menolak. saat saya mulai bercerita mereka segera berkumpul dan mendengarkan.Pada pertemuan terakhir di TPQ saya pamit kepada para santri dan para santri menampakkan wajah kecewa dan sedih, bahkan ada yang berkata ditambah aja waktu mengajar di TPQ tersebut dan sayapun menjawab tidak bisa karena saya harus kembali ke kampus untuk kuliah, akhirnya saya pamit ke ustadzah dan para santri.
(Oleh : Ahmad Iqbal Majid)
GURU ADALAH PROFESI DUNIA AKHIRAT
Guru adalah profesi yang sangat
mulia. Adakah profesi yang mulia selain guru? Apakah itu dokter, insinyur, ataukah pilot? Tentu kita tahu bahwa profesi-profesi tersebut lahir dari seorang guru. Jadi, setinggi apapun jabatan seseorang pastilah dimulai dari peran seorang guru. Profesi guru sangat mulia. kenapa? karena guru mendidik seorang manusia. Pekerjaan mendidik inilah yang luar biasa. Mendidik bukan hanya mentrasfer ilmu tapi mendidik juga menanamkan moral dan perilaku yang baik kepada anak didik, itulah yang kami yakini, calon guru STKIP Al Hikmah. Dan tidak semua pekerjaan bisa seperti ini. Menjadikan seorang anak dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari tidak bisa menjadi bisa. Jika pengetahuan itu terus diamalkan oleh sang murid, bukankah itu akan menjadi ilmu yang bermanfaat yang pahalanya terus mengalir dunia-akhirat.
Logika sederhananya menjadi guru itu
seperti menanam padi dan suatu saat kita pasti akan memanen hasilnya. Oleh karena itu, bersyukur dan berbahagialah anda karena telah memiliki profesi yang amat mulia. Namun, tidak semua guru bisa menyandang predikat guru dunia akhirat. Apalagi di era yang semakin modern ini. Kesejahteraan guru sudah semakin baik. Walaupun masih banyak guru honorer yang masih sangat kurang kesejahteraanya. Tapi upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan guru patut diacungi jempol. Dulu menurut orang tua saya yang berprofesi sebagai guru, gaji guru tidak cukup untuk membeli susu buat anaknya, tapi alhamdulillah sekarang gaji guru cukup buat pergi haji. Maka tak heran kalau orang tua sekarang menginginkan anak-anak mereka untuk menjadi guru, ini terbukti dari semakin banyaknya peminat yang mendaftar di universitas yang mencetak calon guru.
Dari sekelumit penjabaran di atas, tak heran
jika saya memberi judul demikian, memang realitanya seperti ini. Guru itu profesi dunia akhirat. Pahalanya mengalir seterusnya.
Jika artikel saya sebelumnya menceritakan
tentang kisah sit in saya selama KKN kuliah di sekolah asal. maka, sekarang saya akan membawakan cerita menarik ketika KKN di TPQ Tahfids di daerah menganti, Gresik. hal yang sangat menarik saya temui di TPQ Tahfidz ini, TPQ tahfidz ini ternyata diajar oleh seorang guru muda. oh bahkan guru cilik yang masih duduk dibangku SMP dan SMA. Ustad Husein selaku pengelola mempercayakan kepada kedua remaja itu untuk membantu mengajar tahfidz. Hal yang membuat saya sangat salut karena jiwa pendidik nya sudah tumbuh di usia yang begitu belia.
TPQ tahfids ini pun ternyata sudah berdiri 2
tahun lebih dan saat ini anak-anak sudah memiliki menghafal hingga 2 juz yaitu; juz 30 dan 29. Santri TPQ adalah anak SD. Kedua ustad muda yang saat itu mengajar bersama saya mengingatkan saya pada masa lalu, dahulu ketika SMA saya juga alhamdulillah pernah mengajar TPQ di daerah surabaya, namun bedanya saya dan kedua ustad muda itu adalah hafalan mereka lebih banyak. Perjalanan mengajar saya di TPQ ini terbilang mudah dan menyenangkan. Mata dan telinga saya termanjakan oleh pemandangan santri-santri TPQ yang masih lucu-lucu dan sudah hafal Al-Quran. Mereka begitu ceria. Metode hafalan disana adalah mandiri dan setoran. Karena peran saya disana adalah sebagai mahasiswa dan sekaligus calon guru, tak pas jika saya tidak memberikan dampak positif dengan kedatangan saya. sehingga setelah sehari observasi, malam itu jugua saya menemui ustad Husein untuk mencoba metode yang telah saya pakai dulu. yaitu Talaqi. ustad Husein pun tampak nya sangat senang dengan inisiatif saya sehingga dengan mudah saya mendapatkan izin dari beliau.
Esoknya, saya pun mengaplikasikan metode
yang telah saya siapkan pada para santri, dan tanpa saya duga. mereka sangat nyaman dan semakin senang dengan metode ini. apalagi saya mengajarnya dengan menyelipkan beberapa hal yang mungkin mereka rasa suatu hal yang unik dan lucu.
Empat kali pertemuan disana seakan sangat
berarti, perpisahan saya disambut sedih oleh para santri. hal semacam itulah sebagian dari suka duka sebagai guru, tak rela juga saya meninggalkan mereka. Akhirnya dengan sambutan penutupan oleh sang ustad, saya pun kembali kerumah dengan perasaan haru nan sedih. saya berharap mereka akan menjadi santri hafidz yang luar biasa kedepannya karena dizaman ini sangat sulit untuk dekat dengan A Qur’an dan saya merasa kagum kepada para ustad muda dan juga santri yang telah menciptakan suasana Qurani ini.
(Oleh : Achmad Ramadhan)
MENGAJAR SEKALIGUS BELAJAR
Pengalaman menarik yang saya dapatkan
saat mengajar di TPQ, kebetulan TPQ yang saya singgahi adalah TPQ yang dulu pernah saya belajar membaca Al-Qur’an disana, namanya TPQ Miftahul Jannah, berletak di samping Masjid Miftahul Jannah di pusat Perumahan Pesona Permata Ungu, Tempel, Krian. Sungguh merupakan pengalaman yang menyenangkan karen itu kali pertama saya mengajar anak-anak. Sebenarnya rasanya sungguh menyenangkan dapat memberikan ilmu kepada anak-anak, sering kali kami bercanda-canda. Saya sangat bersyukur mereka semua menyukai saya, walaupun beberapa ada yang agak takut pada saya, mungkin karena saya orang baru. Beberapa dari mereka belum bisa mengucapkan hurup hijaiyah dengan baik, namun, hal tersebut tak membuat surut semangat saya, justru saya semakin bersemangat untuk terus mengajar mereka lagi dan lagi. Membayangkan apabila ilmu yang saya ajarkan terus bermanfaat, apalagi itu ilmu agama, maka sunggub senang perasaan saya, ada kepuasan tersendiri apabila melihat anak didik saya bisa membaca dengan baik. Seolah kerja keras yang selama ini saya tempuh tidaklah sia-sia.
Hal menarik lainnya terjadi saat di hari
pertama saya mengajar, saya langsung dihadapkan dengan anak-anak tartil 6 yang akan ujian, tingkat membacanya jauh dari anak-anak yang pernah saya ajar. Melihat mereka yang masih kecil namun pandai membaca, membaca membuat saya kagum, masih kecil sudah sangat pandai membaca Qur’an, padahal pada saat saya seusia mereka saya masih senang bermain-main, lebih menghabiskan waktu untuk menyibukkan diri sendiri. Kekaguman saya tidak henti-hentinya karena mereka juga ternyata murid yang cukup pandai dalam akademik. Selian itu, mereka juga sopan ramah dan banyak lagi kekaguman lainnya. Sungguh pribadi yang mulia. Membuat saya termotivasi untuk terus dan terus mengajari mereka banyak hal. Hal tersebut yang membuat saya semangat setiap kali pulang dari KKN saya di sekolah, sepulang sekolah saya pasti langsung mandi dan berganti pakaian, lalu denagn tergesa- gesa datang ke TPQ. Walau saya tahu bahwa saya sering datang terlambat ke TPQ, hal tersebut hilang oleh semangat saya mengajar anak-anak di TPQ tersebut.
Alasan mengapa saya begitu terburu dalam
melakukan KKN di TPQ karena pada hari senin sampai selasa di minggu pertama, saya terlalu sibuk mengurus berkas untuk KKN di sekolah, sedangkan hari rabu sampai kamis, kepala TPQ sedang ada kunjungan ke daerah kediri, jadi, saya baru dapat menemui beliau hari jum’at sore dan itupun saya langsung disuruh mengajar, hal ini saya tunda karena saya belum siap, sehingga saya hanya mendampingi beliau dalam proses pembelajaran. Untuk hari senin minggu kedua, saya baru melakukan pengajaran karena saya mendapatkan kelas yang cukup ringan yakni Tartil satu sampai Tartil tiga. Namun, setelah selesai pengajaran dan pergi untuk melapor, hari itu juga beliau meminta saya untuk mengajar di sebuah kelas tambahan, yakni Tartil 6. Di kelas tersebut, anak-anak yang mengaji sudah relatif bisa dan cukup mahir, bahkan bisa dibilang bagus untuk seumuran mereka. Beberapa dari mereka sudah menginjak kelas 6 SD, sehingga sangat sedikit kesalahan mereka yang harus saya betulkan. Hal lain yang membuat saya senang dalam kelas tambahan tersebut karena mereka menyambut saya dengan hangat, sangat sopan dan ramah terhadap saya.
Beberapa dari mereka memang suka
bercanda, saya meladeninya asalkan tidak terlalu berlebihan, setelah pembelajarn selesai, dan masih banyak waktu tersisa, mereka mengajak saya untuk bermain tebak-tebakan, seringkali pertanyaan mereka terkesan agak memaksa, namun, tetap menyenangkan karena kami semua bisa tertawa dan bersenang-sennag bersama, saya sangat bersyukur, dapat mengenal mereka semua, mereka semua sangat berarti bagi saya. (Oleh : Devanka Aji Prasetyo) Sungguh Beruntung Dapat Dicintai
Apabila saya menyebut kata ‘cinta’, pasti
yang tergambar dalam pikiran adalah dua insane yang memadu kasih dalam sebuah hubungan yang indah. Indah kalau hal tersebut karena Allah, indah karena bahkan dalam agama, menikah merupakan pelengkap iman. Tapi, kali ini bukan cinta tersebut yang akan saya bahas. Saya adalah seorang calon guru yang masih duduk di bangku kuliah. Saya mendapatkan kesempatan istimewa untuk melakukan observasi di sebuah SMP di daerah Krian, Sidoarjo. Sungguh pengalaman yang tak akan pernah saya lupakan, sekolah yang saya observasi adalah SMPN 2 KRIAN, sebuah SMP yang terbilang favorit di daerah Krian. Selain karena muridnya yang santun dan berperilaku baik, sekolah ini juga memiliki deretan prestasi yang tak bisa diremehkan. Sungguh beruntung dapat diterima melakukan observasi di sekolah seperti ini. Di minggu pertama saya harus mengurus surat izin untuk melakukan observasi, setelah hal tersebut saya menemui guru pamong saya, dan ternyata beliau sudah dimintai tolong oleh mahasiswa dari kampus lain. Oleh karenanya saya dialuhkan kepada seorang guru pamong yang baru, jujur saja sebenarnya saya lebih merasa nyaman dengan guru pamong yang baru, selain karena beliau nampak baik hati dan ramah, belia ternyata merupakan sosok yang sangat baik di mata saya, membimbing saya dengan sangat baik selama 2 minggu saya singgah di sekolah tersebut. Sungguh pengalaman yang berharga, walau saya lebih banyak diam dan hanya mengikuti pada guru pamong saya, saya mendapatkan kesempatan untuk membimbing kelompok belajar pada suatu kelas di sekolah tersebut. Sungguh mereka adalah murid yang baik, saya juga beberapa kali membantu mereka apabila ada kesulitan dalam pengerjaan tugas. Di minggu pertama saya lebih banyak diam dan mencatat hasil observasi saya. Hal tersebut saya lakukan karena sebenarnya saya adalah pribadi yang pemalu, apalagi saya merasa seperti orang asing. Namun, di minggu kedua saya cukup aktif dan akhirnya mendapatkan kesempatan untuk membimbing kelompok belajar di kelas tersebut, kelas yang sangat berharga buat saya karena anak-anaknya menyenangkan. Walau terkadang agak nakal. Mereka sebenarnya anak-anak yang baik, saya yakin, mereka juga mau mendengarkan saran dan nasihat saya, mengikuti setiap bimbingan saya, dan saya puas bila akhirnya dapat membantu mereka sampai selesai. Kelas yang tidak saya sebutkan tapi pasti mereka tahu, bahwa yang saya ceritakan adalah kelas mereka, sebab hal tersebut sudah sangat jelas saya gambarkan. Tak kalah serunya di kelas sebelah, bahwa saat saya ikut bersama guru pamong, saya mendapatkan banyak pelajaran berharga tentang bagaimana cara membimbing siswa.
Di minggu kedua, saya merasa senang karena
dapat membibing kelas favorit saya dalam mengarjakan tugas yang pada saat itu topiknya adalah rantai makanan, jaring-jaring makanan, dan piramida makanan. Kami bersama-sama membuat tugas dalam sebuah kertas besar dan memasukkan komponen-komponen kedalamnya.
Sebenarnya saya hanya membantu sedikit
dalam pengerjaan tugas tersebut, sungguh merupakan pengalaman yang sangat menyenangkan. Ternyata mengajar saja sudah sangat menyenangkan, apalagi bila murid yang diajar menurut dan mudah menangkap materi yang saya sampaikan. Menjadi guru merupakan tugas yang sangat mulia. Karena, membekali murid dengan ilmu dan menjadi bagian dari perjalanannya menuju sukses memiliki kebanggan tersendiri di dalam hati setiap guru. Seorang pelukis dapat menghasilkan ribuan lukisan, polisi dan tentara dapat melindungi ribuan nyawa, dokter dapat menyembuhkan ribuan pasien, tapi seorang guru dapat mendidik muridnya menjadi ribuan pelukis, ribuan polisi dan tentara serta ribuan dokter dan masih banyak profesi lainnya. Menjadi guru merupakan pekerjaan dunia akhirat, membangun generasi yang lebih baik untuk masa depan, dan apabila ilmu yang dia ajarkan bermanfaat maka dia akan terus dialiri pahala, Subhanallah. Sungguh bahagia saya dalam pengalaman observasi kali ini, terima kasih untuk pengalamannya. Kalian semua sangat menginspirasi saya untuk terus berusaha, terima kasih untuk Guru Pamongku di SMPN 2 KRIAN, terima kasih untuk kelas 7E, 7F, dan 7G yang telah menjadi murid yang baik selama saya observasi. Sungguh perasaan saya yang ingin mengajari kalian secara tulus, kalian balas berkali- kali lipat, terima kasih kalian semua mau menerima saya.
(Oleh : Devanka Aji Prasetyo)
BELAJAR AGAMA TIDAK PANDANG UMUR
“Baik anak-anak, perhatikan semuanya.
Hari ini kita kedatangan mas-mas dari Surabaya yang akan membantu kalian semua dalam belajar mengaji.” Kata salah seorang ustadz. santri-santri yang masih sibuk merapikan peralatan solat langsung menoleh dan memperhatikan mas-mas yang berdiri di samping kanan sang ustadz. Yap, kali ini adalah cerita tentang pengalaman saya mengajar mengaji di TPQ Darul Muttaqiin di Desa Gunungsari, Kabupaten Jember. Saya beserta teman saya diwajibkan untuk mencari pengalaman mengajar di TPQ. Saya yang berasal dari tanah andalas menyambut baik tugas mulia ini. Sehari sebelum memulai kegiatan mengajar, saya memantapkan makhrujul huruf. Biar bagaimanapun saya harus maksimal dalam mengajar nanti. Saya yang dari kecilnya sudah mendapatkan ilmu-ilmu agama mengerti betul salah dalam mengajar akan berakibat fatal, tidak hanya terhadap yang diajar namun juga kita yang mengajar. Terlebih yang kita ajar adalah ilmu agama, satu kesalah yang dilakukan murid kita disebabkan kelemahan kita akan menjadi amal jariyyah pemberat timbangan keburukan kita nantinya. Begitupun sebaliknya. Hari pertama mengajar, saya dan teman langsung diamanahkan mendengarkan bacaan Al- quran santri. Kami menerima setoran bacaan dan sekaligus memperbaiki bacaan. Dari beberapa santri yang menyetorkan bacaan Al-qurannya kepada saya, ada seorang santri yang menarik. Dia merupakan siswa kelas satu SMP. Santri tersebut sangat terbata-bata dalam melafadzkan ayat-ayat A-quran. Ketika ditanya tentang hukum tajwid, santri tersebut tampak kebingunan. Hal ini jelas sangat berbeda dengan santri lainnya yang justru baru berumur 12 tahun. Santri yang lebih muda dari dia bisa menyebut semua hukum tajwid yang saya tanyakan tanpa perlu berpikir lama. Setelah selesai kegiatan mengajar dan solat isya, saya dan teman diajak berdiskusi tentang santri-santri oleh pengurus dan ustadz-uztadzah yang mengajar di TPQ Darul Muttaqiin. Sembari bercerita tentang pengalaman pertama menghadapi santri, kami juga menperkenalkan diri dan kampus secara lebih jauh. Pengurus TPQ adalah sosok yang sangat terbuka dan ramah. Beliau menceritakan awal berdirinya TPQ sampai pada kualitas santri yang diajarnya. Saya memberanikan diri sedikit menyinggung hal-hal negatif yang saya dapati. Beliau menyampaikan alasannya dengan sangat lugas dan masuk akal serta memberikan kami motivasi. “mas-masnya ini udah sangat hebat, baru semester satu sudah bisa mengajar ngaji, bisa mengajar langsung di sekolah. Kecil-kecil sudah banyak pengalaman.” Kata salah seorang pengurus. “Iya betul loh le, harus lebih bisa memanfaatkan kesempatan sekolah disana.” Salah satu pengurus perempuan menambahi. Saya perhatikan mata tiap-tiap pengurus, jelas bahwa mereka mengatakan itu dengan penuh ketulusan. “Jangan karena sudah tamat SD, SMP, atau SMA menjadikan kita menganggap remeh masalah belajar ilmu agama. Jangan sampai kita menganggap diri kita sudah mapan dan tidak perlu lagi ngaji.” (Oleh : Abdul Aziz Alfaruq) PENDIDIKAN KARAKTER
Pada liburan semester gasal 2018, saya
mendapatkan kesempatan untuk menyicip pengalaman menjadi guru. Ini adalah kesempatan bagi saya merealisasikan ilmu yang didapatkan selama perkuliahan walaupun masih berstatus mahasiswa semester satu.
Dalam pikiran saya, setiap wilayah memiliki
kekhasan tersendiri dalam mencerdaskan penerusnya. Seperti kata pepatah, lain lubuk lain ikannya. Kegiatan mengajar ini dalam rangka memenuhi kewajiban saya terhadap kampus tempat saya menimba ilmu, STKIP AL HIKMAH SURABAYA, yaitu KKN 2018 sekaligus PMB kampus. Saya mengabdikan diri di salah satu sekolah menengah atas di Kabupaten Jember, di sekolah asal teman magang. Kesan pertama saya di sekolah ini ialah sekolah yang penuh dengan kebebasan. Bagaimana tidak, upacara bendera yang seharusnya dilakukan dengan penuh khidmat justru diiringin gelak dan tepuk tangan. Sekali lagi, lain lubuk lain ikannya. Peribahasa itu sangat tepat menggambar keadaan sekolah saya dan sekolah tempat saya magang ketika lagu dan bendera kebangsaan dinaikkan. Di sekolah asal saya, setiap pagi sebelum memulai kelas pertama, bendera merah putih akan dinaikkan dengan diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya. Semua kegiatan harus dihentikan dan satu orang akan mengomando untuk memberi penghormatan. Ini adalah sesuatu yang langka ditemukan di sekolah manapun. Bukti nyata dari pendidikan kewarganegaraan yang menancap pada diri siswa sehingga memunculkan sikap dan jiwa nasionalisme yang seharusnya dimiliki oleh semua warga negara. Tidak terputus sampai di situ, sekolah asal saya SMA N 2 HARAU juga mengajarkan dan mencontohkan bagaimana tata krama terhadap yang lebih tua, terlebih kepada guru. takzim seorang murid benar-benar bisa dirasakan di sekolah tersebut. Contohnya yaitu ketika guru menerangkan materi, hampir tidak ada siswa yang asik dengan kegiatan sendiri. Para siswa seperti sudah terpogram untuk memperhatikan apa yang disampai oleh orang yang berbicara. Sehingga saya yang cenderung nerveus pada pertemuan pertama bisa menjadi lebiih mudah untuk berinteraksi dengan para siswa. Begitupunn sebaliknya, para guru dan tenaga kependidikan juga sangat menyantuni para siswa. Seharusnya begitulah yang terjadi di lingkungan masyarakat, yang tua menyayangi yang leih muda dan yang muda menghormati dan menghargai yang lebih tua. (Oleh : Abdul Aziz Alfaruq)