Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN NON-HODGKIN LYMPHOMA


DIRUANG MELATI 1 RSUD Dr. MOEWARDI

Disusun Oleh :

Destaria Utami Rizky (P.17420113008)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEMARANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2015

1
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN NON-HODGKIN LYMPHOMA
DIRUANG MELATI 1 RSUD Dr. MOEWARDI

KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Limfoma atau yang lebih dikenal dengan kanker getah bening adalah salah satu
jenis kanker darah yang terjadi ketika limfosit B atau T ( sel darah putih yang
menjaga daya tahan tubuh) menjadi abnormal dengan membelah lebih cepat dari sel
biasa atau hidup lebih lama dari biasanya. Limfoma dapat muncul di berbagai bagian
tubuh, seperti nodus limfa, limpa, sumsum tulang, darah, atau organ lainnya, yang pada
akhirnya akan membentuk tumor, yang tumbuh dan mengambil ruang jaringan dan organ
di sekitarnya, sehingga menghentikan asupan oksigen dan nutrien untuk jaringan atau
organ tersebut
Non-Hodgkin Lymphoma (NHL) merupakan suatu keganasan pada sel limfosit T
maupun sel limfosit B yang sudah matur di dalam kelenjar getah bening atau sistem
getah bening secara keseluruhan. Bisa juga keganasan tersebut dialami oleh sel NK
(Natural Killer). Akibatnya adalah terjadi proliferasi berlebihan dari sel limfosit tersebut
sehingga membuat kelenjar limfe membesar atau limfadenopati.
Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang berasal dari
sistem kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh. Beberapa dari
limfoma ini berkembang sangat lambat (dalam beberapa tahun), sedangkan yang lainnya
menyebar dengan cepat (dalam beberapa bulan).
Limfoma malignum non-Hodgkin atau Limfoma non-Hodgkin adalah suatu
keganasan kelenjar limfoid yang bersifat padat. Limfoma non-hodgkin hanya dikenal
sebagai suatu limfadenopati lokal atau generalisata yang tidak nyeri.
Ada 2 klasifikasi besar penyakit ini yaitu:
1. Limfoma non Hodgkin agresif.
Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai limfoma non Hodgkin
tumbuh cepat atau level tinggi. Karena sesuai dengan namanya, limfoma non
Hodgkin agresif ini tumbuh dengan cepat. Meskipun nama ‘agresif’
kedengarannya sangat menakutkan, limfoma ini sering memberikan respon
sangat baik terhadap pengobatan.

2. Limfoma non Hodgkin indolen.

2
Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma non
Hodgkin tumbuh lambat atau level rendah. Sesuai dengan namanya, limfoma
non Hodgkin indolen tumbuh hanya sangat lambat. Secara tipikal ia pada
awalnya tidak menimbulkan gejala, dan mereka sering tetap tidak terditeksi untuk
beberapa saat. Tentunya, mereka sering ditemukan secara kebetulan, seperti
ketika pasien mengunjungi dokter untuk sebab lainnya. Dalam hal ini, dokter
mungkin menemukan pembesaran kelenjar getah bening pada pemeriksaan fisik
rutin. Kadangkala, suatu pemeriksaan, seperti pemeriksaan darah, mungkin
menunjukkan sesuatu yang abnormal, kemudian diperiksa lebih lanjut dan
ditemukan terjadi akibat limfoma non Hodgkin.
Gejala yang paling sering adalah pembesaran kelenjar getah bening, yang
kelihatan sebagai benjolan, biasanya di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat
diagnosis pasien juga mungkin mempunyai gejala lain dari limfoma non
Hodgkin. Karena limfoma non Hodgkin indolen tumbuh lambat dan sering tanpa
menyebabkan stadium banyak diantaranya sudah dalam stadium lanjut saat
pertama terdiagnosis.

B. PATOFOSIOLOGI
Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat terjadinya
mutasi gen pada salah satu gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfosit tua yang
tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya
rangsangan imunogen).
Beberapa perubahan yang terjadi pada limfosit tua antara lain:
1. ukurannya semakin besar
2. Kromatin inti menjadi lebih halus
3. nukleolinya terlihat
4. protein permukaan sel mengalami perubahan.
Beberapa faktor resiko yang diperkirakan dapat menyebabkan terjadinya limfoma
Hodgkin dan non-Hodgkin seperti infeksi virus-virus seperti virus Epstein-Berg,
Sitomegalovirus, HIV, HHV-6, defisiensi imun, bahan kimia, mutasi spontan, radiasi
awalnya menyerang sel limfosit yang ada di kelenjar getah bening sehingga sel-
sel limfosit tersebut membelah secara abnormal atau terlalu cepat dan membentuk
tumor/benjolan. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar
getah bening (ekstra nodal). Proliferasi abnormal tumor tersebut dapat memberi

3
kerusakan penekanan atau penyumbatan organ tubuh yang diserang. Apabila sel tersebut
menyerang Kelenjar limfe maka akan terjadi Limphadenophaty
Dampak dari proliferasi sel darah putih yang tidak terkendali, sel darah merah
akan terdesak, jumlah sel eritrosit menurun dibawah normal yang disebut anemia. Selain
itu populasi limfoblast yang sangat tinggi juga akan menekan jumlah sel trombosit
dibawah normal yang disebut trombositopenia. Bila kedua keadaan terjadi bersamaan,
hal itu akan disebut bisitopenia yang menjadi salah satu tanda kanker darah.
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di
suatu tempat (misalnya leher atau selangkangan)atau di seluruh tubuh. Kelenjar
membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Kadang pembesaran
kelenjar getah bening di tonsil (amandel) menyebabkan gangguan menelan.
Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam dada atau perut bisa menekan
berbagai organ dan menyebabkan: gangguan pernafasan, berkurangnya nafsu makan,
sembelit berat, nyeri perut, pembengkakan tungkai.
Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukimia. Limfoma non
hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum tulang, saluran pencernaan dan kulit. Pada
anak – anak, gejala awalnya adalah masuknya sel – sel limfoma ke dalam sumsum
tulang, darah, kulit, usus, otak, dan tulang belekang; bukan pembesaran kelenjar getah
bening. Masuknya sel limfoma ini menyebabkan anemia, ruam kulit dan gejala
neurologis (misalnya delirium, penurunan kesadaran).
Secara kasat mata penderita tampak pucat, badan seringkali hangat dan merasa
lemah tidak berdaya, selera makan hilang, berat badan menurun disertai pembengkakan
seluruh kelenjar getah bening : leher, ketiak, lipat paha, dll.

C. ETIOLOGI
Penyebab NHL belum jelas diketahui. Para pakar cenderung berpendapat bahwa
terjadinya NHL disebabkan oleh pengaruh rangsangan imunologis persisten yang
menimbulkan proliferasi jaringan limfoid tidak terkendali. Diduga ada hubungan dengan
virus Epstein Barr NHL kemungkinan ada kaitannya dengan factor keturunan karena
ditemukan fakta bila salah satu anggota keluarga menderita NHL maka risiko anggota
keluarga lainnya terjangkit tumor ini lebih besar dibanding dengan orang lain yang tidak
termasuk keluarga itu. Pada penderita AIDS : semakin lama hidup semakin besar
risikonya menderita limfoma.
Terdapat beberapa fakkor resiko terjadinya LNH, antara lain :

4
1. Imunodefisiensi : 25% kelainan heredier langka yang berhubungan dengan
terjadinya LNH antara lain adalah :severe combined immunodeficiency,
hypogammaglobulinemia, common variable immunodeficiency, Wiskott
Aldrich syndrome dan ataxia-telangiectasia. Limfoma yang berhubungan
dengan kelainan-kelainan tersebut seringkali dihubugkan pula dengan Epstein
Barr Virus (EBV) dan jenisnya beragam.
2. Agen infeksius : EBV DNA ditemukan pada limfoma Burkit sporadic. Karena
tidak pada semua kasus limfoma Burkit ditemukan EBV, hubungan dan
mekanisme EBV terhadap terjadinya limfoma Burkit belum diketahui. infeksi
virus yang menyerang DNA maupun Limfosit dapat mengubah DNA dan
Limfosit menjadi sel-sel kanker. Virus tersebut diantaranya Epstein-Barr Virus
(EBV) dan HTLV-1 virus.
3. Paparan lingkungan dan pekerjaan : Beberapa pekerjaan yang sering
dihubugkan dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan
pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organic.
4. Diet dan Paparan lsinya : Risiko LNH meningkat pada orang yang
mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena
paparan UV4,5.

D. PATHWAY

5
Limfoma non Hodgin
Virus Peternak, Merokok Sinar UV Mutasi spontan
pekerja tani
Radiasi
Paparan herbisida
& pelarut organik

Bahan

Perubahan genetik

Keganasan limfosit T dan B

Sel Reedberg / sel hodgin

LImfoma Hodgin

Pembesaran kelenjar
getah bening

Dada Perut

Penumpukan Pembengkakan
↓ nafsu makan Perut kembung
cairan di paru wajah
dan nyeri perut
Anoreksia
Efusi pleura Gg. citra tubuh
Gg. Rasa nyaman :
Nutrisi kurang
Nyeri
Gg. pola nafas dari kebutuhan

Kulit Sumsum tulang Pembentukan


Usus halus
antibody ↓
Malabsorpsi Daerah kehitaman, Penghancuran
menebal, gatal sel darah merah Risiko infeksi
Diare
Kerusakan Anemia hemolitik
integritas kulit
Gg. perfusi jaringan

E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala umum penderita limfoma non-Hodgkin yaitu :

6
1. Limfadenopati superfisial yakni pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa
sakit
2. Demam
3. Keringat malam
4. Rasa lelah yang dirasakan terus menerus
5. Gangguan pencernaan dan nyeri perut
6. Hilangnya nafsu makan
7. Berat badan berkurang
8. Nyeri tulang
9. Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang terkena.

Kemungkinan
Gejala Penyebab timbulnya
gejala
Gangguan Pembesaran kelenjar getah bening di dada 20-30%
pernafasan
Pembengkakan
wajah
Hilang nafsu Pembesaran kelenjar getah bening di perut 30-40%
makan
Sembelit berat
Nyeri perut atau
perut kembung
Pembengkakan Penyumbatan pembuluh getah bening di 10%
tungkai selangkangan atau perut
Penurunan berat Penyebaran limfoma ke usus halus 10%>
badan
Diare
Malabsorbsi
Pengumpulan Penyumbatan pembuluh getah bening di dalam 20-30%
cairan di sekitar dada
paru-paru
(efusi pleura)
Daerah Penyebaran limfoma ke kulit 10-20%
kehitaman dan
menebal di kulit
yang terasa gatal
Penurunan berat Penyebaran limfoma ke seluruh tubuh 50-60%
badan
Demam
Keringat di

7
malam hari
Anemia Perdarahan ke dalam saluran pencernaan 30%, pada
(berkurangnya Penghancuran sel darah merah oleh limpa yang akhirnya bisa
jumlah sel darah membesar & terlalu aktif mencapai 100%
merah) Penghancuran sel darah merah oleh antibodi
abnormal (anemia hemolitik)
Penghancuran sumsum tulang karena
penyebaran limfoma
Ketidakmampuan sumsum tulang untuk
menghasilkan sejumlah sel darah merah karena
obat atau terapi penyinaran
Mudah terinfeksi Penyebaran ke sumsum tulang dan kelenjar 20-30%
oleh bakteri getah bening, menyebabkan berkurangnya
pembentukan antibodi

F. TAHAPAN PENYAKIT
Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I dan II sering
dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara stadium III dan IV
dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.
1. Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu
kelenjar getah bening.
2. Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar
getah bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh dada atau
perut.
3. Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar
getah bening, serta pada dada dan perut.
4. Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening setidaknya
pada satu organ lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru, atau otak.

G. KOMPLIKASI
1. Akibat langsung penyakitnya
2. Penekanan terhadap organ khususnya jalan nafas, usus dan saraf
3. Mudah terjadi infeksi, bisa fatal
4. Akibat efek samping pengobatan
5. Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin
6. Gagal ginjal oleh obat sisplatinum

H. PENATALAKSANAAN
Pemeriksaan penunjang yang bisa mendukung diagnosis adalah pemeriksaan
darah rutin, mulai dari pemeriksaan darah lengkap untuk melihat kadar leukosit darah,

8
sediaan apus darah tepi, urin lengkap, kimia klinik darah (SGOT,SGPT,LDH, dll).
Pemeriksaan radiologi seperti Foto toraks dan CT Scan abdomen juga dilakukan untuk
melihat apakah ada pembengkakan KGB di bagian dalaman tubuh. Akan tetapi untuk
menegakkan diagnosis pasti, pemeriksaan terbaik yang dilakukan adalah biopsi eksisi,
yaitu mengangkat KGB yang bengkak tersebut secara keseluruhan/ entirely dan diperiksa
secara sitologi dan histopatologi. Biopsi lainnya ada berupa biopsi insisi (mengangkat
sebagian saja) atau FNAB (aspirasi jarum halus), akan tetapi biopsi semacam ini belum
cukup baik untuk menegakkan diagnosis pasti.
Untuk terapi pasien LNH, tergantung tipe, stadium, usia dan kondisi kesehatan
organ lainnya. Untuk LNH indolen yang tidak menunjukkan gejala (asimptomatik),
cukup dilakukan observasi pada pasien dan jika menunjukkan gejala (simptomatik), pada
stadium I maupun II, pilihan terapi utamanya adalah radioterapi.
Untuk LNH indolen stadium III dan IV, jika proliferasi selnya lambat, bisa diberi
kemoterapi dengan obat chlorambucill cyclophosphamid oral, jika cepat dan
jangkauannya luas dapat diberikan CVP, C-MOPP atau BACOP.
Untuk LNH agresif, terapi yang diberikan adalah kemoterapi kombinasi dosis
tinggi. Radioterapi terkadang juga digunakan.
Terapi lain yang bisa digunakan adalah transplantasi sumsum tulang dan
transplantasi sel induk, serta terapi dengan imunomodulator seperti interferon yang
dikombinasi dengan kemoterapi untuk memperpanjang remisi, akan tetapi masih
kontroversial. Dari ke semua terapi tersebut, perlu juga dipetimbangkan efek samping
yang mungkin ditimbulkan.

I. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak
terasa nyeri, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran
kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat
malam. Hal ini dapat segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan
yang terjadi di sistem limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil
perlawanan kelenjar limfa dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa.
Pada pengkajian data yang dapat ditemukan pada pasien Limfoma antara lain :
a. Data subyektif
 Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38Oc
 Sering keringat malam

9
 Cepat merasa lelah
 Badan lemah
 Mengeluh nyeri pada benjolan
 Nafsu makan berkurang
 Intake makan dan minum menurun, mual, muntah
b. Data Obyektif
 Timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan pada leher, ketiak atau
pangkal paha
 Wajah pucat

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi dan malnutrisi
b. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap
inflamasi
c. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
d. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan sistem
transport oksigen terhadap perdaharan
e. Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan massa tumor mendesak
ke jaringan luar
f. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
g. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
h. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan intake yang kurang
i. Perubahan kenyamanan berhubungan dengan mual, muntah
j. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis,
pengobatan dan perawatan

3. Intervensi Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap
inflamasi
Tujuan : suhu badan dalam batas normal ( 36 – 37,5ºC)
Intervensi :

10
 Observasi suhu tubuh pasien
Rasional : dengan memantau suhu diharapkan diketahui keadaan sehingga
dapat mengambil tindakan yang tepat.
 Anjurkan dan berikan banyak minum (sesuai kebutuhan cairan anak
menurut umur)
Rasional : dengan banyak minum diharapkan dapat membantu menjaga
keseimbangan cairan dalam tubuh.
 Berikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan paha.
Rasional : kompres dapat membantu menurunkan suhu tubuh pasien
secara konduksi.
 Anjurkan untuk memakaikan pasien pakaian tipis, longgar dan mudah
menyerap keringat.
Rasional : Dengan pakaian tersebut diharapkan dapat mencegah evaporasi
sehingga cairan tubuh menjadi seimbang.
 Kolaborasi dalam pemberian antipiretik.
Rasional : antipiretik akan menghambat pelepasan panas oleh
hipotalamus.

b. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf


Tujuan : nyeri berkurang
Intervensi :
 Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri, perhatikan isyarat verbal dan non
verbal setiap 6 jam
Rasional : menentukan tindak lanjut intervensi.
 Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan tiap 6 jam
Rasional : nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah
meningkat, nadi, pernafasan meningkat
 Terapkan tehnik distraksi (berbincang-bincang)
Rasional : mengalihkan perhatian dari rasa nyeri
 Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam) dan sarankan untuk mengulangi
bila merasa nyeri
Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan otot-otot sehingga
mengurangi penekanan dan nyeri.

11
 Beri dan biarkan pasien memilih posisi yang nyaman
Rasional : mengurangi keteganagan area nyeri.
 Kolaborasi dalam pemberian analgetika.
Rasional : analgetika akan mencapai pusat rasa nyeri dan menimbulkan
penghilangan nyeri.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi :
 Beri makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori
total
 Timbang BB sesuai indikasi
Rasional : berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, evaluasi
keadequatan rencana nutrisi
 Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
Rasional : meningkatkan keinginan pasien untuk makan sehingga
kebutuhan kalori terpenuhi
 Ciptakan lingkungan yang nyaman saat makan
Rasional : suasana yang nyaman membantu pasien untuk meningkatkan
keinginan untuk makan
 Beri pendidikan kesehatan tentang manfaat asupan nutrisi
Rasional : makanan menyediakan kebutuhan kalori untuk tubuh dan dapat
membantu proses penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh
d. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
Tujuan : aktivitas dapat ditingkatkan
Intervensi :
 Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, peningkatan
kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda-tanda vital selama dan setelah
aktivitas

12
Rasional : menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan
pilihan intervensi
 Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADL
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay
dan kebutuhan oksigen
 Libatkan keluarga dalam perawatan pasien
Rasional : membantu dan memenuhi ADL pasien
 Beri aktivitas sesuai dengan kemampuan pasien
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay
dan kebutuhan oksigen).

e. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis,


pengobatan dan perawatan
Tujuan : pasien tidak cemas/berkurang
Intervensi :
 Kaji dan pantau tanda ansietas yang terjadi
Rasional ketakutan dapat terjadi karena kurangnya informasi tentang
prosedur yang akan dilakukan, tidak tahu tentang penyakit dan
keadaannya
 Jelaskan prosedur tindakan secara sederhana sesuai tingkat pemahaman
pasien.
Rasional : memberikan informasi kepada pasien tentang prosedur tindakan
akan meningkatkan pemahaman pasien tentang tindakan yang dilakukan
untuk mengatasi masalahnya
 Diskusikan ketegangan dan harapan pasien.
Rasional : untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan pasien
 Perkuat faktor-faktor pendukung untuk mengurangi ansiates.
Rasional : untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan pasien

4. Evaluasi
Setelah dilakukan pelaksanaan tindakan keperawatan hasil yang diharapkan adalah :
a. Suhu badan dalam batas normal ( 36 – 37,5ºc)
b. Nyeri berkurang

13
c. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
d. Aktivitas dapat ditingkatkan/ADL pasien terpenuhi
a. Pasien tidak cemas/berkurang

REFERENSI

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 1-3.
Penerbit Mediaction, Jogjakarta

DiGiulio, Mary dkk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah terjemahan bahasa Indonesia.
Rapha Publishing. Jogjakarta

Saputra, Lyndon. 2014. Ilustrasi Berwarna Anatomi & Fisiologi terjemahan bahasa
Indonesia. Binarupa Aksara Publisher, Tangerang Selatan

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Salemba Medika: Jakarta.

Setioyohadi, B. 2009. Limfoma Non-Hodgkin, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Edisi V. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam: Jakarta.

14
15

Anda mungkin juga menyukai