Anda di halaman 1dari 10

DAFTAR ISI

Halaman Judul.......................................................................................................................i

Daftar Isi.................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1

A. Latar Belakang............................................................................................................1

B. Landasan Hukum........................................................................................................2

BAB II TATA LAKSANA ORGANISASI KOMITE ETIK RUMAH SAKIT.................4

BAB III TATA LAKSANA ORGANISASI MAKERSI......................................................6

BAB IV PENUTUP................................................................................................................9

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan yang baik, bermutu, profesional, dan diterima pasien merupakan
tujuan utama pelayanan Rumah Sakit. Namun hal ini tidak mudah dilakukan dewasa ini.
Meskipun Rumah Sakit telah dilengkapi dengan tenaga medis, perawat, dan sarana
penunjang lengkap, masih sering terdengar ketidak puasan pasien akan pelayanan
kesehatan yang mereka terima.
Pelayanan kesehatan dewasa ini jauh lebih kompleks dibandingkan dengan beberapa
dasawarsa sebelumnya. Beberapa faktor yang mendorong kompleksitas pelayanan
kesehatan pada masa kini antara lain:
1. Semakin kuat tuntutan pasien/masyarakat akan pelayanan kesehatan bermutu,
efektif, dan efisien;
2. Standar pelayanan kesehatan harus sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi
kedokteran;
3. Latar belakang pasien amat beragam (tingkat pendidikan, ekonomi, sosial, dan
budaya), dan;
4. Pelayanan kesehatan melibatkan berbagai disiplin dan institusi.
Situasi pelayanan kesehatan yang kompleks ini seringkali menyulitkan komunikasi
antara pasien dan pihak penyedia layanan kesehatan. Komunikasi yang baik amat
membantu menyelesaikan berbagai masalah sedangkan komunikasi yang buruk akan
menambah masalah dalam pelayanan kesehatan. Di samping komunikasi yang baik,
pelayanan kesehatan harus memenuhi kaidah-kaidah profesionalisme dan etis. Untuk
menangkal hal-hal yang berpotensi merugikan berbagai pihak yang terkait dengan
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit dan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
maka perlu ditingkatkan kemampuan tenaga kesehatan menyelesaikan masalah-masalah
medis dan non-medis di Rumah Sakit dan tercipta struktur yang mendukung pelayanan
kesehatan secara profesional dan berkualitas. Salah satu upaya mencapai pelayanan
kesehatan yang bermutu dan profesional di Rumah Sakit adalah dengan memenuhi
kaidah-kaidah yang tercantum dalam Kode Etik Rumah Sakit di Indonesia (KODERSI).
Kode Etik Rumah Sakit Indonesia memuat rangkaian nilai-nilai dan norma-norma
moral perumahsakitan Indonesia untuk dijadikan pedoman dan pegangan bagi setiap
insan perumahsakitan yang terlibat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan Rumah Sakit
1
di Indonesia. KODERSI merupakan kewajiban moral yang harus ditaati oleh setiap
Rumah Sakit di Indonesia agar tercapai pelayanan Rumah Sakit yang baik, bermutu,
profesional dan sesuai dengan norma dan nilai-nilai luhur profesi kedokteran. KODERSI
pertama kali disahkan dalam Kongres VI PERSI pada tahun 1993 di Jakarta. Dalam
perjalannya telah mengalami perbaikan dan penyempurnaan.
Pada umumnya pedoman yang termuat dalam KODERSI berupa garis besar atau
nilai-nilai pokok yang masih memerlukan penjabaran yang lebih rinci dan teknis. Untuk
menjabarkan KODERSI dan menerapkannya dalam kebijakan Rumah Sakit maka setiap
Rumah Sakit dianjurkan membentuk Komite Etik Rumah Sakit (KERS). Sedangkan di
tingkat pengurus cabang pusat, badan etik Rumah Sakit Indonesia dinamakan Majelis
Kehormatan Etik Rumah Sakit (MAKERSI). Dalam rangka melengkapi KODERSI maka
perlu buat acuan dasar prosedural dalam bentuk Pedoman Pengorganisasian Komite
Etik Rumah Sakit dan Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit Indonesia
(selanjutnya disingkat Pedoman). Dengan adanya pedoman ini diharapkan penerapan
KODERSI dalam pelayanan perumahsakitan menjadi kenyataan sehingga Rumah Sakit di
Indonesia mampu mengemban misi luhur dalam meningkatkan derajat kesehatan dan
kesejahteraan rakyat Indonesia.

B. Landasan Hukum
Landasan Hukum penyusunan Pedoman ini ialah Anggaran Dasar & Anggaran Rumah
Tangga PERSI dan berbagai peraturan perundang-undangan yang relevan bagi tugas dan
fungsi KERS dan MAKERSI.
Landasan peraturan perundang-undangan yang dimaksud ialah:
1. UU RI No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;
2. UU RI No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
3. UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1045/MenKes/PER/XI/2006
tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan.
Sedangkan landasan ketentuan dan keputusan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia yang dimaksud ialah :
1. Anggaran Dasar Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia;
2. Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia;
2
3. Surat Keputusan Kongres PERSI VI, tentang pengesahan berlakunya Kode Etik
Rumah Sakit Indonesia, 1993;
4. Surat Keputusan Kongres PERSI VIII, tentang perbaikan dan penyempurnaan
KODERSI, 2000;
5. Surat Keputusan Kongres IX , tentang Tata Tertib Organisasi, 2003;
6. Surat Keputusan Kongres PERSI X, tentang perubahan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga PERSI, 2006;
7. Hasil Rapat Kerja PERSI di Balikpapan, 2008;
8. Surat Keputusan Kongres PERSI XI 2009.

Pasal 1
Pengertian
Untuk memudahkan penerapan pedoman, perlu dirumuskan ketentuan umum dan
pengertian pokok sebagai berikut :
1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang telah ditentukan dan diatur
oleh peraturan perundang undangan Negara Republik Indonesia. Rumah Sakit
sebagai sarana pelayanan kesehatan merupakan unit sosial ekonomi, harus
mengutamakan tugas kemanusiaan dan mendahulukan fungsi sosialnya;
2. Insan perumahsakitan adalah mereka yang terlibat dalam kegiatan
penyelenggaraan dan pengelolaan Rumah Sakit;
3. Kode Etik Rumah Sakit Indonesia adalah rangkuman norma-norma moral yang
telah dikodifikasi oleh PERSI sebagai organisasi profesi bidang perumahsakitan di
Indonesia;
4. Komite Etik Rumah Sakit (KERS) adalah suatu perangkat organisasi non
struktural yang dibentuk dalam Rumah Sakit untuk membantu pimpinan Rumah
Sakit dalam melaksanakan KODERSI;
5. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) adalah organisasi yang
menghimpun dan mewakili rumah-Rumah Sakit di Indonesia;
6. Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit Indonesia (MAKERSI) adalah badan
otonom PERSI yang dibentuk secara khusus di tingkat Pusat dan Daerah untuk
menjalankan KODERSI.

3
Pasal 2
Tujuan
Pedoman ini menjadi acuan tatalaksana pembentukan dan tatakerja Komite Etik
Rumah Sakit dan Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit di Indonesia.

BAB II
TATA LAKSANA ORGANISASI KOMITE ETIK RUMAH SAKIT
Pasal 3
Pembentukan KERS
1. Komite Etik Rumah Sakit (KERS) merupakan perangkat organisasi Rumah Sakit di
bentuk di Rumah Sakit dalam rangka membantu pimpinan Rumah Sakit
menerapkan Kode Etik Rumah Sakit di Rumah Sakit.
2. Pembentukan KERS adalah wajib.
3. Ketua dan Anggota KERS dipilih dan diangkat oleh Direktur/Pimpinan Rumah
Sakit, untuk selama masa bakti tertentu. KERS sekurang-kurangnya harus terdiri
dari seorang Ketua, merangkap anggota, seorang Sekretaris,merangkap anggota dan
1(satu) orang Anggota, dengan jumlah seluruhnya 3 (tiga) orang.
4. Keanggotaan KERS harus mewakili profesi di dalam Rumah Sakit.
5. Dalam struktur organisasi Rumah Sakit, posisi KERS setingkat komite medik
Rumah Sakit. berada di bawah direktur utama Rumah Sakit.
6. Komite etik Rumah Sakit bertanggung jawab langsung kepada Direktur utama
Rumah Sakit Rumah Sakit atau yang mengangkatnya.
7. Bila dipandang perlu anggota KERS dapat berasal dari individu di luar Rumah Sakit
8. Syarat untuk dapat dipilih menjadi anggota KERS: berjiwa Pancasila, memiliki
integritas, kredibilitas sosial, dan profesional. Ia juga memiliki kepedulian dan
kepekaan terhadap masalah sosial, lingkungan, dan kemanusiaan.
9. Keanggotaan KERS diupayakan tidak dirangkap dengan jabatan-jabatan struktural
di Rumah Sakit.

Pasal 4
Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab KERS
1. Secara umum KERS bertugas membantu pimpinan Rumah Sakit menerapkan Kode
Etik Rumah Sakit di Rumah Sakit, baik diminta maupun tidak diminta.
4
2. Secara khusus KERS memiliki tugas, wewenang dan tanggung jawab:
a. Melakukan pembinaan insan perumahsakitan secara komprehensif dan
berkesinambungan, agar setiap orang menghayati dan mengamalkan KODERSI
sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing-masing di Rumah Sakit.
Pembinaan ini merupakan upaya preventif, persuasif, edukatif, dan korektif
terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan atau pelanggaran KODERSI.
Pembinaan dapat dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, diskusi kasus, dan
seminar;
b. Memberi nasehat, saran, dan pertimbangan terhadap setiap kebijakan atau
keputusan yang dibuat oleh pimpinan atau pemilik Rumah Sakit;
c. Membuat pedoman pelaksanaan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit yang
terkait dengan etika Rumah Sakit;
d. Menangani masalah-masalah etik yang muncul di dalam Rumah Sakit;
e. Memberi nasehat, saran, dan pertimbangan etik kepada pihak-pihak yang
membutuhkan;
f. Membantu menyelesaikan perselisihan/sengketa medik yang terjadi di
lingkungan Rumah Sakit;
g. Menyelenggarakan berbagai kegiatan lain yang dipandang dapat membantu
terwujudnya kode etik Rumah Sakit.
3. Dalam melaksanakan tugasnya KERS wajib menerapkan prinsip kerjasama,
koordinasi, dan sinkronisasi dengan Komite Medik serta struktur lain di Rumah
Sakit sesuai dengan tugas masing-masing.
4. Pimpinan dan anggota KERS wajib mematuhi peraturan Rumah Sakit dan
bertanggung jawab kepada pimpinan Rumah Sakit serta menyampaikan laporan
berkala pada waktunya.
5. KERS dapat meminta saran, pendapat atau nasehat dari MAKERSI Daerah bila
menghadapi kesulitan.
6. KERS wajib memberikan laporan kepada MAKERSI Daerah mengenai pelaksanaan
KODERSI di Rumah Sakit , minimal sekali setahun.
7. KERS wajib melaporkan masalah etik yang serius atau tidak mampu ditangani
sendiri ke MAKERSI Daerah.

5
BAB III
TATA LAKSANA ORGANISASI MAKERSI
Pasal 5
Pembentukan MAKERSI
1. Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit (MAKERSI) adalah badan otonom,
perangkat organisasi PERSI.
2. MAKERSI dibentuk di tingkat pusat disebut MAKERSI Pusat dan di tingkat
propinsi/kotamadya disebut sebagai MAKERSI Daerah.
3. Pembentukan MAKERSI Pusat dan MAKERSI Daerah adalah wajib.
4. Pembentukan MAKERSI Daerah hanya dibenarkan jika di propinsi tersebut telah
ada pengurus PERSI Daerah.
5. Apabila di suatu daerah belum terbentuk MAKERSI Daerah maka MAKERSI Pusat
berwenang menunjuk MAKERSI Daerah terdekat untuk menjalankan tugas dan
fungsi MAKERSI di daerah tersebut.

Pasal 6
Pemilihan Pengurus MAKERSI
1. Pemilihan Ketua MAKERSI Pusat dilakukan melalui formatur.
2. Jumlah formatur maksimum 3 orang.
3. Calon formatur diusulkan oleh utusan Daerah.
4. Kriteria calon Ketua MAKERSI Pusat:
a. Mempunyai kemampuan visioner dalam organisasi;
b. Mempunyai pengalaman dalam memimpin Rumah Sakit;
c. Pernah menjadi pengurus PERSI atau MAKERSI.
5. Ketua MAKERSI Pusat dipilih dalam Kongres PERSI, untuk masa jabatan selama
Kepengurusan Persi Pusat, dan bertanggung jawab kepada Kongres PERSI.
6. Ketua terpilih berwenang menyusun anggotanya yang sekurang-kurangnya harus
terdiri dari seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, seorang Sekretaris, dan Anggota,
dengan jumlah seluruhnya paling banyak 9 (sembilan) orang.
7. Pemilihan Ketua MAKERSI Daerah dapat melalui aklamasi atau formatur dalam
Rapat Pleno anggota PERSI Daerah.
8. Ketua MAKERSI Daerah dipilih dalam Rapat Pleno untuk masa jabatan selama
Kepengurusan Persi Daerah, dan bertanggung jawab kepada Rapat Pleno PERSI
Daerah.
6
9. Ketua terpilih berwenang menyusun anggotanya yang sekurang-kurangnya harus
terdiri dari seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, seorang Sekretaris, dan Anggota,
dengan jumlah seluruhnya paling banyak 5 (lima) orang.
10. Anggota MAKERSI harus mewakili berbagai profesi yang ada di dalam Rumah
Sakit.
11. Syarat untuk dapat dipilih menjadi anggota MAKERSI:
a. Berjiwa Pancasila, memiliki integritas, kredibilitas sosial, dan profesional.
b. Memiliki kepedulian dan kepekaan terhadap masalah sosial, lingkungan, dan
kemanusiaan.
c. Memiliki pengalaman sebagai pimpinan atau jabatan lain yang berkaitan
dengan manajemen Rumah Sakit.
12. Keanggotaan MAKERSI Pusat dan MAKERSI Daerah, tidak dibenarkan
merangkap jabatan dalam dalam kepengurusan PERSI yang setingkat; ialah jabatan
Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Bendahara, dan jabatan struktural lainnya dalam
kepengurusan PERSI yang setingkat. Tidak termasuk jabatan sebagai penasehat atau
kelompok kerja.
13. Apabila salah seorang pengurus MAKERSI berhalangan tetap, mengundurkan diri,
atau karena sesuatu hal diberhentikan sebagai pengurus, maka penggantiannya
dilakukan oleh Ketua MAKERSI.
14. Batasan masa jabatan Ketua MAKERSI dalam tingkatan manapun maksimal dua
kali berturut-turut dan setelah satu periode masa jabatan tidak menduduki jabatan
Ketua MAKERSI dapat dipilih kembali untuk masa jabatan berikutnya.

Pasal 7
Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab MAKERSI
MAKERSI Pusat mempunyai tugas, wewenang, dan tanggung jawab sebagai berikut:
1. Menyusun dan menetapkan kebijakan dan garis-garis besar program pembinaan
KODERSI secara nasional;
2. Membuat pedoman pelaksanaan KODERSI;
3. Memberikan saran, pendapat, dan pertimbangan secara lisan dan atau tertulis,
diminta atau tidak diminta mengenai segala sesuatu yang menyangkut KODERSI
kepada Pengurus PERSI Pusat;

7
4. Mengadakan koordinasi dan kerjasama dengan organisasi-organisasi profesi
kesehatan lainnya, khususnya badan-badan etik organisasi profesi di tingkat
nasional;
5. Menampung dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang diajukan oleh
MAKERSI Daerah yang tidak bisa diselesaikan di tingkat daerah.

MAKERSI Daerah mempunyai tugas, wewenang, dan tanggung jawab sebagai berikut:
1. Melakukan pembinaan dan mengkoordinasikan KERS di rumah-Rumah Sakit yang
berada di wilayah dari Cabang PERSI yang bersangkutan sesuai dengan program
dan kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh MAKERSI Pusat;
2. Memberikan saran, pendapat, dan pertimbangan secara lisan dan atau tertulis,
diminta atau tidak diminta mengenai segala sesuatu yang menyangkut KODERSI
kepada Pengurus PERSI Daerah;
3. Mengadakan koordinasi dan kerjasama dengan organisasi-organisasi profesi
kesehatan lainnya, khususnya badan-badan etik organisasi profesi di tingkat cabang;
4. Menampung dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang diajukan oleh KERS
setempat;
5. Jika masalah tersebut tidak dapat diselesaikan di tingkat daerah maka dapat
meminta saran, pendapat, atau nasehat dari MAKERSI Pusat.

Pasal 8
Rapat-rapat
Rapat MAKERSI terdiri dari:
1. Kongres, dilaksanakan sekali dalam tiga tahun;
2. Rapat Kerja Tahunan, merupakan rapat antara Pengurus Pusat dan Pengurus Daerah,
membicarakan pelaksanaan program kerja dan masalah-masalah yang baru timbul;
3. Rapat Pengurus MAKERSI Pusat diadakan sekurang-kurangnya dua kali setahun;
4. Rapat Pengurus MAKERSI Daerah diadakan menurut kebutuhan.

Pasal 9
Sumber Keuangan
1. Sumber keuangan KERS berasal dari anggaran Rumah Sakit yang bersangkutan.
2. Sumber keuangan Makersi Pusat berasal dari PERSI Pusat.
8
3. Sumber Keuangan Makersi Daerah berasal dari PERSI Daerah.

BAB IV
Pasal 10
Penutup
1. Hal-hal yang belum tercantum dalam tatalaksana ini dapat diputuskan sendiri oleh
MAKERSI Pusat atau MAKERSI Cabang.
2. Keputusan yang dimaksud harus tidak bertentangan dengan tatalaksana ini dan atau
pelbagai ketentuan organisasi lainnya dari PERSI serta harus dikomunikasikan
kepada MAKERSI pusat.
3. Dengan demikian diharapkan KODERSI dapat dilaksanakan dengan baik di Rumah
Sakit Indonesia.

Ditetapkan di Klaten
Pada Tanggal 5 Januari 2016
Direktur Utama RSKB Diponegoro Dua Satu

dr. Endah Prasetyowati


NIP. 2008 09 51

Anda mungkin juga menyukai