Anda di halaman 1dari 6

2.

1 Definisi

(1) Stres
Menurut Selye stress adalah segala situasi dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan seorang
individu untuk merespons atau melakukan tindakan. Definisi tentang stres yang sangat beragam
menunjukan bahwa stres bukanlah suatu hal yang sederhana. Salah satu definisi lainnya adalah stres
adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan
(Vincent Cornelli, dalamMustamir Pedak, 2007). Kesimpulan dari para ahli tentang stres yaitu stres
bisa terjadi karena manusia begitu kuat dalam mengejar keinginannya serta kebutuhannya dengan
mengandalkan segala kemampuan dan potensinya.

(2) Adaptasi
Suatu cara untuk mengatasi tekanan dari lingkungan sekitar untuk tetap menjaga keseimbangan
tubuhnya. Sehingga terjadi perubahan anatomi, fisiologis dan psikologis di dalam diri seseorang
sebagai reaksi terhadap stress. Adaptasi pada Stress dapat meliputi :
 Secara Frontal : cara menyesuaikan diri terhadap stress dengan menghadapi rintangan secara sadar
realistik, obyektif, dan rasional.
 Menggunakan Mekanisme Defensif yaitu :
1) Proyeksi : Menyalahkan orang lain
2) Introversi : Menarik diri
3) Kegembiraan dan kesibukan
Dengan demikian adaptasi adalah suatu upaya untuk mempertahankan fungsi yang optimal.
Adaptasi melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk perlindungan, mekanisme koping dan
idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau penguasaan situasi (Selye, 1976, Monsen, Floyd dan
Brookman, 1992). Stresor yang menstimulasi adaptasi mungkin berjangka pendek, seperti demam atau
berjangka panjang seperti paralysis dari anggota gerak tubuh. Agar dapat berfungsi optimal, seseorang
harus mampu berespons terhadap stressor dan beradaptasi terhadap tuntutan atau perubahan yang
dibutuhkan. Sehingga adaptasi membutuhkan respons aktif dari seluruh individu.
(3) Respons
Respons berasal dari kata “response” yang berarti jawaban, balasan atau tanggapan. Jadi, respons
adalah setiap tingkah laku pada hakekatnya merupakan tanggapan/balasan (respons) terhadap
rangsangan/stimulus (Sarlito, 1995). Menurut Steven M. Caffe, respons dibagi menjadi (3) bagian
yaitu :
 Kognitif  berkaitan dengan pengetahuan keterampilan dan informasi seseorang terhadap sesuatu.
Respons ini timbul apabila adanya perubahan terhadap yang dipahami atau dipersepsi oleh banyak
orang.
 Afektif  berhubungan dengan emosi, sikap dan menilai seseorang terhadap sesuatu. Respons ini
timbul ketika ada perubahan yang disenangi oleh banyak orang.
 Konatif  berhubungan dengan prilaku nyata yang meliputi tindakan atau perbuatan, oleh karena itu
proses perubahan sikap tersebut tergantung pada keselarasan.
2.2 Macam-Macam Adaptasi Terhadap Stress
Adaptasi terhadap stress dapat berupa :
(1) Adaptasi Fisiologis
Indikator fisiologis stress adalah objektif, lebih mudah diidentifikasi dan secara umum dapat diamati
atau diukur. Namun, indikator ini tidak selalu teramati sepanjang waktu pada semua klien yang
mengalami stress, serta indikator tersebut bervariasi menurut individunya. Tanda-tanda vital biasanya
meningkat dan klien mungkin tampak gelisah dan tidak mampu untuk beristirahat. Indikator ini dapat
timbul sepanjang tahap stress. Durasi dan intensitas dari gejala secara langsung berkaitan dengan
durasi dan intensitas stressor yang diterima. Indikator fisiologis timbul dari berbagai sistem. Oleh
karenanya pengkajian tentang stress mencakup pengumpulan data dari semua sistem. Sekarang
penyebab utama kematian adalah penyakit yang mencakup stressor gaya hidup.
Indikator fisiologis stress :
 Tekanan darah meningkat.
 Peningkatan ketegangan di leher, bahu, punggung.
 Denyut nadi dan frekwensi pernafasan meningkat.
 Telapak tangan berkeringat dan kaki dingin.
 Postur tubuh yang tidak tegap.
 Keletihan, sakit kepala, gangguan lambung, diare dan suara bernada tinggi.
 Mual, muntah, nafsu makan berkurang, BB berubah, dsb.
(2) Adaptasi Psikologis
Emosi kadang dikaji secara langsung atau tidak langsung dengan mengamati perilaku klien. Stress
mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam berbagai cara. Ketiga karakteristik ini adalah media
terhadap stress, meliputi rasa kontrol terhadap peristiwa kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang
berhasil, dan antisipasi dari tantangan sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan (Wiebe dan
Williams, 1992 ; Tarstasky, 1993).
Indikator emosional / psikologi dan perilaku stress :
 Ansietas
 Depresi, kehilangan motivasi, mudah lupa
 Kepenatan, kehilangan harga diri
 Peningkatan penggunaan bahan kimia
 Perubahan dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas.
 Kelelahan mental, perasaan tidak adekuat, dsb.

(3) Adaptasi Perkembangan


Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk menyelesaikan tugas
perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan, seseorang biasanya menghadapi tugas
perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap perkembangan tersebut. Stress yang
berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan
tersebut. Dalam bentuk yang ekstrem, stress yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis
pendewasaan, yang meliputi :
 Masa Bayi, mereka mampu mengembangkan harga diri yang sehat dan pada akhirnya belajar respons
koping adaptif yang sehat (Haber et al, 1992).
 Anak Usia Sekolah, stress ditunjukkan oleh ketidakmampuann atau ketidakinginan untuk
mengembangkan hubungan berteman.
 Remaja, mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu yang bersamaan perlu diterima
oleh teman sebaya. Tanpa sistem pendukung sosial sering menunjukkan peningkatan masalah
psikososial (Dubos, 1992).
 Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke tanggung jawab orang dewasa.
Konflik dapat berkembang antara tanggung jawab pekerjaan dan keluarga. Stresor mencakup konflik
antara harapan dan realitas.
 Usia setengah baya biasanya terlibat dalam membangun keluarga, menciptakan karier yang stabil dan
kemungkinan merawat orang tua mereka. Mereka biasanya dapat mengontrol keinginan dan pada
beberapa kasus menggantikan kebutuhan pasangan, anak-anak, atau orang tua dari kebutuhan mereka.
Namun dapat timbul stress, jika mereka merasa terlalu banyak tanggung jawab yang membebani
mereka.
 Usia lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam keluarga dan kemungkinan
terhadap kematian dari pasangan atau teman hidup. Usia dewasa tua juga harus menyesuaikan terhadap
perubahan penampilan fisik dan fungsi fisiologis. Perubahan besar dalam kehidupan seperti memasuki
masa pension juga menegangkan.
(4) Adaptasi Sosial Budaya
Mengkaji stressor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup penggalian bersama klien
tentang besarnya, tipe, dan kualitas dari interaksi sosial yang ada. Stresor pada keluarga dapat
menimbulkan efek disfungsi yang mempengaruhi klien atau keluarga secara keseluruhan (Reis &
Heppner, 1993). Perawat juga harus waspada tentang perbedaan cultural dalam respons stress atau
mekanisme koping. Misalnya klien dari suku Afrika-Amerika mungkin lebih menyukai mendapatkan
dukungan sosial dari anggota keluarga ketimbang dari bantuan professional (Murata, 1994).
(5) Adaptasi Spiritual
Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stress dalam banyak cara, tetapi stress dapat
juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual. Stress yang berat dapat mengakibatkan kemarahan pada
Tuhan, atau individu mungkin memandang stressor sebagai hukuman. Stresor seperti penyakit akut
atau kematian dari orang yang disayangi dapat mengganggu makna hidup seseorang dan dapat
menyebabkan depresi. Ketika perawatan pada klien yang mengalami gangguan spiritual, perawat tidak
boleh menilai kesesuaian perasaan atau praktik keagamaan klien tetapi harus memeriksa bagaimana
keyakinan dan nilai telah berubah.
2.3 Macam-Macam Respons Terhadap Stress
Karakteristik Respons stress dapat meliputi :
 Respons stres adalah alamiah, protektif, dan adaktif.
 Respons normal terhadap stresor. Stresor yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari meningkatkan
ekskresi katekolamin, yang menyebabkan peningkatan dalam frekuensi jantung dan tekanan darah.
 Stresor fisik dan emosional mencetuskan respons serupa (spesifisitas versus non- spesifitas)
 Terdapat keterbatasan dalam kemampuan untuk mengompensasi. .
 Besar dan durasi stres mungkin sedemikian besarnya sehingga mekanisme homeostasis untuk
penyesuaian gagal, yang menyebabkan kematian.
 Pemajanan berulang terhadap stimuli mengakibatkan adaptif yaitu kadar enzim tirosin hidrolase jaringan
meningkat, menyebabkan peningkatan kapasitas bagi tubuh untuk menghasilkan nonephineprin dan
ephneprin.
 Terdapat perbedaan individual dalam berespons terhadap stresor yang sama.
Respons patofisiologis terhadap stress dapat dibedakan menjadi (2) yaitu :
(1) Komponen Fisiologis
Riset klasik yang dilakukan oleh Selye (1946, 1976) telah mengidentifikasi dua respons fisiologis
terhadap stres :
a) Sindrom Adaptasi Lokal (LAS)
Stres sifatnya universiality (umum) dimana semua orang dapat merasakan stress yang sama, tetapi cara
pengungkapannya yang berbeda atau diversity. Sesuai dengan LAS adalah respons dari jaringan,
organ, atau bagian tubuh terhadap stres karena trauma, penyakit/perubahan fisiologis lainnya. Respons
setempat ini termasuk pembekuan darah, penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dan
respons terhadap tekanan.
LAS mempunyai karakteristik yaitu :
 Respons yang terjadi adalah setempat. Respons ini tidak melibatkan seluruh sistem tubuh. Dua respons
setempat yaitu respons refleks nyeri dan respons inflamasi.
 Respons refleks nyeri adalah respons setempat dari sistem saraf pusat terhadap nyeri. Respons ini
adalah adaptif dan melindungi jaringan dari kerusakan lebih lanjutan.
 Respons inflamasi distimuli oleh trauma atau infeksi. Respons ini memusatkan inflamasi, sehingga
menghambat penyebaran inflamasi dan meningkatkan penyembuhan.
 Respons adalah adaptif, berarti bahwa stresor diperlukan untuk menstimulasinya.
 Respons adalah berjangka pendekdan tidak dapat terus menerus.
 Respons adalah restoratif, berarti bahwa LAS membantu dalam memulihkan homeostasis region atau
bagian tubuh.
b) Sindrom Adaptasi Umum (GAS)
GAS adalah respons fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stress. Respons ini melibatkan beberapa
sistem tubuh, terutama sistem saraf otonom dan sistem endokrin. Beberapa buku menyebutkan GAS
sebagai respons neuro-endokrin. GAS terdiri atas reaksi peringatan, tahap resisten dan tahap kehabisan
tenaga. GAS diuraikan dalam tiga tahapan berikut :
 Alarm Reaction (AR)
Selama tahap ini tubuh menyadari penyebab ketegangan dan secara sadar atau tidak sadar dipicu untuk
bertindak. Kalau penyebab ketegangan itu cukup keras, tahap ini dapat mengakibatkan kematian.
Contohnya adalah luka bakar yang hebat. Reaksi alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan
dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Kadar hormon meningkat untuk meningkatkan
volume darah dan dengan demikian menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepaskan
untuk meningkatkan kadar glukosa darah untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi. Dengan
peningkatan kewaspadaan dan energi mental ini, seseorang disiapkan untuk melawan atau
menghindari stressor.
 State of Resistance (SR)
Tahap ini ditandai oleh penyesuaian dengan penyebab ketegangan. Tubuh melawan reaksi cemas,
karena dalam keadaan ini tidak ada orang yang terus menerus dapat bertahan. Tingkat perlawanan
tubuh naik di atas normal untuk melawan penyebab ketegangan dengan harapan adanya penyesuaian.
Disamping itu perlawanan tubuh terhadap rangsangan selanjutnya meningkat. Jika stress dapat diatasi,
tubuh akan memperbaiki kerusakan yang telah terjadi. Namun, jika stressor tetap terus menetap, seperti
pada kehilangan darah terus menerus, penyakit yang melumpuhkan, penyakit mental parah jangka
panjang, dan ketidakberhasilan dalam beradaptasi, maka individu memasuki tahap ketiga dari GAS
yaitu tahap kehabisan tenaga.
 State of Exhausthing (SE)
Kalau tubuh terus menerus dibiarkan menerima penyebab ketegangan, suatu waktu akan mencapai
tahap lelah. Gejala-gejala reaksi cemas ini timbul kembali, tetapi kalau penyebab ketegangan tidak
disingkirkan, tanda-tanda itu tidak dapat dirubah lagi. Maut akan menyusul, kecuali tubuh memperoleh
tehnik untuk menyesuaikan diri atau menemukan jalan baru untuk menguasai situasi yang penuh
ketegangan.
(2) Komponen Psikologi
Pemajanan terhadap stresor mengakibatkan respons adaptasi psikologis dan fisiologis. Perilaku adaptif
psikologis dapat konstruktif atau destruktif. Perilaku konstruktif membantu individu menerima
tantangan untuk menyelesaikan konflik. Sedangkan perilaku destruktif mempengaruhi orientasi
realitas, kemampuan pemecahan masalah, keperibadian, dan situasi yang sangat berat, kemampuan
untuk berfungsi. Perilaku adapatif psikologis juga disebut sebagai mekanisme koping yang dibagi
menjadi (2) yaitu :
a. Taks Oriented Behavior
Perilaku berorientasi tugas mencakup penggunaan kemampuan kognitif untuk mengurangi stress,
memecahkan masalah, menyelesaikan konflik dan memenuhi kebutuhan (Stuart & Sundeen, 1991).
Perilaku berorientasi tugas memberdayakan seseorang untuk secara realistic menghadapi tuntutan
stressor.
b. Ego Dependen Mekanisme
Mekanisme pertahanan ego yang pertama kali diuraikan oleh Sigmund Freud adalah perilaku tidak
sadar yang memberikan perlindungan psikologis terhadap peristiwa yang menegangkan. Mekanisme
ini digunakan oleh setiap orang dan membantu melindungi terhadap perasaan tidak berdaya dan
ansietas. Kadang mekanisme pertahanan diri dapat menyimpang dan tidak lagi mampu untuk
membantu seseorang dalam mengadaptasi stressor.

Anda mungkin juga menyukai