Pendahuluan
Sebagai unsur pokok kerangka orang dewasa, jaringan tulang menyangga struktur
berdaging, melindungi organ-organ vital seperti yang terdapat di dalam tengkorak dan rongga
dada, dan menampung sumsum tulang, tempat sel-sel darah dibentuk. Tulang juga berfungsi
sebagi cadangan fosfat, kalsium, dan ion lain, yang dapat dilepaskan atau disimpan dengan
cara terkendali untuk mempertahankan konsentrasi ion-ion penting ini di dalam cairan tubuh.
Selain itu, tulang membentuk suatu sistem pengungkit yang melipatgandakan kekuatan
yang dibangkitkan selama otot rangka berkontraksi dan mengubahnya menjadi gerakan
tubuh. Jaringan bermineral ini memberi fungsi mekanik dan metabolik kepada kerangka.
Karena itu tulang tidak bekerja sendiri, tulang kita dibantu otot rangka dan saraf. Masing-
masing memiliki fungsi yang saling mendukung agar tubuh kita dapat beraktivitas seperti
biasa. Disamping itu, sendi juga membantu tulang dan otot rangka melakukan variasi
gerakan-gerakan yang dapat dilakukan oleh manusia dalam membantu pekerjaan sehari-hari.
Ketiga hal tersebut akan dibahas dalam beberapa pokok bahasan berikut.
Pembahasan
Sebagai unsur pokok kerangka orang dewasa, jaringan tulang menyangga struktur
berdaging, melindungi organ-organ vital seperti yang terdapat di dalam tengkorak dan rongga
dada, dan menampung sumsum tulang, tempat sel-sel darah dibentuk. Tulang juga berfungsi
sebagai cadangan kalsium, fosfat, dan ion lain, yang dapat dielepaskan atau disimpan dengan
cara terkendali untuk mempertahankan konsentrasi ion-ion penting ini di dalam cairan tubuh.1
1
Selain itu, tulang membentuk suatu sistem pengungkit yang melipatgandakan kekuatan
yang dibangkitkan selama otot rangka berkontraksi dan mengubahnya menjadi gerakan
tubuh. Jaringan bermineral ini memberi fungsi mekanik dan metabolik kepada kerangka.
Tulang adalah jaringan ikat khusus yang terdiri atas materi antarsel berkapur, yaitu matriks
tulang, dan 3 jenis sel: osteosit, yang menyintesis unsur organik matriks, dan osteoklas, yang
merupakan sel raksasa multinuklear yang terlibat dalam resorpsi dan remodelling jaringan
tulang. Karena metabolit tidak dapat berdifusi melalui matriks tulang yang telah mengapur,
pertukaran zat antara osteosit dan kapiler darah bergantung pada komunikasi melalui
kanalikuli, yang merupakan celah-celah silindris halus, yang menerobos matriks. Permukaan
bagian luar dan dalam semua tulang dilapisi lapisan-lapisan jaringan yang mengandung sel-
sel osteogenik-endosteum pada permukaan dalam dan periosteum pada permukaan luar.1
Karena keras, tulang sukar dipotong dengan mikrotom, dan diperlukan teknik khusus
untuk mempelajarinya. Salah satu teknik umum yang memungkinkan pengamatan terhadap
sel-sel matriks organiknya didasarkan pada dekalsifikasi tulang yang diawetkan dengan
bahan fiksasi standar. Mineralnya dihilangkan dengan perendaman tulang dalam larutan yang
mengandung zat pengikat-kalsium (misalnya asam etilendiamintetraasetat [EDTA]). Jaringan
dekalsfikasi tersebut kemudian dipendam, dipotong, dan dipulas.1
Osteoblas bertanggung jawab atas sintesis komponen organik matriks tulang (kolagen
tipe I, proteoglikan, dan glikoprotein). Deposisi komponen anorganik dari tulang juga
bergantung pada adanya osteoblas aktif. Osteoblas hanya terdapat pada permukaan tulang,
dan letaknya bersebelahan, mirip epitel selapis. Bila osteoblas aktif menyintesis matriks,
osteoblas memiliki bentuk kuboid sampai silindris dengan sitoplasma basofilik. Bila aktivitas
sintesisnya menurun, sel tersebut menjadi gepeng dan sifat basofilik pada sitoplasmanya akan
berkurang.1
Beberapa osteoblas secara berangsur dikelilingi oleh matriks yang baru terbentuk dan
menjadi osteosit. Selama proses ini, terbentuk rongga yang disebut lakuna. Lakuna dihuni
osteosit beserta juluran-julurannya, bersama sedikit matriks ekstrasel yang tidak mengapur.
Selama sintesis matriks berlangsung, osteoblas memiliki struktur ultra sel yang secara aktif
menyintesis protein untuk dikeluarkan. Osteoblas merupakan sel yang terpolarisasi.
2
Komponen matriks disekresi pada permukaan sel, yang berkontak dengan matriks tulang
yang lebih “tua”, dan menghasilkan lapisan matriks baru (namun belum berkapur), yang
disebut osteoid, di antara lapisan osteoblas dan tulang yang baru dibentuk. Proses ini, yaitu
aposisi tulang, dituntaskan dengan pengendapan garam-garam kalsium ke dalam matriks
yang baru dibentuk.1
Osteosit, yang berasal dari osteoblas, terletak di dalam lakuna yang terletak di antara
lamela-lamela matriks. Hanya ada satu osteosit di dalam satu lakuna. Kanalikuli matriks
silindris yang tipis, mengandung tonjolan-tonjolan sitoplasma osteosit. Tonjolan dari sel-sel
yang berdekatan saling berkontak melalui taut rekah (gap junction) dan molekul-molekul
berjalan melalui struktur tempat dari osteosit dan pembuluh darah melalui sejumlah kecil
substansi ekstrasel yang terletak di antara osteosit (dengan tonjolan-tonjolannya) dan matriks
tulang. Pertukaran ini menyediakan nutrien kira-kira untuk 15 sel yang sederet.1
Bila dibandingkan dengan osteoblas, osteosit yang gepeng dan berbentuk-kenari tersebut
memiliki sedikit retikulum endoplasma kasar dan kompleks Golgi serta kromatin inti yang
lebih padat. Sel-sel ini secara aktif terlibat untuk mempertahankan matriks tulang, dan
kematiannya diikuti oleh resorpsi matriks tersebut.1
Osteoklas adalah sel motil bercabang yang sangat besar. Bagian badan sel yang melebar
mengandung 5 sampai 50 inti (atau lebih). Pada daerah terjadinya resorpsi tulang, osteoklas
terdapat di dalam lekukan yang terbentuk akibat kerja enzim pada matriks, yang dikenal
sebgagai lakuna Howship. Osteoklas berasal dari penggabungan sel-sel sumsum tulang. Pada
osteoklas yang aktif, matriks tulang yang menghadap permukaan terlipat secara tak teratur,
seringkali berupa tonjolan yang terbagi lagi, dan membentuk batas “bergelombang”. Batas
bergelombang ini dikelilingi oleh zona sitoplasma, zona terang yang tidak mengandung
organel, namun kaya akan filamen aktin. Zona ini adalah tempat adhesi osteoklas pada
matriks tulang dan menciptakan lingkungan mikro tempat terjadinya resorpsi tulang.1
3
Osteoklas menyekresi kolagenase dan enzim lain dan memompa proton ke dalam
kantung subselular (lingkungan mikro yang disebut sebelumnya), yang memudahkan
pencernaan kolagen setempat dan melarutkan kristal garam kalsium. Aktivitas osteoklas
dikendalikan oleh sitokin (protein pemberi sinyal kecil yang bekerja sebagai mediator
setempat) dan hormon. Osteoklas memiliki reseptor untuk kalsitonin, yakni suatu hormon
tiroid, namun bukan untuk hormon paratiroid. Akan tetapi osteoklas memiliki reseptor untuk
hormon paratiroid dan begitu teraktivasi oleh hormon ini, osteoklas akan memproduksi suatu
sitokin yang disebut faktor perangsang osteoklas. Batas “bergelombang” berhubungan
dengan aktivitas osteoklas.1
Matriks Tulang
Kira-kira 50% dari berat kering matriks tulang adalah bahan anorganik. Yang
teristimewa banyak dijumpai adalah kalsium dan fosfor, namun bikarbonat sitrat, magnesium,
kalium dan natrium juga ditemukan. Studi difraksi sinar X memperlihatkan bahwa kalsium
dan fosfor membentuk kristal hidroksiapatit dengan komposisi Ca10(PO4)6(OH2). Meskipun
begitu, kristal-kristal ini menunjukkan ketidaksempurnaan dan tidak identik dengan
hidroksiapatit yang ditemukan dalam mineral karang. Kalsium amorf (nonkristal) juga cukup
banyak dijumpai. Pada mikrogaf elektron, kristal hidroksiapatit tulang tampak sebagai
lempengan yang terletak di samping serabut kolagen, namun dikelilingi oleh substansi dasar.
Ion permukaan hidroksiapatit berhidrasi dan selapis air dan ion terbentuk di sekitar kristal.
Lapisan ini, yaitu lapisan hidrasi, membantu pertukaran ion antara kristal dan cairan tubuh.1
Bahan organik dalam matriks tulang adalah kolagen tipe I dan substansi dasar, yang
mengandung agregat proteoglikan dan beberapa glikoprotein struktural spesifik. Glikoprotein
tulang mungkin bertanggung jawab atas kelancaran kalsifikasi matriks tulang. Jaringan lain
yang mengandung kolagen tipe I biasanya tidak mengapur dan tidak mengandung
glikoprotein tersebut. Karena kandungan kolagennya yang tinggi, matriks tulang yang
terdekalsifikasi terikat kuat dengan pewarna serat kolagen.1
Gabungan mineral dengan serat kolagen memberikan sifat keras dan ketahanan pada
jaringan tulang. Setelah tulang mengalami dekalsifikasi, bentuknya tetap terjaga, namun lebih
fleksibel mirip tendon. Dengan menghilangkan bagian organik dari matriks, yang terutama
4
berupa kolagen, bentuk tulang juga masih terjaga, namun kini menjadi rapuh, mudah patah
dan hancur bila dipegang.1
Jenis Tulang
Pada tulang panjang, ujung yang membulat disebut sebagai epifisis. Epifisis terdiri atas
tulang berongga yang ditutupi selapis tipis tulang kompakta. Bagian silindris yaitu diafisis
hampir seluruhnya terdri atas tulang kompakta, dengan sedikit tulang spons pada permukaan
dalamnya di sekitar rongga sumsum tulang. Tulang pendek umumnya memiliki pusat yang
terdiri atas tulang berongga, dan seluruhnya dikelilingi oleh tulang kompakta. Tulang pipih
yang membentuk calvaria memiliki 2 lapis tulang kompakta yang disebut lempeng, yang
dipisahkan oleh selapis tulang yang berongga disebut diploe.1
Jaringan tulang primer umumnya bersifat sementara dan akan diganti oleh jaringan
tulang sekunder pada orang dewasa, kecuali pada sedikit tempat di tubuh, misalnya dekat
sutura tulang pipih tengkorak, di alveolus gigi, dan pada insersi beberapa tendo. Selain berkat
serat kolagen tak teratur, ciri tulang primer lain adalah kadar mineral yang lebih rendah
(tulang ini lebih mudah ditembus sinar X) dan proporsi osteosit lebih banyak daripada
osteosit jaringan tulang sekunder.1
Jaringan tulang sekunder adalah jenis jaringan yang biasanya dijumpai pada orang
dewasa. Jaringan tersebut secara khas memperlihatkan serat-serat kolagen yang tersusun
5
dalam lamela (tebal 3-7 mikrometer) yang sejajar satu sama lain atau tersusun secara
konsentris mengelilingi kanal vaskular. Seluruh lamel tulang tulang konsentrik mengelilingi
suatu saluran yang mengandung pembuluh darah, saraf, dan jaringan ikat longgar, yang
disebut sistem Havers atau osteon. Lakuna dengan osteosit di dalamnya terdapat di antara dan
kadang-kadang di dalam lamela. Di setiap lamela, serat kolagen tersusun paralel. Endapan
materi amorf yang disebut substansi semen, mengelilingi setiap sistem Havers dan terdiri atas
matriks bermineral dengan sedikit serat kolagen.1
Pada tulang kompakta (misalnya diafisis tulang panjang), lamela memiliki susunan khas
yang terdiri atas sistem Havers, lamela sirkumferens luar, lamela sirkumferens dalam, dan
lamela interstisial. Lamela sirkumferens dalam berlokasi di sekitar rongga sumsum dan
lamela sirkumferens luar terdapat tepat di bawah periosteum. Terdapat lenih banyak lamela
luar daripada lamela dalam. Di antara kedua sistem sirkumferensial tersebut, terdapat banyak
sistem Havers, termasuk kelompok lamela berbentuk tak teratur, yang disebut lamela
interstisial atau intermediat. Struktur ini merupakan lamela yang tersisa dari sitem Havers
yang dihancurkan selama pertumbuhan dan remodeling tulang terjadi.1
Setiap sistem Havers merupakan suatu silinder panjang, seringkali bercabang dua, dan
sejajar terhadap sumbu panjang diafisis. Sistem ini terdiri atas sebuah saluran di pusat yang
dikelilingi 4-20 lamela konsentris. Setiap saluran yang berlapiskan endosteum mengandung
pembuluh daraf, saraf, dan jaringan ikat longgar. Kanal Havers ini berhubungan dengan
rongga sumsum, periosteum, dan saling berhubungan melalui kanal Volkmann yang
melintang atau oblik. Kanal Volkmann tak memiliki lamela konsentris; sebaliknya, kanal-
kanal tersebut menerobos lamela. Semua kanal vaskular di jaringan tulang akan dijumpai bila
matriks terletak di sekitar pembuluh darah yang sudah ada.1
6
yang lebih muda memiliki kanal yang lebih besar. Pada sistem Havers dewasa, lamela yang
baru terbentuk letaknya paling dekat dengan kanal sentral.1
Histogenesis Tulang
Tulang dapat dibentuk dengan 2 cara: mineralisasi langsung dari matriks yang disekresi
osteoblas (osifikasi intramembranosa) atau oleh deposisi matriks tulang pada matriks tulang
rawan yang sudah ada (osifikasi endokondral).1
Osifikasi intramembranosa, yang terjadi pada kebanyakan tulang pipih, disebut demikian
karena terjadi di dalam kondensasi jaringan mesenkim. Tulang frontal dan parietal tengkorak,
selain bagian tulang oksipital dan temporal dan mandibula serta maksila, dibentuk melalui
osifikasi intramembranosa. Proses ini juga ikut dalam pertumbuhan tulang-tulang pendek,
dan penebalan tulang panjang. Pada lapisan kondensasi mesenkim, titik awal osifikasi disebut
pusat osifikasi primer. Proses diawali saat sekelompok sel berkembang menjadi osteoblas.
Osteoblas menghasilkan matriks tulang dan diikuti kalsifikasi, berakibat sebgaian osteoblas
dibungkus simpai, yang kemudian menjadi osteosit. Pulau-pulau pembentukan tulang ini
membentuk dinding yang membatasi rongga-rongga panjang yang berisi kapiler, sel sumsum
tulang, dan sel-sel prakembang. Beberapa kelompok demikian hampir serentak muncul di
pusat osifikasi sehingga penyatuan dinding menghasilkan struktur mirip spons pada tulang.
7
Jaringan ikat yang tertinggal di antara dinding tulang disusupi pembuluh darah dan sel
mesenkim tambahan, yang akan membentuk sel-sel sumsum tulang.1
Pusat-pusat osifikasi tulang tumbuh secara radial dan akhirnya menyatu, yang akan
menggantikan jaringan ikat asal. Ubun-ubun bayi yang baru lahir, misalny, merupakan daerah
lunak pada tengkorak yang sesuai dengan bagian jaringan ikat yang belum mendapat
osifikasi. Pada tulang pipih tengkorak terdapat lebih banyak pembentukan tulang daripada
resorpsi tulang pada permukaan dalam maupun luar. Jadi, 2 lapisan tulang kompakta
(lempeng dalam dan luar) terbentuk, sedangkan bagian pusat (diploe) tetap mempertahankan
ciri sponsnya.
Bagian lapisan jaringan ikat yang tidak mengalami osifikasi menghasilkan endosteum
dan periosteum di tulang intramembranosa.1
Osifikasi endokondral terjadi dia dalam sepotong tulang rawan hialin yang bentuknya
mirip miniatur tulang yang akan dibentuk. Jenis osifikasi ini pada dasarnya bertanggung
jawab atas pembentukan tulang panjang dan pendek.1
8
mengalami proses degeneratif kematian sel, dengan pembesaran sel (hipertrofi) dan
kalsifikasi matriks, yang menghasilkan struktur 3 dimensi yang terdiri atas sisa-sisa matriks
tulang rawan yang mengapur. Proses ini dimulai di bagian pusat model tulang rawam
(diafisis), tempat masuknya pembuluh darah melalui leher tulang yang sebelumnya telah
dilubangi oleh osteoklas, yang membawa masuk sel-sel osteoprogenitor ke daerah tersebut.
Berikutnya, osteoblas melekat pada matriks tulang yang telah mengapur dan menghasilkan
lapisan-lapisan tulang primer yang mengelilingi sisa matriks tulang rawan. Pada tahap ini,
tulang rawan berkapur tampak basofilik, dan tulang primer terlihat esonifilik. Dengan cara ini
terbentuk pusat osifikasi primer. Kemudian muncul pusat osifikasi sekunder di bagian ujung
yang memebesar di model tulang rawan (epifisis). Selama perluasan dan remodelling
berlangsung, pusat osifikasi primer dan sekunder membentuk rongga yang secara berangsur
diisi dan dipenuhi oleh sumsum tulang.1
Di pusat osifikasi sekunder, tulang rawan tetap ada pada 2 daerah: tulang rawan sendi,
yang tetap ada seumur hidup dan tidak ikut dalam pertumbuhan memanjang tulang, dan
tulang rawan epifisis, yang juga disebut lempeng epifisis, yang menghubungkan epifisis
dengan diafisis. Tulang-tulang epifisis bertanggung jawab atas pertumbuhan memanjang
tulang, dan tidak terdapat lagi pada orang dewasa, yang menjadi sebab terhentinya
pertumbuhan tulang pada saat dewasa.1
Penutupan epifisis mengikuti urutan kronologis sesuai tulang yang bersangkutan dan
akan tuntas saat berumur 20 tahun. Pemeriksaan kerangka yang sedang tumbuh dengan sinar
X memungkinkan orang menetapkan “usia tulang” seseorang, dengan memperlihatkan mana
epifisis yang terbuka dan yang sudah tertutup. Begitu epifisis sudah menutup, pertumbuhan
memanjang tulang tidak dimungkinkan lagi meskipun pelebaran tulang masih mungkin
terjadi.1
Osifikasi Tulang
Tulang rawan epifisi dibagi dalam 5 zona, yang dimulai dari sisi epifisis tulang: (1) Zona
istirahat, terdiri atas tulang rawan hialin tanpa perubahan morfologi dalam sel, (2) Dalam
zona proliferasi, kondrosit cepat membelah dan tersusun dalam kolom-kolom sel secara
paralel terhadap sumbu panjang tulang. (3) Zona hipertrofi tulang rawan mengandung
kondrosit besar yang sitoplasmanya telah menimbun glikogen. Matriks yang telah diresorpsi
9
hanya tersisa berupa septa tipis di antara kondrosit. (4) Zona kalsifikasi tulang rawan,
kondrosit mati, septa tipis matriks tulang rawan mengalami pengapuran (kalsifikasi) dengan
mengendapnya hidroksi apatit. (5) Di zona osifikasi, muncul jaringan tulang endokondral.
Kapiler darah dan sel-sel osteoprogenitor yang dibentuk melalui mitosis sel, berasal dari
invasi periosteum ke rongga yang ditinggalkan kondrosit. Sel osteoprogenitor membentuk
osteoblas, yang tersebar membentuk lapisan tidak utuh di atas septa matriks tulang rawan
berkapur. Akhirnya, osteoblas meletakkan matriks tulang di atas matriks tulang rawan 3
dimensi yang berkapur.1
10
Anatomi Columna Vertebralis
Punggung, yang terbentang dari cranium sampai ke ujung os coccygis dapat disebut
sebagai permukaan posterior truncus. Scapula dan otot-otot yang menghubungkan scapula ke
truncus menutupi bagian atas permukaan posterior thorax.4
Columna vertebralis merupakan pilar utama tubuh, dan berfungsi menyanggah cranium,
gelang bahum ekstremitas superior, dan dinding thorax serta melalui gelang panggul
meneruskan berat badan ke ekstremitas inferior.4
Di dalam rongganya terletak medulla spinalis, radix nervi spinales, dan lapisan penutup
meningen, yang dilindungi oleh columna vertebralis.4
11
Ciri-ciri Umum Vertebra
Pediculus mempunyai lekuk pada pinggir atas dan bawahnya, membentuk incisura
vertebralis superior dan inferior. Pada masing-masing sisi, incisura vertebralis superior
sebuah vertebra dan incisura vertebralis inferior dari vertebra di atasnya membentuk foramen
invertebrale. Vertebra cervikalis yang khas mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:4
12
Vertebra cervikalis yang tidak khas (I atau atlas, II, dan VII) mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:4
Sebuah vertebra thoracica (thoracalis) yang khas mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:4
13
7. Facies articularis processus articularis superior menghadap ke medial dan facies
articularis inferior menghadap ke lateral. Vertebra lumbalis tidak mempunyai facies
articularis untuk bersendi dengan costae dan tidak ada foramina pada processus
transversus.
Gambar 7 : Lumbales
Os sacrum terdiri atas lima vertebra rudimenter yang bergabung menjadi satu
membentuk sebuah tulang berbentuk baji yang cekung di anterior. Pinggir atas atau basis
tulang bersendi dengan vertebra lumbalis V. Pinggir bawah yang sempit bersendi dengan os
coccygis. Di lateral, os sacrum bersendi dengan dua os coxae untuk membentuk articulatio
sacroiliaca. Pinggir anterior dan atas vertebra menonjol ke depan sebagai margo posterior
apertura pelvis superior dan dikenal sebagai promontorium sacralis. Promontorium sacralis
pada perempuan penting untuk obstetri, dan digunakan pada waktu menentukan ukuran
pelvis.4
14
Terdapat foramina vertebralis dan membentuk canalis sacralis. Lamina vertebra sacralis
kelima dan kadang-kadang juga vertebra sacralis keempat tidak mencapai garis tengah dan
membentuk hiatus sacralis. Os coccygis terdiri atas empat vertebra yang berfusi membentuk
sebuah tulang segitiga kecil, yang basisnya bersendi dengan ujung bawah sacrum. Vertebra
coccygis pertama biasanya tidak berfusi, atau berfusi tidak lengkap dengan vertebra
coccygeus kedua.4
Timbul dan berakhirnya kontraksi otot terjadi dalam urutan tahap-tahap berikut:2
1. Suatu potensial aksi berjalan di sepanjang sebuah saraf sampai ke ujungnya pada
serabut otot.
2. Di setiap ujung, saraf menyekresi substansi neurotransmiter, yaitu asetilkolin, dalam
jumlah sedikit.
3. Asetilkolin bekerja pada area setempat pada membran serabut otot untuk membuka
banyak kanal “bergerbang asetilkolin” melalui molekul-molekul protein yang
terapung pada membran.
4. Terbukanya kanal bergerbang asetilkolin memungkinkan sejumlah besar ion natrium
untuk berdifusi ke bagian dalam membran serabut otot. Peristiwa ini akan
menimbulkan suatu potensial aksi pada membran.
5. Potensial aksi akan berjalan di sepanjang membran serabut otot dengan cara yang
sama seperti potensial aksi berjalan di sepanjang mebran serabut saraf.
6. Potensial aksi akan menimbulkan depolarisasi membran otot, dan banyak aliran
listrik potensial aksi mengalir melalui pusat serabut otot. Di sini, potensial aksi
menyebabkan retikulum sarkoplasma melepaskan sejumlah besar ion kalsium, yang
telah tersimpan di dalam retikulum ini.
7. Ion-ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filamen aktin dan miosin,
yang menyebabkan kedua filamen tersebut bergeser satu sama lain, dan
menghasilkan proses kontraksi.
8. Setelah kurang dari satu detik, ion kalsium dipompa kembali ke dalam retikulum
sarkoplasma oleh pompa membran Ca++, dan ion-ion ini tetap disimpan dalam
retikulum sampai potensial aksi otot yang baru datang lagi; pengeluaram ion kalsium
dari otot miofibril akan menyebabkan kontraksi otot terhenti.
15
Mekanisme Molekular pada Kontraksi Otot
Pada keadaan relaksasi, ujung-ujung filamen aktin yang memanjang dari dua lempeng Z
yang berurutan sedikit saling tumpang tindih satu sama lain. Sebaliknya, pada keadaan
kontraksi, filamen aktin ini telah tertarik ke dalam di antara filamen miosin, sehingga
ujung0ujungnya sekarang saling tumpang tindih satu sama lain dengan pemanjangan yang
maksimal. Lempeng Z juga telah ditarik oleh fialemen aktin sampai ke ujung filamen miosin.
Jadi, kontraksi otot terjadi tersebut mekanisme pergeseran filamen.2,5
Filamen aktin tergeser ke dalam di antara filamen miosin karena interaksi jembatan
silang dari filamen miosin dengan filamen aktin. Pada keadaan istirahat, kekuatan ini tidak
aktif, tetapi bila sebuah potensial aksi berjalan di sepanjang membran serabut otot, hal ini
akan menyebabkan retikulum sarkolasma melepaskan ion kalsium dalam jumlah besar, yang
dengan cepat mengelilingi miofibril. Ion-ion kalsium ini kemudian mengaktifkan kekuatan di
antara filamen aktin dan miosin, dan mulai terjadi kontraksi. Tetapi energi juga diperlukan
untuk berlangsungnya proses kontraksi. Energi ini berasal dari ikatan berenergi tinggi pada
molekul ATP, yang diuraikan menjadi adenesin difosfat (ADP) untuk membebaskan
energi.2,5
Sebuah otot rangka akan berkontraksi sangat cepat bila ia berkontraksi tanpa melawan
beban, mencapai keadaan kontraksi penuh kira-kira dalam 0,1 detik untuk otot rata-rata. Bila
beban diberikan, kecepatan kontraksi akan menurun secara prograsif seiring dengan
penambahan beban. Jadi, bila beban telah ditingkatkan sampai sama dengan kekuatan
maksimum yang dapat dilakukan otot tersebut, kecepatan kontraksi menjadi nol dan tidak
terjadi kontraksi sama sekali, walaupun terjadi aktivasi serabut otot.9
Penurunan kecepatan kontraksi dengan beban ini disebabkan oleh kenyataan bahwa
beban pada otot adalah kekuatan berlawanan arah yang melawan kekuatan kontraksi akibat
kontraksi otot. Oleh karena itu, kekuatan netto yang tersedia untuk menimbulkan kecepatan
pemendekan akan berkurang secara sesuai.9
Bila suatu otot berkontraksi melawan suatu beban, otot ini akan melakukan kerja. Hal ini
berarti bahwa ada energi yang dipindahkan dari otot ke beban eksternal, sebagai contoh,
untuk mengangkat suatu objek ke tempat yang lebih tinggi atau untuk mengimbangi tahanan
pada waktu melakukan gerak.9
16
Jaringan Otot
Jaringan otot tersusun atas sel-sel otot yang fungsinya menggerakkan organ-organ
tubuh. Kemampuan tersebut disebabkan karena jaringan otot mampu berkontraksi. Kontraksi
otot dapat berlangsung karena molekul-molekul protein yang membangun sel otot dapat
memanjang dan memendek. Jaringan otot dapat dibedakan menjadi 3 macam :10
1. Jaringan Otot Polos
Jaringan otot polos mempunyai serabut-serabut (fibril) yang homogen sehingga bila
diamati di bawah mikroskop tampak polos atau tidak bergaris-garis.
Otot polos berkontraksi secara refleks dan dibawah pengaruh saraf otonom. Bila otot
polos dirangsang, reaksinya lambat. Otot polos terdapat pada saluran pencernaan, dinding
pembuluh darah, dan saluran pernafasan.
Hubungan antar tulang disebut artikulasi. Untuk dapat bergerak dibutuhkan struktur
khusus yang terdapat pada artikulasi, Struktur khusus tersebut dinamakan sendi.terbentuknya
sendi dimulai dari kartilago didaerah sendi. Terbentuknya sendi dimulai dari kartilago
didaerah sendi. Mula – mula kartilago akan membesar lalu kedua ujungnya akan diliputi
jaringan ikat. Kemudian kedua ujung kartilago akan membentuk sel –sel tulang , keduanya
diselaputi oleh selaput sendi (membrane sinoval) yang liat dan menghasilkan minyak
pelumas tulang yang disebut sinoval.5
17
a. Sinartrosis
Adalah hubungan antar tulang yang tidak memiliki celah sendi, hubungan antar
tukang ini dihubungkan dengan erat oleh jaringan serabut sehingga sama sekali tidak bisa
digerakkan.
Ada dua tipe utama sinartrosis, yaitu suture dan sinkrondosis. Suture adalah
hubungan antar tulang yang dihubungkan dengan jaringan ikat serabut padat, contohnya
pada tengkorak. Sikondrosis adalah hubungan antar tulang yang dihubungkan oleh
kartilago hialin, contohnya hubungan antara epifisis dan diafisis pada tulang dewasa;
hubungan antar tulang ini tidak dapat digerakkan.
b. Amfiartrosis
c. Diartosis
Adalah hubungan antar tulang yang kedua ujungnya tidak dihubungkan oleh
jaringan sehingga tulang dapat digerakkan , disebut juga sendi. Diartosis disebut juga
hubungan synovial yang dicirikan dengan keleluasaan bergerak dan fleksibel. Diatrosis
dicirikan sebagai berikut:
1. Permukaan sendi dibalut oleh selaput atau kapsul jaringan ikat fibrous,
2. Bagian dalam kapsul dibatasi oleh membrane jaringan ikat yang disebut membrane
synovial yang menghasilkan cairan pelumas untuk mengurangi gesekan,
3. Kapsul fibrousnya ada yang diperkuat oleh ligament dan ada yang tidak,
4. Di dalam kapsul biasanya terdapat bantalan kartilago serabut.
18
Hubungan tulang yang bersifat diartrosis contohnya adalah sebagai berikut:
1. Sendi Peluru
Pada sendi ini kedua ujung berbentuk lekuk dan bongkol. Bentuk ini memungkinkan
gerakan yang bebas dan dapat berporos tiga. Misalnya sendi pada gelang bahu dan
gelang panggul.
2. Sendi Engsel
Pada sendi engsel kedua ujung tulang berbentuk engsel dan berporos satu , misalnya
pada siku, lutut, nata kaki, dan ruas antar jari.
3. Sendi Putar
Pada sendi ini ujung yang satu dapat mengitari ujung tulang yang lain. Bentuk seperti
ini memungkinkan untuk gerakan rotasi untuk satu poros, misalnya antar tulang hasta
dan pengumpil, dan antar tulang atlas dengan tulang tengkorak.
4. Sendi Ovoid
Sendi ini memungkinkan gerakan berporos dua dengan gerakan kekiri dan kekanan,
maju mundur dan muka belakang. Misalnya antar tulang pengumpil dan tulang
pergelangan tangan.
Pada sendi ini kedua ujung tulang membentuk sendi berbentuk pelana dan berporos
dua, tetapi dapat bergerak lebih bebas, seperti gerakan orang naik kuda. Misalnya
sendi antar tulang telapak tangan dan tulang pergelangan tangan dan ibu jari.
6. Sendi luncur
Kedua ujung tulang agak rata sehingga menimbulkan gerakan menggeser dan tidak
berporos, contohnya sendi antar tulang pergelangan tangan, antar tulang pergelangan
kaki, antar tulang selangka dan tulang belikat.
Persendian atau artikulasio adalah hubungan antara dua buah tulang atau lebih yang
dihubungkan melalui pembungkus jaringan ikat pada bagian luar dan pada bagian dalam
terdapat rongga sendi dengan permukaan tulang yang dilapisi oleh tulang rawan. Fungsi dari
sendi secara umum adalah untuk melakukan gerakan pada tubuh. Sendi lutut merupakan
bagian dari extremitas inferior yang menghubungkan tungkai atas (paha) dengan tungkai
19
bawah. Fungsi dari sendi lutut ini adalah untuk mengatur pergerakan dari kaki. Dan untuk
mengerakkan kaki ini juga diperlukan antara lain:3
20
Gambar 8: Anatomi Sendi Lutut pada Manusia dari Sisi Anterior3
dipadatkan mirip bantal karet diantara condylus femoris dan condylus tibialis. Lutut berada
dalam keadaan hiper-ekstensi dikatakan dalam keadaan terkunci.3
Selama tahap awal ekstensi , condylus femoris yang bulat menggelinding ke depan mirip
roda di atas tanah, pada permukaan cartilago semilunaris dan condylus lateralis. Bila sendi
lutut di gerakkan ke depan , femur ditahan oleh ligamentum cruciatum posterior, gerak
menggelinding condylus femoris diubah menjadi gerak memutar. Sewaktu ekstensi berlanjut ,
bagian yang lebih rata pada condylus femoris bergerak kebawah dan cartilago semilunaris
harus menyesuaikan bentuknya pada garis bentuk condylus femoris yang berubah. Selama
tahap akhir ekstensi , bila femur mengalami rotasi medial, condylus lateralis femoris bergerak
ke depan, memaksa cartilago semilunaris lateralis ikut bergerak ke depan. Sebelum fleksi
sendi lutut dapat berlangsung , ligamentum-ligamentum utama harus mengurai kembali dan
mengendur untuk memungkinkan terjadinya gerakan diantara permukaan sendi. Peristiwa
mengurai dan terlepas dari keadaan terkunci ini dilaksanakan oleh m. popliteus, yang
memutar femur ke lateral pada tibia. Sewaktu condylus lateralis femoris bergerak mundur ,
perlekatan m. popliteus pada cartilago semilunaris lateralis akibatnya tertarik kebelakang.
Sekali lagi cartilago semilunaris harus menyesuaikan bentuknya pada garis bentuk condylus
yang berubah. Bila sendi lutut dalam keadaan fleksi 90 derajat , maka kemungkinan rotasi
sangat luas. Rotasi medial dilakukan m. sartorius, m. gracilis dan m. semitendinosus. Rotasi
lateral dilakukan oleh m. biceps femoris.3
21
Pada posisi fleksi, dalam batas tertentu tibia secara pasif dapat di gerakkan ke depan dan
belakang terhadap femur , hal ini dimungkinkan karena ligamentum utama , terutama
ligamentum cruciatum sedang dalam keadaan kendur. Jadi disini tampak bahwa stabilitas
sendi lutut tergantung pada kekuatan tonus otot yang bekerja terhadap sendi dan juga oleh
kekuatan kigamentum. Dari faktor-faktor ini , tonus otot berperan sangat penting, dan
menjadi tugas ahli fisioterapi untuk mengembalikan kekuatan otot ini , terutama m.
quadriceps femoris, setelah terjadi cedera pada sendi lutut.3
Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai oleh berkurangnya massa tulang
dengan kerusakan mikroarsiktektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah
patah. Osteoporosis berasal dari kata osteo (tulang) dan porous (keropos), yang disebut juga
sebagai pengeroposan tulang. Osteopeni adalah istilah untuk menunjukkan menurunnya
volume tulang. Osteoporosis adalah bentuk khusus yang disertai dengan porositas korteks
tulang.7
Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan sumber yang di dapat, kerja tulang dipengaruhi oleh mekanisme kontraksi
dan beban yang digunakan saat melakukan kerja untuk manusia yang pertumbuhan dan
komposisi tulang dalam keadaan normal. Ada hubungan erat antara kerja tulang dan
mekanisme kontraksi. Yaitu terjadinya kontraksi saat kita melakukan kerja mengangkat suatu
beban.
22
Daftar Pustaka
1. Junqueira LC, Carneiro J. Histologi dasar: teks dan atlas. Ed 10. Jakarta: EGC;
2007.h.134-44
2. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Ed 11. Jakarta: EGC; 2008.h.74-
81
3. Lumongga F. Sendi lutut. Diunduh dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3476/1/anatomi-fitriani.pdf, 22 Maret
2014
4. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Ed 6. Jakarta: EGC;
2006.h.881-6
5. Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia harper. Ed 27. Jakarta: EGC;
2009.h.582
6. Gilbert SF. Developmental biology. Ed 6. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK10056/, 22 Maret 2014
7. Singh AP. Human spine-anatomy of second cervical vertebra or axis. Diunduh dari:
http://boneandspine.com/musculoskeletal-anatomy/human-spine-anatomy-of-second-
cervical-vertebra-or-axis/, 22 Maret 2014
8. Bjorkegren ME. Handbook of anatomy for student of massage. Diunduh dari:
http://chestofbooks.com/health/body/massage/Handbook-Of-Anatomy-For-Students-
Of-Massage/Atlas.html, 22 Maret 2014
9. Watson R. Anatomi dan fisiologi untuk perawat. Edisi ke-10. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC, 2002: 132-41
10. Hartanto, Huriowati. Buku Ajar Histologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2002.
23