Laporan DK p5 FCP
Laporan DK p5 FCP
PENDAHULUAN
1.1.Pemicu
Seorang pria 55 tahun datang ke klinik karena muntah sejak 3 hari terakhir, badan
terasa lemas, dan punggung kaki bengkak. Pasien punya riwayat Diabetes Melitus tipe 2
dan hipertensi.
1.3.Kata Kunci
1. Pria 55 tahun
2. Muntah sejak 3 hari
3. Punggung kaki bengkak
4. Diabetes Melitus tipe 2
5. Badan terasa lemas
6. Hipertensi
1.4.Rumusan Masalah
Pria 55 tahun muntah sejak 3 hari terakhir, badan terasa lemas dan punggung kaki
bengkak.
1.5.Analisis Masalah
Anamnesis
Pemeriksaan
Fisik
DD:
- CKD (Chronic Kidney Disease)
- KAD (Ketoasidosis Diabetikum)
- Renal Artery Stenosis
Pemeriksaan
Penunjang
Diagnosis
Tatalaksana
Edukasi
1.6.Hipotesis
Pria 55 tahun mengalami Chronic Kidney Disease.
1.7.Pertanyaan Diskusi
1. Anamnesis pada kasus
2. Pemeriksaan fisik pada kasus
3. Pemeriksaan penunjang pada kasus
4. Tatalaksana dan edukasi pada kasus
5. CKD
a. Definisi
b. Etiologi
c. Klasifikasi
d. Patofisiologi
e. Manifestasi Klinis
f. Komplikasi
g. Faktor Risiko
h. Diagnosis
i. Tatalaksana
j. Edukasi
k. Prognosis
6. Jelaskan mengenai KAD
7. Jelaskan mengenai CHF
8. Hubungan riwayat DM tipe 2 dan hipertensi dengan CKD
9. Komplikasi DM tipe 2
1.8.Data Tambahan
1. Anamnesis
a. Identitas
- Nama: Egi
- Usia: 55 tahun
- Pekerjaan: Swasta
- Status pernikahan: Menikah
- Pendidikan terakhir: SLTA
b. Riwayat Penyakit Sekarang
- Keluhan Utama: Badan lemes
- Sejak Kapan: 5 hari terakhir
- Perjalanan Penyakit:
Badan terasa tidak bertenaga sejak 1 minggu terakhur
3 hari terakhir sering muntah 5-6 kali
Punggung kaki terlihat bengkak
Nafas agak sesak jika berjalan dan naik turun tangga. Membaik dengan
istirahat
Terbangun sesak di malam hari(-)
Lebih enak tidur dengan 2 bantal
BAK dirasa agak berkurang
BAB normal
Tidak ada demam, tidak ada nyeri dada
- Keluhan lain terkait keluhan utama: tidak ada riwayat trauma
- Riwayat pengobatan sekarang: minum vitamin saja
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien mempunyai hipertensi (malas minum obat) dan diabetes melitus
(minum obat herbal saja)
- Rawat tahun 2013 karena hipertensi dan nyeri kepala
- Rawat tahun 2014 karena infeksi paru dan diabetes
- Penyakit lain disangkal
- Tidak merokok, tidak minum minuman keras
- Jarang olahraga
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: CM
b. Nadi: 115x/menit, isi cukup, kuat
c. Suhu: 36,8˚C
d. TD: 170/100 mmHg
e. RR: 32x/menit
f. BB saat ini: 75kg
g. TB: 160cm
h. Kepala: normal
i. Mata: konjungtiva pucat
j. Leher: JVP+4
k. Mulut: normal
l. Thorax:
- Cor:
BJ I/II normal, tidak ada gallop dan murmur
Iktus kordis tidak terlihat
Perabaan iktus(+), di SIC 5 linea midclavicularis sinistra
Perkusi:
o Batas kanan atas: SIC II linea sternalis dextra
o Batas kanan bawah: SIC IV linea parasternalis dextra
o Batas jantung kiri atas: SIC II linea sternalis sinistra
o Batas jantung kiri bawah: SIC V linea midclavicularis sinistra
- Pulmo: Ronkhi basah halus di basal paru
m. Abdomen: normal
n. Ekstermitas: hangat, CRT < 2detik, pitting edema
o. Lain-lain: normal
3. Pemeriksaan Penunjang(Hematologi)
a. Darah lengkap
- Hemoglobin : 5,2 g/dL L (12-16 g/dL)
- Leukosit : 5600/uL (4800-10800/uL)
- Hematokrit : 15% L (37-47%)
- Eritrosit : 1,9x106/uL L (4,2-5,4x106/uL)
- Trombosit : 156.000/uL (150.000-400.000/uL)
- MCV : 80 fL (79-99 fL)
- MCH : 27pg (21-31 pg)
- MCHC : 34% (33-37%)
b. Hitung jenis
- Basofil : 1,0% (0,00-1,00%)
- Eosinofil : 4,0% (2,00-4,00%)
- Batang : 0,7% L (2,00-5,00%)
- Segmen : 72% H (40,0-70,0%)
- Limfosit : 19,0% L (25,0-40,0%)
- Monosit : 5,0% (2,00-8,00%)
c. Kimia lengkap
- Glukosa sewaktu : 83,9 mg/dL L (≤200mg/dL)
- Ureum darah : 255,5 mg/dL H (14,98-38,52mg/dL)
- Kreatinin darah : 21,13 mg/dL H (0,60-1,00 mg/dL)
- Asam urat : 8,14 mg/dL H (<6,8mg/dL)
GDP 140 mg/dL 70-100
GD2JPP 210 mg/dL 80-140
HbA1C 10,2 % 4,8-5,9
Cholesterol Total 307 mg/dL 50-200
Cholesterol HDL 237 mg/dL 83-210
Cholesterol LDL 70 mg/dL 30-74
Trigliserida 122 mg/dL <150
BAB II
PEMBAHASAN
2.5.CKD
2.5.1. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur atau
fungsi ginjal yang berlangsung ≥ 3 bulan, dengan atau tanpa disertai penurunan
glomerular filtration rate (GFR). Selain itu, CKD juga dapat pula di definisikan
sebagai suatu keadaan dimana GFR < 60 mL / menit/1,73 m2selama ≥ 3 bulan
dengan atau tanpa disertai kerusakan ginjal.
2.5.2. Etiologi
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal
Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak
sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi
(20%) dan ginjal polikistik (10%).
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut mengarah pada serangkaian tertentu penyakit
ginjal di mana mekanisme kekebalan tubuh memicu peradangan dan
proliferasi jaringan glomerular yang dapat mengakibatkan kerusakan pada
membran basal, mesangium, atau endotelium kapiler. Hippocrates awalnya
menggambarkan manifestasi nyeri punggung dan hematuria, lalu juga
oliguria atau anuria. Dengan berkembangnya mikroskop, Langhans
kemudian mampu menggambarkan perubahan pathophysiologic glomerular
ini. Sebagian besar penelitian asli berfokus pada pasien pasca-streptococcus..
Glomerulonefritis akut didefinisikan sebagai serangan yang tiba-tiba
menunjukkan adanya hematuria, proteinuria, dan silinder sel darah merah.
Gambaran klinis ini sering disertai dengan hipertensi, edema, dan fungsi
ginjal terganggu.2
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan
primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya
berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila
kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus,
lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis.2
Kebanyakan kasus terjadi pada pasien berusia 5-15 tahun. Hanya 10%
terjadi pada pasien yang lebih tua dari 40 tahun. Gejala glomerulonefritis
akut yaitu dapat terjadi hematurim oligouri, edema preorbital yang biasanya
pada pagi hari, hipertensi, sesak napas, dan nyeri pinggang karena
peregangan kapsul ginjal.2
b. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua duanya.2
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena
penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai
macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul
secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya
perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih
sering ataupun berat badan yang menurun.2
Terjadinya diabetes ditandai dengan gangguan metabolisme dan
hemodinamik yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah,
meningkatkan tekanan darah sistemik, dan mengubah pengaturan tekanan
intracapillary. Di ginjal, perubahan ini mungkin menyebabkan munculnya
protein dalam urin. Kehadiran protein urin tidak hanya tanda awal penyakit
ginjal diabetes, tetapi dapat menyebabkan kerusakan dan tubulointerstitial
glomerular yang pada akhirnya mengarah ke glomerulosclerosis diabetes.
Hubungan yang kuat antara proteinuria dan komplikasi diabetes lainnya
mendukung pandangan bahwa peningkatan ekskresi protein urin
mencerminkan gangguan vaskular umum yang mempengaruhi banyak organ,
termasuk mata, jantung, dan sistem saraf .2,4
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥ 90 mmHg pada seseorang yang tidak makan obat anti
hipertensi. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua
golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga
hipertensi renal.
Klasifikasi Sistolik Diastolik Modifikasi Terapi
Tekanan Darah (mmHg) Gaya Hidup
(mmHg)
Tabel 3. Klasifikasi tekanan darah sistolik, diastolik, modifikasi gaya hidup, serta terapi obat
berdasarkan Joint National Committee (JNC) VII.
Target tekanan darah pada terapi pasien dengan CKD atau diabetes
adah <130/80 mmHg.
d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau
material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini
dapat ditemukan kista kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks
maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat
disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik
merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang
lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult
polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi
pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus,
bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai
daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa.2
2.5.3. Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar
derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.
a. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung
dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
(140 − 𝑢𝑚𝑢𝑟) 𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛)
LFG (ml/mnt/1,73m2)=(72 𝑥 𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑚𝑎 (𝑚𝑔/𝑑𝑙))
2.5.4 Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi
kurang lebih sama. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural
dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini
mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,
akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih
tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang
progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
peningkatan aktivitas aksis rennin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan
progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensis-aldosteron,
sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β
(TGF-β). Beberapa hal juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas
penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia,
dislipidemia. Terdapat viabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan
fibrosis glomerulus maupun tubulointerstisial.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, teradi kehilangan daya
cadang ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan
(asimtomatik), tapi terjadi penigkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai
pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan
lemah, mual. nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Smapai pada LFG
di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti
anemia, penigkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,
prurutus, mual muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi
seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran
cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau
hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium.
Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius,
dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal antara lain dialysis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal
ginjal.
2.5.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat
kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan
hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri
dan kelainan kardiovaskular.
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU),
sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia pada pasien gagal
ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Hal lain yang
ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan
darah (misal perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang
pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum
tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut ataupun kronik.
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g/dL
atau hematokrit < 30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi
serum / serum iron, kapasitas ikat besi total / Total Iron binding Capacity
(TIBC), feritin serum), mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit,
kemungkinan adanya hemolisis dan sebagainya.
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di
samping penyebab lain bila ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO)
merupakan hal yang dianjurkan. Pemberian tranfusi pada penyakit ginjal
kronik harus dilakukan hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan
pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat
mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, dan perburukan fungsi
ginjal. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dL.
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien
gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan
muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi
oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang
menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus.
Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah
pembatasan diet protein dan antibiotika.
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil
pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari
mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya
hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan
pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi
maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik.
Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan
gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati
mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat
penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini
akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering
dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan
dinamakan urea frost.
e. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan
depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental
berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga
sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini
sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung
dari dasar kepribadiannya (personalitas).
f. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat
kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis,
kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik
terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal
jantung.
2.5.6. Komplikasi
Derajat Penjelasan LFG (ml/menit) Komplikasi
1 Kerusakan ginjal > 90 -
dengan LFG normal
atau ↑
2.5.7. Diagnosis
Kerusakan ginjal dapat dideteksi secara langsung maupun tidak langsung.
Bukti langsung kerusakan ginjal dapat ditemukan pada pencitraan atau
pemeriksaan histopatologi biopsi ginjal. Pencitraan meliputi ultrasonografi,
computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), dan isotope
scanning dapat mendeteksi beberapa kelainan struktural pada ginjal.
Histopatologi biopsi renal sangat berguna untuk menentukan penyakit glomerular
yang mendasari.
Bukti tidak langsung pada kerusakan ginjal dapat disimpulkan dari urinalisis.
Inflamasi atau abnormalitas fungsi glomerulus menyebabkan kebocoran sel darah
merah atau protein. Hal ini dideteksi dengan adanya hematuria atau proteinuria.
Penurunan fungsi ginjal ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum. Penurunan GFR dapat dihitung dengan mempergunakan rumus Cockcroft-
Gault.1
Penggunaan rumus ini dibedakan berdasarkan jenis kelamin.
(140−usia)xberat badan
♀= x 0,85
kreatinin serum
Pengukuran GFR dapat juga dilakukan dengan menggunakan rumus lain, salah
satunya adalah CKD-EPI creatinine equation. 2
𝑆𝑐𝑟 𝑆𝑐𝑟
GFR = 141 x min( , 1)α x max ( , 1)-1,209 x 0,993 usiax 1,018 (jika wanita)x
𝑘 𝑘
2.5.9. Edukasi
Penderita penyakit ginjal kronis harus diedukasi tentang hal berikut:
a. Pentingnya menghindari faktor yang menyebabkan peningkatan
perkembangan
b. Perkembangan penyakit alami
c. Obat yang diresepkan (menyoroti potensi manfaat dan efek sampingnya)
d. Menghindarin ephrotoxins
e. Diet
- Pembatasan protein
- Pembatasan protein pada awal penyakit ginjal kronik (CKD) sebagai alat
untuk menunda penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) adalah
kontroversial; Namun, saat pasien mendekati stadium CKD 5, strategi ini
direkomendasikan pada orang dewasa (tapi tidak pada anak-anak) untuk
menunda timbulnya gejala uremik.
- Pembatasan garam
- Pengurangan asupan garam dapat memperlambat perkembangan CKD
diabetes, setidaknya sebagian dengan menurunkan tekanan darah. Sebuah
meta-analisis menemukan bahwa pengurangan garam diet secara
signifikan mengurangi tekanan darah pada diabetes tipe 1 dan tipe 2,
dengan hasil yang sebanding dengan terapi obat tunggal. Temuan ini
konsisten dengan bukti lain yang berkaitan dengan asupan garam terhadap
tekanan darah dan albuminuria pada pasien hipertensi dan normotensif.
Rekomendasi diet sodium untuk masyarakat umum dalam pedoman
kesehatan masyarakat kurang dari 5-6 g setiap hari.
- Pembatasan diet lainnya
Pembatasan diet berikut juga bias ditunjukkan:
Pembatasan fosfat dimulai di awal CKD
Batasan kalium
Pembatasan natrium dan air diperlukan untuk menghindari kelebihan
volume
- Buah-buahan dan sayur-sayuran
Peningkatan jumlah buah dan sayuran yang mengandung alkali dalam
makanan dapat membantu mengurangi cedera ginjal. Dalam laporan ini,
30 hari diet yang mencakup buah dan sayuran, dalam jumlah yang
dihitung untuk mengurangi asam diet hingga setengahnya, mengakibatkan
penurunan albumin urin, N-asetil β-D-glukosaminidase, dan perubahan
factor pertumbuhan β pada pasien dengan penurunan perkirakan GFR
moderat sebagai akibat nefropati hipertensi
f. Modalitas penggantian ginjal, termasuk dialisis peritoneal, hemodialisis, dan
transplantasi
g. Tepat waktu penempatan akses vascular untuk hemodialisis
h. Wanita usia subur yang memiliki penyakit ginjal stadium akhir (End Stage
Ren Disease [ESRD]) harus diberi konseling bahwa walaupun kesuburannya
sangat berkurang, kehamilan dapat terjadi dan dikaitkan dengan risiko yang
lebih tinggi daripada pada wanita yang tidak memiliki penyakit ginjal. Selain
itu, banyak obat yang digunakan untuk mengobati CKD berpotensi
teratogenik; Khususnya, wanita yang memakai penghambat enzim pengubah
angiotensin (ACE inhibitor) dan perawatan imunosupresif tertentu
memerlukan konseling yang jelas.
2.5.10. Prognosis
Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal atau
stadium V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari,
keberhasilan terapi, dan juga dari individu masing-masing. Pasien yang
menjalani dialisis kronik akan mempunyai angka kesakitan dan kematian yang
tinggi. Pasien dengan gagal ginjal stadium akhir yang menjalani transpantasi
ginjal akan hidup lebih lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Kematian
terbanyak adalah karena kegagalan jantung (45%), infeksi (14%), kelainan
pembuluh darah otak (6%), dan keganasan (4%).
3.1. Kesimpulan
Pria 55tahun mengalami Chronic Kidney Disease stage 5 dengan komplikasi CHF