Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN STUDI KASUS KONSELING

Oleh:

SULTAN SAHRIR
NIM. B53213070

Dosen Pembimbing

Dr. Agus Santoso, S.Ag., M.Si


Dra. Psi. Mierrina, M.Si
Mohamad Thohir, M.Pd.I

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2017

1
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan taufik-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Penelitiian Lapangan dengan judul “TERAPI
REALITAS UNTUK TAHANAN ANAK KASUS PENCURIAN DI RUTAN KLAS I
SURABAYA”. Penulis menyadari bahwa laporan studi kasus ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharap saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi
perbaikan selanjutnya. Atas tersusunnya laporan ini tentu tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Agus Santoso selaku Kepala Prodi BKI yang telah membimbing pada
penyelesaian Penelitian ini.
2. Ibu Merrina selaku dosen yang selalu memberikan arahan dan bimbingan pada
Penyelesaian ini.
3. Bapak Mohamad Thohir selaku dosen yang selalu memberikan arahan dan
bimbingan pada Penyelesaian ini.

Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
mendapat ridho Allah SWT. Amin ya Rabbal Alamiin.

Surabaya, 09 November 2016

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER........................................................................................................... 1

KATA PENGANTAR ................................................................................... 2

DAFTAR ISI ................................................................................................. 3

BAB I PROSES KONSELING...................................................................... 4

A. Identitas Subyek .................................................................................... 4


B. Identifikasi Hasil Assessmen.................................................................. 12
1. Riwayat Pribadi ................................................................................ 12
2. Riwayat Pendidikan .......................................................................... 12
3. Riwayat Keluarga ............................................................................. 12
4. Riwayat Sosial .................................................................................. 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 13

A. Konsep Dasar Terapi Realitas ............................................................... 13


B. Pandangan Tentang Manusia ................................................................. 14
C. Ciri-ciri Terapi Realitas ......................................................................... 16
D. Tujuan Terapi Realitas ........................................................................... 18
E. Peran dan Fungsi Konselor .................................................................... 18
F. Teknik Terapi Realitas ........................................................................... 19
G. Tahapan-Tahapan Konseling .................................................................. 19

BAB III DIAGNOSIS & PROGNOSIS......................................................... 22

A. Diagnosa ................................................................................................ 22
B. Prognosa ................................................................................................. 23

BAB IV METODE PENDAMPINGAN ...................................................... 24

BAB V EVALUASI & FOLLOW UP ......................................................... 25

BAB VI PENUTUP......................................................................................... 26

A. Kesimpulan ............................................................................................ 26
B. Saran ...................................................................................................... 26

3
BAB I

PROSES KONSELING

A. Identitas Diri Subjek

Pada dasarnya, setiap mahasiswa yang mengikuti kegiatan Praktik Pengalaman


Kerja (PPL) di Lapas Medaeng memiliki 4-5 klien untuk pendampingan. Namun dalam
penelitian ini, klien yang menjadi fokus utama peneliti hanya 1 orang (tanpa
mengabaikan klien yang lain), yaitu Bagus. Berikut adalah identitas singkat dari semua
subjek penelitian di Rutan Klas 1 Surabaya :

Nama : Bagus Setiawan


TTL : Surabaya, 06 April 2001
Umur : 15 tahun
Alamat : Jl. Morokrembangan Gg 7 No.27 Surabaya
Kasus : Pencurian HP dan Uang
Hukuman :-
Keinginan : Ingin membahagiakan orang tua
Hobi : Bermain sepak bola
Jumlah saudara :4
Identitas Orang tua
Nama ayah : Samsul Huda
Nama ibu : Endang Mariani
Pekerjaan Orang tua
Pekerjaan ayah : Pekerja proyek / kuli bangunan
Pekerjaan ibu : Ibu rumah tangga

1. Pertemuan pertama hari Kamis, 22 September 2016


a. Observasi
Bagus merupakan tahanan anak baru, dan peneliti bertemu Bagus pada hari
ketiga pada agenda PPL dengan kasus pencurian HP. Pertemuan pertama dengan
Bagus hanya dilakukan dengan cara mengobrol santai sembari berkenalan. Diam,
duduk memojok dan selalu menunduk adalah sikap yang diperlihatkan oleh Bagus
pada awal pertemuan.

4
Pada pertemuan pertama ini, saya juga meminta Bagus untuk mengisi selembar
biodata atau identitas dirinya. Tak banyak percakapan yang keluar, hanya jawaban
singkat yang saya dapat dari pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan. Karena pada
hari itu waktu yang kami miliki juga sangat sempit dikarenakan adanya jadwal
agenda program PPL yang kami buat, yaitu program kerohanian membaca surah
yasin bersama.
2. Pertemuan kedua hari Rabu, 28 September 2016
a. Observasi

Pada pertemuan kedua ini, jadwal peneliti adalah melakukan proses konseling
dengan Bagus di kantor Bankumluh. Proses konseling berjalan selama kurang lebih
satu jam, dimulai pukul 13.30-14.30 WIB. Selama proses konseling berlangsung,
klien selalu menghindari adanya kontak mata dengan konselor. Pandangan klien
selalu mengarah ke arah lain. Dan klien merupakan pribadi yang tertutup, ia tidak
akan bersuara apabila tidak ada pertanyaan yang keluar dari konselor.

b. Wawancara

Ko : Konselor

Ki : Klien

Hasil wawancara pada tanggal 28 September, 5 dan 12 Oktober 2016

Ungkapan Verbal

Ko Siang dek, gimana kabarnya hari ini? Ayo duduk sebelah sini

Ki Baik Mas

Ko Maaf ya ganggu siang-siang, lagi tidur siang ya??

Ki Iya Mas, gapapa kok

Ko Oh ya, kamu Bagus kan? Yang kemarin gabung ke kelompok saya?

Ki Iya Mas, ada apa ya Mas?

Ko Saya cuma mau mengobrol sebentar sama Bagus, boleh?

5
Ki Iya Mas, gapapa

Ko Ngomong-ngomong, kamu masih ingat namaku ndak dek?

Ki Endak Mas

Ko Hmm kamu mah, baru juga kenalan Kamis kemarin, sekarang sudah
lupa.

Ki He-he maaf Mas

Ko Yaudah gapapa, namaku Sultan, kamu bisa panggil aku Mas Sul. Diinget
ya, nanti aku keluarin dari kelompokku loh kalo lupa lagi hehe

Ki Iya Mas, aku inget-inget.

Ko Terima kasih hehe. Oh iya Bagus tinggal sama orang tua?

Ki Iya Mas,

Ko Ayah ibu kerjanya apa dek? Terus punya berapa saudara?

Ki Ayahku kerja proyek Mas, bangunan. Ibuku dirumah aja. Aku punya 2
kakak laki-laki udah nikah, 1 adik kelas 4 SD

Ko Wah, rumahnya rame dong ya?

Ki Engga Mas, kakakku udah ga tinggal serumah lagi.

Ko Oh tinggal sama istrinya ya. Berarti Bagus anak paling tua dong di
rumah?

Ki Iya Mas, jadi di rumah tinggal aku sama adik

Ko Jagain adiknya dong ya?

Ki Iya kadang Mas, kalo ibuk lagi sibuk. Soalnya ibuk yang biasanya selalu
jagain adek aku.

Ko Oh gitu, Bagus deket dong sama ibuk?

Ki Engga Mas.

6
Ko Loh kenapa?

Ki Gapapa Mas, jarang ngobrol aja

Ko Oh gitu...

Oh ya, sudah dijenguk sama orang tua?

Ki Sudah Mas,

Ko Dibawain apa aja kamu dek?

Ki Makanan Mas, sama baju-baju

Ko Wah, makanan kesukaan kamu ya pasti? Seneng dong?

Ki Iya Mas, dibawain makanan banyak hehe

Ko Terus orang tua Bagus ngomong apa aja pas kesini?

Ki Emm ngomong gaboleh macem-macem harus baik-baik selama disini


Mas.

Ko Orang tua Bagus nangis ngga waktu jenguk Bagus disini?

Ki Iya Mas,

Ko Terus gimana perasaan Bagus pas liat orang tua Bagus nangis?

Ki Aku nyesel Mas, aku pengen pulang. Aku gak bakal nyuri lagi.

Ko Coba deh Bagus ceritain ke aku dek, kok bisa sampek Bagus masuk
kesini?

Ki Aku ambil hapenya tetanggaku Mas.

Ko Tetangga deket? Coba lebih detail lagi ceritanya

Ki Engga Mas, rumahnya agak jauh. Tapi aku sering main ke daerah sana.

Pas siang, orang-orang pada tidur, rumahnya ngga dikunci. Aku masuk
terus ambil hape yang ada di ruang depan. Terus aku pergi.

7
Ko Oh jadi gitu ceritanya. Terus kamu bisa masuk kesini gimana
kronologinya dek?

Ki Pas aku bawa hapenya, temenku pinjem terus ganti foto BBM pake
fotoku. Jadi yang punya hape tau.

Ko Oh, jadi temen kamu kira itu hape kamu, terus ganti foto profil BBM di
hape itu pake foto kamu?

Ki Iya Mas.

Ko Jadi kamu belum hapus semua isi hapenya?

Ki Iya Mas, aku gatau caranya.

Ko Kalo kamu gatau cara makeknya, kenapa ambil hape itu?

Ki Pengen aja Mas, semua temenku punya.

Ko Jadi kamu nyuri buat diri kamu sendiri?

Ki Iya Mas

Ko Oh gitu...

Jadi kamu langsung pake hape itu gitu aja. Hmm iya iya. Terus kamu
dilaporin kesini sama tetangga kamu itu?

Ki Iya Mas.

Ko Reaksi orang tua Bagus gimana?

Ki Mereka marah Mas, tapi mereka sudah minta maaf ke tetanggaku. Tapi
ditolak.

Ko Orang tua Bagus nangis ngga waktu itu?

Ki Iya Mas

8
Ko Berarti mereka sayang banget sama kamu, mereka gamau kamu kenapa-
kenapa dek, makanya mereka marah sama kamu. Tapi akhirnya mereka
tetep minta maaf kan ke tetangga kamu?

Ki Iya Mas, aku nyesel.

Ko Kalo boleh tau, ini pertama kalinya Bagus nyuri ga?

Ki Engga Mas, aku sudah beberapa kali

Ko Waaah. Berarti kamu udah sering nyuri dong?

Ki Iya Mas,

Ko Biasanya Bagus nyuri apa aja?

Ki Paling sering uang Mas

Ko Uangnya buat apa emang biasanya gus?

Ki Buat beli jajan Mas, buat main...

Ko Berarti ga ada keinginan buat bantu orang tua kayak temen kamu yang
lain di blok?

Ki Engga Mas.

Ko Hmm berarti masuk lapas juga ada hikmahnya dong? Kalo ga, kamu
gabakal stop. Iya nggak?

Ki Iya sih Mas, aku juga ngerasa nyesel banget.

Ko Semoga ini emang bener-bener dari hati kamu ya gus, Aku juga dek
doain biar setelah kejadian ini, Bagus bisa jadi anak yang lebih nurut dan
patuh sama orang tua. Engga nyusahin orang tua lagi. Kasian gus,
mereka sudah capek-capek keja buat kamu.

Ki Iya Mas, amin. Minta doanya ya Mas.

9
Ko Insya Allah, oh ya gus. Dari tadi aku perhatiin pandangan bagus kok
engga fokus ya? Terus kenapa tangannya gemeteran terus? Emm kira-
kira bagus pernah ngga pake narkoba?

Ki Iya Mas

Ko Pernah make?

Ki Iya Mas, Cuma sekali kok. Beneran. Coba-coba aja.

Waaah, kamu ini. Yasudah jangan lagi deh coba-coba. Bahaya. Niih
Ko hasilnya kamu masuk sini deh. Ngomong-ngomong sholatnya disini
gimana? Full nggak?

Ki Hehe, aku susah bangun sholat subuh Mas, sama kadang-kadang males
buat sholat isya

Ko Waah, kalo mau jadi anak soleh, sholatnya mesti 5 waktu. Diperbaiki ya,
harus bisa loh

Ki Iya Mas...

Ko Terus gus, kira-kira nanti kalo sudah keluar dari sini. Bagus udah punya
rencana kedepan ngga?

Ki Aku pengen ngelanjutin sekolah Mas di daerah rumah pamanku

Ko Loh, kok di rumah paman. Emang dimana rumahnya?

Ki Surabaya sih Mas, tapi agak jauh dari rumahku.

Ko Kenapa engga di deket-deket rumah kamu aja gus?

Ki Aku engga mau pulang Mas, aku malu sama tetangga

Ko Loh kok gitu? Gak boleh malu dong. Bagus kan cowok nih, harus berani
tanggung jawab. Paling engga kamu harus minta maaf lagi sama mereka
gus

Ki Engga Mas, aku takut. Aku ngga mau.

10
Ko Bagus sayang keluarga Bagus ga? Katanya mau jagain adek di rumah?

Ki Iya sayang Mas

Ko Kalo gitu, masa bagus lebih milih gengsi daripada orang tua bagus
sendiri? Milih jauh dari keluarga ketimbang harus minta maaf sama
tetangga itu?

Ki Tapi aku takut Mas.

Ko Gus, kalo kita sudah ngelakuin salah, kita ga boleh pergi gitu aja. Nanti
malah kita dicap jelek sama mereka. Kita harus hadapi mereka, kamu
minta maaf dan tunjukkin kalo Bagus setelah keluar dari sini jadi bagus
yang lebiiiih baik dari sebelumnya. Tunjukkin kalo kamu sudah berubah
dan taubat. Demi orang tua

Ki Insya Allah deh Mas.

Ko Nah gitu dong, harus berani coba. Itu baru Bagus adek akuuu. Tambah
pinteer deh hehehe

Ki Hehehe makasih ya Mas...

Ko Iya sama-sama. Oke gus. Makasih ya buat waktu-waktunya. Semoga


bagus nanti bisa lebih baik. Nanti kabari Mas ya kalo sudah keluar dar
sini. Galih punya nomer telp aku gus.

Ki Siap Mas, makasih juga ya Mas. Jangan lupain aku.

Ko Okesip. Kamu juga. Makasih gus....

Ki Sama-sama Mas...

B. IDENTIFIKASI HASIL ASESEMEN


1. Riwayat Pribadi
a. Penampilan Fisik
1) Badan kurus
2) Kulit sawo matang

11
3) Tinggi
b. Penampilan Psikis
1) Introvert
2) Tidak mau menatap mata orang lain
3) Suka mojok sendirian
2. Riwayat Pendidikan
Bagus merupakan anak berusia 15 tahun yang masih duduk di kelas IX SMP
di saah satu sekolah menengah pertama swasta di Surabaya. Tahun ini seharusnya dia
mengikuti Ujian Nasional untuk kelulusan ke jenjang SMA, tetapi ia tidak bisa
melanjutkan pendidikannya untuk beberapa saat ini. Selama di sekolah, Bagus
awalnya dikenal sebagai anak yang pendiam dan penurut, tetapi pergaulan yang salah
membuat dia terjerumus ke perbuatan yang keliru.

3. Riwayat Keluarga
Bagus tinggal bersama orang tua dan ketiga saudara laki-lakinya. Ia merupakan
anak ketiga. Kehidupan keluarganya sangat sederhana karena ayah Bagus hanya
bekerja sebagai kuli bangunan, dan ibunya hanya ibu rumah tangga. Sedangkan kedua
kakak laki-lakinya juga sudah berkeluarga dan tinggal dengan keluarga masing-
masing.
4. Riwayat Sosial

Bagus lahir di Surabaya, dia berumur 15 tahun dan masih kelas IX SMP. Saat
pertama kali bertemu, dia sangat tertutup dan menolak adanya kontak mata dengan
orang sekelilingnya. Dia tinggal di lingkungan yang cukup berpengaruh dalam
masuknya Bagus kedalam Rutan ini, baik lingkungan rumah dan sekolah.

12
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Terapi Realitas

Pada dasarnya setiap individu terdorong untuk memenuhi kebutuhan dan


keinginannya, dimana kebutuhan bersifat universal pada semua individu, sementara
keinginan bersifat unik pada masing-masing individu. Adapun kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar itu tidak dimiliki sejak lahir, tetapi harus diperoleh melalui
suatu proses belajar.1 Ketika seorang dapat memenuhi apa yang diinginkan, kebutuhan
tersebut terpuaskan. Tetapi, jika apa yang diperoleh tidak sesuai dengan keinginan, maka
orang akan frustasi, dan pada akhirnya akan terus memunculkan perilaku baru sampai
keinginannya terpuaskan.

Perilaku manusia merupakan perilaku total (total behavior) terdiri dari berbuat
(doing), berfikir (thinking), merasakan (feeling), dan menunjukkan respon-respon
fisiologis (physiology). Oleh karena perilaku yang dimunculkan adalah bertujuan dan
dipilih sendiri, maka Glesser menyebutnya dengan teori kontrol.2 Realitas merupakan
rancangan yang tergolong dalam perspektif tindakan. Realitas atau kenyataan itu dapat
berwujud suatu realitas praktis, realitas sosial, atau realitas moral.3

Dalam pendekatan ini, konselor bertindak aktif, direktif, dan didaktik. Dalam
konteks ini, konselor berperan sebagai guru dan sebagai model bagi konseli. Ciri yang
khas dari pendekatan ini adalah tidak terpaku pada kejadian-kejadian di masa lalu, tetapi
lebih mendorong konseli untuk menghadapi realitas. Pendekatan ini juga tidak memberi
perhatian-perhatian pada motif-motif bawah sadar sebagaimana pandangan kaum
psikoanalisis. Pendekatan ini berpatokan pada ide sentral bahwa para individu adalah
bertanggung jawab atas tingkah laku mereka. Ide ini mendasari teori konseling yang
ditemukan oleh William Glasser yang dikenal dengan 3-R, yaitu :

1. Responsibility
Tanggung jawab diartikan sebagai kemampuan untuk dapat memenuhi dua
kebutuhan psikologis yang mendasar yaitu kebutuhan untuk dicintai dan mencintai

1
W.S. Winkel dan MM. Sri Hastuti, Bimbingan Konseling di Institusi Pendidikan, hal. 460
2
Gantina Komalasari, dkk, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT. Indeks, 2011), hal. 248
3
W.S. Winkel dan MM. Sri Hastuti, Bimbingan Konseling di Institusi Pendidikan, hal. 459

13
serta kebutuhan menghayati dirinya sebagai orang yang berharga, tetapi dengan
cara tidak merampas hak orang lain untuk memenuhi kebutuhan mereka.
2. Right
Norma dan nilai sosial yang dapat menjadi milik individu melalui
internalisasi dan transformasi.
3. Reality
Kenyataan dunia dimana individu bertingkah laku.4

B. Pandangan Tentang Manusia

Dinamika kepribadian manusia ditentukan oleh kebutuhan dasar yaitu,


kebutuhan fisiologis dan psikologis. Kebutuhan fisiologis merupakan pemenuhan
kebutuhan fisik seperti makan, minum, dan seks. Kebutuhan psikologis pula ditujukan
untuk memenuhi kepuasan psikis individu. Kedua kebutuhan dasar ini sudah terbentuk
sejak masih anak-anak.5

Dalam pendekatan ini, identitas individu dibagi menjadi dua bagian yaitu: (1)
identitas keberhasilan (success identity) dan (2) identitas kegagalan (failure identity).
Anak yang berhasil memenuhi kebutuhan psikologisnya akan mengembangkan identitas
keberhasilan dalam dirinya, sebaliknya jika gagal memnuhi kebutuhan psikologisnya
maka anak tersebut akan mengembangkan identitas gagal dalam dirinya. Glesser percaya
bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan psikologis yang secara konstan (terus-
menerus) hadir sepanjang rentang kehidupannya dan harus dipenuhi. Ketika seorang
mangalami masalah, hal tersebut disebabkan oleh satu faktor, yaitu terhambatnya
seorang dalam memenuhi kebutuhan psikologisnya.

Keterhambatan tersebut pada dasarnya karena penyangkalan terhadap realita,


yaitu kecenderungan seseorang untuk menghindari hal-hal yang tidak menyenangkan.
Mengacu pada teori hirarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow.

4
Andi Mappiare AT, Pengantar Konseling dan Psikoterapi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hal. 159
5
Namora Lumonnga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta: Prenada
Media, 2011), hal. 185

14
Glesser mendasari pandangannya tentang kebutuhan manusia untuk dicintai dan
mencintai, dan kebutuhan untuk merasa berharga bagi orang lain. Secara lebih rinci,
Glesser menjelaskan kebutuhan-kebutuhan dasar psikologis manusia, meliputi:

1. Cinta (Belonging/ Love)


Kebututuhan ini disebut Glesser sebagai identity society, yang menekankan
pentingnya hubungan personal. Sebagai manusia, kita perlu cinta dan dicintai. Kita
perlu rasa memiliki dan dimiliki. Kita harus percaya bahwa kita diterima oleh orang
lain apa adanya kita dan penerimaan ini tanpa syarat.
Kebutuhan ini oleh Glesser dibagi dalam tiga bentuk, yaitu : social
belonging, work belonging, dan family belonging.
2. Kekuasaan (Power)
Merupakan kebutuhan khusus manusia. Kebutuhan akan kekuasaan meliputi
keinginan untuk berprestasi, merasa berharga, kesuksesan dan mendapatkan
pengakuan.
3. Kesenangan (Fun)
Merupakan kebutuhan untuk merasa senang, bahagia. Kebutuhan ini muncul
sejak dini kemudian terus berkembang hingga dewasa. Kebutuhan yang
diinginkan pada setiap level usia. Misalnya berlibur untuk menghilangkan
kepenatan, bersantai, melucu, humor, dan sebagainya.
4. Kebebasan (Freedom)
Kebebasan merupakan kebutuhan untuk merasakan kebebasan atau
kemerdekaan dan tidak bergantung pada orang lain, misalnya dalam membuat
pilihan dan memutuskannya.
5. Kelangsungan Hidup (survival)
Kebutuhan untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Pada hakekatnya individu
senantiasa memandang kedepan dan berusaha untuk menjaga hidupnya dengan
cara yang menyebabkan kelanggengan (misal exercise & makan makanan yang
sehat).
Dan untuk memenuhi kebutuhannya tersebut, manusia mempunyai konsep diri
dan aktualisasi diri. Konsep diri adalah bagaimana individu menyadari dan mengenal
dirinya sendiri. Konsep diri setiap orang dapat mempengaruhi mental orang yang
bersangkutan. Jika konsep diri berbeda dengan realitas yang dialaminya maka ia akan
menimbulkan gangguan mental emosi atau neurotik.

15
Sedangkan dalam self actualization (aktualisasi diri), William Glaseer
menyebutkan bahwa merupakan kecenderungan individu untuk mengembangkan
seluruh potesinya menuju hidup yang lebih baik dan lebih harmonis sehingga mencapai
kebahagiaan dalam hidupnya.6

C. Ciri-ciri Terapi Realitas

Sekurang-kurangnya ada delapan ciri yang menentukan terapi realitas sebagai


berikut :
1. Menolak konsep tentang penyakit mental
Pendekatan ini tidak berurusan dengan diagnosis-diagnosis psikologis. Ia
mempersamakan gangguan mental dengan tingkah laku yang tidak bertanggung
jawab dan mempersamakan kesehatan mental dengan tingkah laku yang
bertanggung jawab.
2. Berfokus pada tingkah laku sekarang
Tingkah laku itu di evaluasi menurut kesesuaian dan ketidaksesuaiannya
dengan realitas yang ada. Meskipun tidak menganggap perasaan-perasaan dan
sikap-sikap itu tidak penting, terapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah
laku sekarang. Terapis realitas juga tidak bergantung pada pemahaman untuk
mengubah sikap-sikap, tetapi menekankan bahwa perubahan sikap mengikuti
perubahan tingkah laku.

3. Berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa lampau


Karena masa lampau seseorang itu telah tetap dan tidak bisa diubah, maka
yang diubah hanyalah saat sekarang dan masa yang akan datang. Kalaupun
didiskusikan tentang masa lampau dalam terapi tersebut, maka masa lampau
tersebut selalu dikaitkan dengan tingkah laku klien sekarang. Sehingga yang palin
dipentingkan adalah bagaimana konseli dapat memperoleh kesuksesan pada masa
yang akan datang.
4. Menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai.
Terapi realitas menempatkan pokok kepentingannya pada peran klien dalam
menilai kualitas tingkah lakunya sendiri dalam menentukan apa yang membantu
kegagalan yang dialaminya. Jika para klien menjadi sadar bahwa mereka tidak

6
Johan Wijaya, Psikologi Bimbingan, (Bandung: Eresco, 1988), hal. 228

16
akan memperoleh apa yang mereka inginkan dan bahwa tingkah laku mereka
merusak diri, maka ada kemungkinan yang nyata untuk terjadinya perubahan
positif, semata-mata karena menetapkan bahwa alternatif-alternatif bisa lebih baik
daripada gaya mereka sekarang yang tidak realitas.
5. Tidak menekankan transferensi.
Terapi realitas tidak memandang konsep tradisional tentang transferensi
sebagai hal yang penting. Ia memandang transferensi sebagai suatu cara bagi
terapis untuk tetap bersembunyi sebagai pribadi. Terapi ini juga mengimbau agar
para terapis menempuh cara beradanya yang sejati, yakni bahwa mereka menjadi
diri sendiri, tidak memainkan peran sebagai ayah maupun ibu klien.
6. Menekankan aspek-aspek kesadaran, bukan ketidaksadaran.
Terapi ini menekankan kekeliruan yang dilakukan oleh klien, bagaimana
tingkah laku klien sekarang hingga dia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya.
Terapi ini memeriksa kehidupan klien sekarang secara rinci dan berpegang pada
asumsi bahwa klien akan menemukan tingkah laku sadar. Oleh karenanya, terapi
ini menand askan bahwa menkankan ketaksadaran berarti mengelak dari pokok
masalah menyangkut ketidak bertanggung-jawaban klien dan memaafkan klien
atas tindakannya menghindari kenyataan.
7. Menghapus konsep pemberian hukuman
Glasser mengingatkan bahwa pemberian hukuman guna mengubah tingkah
laku tidak efektif dan bahwa hukuman untuk kegagalan melaksanakan rencana-
rencana mengakibatkan perkuatan identitas kegagalan pada klien dan perusakan
hubungan terapeutik.
8. Menekankan tanggung jawab
Menurut Glasser orang yang bertanggung jawab yaitu kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dan melakukannya dengan cara tidak
mengurangi kemampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan
mereka.7

7
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung : PT. Revika Aditama, 2013) hal.
265-268

17
D. Tujuan Terapi Realitas

Secara umum tujuan konseling realitas adalah membimbing konseli ke arah


mempelajari perilaku yang realistis dan bertanggung jawab serta mengembangkan
“identitas keberhasilan”. Konselor berkewajiban membantu konseli dalam membuat
pertimbangan-pertimbangan nilai tentang perilakunya sendiri dan dalam
merencakanakan tindakan bagi perubahannya.8 Adapun tujuan-tujuan lain dari terapi
realitas adalah sebagai berikut :

1. Menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri, supaya dapat menentukan
dan melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata.
2. Mendorong konseli agar berani bertanggungjawab serta memikul segala resiko
yang ada, sesuai dengan kemampuan dan keinginannya dalam perkembangan dan
pertumbuhannya.
3. Mengembangkan rencana-rencana nyata dan realistik dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
4. Perilaku yang sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian yang
sukses, yang dicapai dengan menanamkan nilai-nilai adanya keinginan individu
untuk mengubahnya sendiri.
5. Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran sendiri.

E. Fungsi dan Peran Konselor

Fungsi konselor pada pendekatan realitas adalah melibatkan diri dengan


konseli, bersikap direktif dan didaktik, yaitu berperan seperti guru yang mengarahkan
dan dapat saja mengkonfrontasi, sehingga konseli mampu menghadapi kenyataan. Di sini
terapis sebagai fasilitator yang membantu konseli agar bisa menilai tingkah lakunya
sendiri secara realistis.9 Ada pula yang menyebutkan bahwa tugas dasar seorang konselor
dalam proses pendekatan ini adalah :
1. Melibatkan diri dengan klien dan kemudian membuatnya menghadapi kenyataan.
2. Tidak membuat pertimbangan-pertimbangan nilai dan pututsan-putusan bagi para
klien.

8
Makmun Khirani, Psikologi Konseling, (Yogyakarta : Aswaja Pressindo , 2014), hal. 65
9
Gantina Komalasari, dkk, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT. Indeks, 2011) hal. 253

18
3. Pembimbing yang membantu klien agar bisa menilai tingkah lakunya secara
realistis.
4. Memberikan pujian apabila para klien bertindak dengan cara yang bertanggung
jawab dan menunjukkan ketidaksetujuan apabila mereka tidak bertindak demikian.
5. Berasumsi bahwa klien bisa menciptakan kebahagiannya sendiri dan bawa kunci
untuk menemukan kebahagiaan adalah penerimaan tanggung jawab.
6. Memasang batas-batas
7. Kemampuan terapis untuk terlibat dengan klien serta untuk melibatkan klien dalam
proses terapeutik dianggap paling sempurna.10

F. Teknik Terapi Realitas

Prosedur-prosedurnya difokuskan pada kekuatan dan potensi klien yang


berhubungan dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya untuk mencapai
keberhasilan dalam hidup. Dalam membantu klien untuk menciptakan identitas
keberhasilan, terapi dapat menggunakan beberapa tehnik :

1. Melibatkan diri
2. Menggunakan humor
3. Mengonfrontasikan klien dan menolak dalil apapun
4. Membantu klien dalam merumuskan rencana yang spesifik bagi tindakan
5. Bertindak sebagai model dan guru
6. Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi
7. Menggunakan “terapi kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk
mengonfrontasikan klien dengan tingkah laku yang tidak realistis.11

G. Tahapan-Tahapan Konseling

Proses konseling dalam pendekatan realitas berpedoman pada dua unsur utama,
yaitu penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif dan beberapa prosedur yang menjadi

10
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung : PT. Revika Aditama, 2013) hal. 270-
272
11
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, hal. 277

19
pedoman untuk mendorong terjadinya perubahan pada konseli. Secara praktis,
Thompson mengemukakan delapan tahap dalam konseling realitas, yaitu:12

1. Konselor menunjukkan keterlibatan dengan konseli (Be Friend)


Pada tahap ini konselor mengawali pertemuan dengan bersikap otentik,
hangat, dan menaruh perhatian pada hubungan yan sedang dibangun. Konselor
harus dapat melibatkan diri kepada konseli dengan memperlihatkan sikap hangat
dan ramah. Meskipun konseli menunjukkan ketidaksenangan, marah, atau
bersikap yang tidak berkenan, konselor harus tetap menunjukkan sikap ramah dan
sopan, tetap tenang, dan tidak mengintimidasi konseli.dalam konteks ini konseli
biasanya berharap konselor akan mendiskusikan kegagalan perilaku yang
dialaminya, dan sebaliknya, konselor lebih cenderung mendiskusikan keberhasilan
konseli.

2. Fokus pada perilaku sekarang


Tahap kedua ini merupakan eksplorasi diri bagi konseli. Konseli
mengungkapkan ketidaknyamanan yang ia rasakan dalam menghadapi
permasalahannya. Lalu konselor meminta konseli mendeskripsikan hal-hal apa saja
yang telah dilakukan dalam menghadapi kondisi tersebut. Secara rinci tahap ini
meliputi:
a. Eksplorasi picture album (keinginan), kebutuhan, dan persepsi
b. Menanyakan keinginan-keinginan konseli
c. Menanyakan apa yang benar-benar diinginkan konseli
d. Menanyakan apa yang terpikir oleh konseli tentang yang diinginkan orang lain
dari dirinya dan menanyakan bagaimana konseli melihat hal tersebut
3. Mengeksplorasi total behavior Konseli
Menanyakan apa yang dilakukan konseli (doing), yaitu konselor
menanyakan secara spesifikapa saja yang dilakukan konseli: cara pandang
konseling realitas, akar permasalahan konseli bersumber pada perilakunya bukan
pada perasaannya.

4. Konseli menilai diri sendiri atau melakukan evaluasi


Memasuki tahap keempat, konselor menanyakan kepada konseli apakah
pilihan perilakunya itu didasari oleh keyakinan bahwa hal itu baik baginya. Fungsi

12
Gantina Komalasari, dkk, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT. Indeks, 2011) hal. 244-252

20
konselor tidak untuk menilai benar atau salah perilaku konseli, tetapi
membimbing konseli untuk menilai periakunya saat ini.

5. Merencanakan tindakan yang bertanggung jawab


Tahap ketika konseli mulai menyadari bahwa perilakunya tidak
menyelesaikan masalah, dan tidak cukup menolong keadaan dirinya, dilanjutkan
dengan membuat perencanaan tindakan yang lebih bertanggung jawab.

6. Membuat Komitmen
Konselor mendorong konseli untuk merealisasikan rencana yang telah
disusunnya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan.

7. Tindak lanjut.
Merupakan tahap terakhir dalam konseling. Konselor dan konseli
mengevaluasi perkembangan yang dicapai.

21
BAB IV

DIAGNOSIS DAN PROGNOSIS

A. Diagnosa
Diagnosa yaitu langkah menetapkan kasus atau masalah yang dihadapi klien
beserta latar belakangnya. Dalam langkah ini kegiatan yang dilakukan ialah
mengumpulkan data mengadakan studi kasus dengan menggunakan teknik pengumpulan
data.

1. Penetapan Masalah
Permasalahan yang dimiliki klien adalah terbiasa melakukan tindakan yang
menyimpang dari norma dan nilai yang ada di masyarakat, yaitu mencuri untuk
memenuhi keinginannya sendiri. Pergaulan yang salah menjadi salah satu faktor
terjadinya masalah tersebut. Klien yang masih duduk di bangku kelas IX SMP ini pada
awalnya merupakan anak yang pendiam, namun disaat teman sebayanya mulai
menunjukkan gaya hidup yang berbeda darinya, membuat klien menjadi terpacu untuk
menjadi sejajar dengan teman-temannya. Ia lalu melakukan tindakan pencurian
selama berulang kali untuk memenuhi keinginannya, seperti membeli baju baru dan
jalan-jalan. Klien juga mengaku kalau ia sempat menggunakan narkoba jenis shabu-
shabu saat bergaul dengan teman-temannya.
Keluarga klien merupakan keluarga kelas menengah kebawah. Ayahnya yang
bekerja sebagai kuli bangunan dan ibunya sebagai ibu rumah tangga membuat klien
hidup dengan sederhana. Klien merupakan anak ketiga dari 4 bersaudara, ia memiliki
2 orang kakak laki-laki yang sudah menikah dan satu adik laki-laki yang berumur 10
tahun. Menjadi anak yang paling tua di rumah membuat klien harus membantu ibunya
melakukan pekerjaan rumah, karena perhatian ibunya banyak tertuju pada adiknya
yang masih kecil. Keluarga klien tidak ada yang mengetahui bahwa anaknya selama
ini sudha sering melakukan aksi pencurian dan memakai narkoba bersama teman-
temannya.
Saat ini klien menjalani hukuman di Rutan Medaeng atas tuntutan kasus
pencurian, belum dipastikan berapa lama hukuman yang harus ia terima karena saat
saya bertemu dengannya, klien belum menjalani sidang. Awal mula tertangkapnya
klien adalah saat ia mencuri handphone android milik tetangga sekitar rumahnya, dan
ia lupa tidak menghapus seluruh aplikasi yang ada di dalamnya. Ketika HP tersebut

22
dipinjam temannya, teman klien tidak sengaja mengganti foto profil pada salah satu
aplikasi chatting (BBM) dalam HP tersebut. Alhasil, klien berhasil ditangkap oleh
polisi dan akhirnya sekarang harus menjalani hukuman dalam tahanan. Saat saya
melakukan beberapa kali proses konseling, klien sempat bercerita bahwa ia tidak ingin
kembali ke rumahnya lagi karena malu dan takut. Ia ingin tinggal di rumah pamannya
yang jauh dari rumahnya sendiri.
2. Latar belakang
a. Pergaulan sehari-hari klien yang keliru
b. Keadaan ekonomi keluarga yang kurang mampu
c. Kurangnya perhatian dari keluarga
d. Kontrol diri klien yang lemah
e. Sikap religius klien yang kurang
B. Prognosa
Setelah mengetahui masalah yang dialami klien, langkah selanjutnya yang
dilakukan oleh konselor adalah prognosa, yaitu konselor mulai menetapkan bantuan atau
terapi yang cocok digunakan untuk membantu klien menyelesaikan masalanya. Dan
terapi yang dipilih konselor adalah terapi realitas, dimana terapi ini tidak terpaku pada
kejadian-kejadian yang terjadi di masa lalu, tetapi lebih mendorong konseli untuk
menghadapi realitas, dan mengubah perilaku konseli menjadi lebih bertanggung jawab,
benar, dan sesuai kenyataan.

23
BAB V
METODE PENDAMPINGAN

Metode pendampingan yaitu langkah-langkah pelaksanaan bantuan atau bimbingan


terhadap klien. Langkah ini merupakan pelaksanaan mengenai apa-apa yang sudah ditetapkan
dalam prognosa. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam pemberian terapi / treatment:
1. Mengajak konseli berkomunikasi dengan baik agar terjalin rapport diantara konselor
dan konseli
2. Menjalin trust dengan konseli melalui humor dan selalu terlibat (be friend)
3. Selalu mendengarkan dan memperhatikan setiap apa yang dibicarakan atau
diceritakan oleh konseli
4. Selalu memberikan stimulus-stimulus positif pada konseli
5. Memberikan nasihat-nasihat baik kepada konseli
6. Meluruskan cara berfikir konseli sesuai realitas yang ada
7. Mengonfrontasi ucapan konseli yang berbeda dengan kenyataan
8. Selalu memberikan pujian
9. Menerapkan teknik pengarahan langsung terhadap konseli

24
BAB VI
EVALUASI & FOLLOW UP

Dalam tahap evaluasi ini, konselor dapat melakukan konseling meskipun tidak berjalan
secara total, tetapi sudah menyadarkan diri klien sedikit demi sedikit. Konselor disini tidak
dapat mengawasi klien secara total, namun konselor mengobservasinya dalam kesehariannya.
Konselor melakukan proses konseling dengan cara memanggil klien untuk melakukan proses
konseling di ruangan Bankumluh yang ada di Lapas Medaeng Surabaya. Dalam hal ini,
konselor harus banyak berlatih dalam konseling.
Sebelum menjalin trust dengan konseli, sikap yang ditunjukkan konseli cenderung malu
duduk di pojokan, tidak mau melakukan kontak mata dengan orang baru dan selalu diam.
Namun setelah konselor melakukan proses konseling dan mulai membangun hubungan “be
friend” dengan konseli, ia mulai terbuka menceritakan semua masalahnya dan mau melakukan
kontak mata dengan konselor. Saat kunjungan ke blok pun, klien menunjukkan sikap lebih
welcome dan tidak lagi duduk memojok. Klien mulai banyak berbicara dengan teman maupun
konselor dan lebih banyak senyum. Klien juga mulai menyadari bahwa setiap dosa pasti ada
balasan, dan ia merasa masuk di lapas medaeng merupakan bentuk peringatan dari Allah
untuknya agar bertaubat.

25
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah mengetahui pembahasan secara teoritik maupun praktik langsung yang
telah dilakukan di Rumah Tahanan Klas I Surabaya, dapat di simpulkan sebgaai berikut:
1. Setelah di berikan terapi ralitas pada konseli, kondisi konseli semakin terbuka
dengan orang lain dan tidak menyendiri lagi. Sudah mulai menujukkan sikap
bersosialisasi dan berani membuat kontak mata dengan orang lain. Maka
pelaksanaan bimbingan konseling islam pada pasien tersebut di katakan cukup
berhasil.
2. Proses bimbingan dan konseling islam kepada konseli kasus pencurian yang
tertutup dan minder dengan terapi realitas di rasa sudah sesuai dengan teori yang
telah di pelajari selama ini, dan terapi tersebut sangat cocok untuk di terapkan
kepada konseli tersebut.

B. Saran
Praktik penelitian lapangan di Rumah Tahanan Klas I Surabaya sangat sesuai
dalam penerapan bimbingan konseling islam yang selama ini di pelajari di bangku
perkuliahan, terutama pada kosentrasi kemasyarakatan. Sehingga untuk Praktik
Penelitian Lapangan selanjutnya alangkah baiknya pihak program studi juga memberikan
kesempatan untuk melakukan Penelitian lagi di Rutan Klas I Surabaya, karena hal itu
akan menambah wawasan praktikum di lapangan.

26

Anda mungkin juga menyukai