PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perubahan – perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan
makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan
hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh.
Pada usia lanjut individu akan mengalami perubahan fisik, mental,
sosial ekonomi dan spiritual yang mempengaruhi kemampuan fungsional
dalam aktivitas kehidupan sehari-hari sehingga menjadikan lansia menjadi
lebih rentan menderita gangguan kesehatan baik fisik maupun mental.
Walaupun tidak semua perubahan struktur dan fisiologis, namun diperkirakan
setengah dari populasi penduduk lansia mengalami keterbatasan dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari, dan 18% diantaranya sama sekali tidak mampu
beraktivitas. Berkaitan dengan kategori fisik, diperkirakan 85% dari kelompok
umur 65 tahun atau lebih mempunyai paling tidak satu masalah kesehatan.
Dan jumlah penduduk lansia yang tinggi kemungkinan membuat
rematik jadi keluhan favorit. Penyakit otot dan persendian ini sering
menyerang lansia, melebihi hipertensi dan jantung, gangguan pendengaran dan
penglihatan, serta diabetes.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi arthritis rheumatoid ?
2. Apa epidemologi arthritis rheumatoid ?
3. Apa etiologi arthritis rheumatoid ?
4. Apa faktor resiko dari arthritis rheumatoid ?
5. Bagaimana patofisiologi dari arthritis rheumatoid ?
6. Bagaimana manifestasi klinik dari arthritis rheumatoid ?
7. Bagaimana contoh kasus dari arthritis rheumatoid ?
8. Bagaimana terapi dari arthritis rheumatoid ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi arthritis rheumatoid
2. Untuk mengetahui epidemologi arthritis rheumatoid
3. Untuk mengetahui etiologi arthritis rheumatoid
4. Untuk mengetahui epidemologi arthritis rheumatoid
5. Untuk mengetahui patofisiologi arthritis rheumatoid
6. Untuk mengetahui manifestasi klinik arthritis rheumatoid
7. Untuk mengetahui salah satu contoh kasus arthritis rheumatoid
8. Untuk mengetahui terapi dari arthritis rheumatoid
D. MANFAAT
1. Sebagai informasi dasar untuk mengenal arthritis rheumatoid
2. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai arthritis
rheumatoid .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Stadium sinovitis.
Artritis yang terjadi pada RA disebabkan oleh sinovitis, yaitu
inflamasi pada membran sinovial yang membungkus sendi. Sendi
yang terlibat umumnya simetris, meski pada awal bisa jadi tidak
simetris. Sinovitis ini menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga
terjadi deformitas dan kehilangan fungsi (Nasution, 2011). Sendi
pergelangan tangan hampir selalu terlibat, termasuk sendi interfalang
proksimal dan metakarpofalangeal (Suarjana, 2009).
b. Stadium destruksi
Ditandai adanya kontraksi tendon saat terjadi kerusakan pada
jaringan sinovial (Nasution, 2011).
c. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan
berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi yang terjadi secara
menetap (Nasution, 2011).
Kontra indikasi
AINS dikontraindikasikan untuk pasien dengan riwayat hipersesitivitas terhadap
asetosal atau AINS lainnya, termaksud mereka yang serangan asama; angiodema;
urtikaria; atau rinitiasnya dipicu oleh asetosal dan AINS lainnya. AINS sebaiknya
tidak diberikan kepada pasien yang mengidap tukak lambung aktif. Pasien yang
sebelumnya, atau sedang mengidap tukak atau pendarahan saluran cerana, lebih
baik menghindarinya dan menghentikannya jika muncul lesi saluran cerna.
Peringatan
-AINS harus digunakan dengan hati-hati pada pasien usia lanjut, pada gangguan
alergi, pada ibu hamil dan menyusui dan pada gangguan koagulasi.
-pada pasien gagal ginjeksial, payah jantung, atau gagal hati, dibutuhkan kehati-
hatian, sebab penggunaan AINS bisa mengakibatkan memburuknya fungsi
ginjeksial, dosis harus dijaga serendah mungkin dan fungsi ginjeksial harus
dipantau.
-AINS sebaiknya tidak diberikan kepada pasien yang mengidap tukak lambung
aktif. Pasien yang sebelumnya.
Interaksi obat
-inhibitor ACE: antagonis efek hipotensif; meningkatkan resiko kerusakan
ginjeksial dan menaikkan rsiko hiperkalemia pada pemberian bersama indometasin
dan mungkin AINS lainnya.
-analgesik lain: hindari pemberian bersama dua atau lebih AINS, termasuk asetosal
(menambah efek samping)
-resin penukar-anion: kolestiramin menurunkan absorpsi fenilbutazon
- antasaid dan adsorben: antacid menurunkan absorpsi diflunisal
-antibakteri: AINS dengan 4-kuinolon mungkin meningkatkan resiko seizure
-antikoagulan: meningkat resiko pendarahan dengan keterolak dan semua
antikoagulan (termaksud heparin dosis rendah)
- antidepresan: moklobemid menambah efek ibuprofen dan mungkin AINS lainnya
- antidiabetika: efek sulfonilurea di tingkatkan oleh azapropazon, fenilbutazon, dan
mungkin AINS lainnya
- antiepileptik: efek fenoton ditingkatkan oleh azapropazon dan fenilbutazon
- antihipertensi: antagonis efek hipotensif
- beta-blokker: antagonisme efek hipotensif
- bifosfonat: ketersediaan hayati asam tiludronat ditingkatkan oleh indometasin
- glikosida jantung: AINS dapat menyebabkan kambuh gagal jantung, menurunkan
laju filtrasi glomerulus dan menaikkan kadar plasma glikosida jantung
Efek samping
efek samping beragam tingkat keparahan dan frekuensinya kadang timbula rasa
tidak nyaman pada saluran cerna, mual, diare, dan kadang pendarahan dan tukak;
dispepsia bisa ditekan dengan meminum obat ini bersama makanan atau susu. Efek
samping lain termaksud reaksi hipersensitifitas (terutama ruam kulit angiodema,
dan bronkospasme), sakit kepala, pusing, vertigo, gangguan pendengaran seperti
tinnitus, fotosensitivitas dan hematuria.juga terjadi gangguan pada darah. Hetensi
cairan bisa terjadi (jarang sampai mempercepat gagal jantung kongestif pada pasien
lanjut usia). Gagal ginjeksial mungkin dipicu oleh AINS khususnya pada pasien
yang sebelumnya sadh mengidap gagal ginjeksial. Efek samping lain yang jarang
terjadi yaitu nekrosispapilar atau fibrosis interstitial yang disebabkan AINS, bisa
mengarah kepada gagal ginjeksial. Mengitis aseptik dilaporkan jarang terjadi
dengan AINS; yang terutama rentan mungkin pada pasien yang mengalami
gangguan jaringan ikat seperti lupus eritematosus sistemik, kerukan hati, alveolitis,
pancreatitis, dan perubahan pada mata merupakan efek samping yang jarang terjadi.
Dilaporkan adanya induksi atau memburuknya kolitis.
C. METILPREDNISON (kortikosteroid)
Mekanisme kerja
Kortikosteroid memiliki aktivitas glukokortikoid dan mineralokortikoid sehingga
memperlihatkan efek yang sangat beragam yang meliputi efek terhadap
metabolisme karbohidrat, protein dan lipid. Efek terhadap kesetimbangan air dan
elektrolit; dan efek terhadap pemeliharaan fungsi berbagai sistem dalam tubuh.
Kerja obat ini sangat rumit dan bergantung pada kondisi hormonal seseorang.
Namun, secara umum efeknya dibedakan atas efek retensi Na, terhadap
metabolisme karbohidrat (glukoneogenesis) dan efek antiinflamasi. Kartikosteroid
bekerja melalui interaksinya dengan reseptor protein yang spesifik di organ target,
untuk mengatur suatu ekspresi genetik yang selanjutnya akan menghasilkan
perubahan dalam sintesis protein lain. Protein yang terakhir inilah yang akan
mengubah fungsi seluler organ target sehingga di peroleh misalnya efek
glukoneogenesis, meningkatnya asam lemak, meningkatnya reabsorbsi Na,
meningkatnya reaktifitas pembuluh terhadap zat vasoaktiv dan efek antiinflamasi.
Indikasi
-sebagai penyelamat jiwa atau memperpanjang hidup, misalnya pada leukimia akut,
pemfigus, dermatitis ekspoliatif, reaksi penolakan akut terhadap cangkokan, maka
kortikosteroid digukan dalam dosis besar dalam jangka lama. Tetapi untuk penyakit
yang relatif ringan, misalnya rematoid artritis, penggunaan jangka lama manfaatnya
tidak lebih besar dari pada resikonya.
-kolitis ulseratip memerlukan kartikosteroid sistemk dan topikal
-heperplasia adrenal kongengital memerlukan glukokortikoid untuk menekan
sekresi kortikotropin yang dosisnya disesuaikan dengan kadar androgen dan 17
hidroksi progesteron. Efek penekanan poros hipotalamus hipofisis adrenal lebih
kuat dan lama bila obat diberikan malam hari sehingga bethametason dan
deksametason 1 mg pada malam hari cukup untuk supresi 24 jam.
-udem otak juga diobati dengan betametason dan deksametason yang tidak
menambah resiko restensi cairan.
-reaksi hipersensitifitas akut seperti angioudem dan shok anafilaksis memerlukan
adrenalin sebagai antaginis fisiologis. Kortikosteroid merupakan obat tambahan
dalam hal ini diguanakan 100-300 mg hidrokortison i.v.\
-asamabrokial lebih baik diobati topikal tetapi pada keadaan darurat kortikosteroid
i.v diberikan bersama denaga bronkodilator.
-kartiko steroid efektif menekan radang pada demam reumatik, hepatitis aktif
kronik, dan sarkoidosis; juga menyebabkan remisi pada anemia hemolitik sebagaian
kasus sindrom nefrotik (khusnya pada anak) dan purpura trombisitopenia
Kontra indikasi
Infeksi sistemik, kecuali bila diberiakan antibiotik sistemik; hindari vaksinasi
dengan virus aktif pada pasien yang menerima dosis imonosuspresiv
Peringatan
Supresi adrenal dapat terjadi pada penggunaan jangka lama dan bertahan beberapa
tahun setelah pengobatan dihentikan. Penguranga dosis yang tiba-tiba setelah
penggunaan lama (lebih dari 7 hari) dapat menyebabkan insufisiensi adrenal akut,
hipotensi dan kematian. Oleh karena itu penghentian harus bertahap.
Efek supresi adrenal ini paling kecil bila obat diberikan pagi hari. Untuk
mengurangi efek ini lebih lanjut, dosis total 2 hari sebaiknya diberikan sebagai
dosis tunggal berselang sehari. Cara ini cocok untuk terapi rematoid attritis, tetapi
tidak cocok untunk asama bronkial. Efek supresi ini jaga dapat dikurangi dengan
pemberian intermitten.
Interaksi
-anagetik: dengan asetosal dan AINS resiko pedarahan dan ukserasi saluran cerna
ditingkatakan
-antibakteri: rifamisin mempercepat metabolisme kartikosteroid (menurunkan efek)
- antidiabetiaka: antagonis efek hipotensif
-antiepileptika: karbamazepin, fenobarbiton, fenitoin dan primidon mempercepat
metabolisme kortikosteroid (menurunkan efek)
- antihipertensi: antagonisme efek hipotensif
-glokosida jantung : meningkatkan toksisitas jika terjadi hipokalamia dan
kartikosteroid
-siklosporin : kadar plasma siklosporin dinaikkan oleh metilpretnisolon dosis tinggi
;siklosporin menaikkan kadar plasma pretnisolon
-diuretik : antagonis efek diuretik; asetozolamid, diuretik kuat, dan tiazida
meningkatkan risiko hipokalamia
-antagonis hormon : aminoglutetimid mempercepat metabolisme partikosteroid
(menurunkan efek)
- obat-obat antiulkus : karbenoksolon meningkatkan risiko hipokalamia
Efek samping
Penggunaan kartikosteroid jangka lama akan menimbulkan efek samping akibat
khasiat glukokortikoid maupun khasiat mineralokortikoid. Efek samping
glukokortikoid meliputi diabetes dan osteoporosis yang teruatama berbahaya bagi
usia lanjut. Pemberian dosis tinggi dapat menyebabkan nekrosis avaskuler dan
sindrom cusing yang sifatnya berpulih (reversibel)
Dapat juga terjadi gangguan mental, euporia dan miopati. Hubungan penggunaan
kartikosteroid dengan timbulnya tukak peptik tidak begitu jelas pada anak,
kartikosteroid dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan, sedangkan pada wanita
hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan adrenal anak. Efeknya terhadap reaksi
jaringan dapat menyebabkan tanda klinik infeksi tidak muncul sehingga infeksi
menyebar tanpa diketahui (efek samar).
Efek samping mineralokortikoid adalah hipertensi, retensi Na, dan cairan, dan
hipokalimia. Efek ini paling jelas pada fludrokartison dan cukup jelas pada
kartison, hidrokartison, kortikotropin. Sementara itu, efek mineralokortikoid
betametasol dan deksametasol boleh diabaikan dibandingkan dengan efek
glukokortikoidnya yang sangat kuat. Predmison, predmisolon, metilpremidsolon,
dan triamsinolon memperlihatkan efek mineralokortikoid yang ringan.
Berdasarkan uraian diatas dapat kita ketahui bahwa apabila obat
allopurinol, meloxicam ( AINS ), dengan metilprednison ( kortikosteroid ) di
konsumsi secara bersama-sama maka dapat menimbulkan interaksi obat yang dapat
meningkatkan risiko pendarahan dan ulserasi saluran cerna.
2.1.8 Terapi Artritis Reumatoid
RA harus ditangani dengan sempurna. Penderita harus diberi
penjelasan bahwa penyakit ini tidak dapat disembuhkan (Sjamsuhidajat,
2010). Terapi RA harus dimulai sedini mungkin agar menurunkan angka
perburukan penyakit. Penderita harus dirujuk dalam 3 bulan sejak
muncul gejala untuk mengonfirmasi diganosis dan inisiasi terapi
DMARD (Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs) (surjana, 2009).
Waktu
Mekanisme
DMARDs Dosis Timbul Efek Samping
Kerja
Respon
Non biologik
(Konvensional)
Hidroksiklorokuin Hambat sekresi 200-400 mg per 2-6 bulan Mual, sakit
(Plaquenil), sitokin, enzim oral per hari kepala, sakit
Klorokuin fosfat lisosomal dan 250 mg per oral perut, miopati,
fungsi makrofag per hari toksistas pada
retina
Methrotexate Menginhibisi 7,5-25mg per 1-2 bulan Mual, diare,
(MTX)* dihidrofolat oral, IM, SC per kelemahan, ulkus
reduktase, minggu mulut, ruam,
menghambat alopesia, gang.
kemotaksis, efek Fungsi hati,
anti inflamasi leukopenia,
melalui induksi trombositopenia,
pelepasan pneumonitis,
adeonosin. sepsis, peny. hati,
limfoma yang
berhubungan
dengan EBV,
nodulosis
Sulfasalazin Hambat : respon 2-3 g per oral 1-3 bulan Mual, diare, sakit
sel B, per hari kepala, ulkus
angiogenesis mulut, ruam,
alopesia,
mewarnai lensa
kontak,
oligospermia
reversibel,
gang.fungsi hati,
leukopenia
Azathiopriene Hambat sintesis 50-150mg per 2-3 bulan Mual, leukopenia,
(Imuran) DNA oral per hari sepsis, limfoma
Leflunomide Menghambatsint 100 mg per oral 4-12 Mual, diare, ruam,
(Arava) esis pirimidin perh hari (3 minggu alopesia,
hari) kemudian teratogenik,
10-20 mg per leukopenia,
oral per hari trombositopenia,
hepatitis.
Cyclosporine Menghambat 2,5-5 mg/kgBB 2-4 bulan Mual, parestesia,
sintesis IL-2 dan per oral per hari tremor sakit
sitokin sel T lain kepala, hipertofi
gusi,hipertrikosis,
gang.ginjal, sepsis
D-Penicillamine Hambat : fungsi 250 -750 mg per 3-6 bulan Mual, hilang rasa
(Curprimine) sel T helper dan oral per hari kecap,
angiogenesis trombositopenia
reversibel
Garam emas Hambat: 25-750mg per 6-8 Ulkus mulut,
thiomalate makrofag, oral per hari minggu ruam, gejala
(Ridaura) angiogenesis dan vasomotor setelah
protein kinase C injeksi,
leukopenia,
trombositopenia,
proteinuria, kolitis
Auranofrin Hambat : 3 mg per oral 4-6 bulan Diare, leukopenia
(Ridaura) makrofag dan (2x/hari) atau 6
fungsi PMN mg per oral per
hari
BIOLOGIK
Adalimumab Antibodi TNF 40 mg SC setiap Hari-4 Reaksi infus,
(Humira) (human) 2 minggu bulan peingkatan risiko
infeksi termasuk
reaktifasi TB,
gangguan
demyelinisasi
Anakinra (kineret) Antagonis 100 -150mg SC 3-4bulan Infeksi dan
reseptor IL-1 per hari penuruan jumlah
netrofil, sakit
kepala, pusing,
mual
Etarnercept Reseptor TNF 25 mg SC Hari-3 Reaksi ringan
(Enbrel) terlarut (soluble) 2x/minggu atau bulan pada tempat
50mg suntikan,
SC/minggu kontraindikasi
pada infeksi,
demyelinisasi
Infliximab Antibodi TNF 3mg/kgBB IV Hari-4 Raksi infus,
(Remicade) (chimeric) (infus pelan) bulan peningkatan risiko
pda minggu ke- infeksi termasuk
0, 2 dan 6, reaktivasi TB,
kemudian setiap gang.
8 minggu Demyelinisasi
Rituximab Antibodi anti-sel 1000mg setiap 2 3 Reaksi infus,
(Rituxan, B (CD20) minggu x 2 bulan** aritmia, jantung,
Mabthera) dosis hipertensi, infeksi,
reaktivitas
hepatitis B,
sitopenia, reaksi
hipersensitivitas
Abatacept Hambat 10 mg/kgBB 6 Raksi infus,
(Orencia) :aktivitas sel T (500, 750, atau bulan** infeksi, reaksi
(costimulation 1000mg) hipersensitivitas,
blockers) eksaserbasi
COPD
Belimumbab Humanized 1mg, 4mg, atau 24 Uji klinis fase II
monoclonal 10 mg/kgBB IV minggu*
antibodi pada hari ke 0, *
terhadap B- 14, 28 hari
lymphocyte selama 24
stimulator minggu
(BlyS)
Tocilizumab Anti-IL-6 4 Mg / 8mg 24 Uji klinis fase II
(Actemra TM) receptor MAb infus setiap 4 minggu* (option trial)
minggu *
Ocrelizumab Humanized anti- 10mg, 50mg, 4 Uji klinis fase II
CD20 antibody 200mg, 500mg, minggu*
1000mg infus *
pada hari 1 dan
15
1. MTX + hidroksiklorokuin,
2. MTX + hidroksiklorokuin + sulfasalaxine,
3. MTX + sulfasalazine + prednisolone,
4. MTX+ leflunomid
5. MTX+ infliximab
6. MTX+ etanercept
7. MTX+ adalimumab
8. MTX+ anakinra
9. MTX+ rituximab
10. MTX+ inhibitor TNF (lebih efektif dan lebih mahal) (Suarjana,
2009).