LP Ards
LP Ards
ARDS
A. Definisi/deskripsi penyakit
Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan keadaan gagal napas mendadak
yang timbul pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya. Sindrom
gagal napas akut juga dikenal dengan edema paru nonkardiogenik. Sindrom ini
merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan oksigen
di arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius (Muttaqin, 2012). ARDS
merupakan bentuk gagal napas yang berbeda ditandai dengan hipoksemia berat yang
resisten terhadap pengobatan konvensional. ARDS terjadi setelah berbagai penyakit
(sepsis, aspirasi isi lambung, trauma serius) yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas dan edema paru nonkardiogenik yang berat (Price, 2009).
B. Pathway
Injuri langsung (infeksi Injuri tidak langsung
paru, kontusio paru, cedera (trauma dengan syok
inhalasi toksik, dan cedera hemoragik, sepsis)
dada)
Aktivasi kaskade inflamasi Manifestasi klinis: klien mengeluh sulit
bernapas, terdapat retraksi interkosta,
Aktivasi sel imun dan non imun (fase insiasi) sianosis, pirau intrapulmonal yang nyata,
hipoksemia, dispnea serta takipnea yang
Aktivasi sel efektor (fase amplifikasi) berat, terdapat ronkhi basah, kapasitas
residu berkurang, alkalosis respiratorik,
Neutrofil tertarik dan tertahan di paru sinar X dada menunjukkan paru yang
keputihan dengan atelektasis kongestif
yang difus, dan gambaran klinis
Melepaskan mediator inflamasi (oksidan
dan protease) bermanifestasi 1-2 hari setelah cidera.
Hipoksemia
Fase eksudatif
Penurunan aliran
darah ke jantung
Nekrosis sel pneumosif
tipe I (lapisan yang
mengelilingi alveolus)
C. Pemeriksaan Penunjang
Berikut ini pemeriksaan penunjang untuk diagnosis ARDS dianntaranya:
1. Analisa gas darah arteri akan memperlihatkan penurunan konsentrasi oksigen arteri.
Terapi oksigen tidak efektif untuk ARDS, berapa pun jumlah oksigen yang diberikan,
karena difusi gas terbatas akibat penimbunan fibrin, edema, dan rusaknya kapiler dan
alveolus. Gambaran kemajuan hipoksemia (penurunan PaO2 meskipun konsentrasi
oksigen inspirasi meningkat). Hipokapnia (penurunan kadar CO2) dapat terjadi pada
tahap awal sehubungan dengan konsentrasi hiperventilasi. Hiperkapnia (PaCO2 lebih
besar dari 50) menunjukkan kegagalan ventilasi. Alkalosis respiratori (pH lebih besar
dari 7,45) dapat terjadi pada tahap ini, tetapi asidosis respiratori terjadi pada tahap
lanjut sehubungan dengan peningkatan area mati dan penurunan kadar laktat darah,
diakibatkan dari metabolik anaerob.
2. Sinar X dada: tak terlihat pada tahap awal atau dapat menyatakan sedikit normal,
infiltrasi jaringan parut lokasi terpusat pada region perihiliar paru. Pada tahap lanjut,
interstisial bilateral difus dan alveolar infiltate menjadi bukti dan dapat melibatkan
semua lobus paru. Infiltrate ini sering digambarkan sebagai kaca tanah atau whiteouts.
Ukuran jantung normal (berbeda dari edema paru kardiogenik).
3. Tes fungsi paru: komplain paru dan volume paru menurun, khususnya FCR.
Peningkatan ruang mati (Vd/Vt) dihasilkan oleh area dimana vasokontriksi dan
mikroemboli telah terjadi.
4. Pengukuran pirau (Qs/Qt): mengukur aliran darah pulmonal versus aliran darah
sistemik, yang memberikan ukuran klinis pirau intrapulmonal. Pirau kanan ke kiri
meningkat.
5. Gradien alveolar-arterial (gradien A-a): memberikan perbandingan tegangan oksigen
dalam alveoli dan darah arteri. Gradien A-a meningkat dan kadar asam laktat juga
meningkat.
D. Penatalaksanaan
Walaupun tidak ada terapi yang spesifik untuk menghentikan proses inflamasi,
penanganan ARDS difokuskan pada 3 hal penting yaitu mencegah lesi paru secara
iatrogenik, mengurangi cairan di dalam paru, dan mempertahankan oksigenasi jaringan.
1. Terapi Umum
a. Sedapat mungkin hilangkan penyebab dengan cara antara lain drainase pus,
antibiotika, fiksasi bila ada fraktur tulang panjang.
b. Sedasi dengan kombinasi opiat benzodiasepin, oleh karena penderita akan
memerlukan bantuan ventilasi mekanik dalam jangka lama. Berikan dosis
minimal.
c. Memperbaiki hemodinamik untuk meningkatkan oksigenasi dengan memberikan
cairan, obat-obatan vasodilator/konstriktor, inotropik, atau diuretikum.
2. Terapi Ventilasi
a. Ventilasi mekanik dengan intubasi endotrakheal merupakan terapi yang mendasar
pada penderita ARDS bila ditemukan laju napas > 30x/min atau terjadi
peningkatan kebutuhan FiO2 > 60% (dengan menggunakan masker wajah) untuk
mempertahankan PO2 sekitar 70 mmHg atau lebih dalam beberapa jam.
b. Lebih spesifik lagi dapat diberikan ventilasi dengan ratio I:E terbalik disertai
PEEP untuk membantu mengembalikan cairan yang membanjiri alveolus dan
memperbaiki atelektasis sehingga memperbaiki ventilasi dan perfusi (V/Q).
c. Tergantung tingkat keparahannya, maka penderita dapat diberi non invasive
ventilation seperti CPAP, BIPAP atau Positive Pressure Ventilation. Walaupun
demikian metode ini tidak direkomendasikan bagi penderita dengan penurunan
kesadaran atau dijumpai adanya peningkatan kerja otot pernapasan disertai
peningkatan laju napas dan PCO2 darah arteri.
d. Pemberian volume tidal 10-15 ml/kg dapat mengakibatkan kerusakan bagian paru
yang masih normal sehingga terjadi robekan alveolus, deplesi surfaktan dan lesi
alveolar-capillary interface. Untuk menghindari dipergunakan volume tidal 6-7
ml/kg dengan tekanan puncak inspirasi < 35 cmH2O, plateu inspiratory pressure
yaitu < 30 cmH2O dan pemberian positive end expiratory pressure (PEEP) antara
8 sampai 14 cmH2O untuk mencegah atelektasis dan kolaps dari alveolus.
e. Penggunaan PEEP (Positive End Expiratory Pressure) dan FiO2 tidak ada
ketentuan mengenai batas maksimal.
3. Terapi Lain
a. Untuk memperkecil risiko barotrauma dapat dipakai mode Pressure Controlle.
b. Pemeriksaan AGD (Analisa Gas Darah).
c. Restriksi cairan/diuresis yang cukup akan mengurangi peningkatan tekanan
hidrostatik di dalam kapiler paru maupun cairan paru (lung water).
d. Prone position akan memperbaiki V/Q karena akan mengalirkan cairan darah
sehingga tidak terjadi atelektasis.
e. Inhalasi nitric oxide/prostasiklin akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah di
paru sehingga secara nyata memperbaiki hipertensi pulmonum dan oksigenasi
arteri.
f. Targeted Drug Treatment: terapi ini difokuskan pada regresi lesi patologi dan
mengurangi jumlah cairan dalam paru. Sayangnya tidak ada bukti objektif akan
keberhasilan metode ini.
g. Oleh karena metabolit oksigen mempunyai peranan penting pada patogenesis
ARDS melalui aktifasi neutrofil, maka pemberian antioksidan mungkin akan
banyak manfaatnya sebagai terapi spesifik pada ARDS.
h. Diuretikum lebih ditujukan untuk meminimalkan atau mencegah kelebihan cairan,
dan hanya diberikan bila eksresi cairan oleh ginjal terganggu, oleh karena itu cara
paling baik untuk mencegah kelebihan cairan adalah dengan mempertahankan
pengeluaran cairan yang adekuat.
i. Transfusi darah diperlukan untuk menjaga kadar Hb lebih dari 10 gr%.
F. Daftar Pustaka
Corwin, J.E. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Muttaqin, A. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, A.H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction.
Price, S.A. (2009). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.