Anda di halaman 1dari 3

Karakteristik Islam (5): Agama Keseimbangan

A. Keseimbangan Dunia-Akhirat
Islam mengajarkan umatnya untuk hidup seimbang antara memenuhi
kebutuhan rohani dan jasmani.
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (untuk
kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari
(kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
bumi...” (Q.S. 28:77).

“Bekerjalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya. Dan


beramallah untuk akhiratmu, seolah-olah kamu akan mati besok” (H.R. Baihaqi).

“Bukanlah orang yang paling baik darimu itu yang meninggalkan dunianya karena
akhiratnya, dan tidak pula yang meninggalkan akhiratnya karena dunianya. Sebab,
dunia itu penyampaian pada akhirat dan janganlah kamu menjadi beban atas
manusia” (H.R. Ibnu ‘Asakir dari Anas).

Islam sangat menekankan umatnya agar bekerja, mencari rezeki untuk


memenuhi kebutuhan hidup di dunia ini dengan tangan sendiri. Adanya siang dan
malam dalam alam dunia ini, merupakan isyarat akan adanya kewajiban bekerja
(pada siang hari).
“Dan Kami telah membuat waktu siang untuk mengusahakan suatu kehidupan”(Q.S.
An-Naba’:11).

“Kami telah menjadikan untukmu semua di dalam bumi itu sebagai lapangan
mengusahakan kehidupan. Tetapi sedikit sekali kamu berterima kasih” (Q.S. Al-
A’raf:10).

“Maka menyebarlah di bumi dan carilah rezeki dari keutamaan Allah” (Q.S. A-
Jum’ah:10).

“Demi, jika seseorang di antara kamu membawa tali dan pergi ke bukit untuk
mencari kayu bakar, kemudian dipikul ke pasar untuk dijual, dengan bekerja itu Allah
mencukupi kebutuhanmu, itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang
lain...” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Bekerja mencari rezeki untuk memberi nafkah keluarga bahkan digolongkan


beramal di jalan Allah (Fi Sabilillah). Sebagaimana Sabda Nabi Saw:
“Jika ada seseorang yang keluar dari rumah untuk bekerja guna mengusahakan
kehidupan anaknya yang masih kecil, maka ia telah berusaha di jalan Allah. Jikalau ia
bekerja untuk dirinya sendiri agar tidak sampai meminta-minta pada orang lain, itu
pun di jalan Allah. Tetapi jika ia bekerja untuk berpamer atau bermegah-megahan,
maka itulah ‘di jalan setan’ atau karena mengikuti jalan setan” (H.R. Thabrani).

Rasulullah Saw pernah ditanya, “Pekerjaan apakah yang paling baik?” Beliau
menjawab,

“Pekerjaan terbaik adalah usahanya seseorang dengan tangannya sendiri dan semua
perjualbelian yang dianggap baik” (H.R. Ahmad, Baihaqi, dan lain-lain).

Dari sejumlah nash di atas, maka dapat disimpulkan, Islam memerintahkan


umatnya untuk bekerja. Karenanya, dalam Islam bekerja termasuk ibadah karena
bekerja termasuk kewajiban agama. Islam tidak menginginkan umatnya melulu
melakukan ibadah ritual yang sifatnya berhubungan langsung dengan Allah (hablum
minallah), tetapi menginginkan umatnya juga memperhatikan urusan kebutuhan
duniawinya sendiri (pangan, sandang, dan papan), jangan sampai menjadi
pengangguran, peminta-minta, atau menggantungkan pemenuhan kebutuhan
hidupnya kepada orang lain.
Dalam bekerja, Islam juga memberikan arahan atau tuntunan. Umat Islam
diharuskan:
(a) Bekerja sebaik-baiknya.
“Sebaik-baik pekerjaan ialah usahanya seorang pekerja jika ia berbuat sebaik-
baiknya” (H.R. Ahmad).

(b) Bekerja keras atau rajin.


“Siapa bekerja keras hingga lelah dari kerjanya, maka ia terampuni (dosanya)
karenanya” (Al-Hadits).[1]

“Berpagi-pagilah dalam mencari rezeki dan kebutuhan hidup. Sesungguhnya pagi-


pagi itu mengandung berkah dan keberuntungan”(H.R. Ibnu Adi dari Aisyah).

(c) Menekankan pentingnya kualitas kerja atau mutu produk.


“Sesungguhnya Allah menginginkan jika salah seorang darimu bekerja, maka
hendaklah meningkatkan kualitasnya” (Al-Hadits).

(d) Menjaga harga diri serta bekerja sesuai aturan yang ada.
“Carilah kebutuhan hidup dengan senantiasa menjaga harga diri. Sesungguhnya
segala persoalan itu berjalan menurut ketentuan” (H.R. Ibnu Asakir dari Abdullah bin
Basri).

Menjaga harga diri bisa berarti tidak melanggar aturan, tidak melakukan
perbuatan yang membawa aib pada diri sendiri, namun sebaliknya, berusaha
maksimal mencapai prestasi dan prestise. Yang dimaksud “segala persoalan berjalan
menurut aturan” artinya mematuhi tata tertib perusahaan atau bekerja sesuai
prosedur yang berlaku (tidak boleh menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan).

B. Keseimbangan Hubungan dengan Allah dan Manusia.


Keseimbangan ajaran Islam juga tercermin dalam perintahnya untuk menjalin
hubungan harmonis dengan Allah dan sesama manusia. Islam mengajarkan,
kebahagiaan hidup tidak akan datang jika kita tidak membina hubungan yang baik
dengan Allah (hablum minallah) dan sesama manusia (hablum minannaas).
"Akan ditimpakan kehinaan pada mereka di mana saja mereka berada, kecuali
mereka menjaga hubungan dengan Allah dan hubungan dengan (sesama)
manusia." (QS 3:112)

Dengan kata lain, bila kita tidak bisa atau melalaikan dan merusak hubungan
baik dengan Allah SWT dan sesama manusia, maka kehinaanlah yang akan kita
peroleh. Akan menjauh kebahagiaan hidup yang kita dambakan. Kedua hubungan itu
harus sama-sama baik, tidak boleh cuma salah satunya. Pada zaman Nabi Saw ada
seorang wanita yang rajin beribadah, namun oleh beliau digolongkan ahli neraka
(Hiya Fin Nar) karena hubungan dengan manusianya jelek alias berakhlak buruk (suka
mengganggu tetangga).
Bagaimana Islam menuntun kita untuk menjaga kedua hubungan itu agar baik
dan harmonis? Mengenai hal itu, ada sebuah hadits Nabi SAW yang artinya,
"Bertakwalah pada Allah di mana saja kamu berada, dan ikutilah perbuatan jelek
dengan kebaikan yang akan menghapus kejelekan itu, serta pergaulilah manusia
dengan budi pekerti (akhlak) yang baik."

Berdasarkan hadits itu, maka satu-satunya cara untuk menjaga hubungan baik
dengan Allah SWT adalah dengan cara bertakwa; dan satu-satunya cara menjaga
hubungan baik dengan sesama manusia adalah dengan akhlak yang baik. Dengan
demikian, takwa dan akhlak yang baik adalah dua hal yang insya Allah bisa membawa
kita kepada keselamatan dan kebahagiaan hidup, di dunia dan akhirat kelak. Sabda
Nabi SAW,
“Rasulullah Saw ditanya tentang kebanyakan hal yang memasukkan manusia ke
dalam sorga. Beliau menjawab: ‘Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik’. Dan
beliau ditanya lagi tentang kebanyakan hal yang dapat memasukkan manusia ke
neraka. Beliau menjawab: ‘Mulut dan kemaluan’” (H.R. Tirmidzi).

"Kaum mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik
akhlaknya" (H.R. Ahmad dan Tirmidzi). Wallahu a'lam.*

Anda mungkin juga menyukai

  • None
    None
    Dokumen17 halaman
    None
    Neeyzhyaa Anniiyshyaa Praaddiieellaa
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi DKK Kelompok
    Daftar Isi DKK Kelompok
    Dokumen11 halaman
    Daftar Isi DKK Kelompok
    Neeyzhyaa Anniiyshyaa Praaddiieellaa
    Belum ada peringkat
  • E Coli
    E Coli
    Dokumen6 halaman
    E Coli
    Neeyzhyaa Anniiyshyaa Praaddiieellaa
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 5 (Mashed Potato)
    Kelompok 5 (Mashed Potato)
    Dokumen7 halaman
    Kelompok 5 (Mashed Potato)
    Neeyzhyaa Anniiyshyaa Praaddiieellaa
    Belum ada peringkat