Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketika menghadapi pasien kita memerlukan etika sebagai aturan berperilaku


maupun bertingkah laku. Di dalam etika keperawatan membahas dua jenis prinsip
yaitu etika dan moral. di dalam moral kita ditentukan tentang sifat baik atau
buruk, benar atau salah dan juga layak atau tidak layak. Ketika mengambil
keputusan secara etis kita harus menentukan kerangka membuat keputusan,
langkah-langkah membuat keputusan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pengambilan keputusan secara etis. Untuk itulah makalah ini dibuat agar calon
perawat mengetahui dan memahami tentang keputusan etis dan moral.

Etika berasal dari bahasa Yunani ethikos yang berarti adat istiadat atau
kebiasaan. Etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaiman
sepatutnya manusia hidup didalam masyarakat yang menyangkut aturan-aturan
atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu baik buruk,
kewajiban, dan tanggung jawab.
Moral berasal dari kata latin yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Moral
adalah perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang merupakan “standar
prilaku” dan “nilai-nilai” yang harus diperhatikan bila seseorang menjadi
anggota masyarakat dimana ia tinggal.

1
1.2 Tujuan

1. Tujuan Umum

Agar rekan – rekan mahasiswa dapat memahami etika keperawatan


tentang keputusan moral dan teori moral dalam keperawatan.

2. Tujuan khusus

Agar rekan – rekan mahasiswa dapat memahami etika keperawatan


tentang keputusan moral dan teori moral dalam keperawatan

Sub materi :

a. Memahami konsep moral dalam keperawatan.


b. erangka pembuatan keputusan.
c. langkah – langkah pembuatan keputusan.
d. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengambilan keputuan secara etis
dalam pelayanan keperawatan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Prinsip Etik

Prinsip Etik adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan


sebagai acuan bagi perilaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan
yang baik dan buruk yang merupakan suatu kewajiban dan tanggung
jawab moral.

a. Berbuat baik (Beneficience)

Beneficience berarti hanya melakukan sesuatu yang baik. Prinsip ini


berkaitan dengan kewajiban melakukan yang terbaik dan tidak merugikan
orang lain.
Tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan senantiasa
memberikan yang terbaik sehingga anggota profesi selalu bersikap untuk
meningkatkan mutu yang lebih baik dalam memberikan pelayanan.
b. Maleficience

Menghindari melakukan yang kurang atau tidak baik dan tidak disukai klien

c. Keadilan (Justice)

Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap
orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan.
Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk
terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar
untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.

3
d. Otonomi (Autonomy/Self Determination)

Prinsip otonomi didasarkan pada hak seseorang untuk membuat keputusan


sendiri.
Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat
sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus
dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap
seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak
secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu
yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi
saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang
perawatan dirinya.

e. Jujur (Veracity/Truth Telling)

Prinsip ini berkaitan dengan kewajiban untuk menyampaikan atau


mengatakan sesuatu yang benar, tidak berbohong apalagi menipu. Perawat
menerapkan prinsip ini selalu berbicara benar, terbuka dan dapat dipercaya.

f. Komitment (Fedelity/Keeping Promise)

Prinsip ini berkaitan dengan kewajiban untuk setia, loyal dengan


kesepakatan atau tanggung jawab yang diemban. Perawat akan
bertanggungjawab sungguh-sungguh terhadap tugas yang diembannya.

4
2.2 Pendekatan Etik

a. Teleologik

Pendekatan teleologik adalah suatu doktrin yang menjelaskan


fenomena dan akibatnya, dimana seseorang yang melakukan pendekatan
terhadap etika dihadapkan pada konsekuensi dan keputusan – keputusan etis.

Secara singkat, pendekatan tersebut mengemukakan tentang hal – hal


yang berkaitan dengan the end justifies the ineans ( pada akhirnya, yang
membenarkan secara hukum tindakan atau keputusan yang diambil untuk
kepentingan medis ).

Contoh : seorang perawat yang harus menghadapi kasus kebidanan


karena tidak ada bidan dan jarak untuk rujukan terlalu jauh, dapat
memberikan pertolongan sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang
dimilikinya demi keselamatan pasien.

b. Deontologi

Istilah deontologi berasal dari kata Yunani ‘deon’ yang berarti


kewajiban. Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak
sebagai buruk? deontologi menjawab : karena perbuatan pertama menjadi
kewajiban kita dan karena perbuatan kedua dilarang.

Pendekatan deontologi berarti juga aturan atau prinsip. Prinsip-prinsip


tersebut antara lain autonomy, informed consent, alokasi sumber-sumber,
dan euthanasia. Yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah
kewajiban. Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama,
sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting
Ada tiga prinsip yg harus dipenuhi :

a. Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan


berdasarkan kewajiban.

5
b. Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan
dari tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang
mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu, berarti kalaupun
tujuan tidak tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik.
c. Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang
niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada
hukum moral universal.

Bagi Kant, Hukum Moral ini dianggapnya sbg perintah tak bersyarat
(imperatif kategoris) yang berarti hukum moral ini berlaku bagi semua
orang pada segala situasi dan tempat.

Perintah Bersyarat adalah perintah yang dilaksanakan kalau orang


menghendaki akibatnya, atau kalau akibat dari tindakan itu mrpk hal yang
diinginkan dan dikehendaki oleh orang tersebut.

Perintah Tak Bersyarat adalah perintah yang dilaksanakan begitu saja


tanpa syarat apapun, yaitu tanpa mengharapkan akibatnya, atau tanpa
mempedulikan apakah akibatnya tercapai dan berguna bagi orang tersebut
atau tidak.

2.3 Konsep Moral Keperawatan

1. Pengertian moral

Secara kebahasaan perkataan moral berasal dari ungkapan bahasa latin


mores yang merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adat
kebiasaan. Dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah
penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.

6
Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu
perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik, buruk,
layak atau tidak layak, patut maupun tidak patut. (fauziah, 2012).

Moral dalam istilah dipahami juga sebagai :


a. Prinsip hidup yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk.
b. Kemampuan untuk memahami perbedaan benar dan salah.
c. Ajaran atau gambaran tentang tingkah laku yang baik

2. Memahami konsep moral dalam keperawatan

Prinsip moral merupakan masalah umum dalam melakukan sesuatu


sehingga membentuk suatu sistem etik. Prinsip moral berfungsi untuk
membuat secara spesifik apakah suatu tindakan dilarang, diperlukan atau
diizinkan dalam situasi tertentu. (John Stone, 1989 ).

Fry (1991) menjelaskan bahwa dalam praktik keperawatan, ada


beberapa konsep penting yang harus termaktub dalam standar praktik
keperawatan, diantaranya yaitu:

1. Advokasi

Istilah advokasi sering digunakan dalam konteks hokum yang berkaitan


dengan upaya melindungi hak-hak manusia bagi mereka yang tidak mampu
membela diri. Arti advokasi menurut ikatan perawat amerika/ANA (1985)
adalah “melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan dan
keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang
dilakukan oleh siapa pun”.
Fry (1987) mendefinisikan advokasi sebagai dukungan aktif terhadap
setiaphal yang memiliki penyebab/dampak penting. Definisi ini mirip dengan
yang dinyatakan oleh Gadow (1983; lih. Megan, 1989); bahwa advokasi

7
merupakan dasar falsafah dan ideal keperawatan yang melibatkan bantuan
poerawat secara aktif kepada individu untuk secara bebas untuk menentukan
nasibnya sendiri.
Posisi perawat yang mempunyai jam kerja 8 sampai 10 atau 10 jam
memungkinkanya mempunyai banyak waktu untuk mengadakan hubungan
baik dan mengetahui keunikan pasien sebagai manusia holistic sehingga
menempatkan perawat sebagai advokat pasien (curtin, 1986; lih. Megan
1989).
Pada dasarnya peran perawat sebagai advokat pasien adalah member
informasi dan member bantuan kepada pasien atas keputusan apa pun yang
dibuat pasien. Member informasi berarti menyediakan penjelasan atau
informasi sesuai dibutuhkan pasien. Memberi bantuan mengandung dua peran,
yaitu petan aksi dan petran nonaksi. Dalam menjalankan petan aksi, perawat
memberikan keyakinan kepada pasien bahwa merekan mampunyai hak dan
tanggungjawabdalam menentukan pilihan atau keputusan sendiri dan tidak
tertekan dengan pengaruh orang lain. Sedangkan peran nonaksi mengandung
arti pihak advokat seharusnya menahan diri untuk tidak mempengaruhi
keputusan pasien (Kohnke, 1982; lih. Megan 1991).
Dalam menjalankanperan sebagai advokat, perawat harus menghargai
pasien sebagai individu yang memiliki berbagai karakteristik. Dalam hal ini
perawat memberikan perlindungan terhadap martabat dan nilai-nilai
manusiawi pasien selama dalam keadaan sakit.

2. Akuntabilitas

Akuntabilitas merupakan konsep yang sangat penting dalam praktik


keperawatan. Akuntabilitas mengandung arti dapat mempertanggungjawabkan
suatu tindakan yang dilakukan dan dapat menerima konsekuensi dari tindakan
tersebut (Kozier, erb 1991).

8
Fry (1990) menyatakan bahwa akuntabilitas mengandung dua
komponenutama, yakni tanggung jawab dan tanggung gugat. Ini berarti bahwa
tindakan yang dilakukan dilihat dari praktik keperawatan, kode etik dan
undang-undang dapat dibenarkan atau abash.
Akuntabilitas adapat dipandang dalam suatu kerangkaistem hierarki,
dimulai dari tingkat individu, tingkat intuisi/professional dan tingkat social
(Sullivian, Decker, 1988; lih. Kozier Erb, 1991). Pada tingkat individu
atautingkat pasien, akuntabilitas direfleksikan dalam proses pembuatan
keputusan tigkat perawat, kompetensi, komitmen dan integritas. Pada tingkat
intuisi, akuntabilitas direfleksikan dalam pernyataan falsafah dan tujuan
bidang keperawatanatau audit keperawatan. Pada tingkat professional,
akuntabilitas direfleksikan dalam standar praktik keperawatan. Sedangkan
pada tingkat soisal, direfleksikan dalam undang-undang yng mengatur praktik
keperawatan.

3. Loyalitas

Loyalitas merupakan suatu konsep yang pelbagai segi, meliputi simpati,


pedulu dan hubungan timbal balik terhadap pihak yang secara profesional
berhubungan dengan perawat.ini berarti ada pertimbangan tentang nilai dan
tujuan orang lain sebagai nilai dan tujuan sendiri.hubungan profesional
dipertahnkan dengan cara menyasun tujuan bersama, menepati janji,
menentukan masalah dan prioritas serta mengupayakan pencapaian kepuasan
bersama (Jameton, 1984; Fry, 1991; lih. Creasia, 1991).
Loyalitas merupakan elemen pembentuk kombinasi manusia yang
memoertahankan dan memperkuat anggota masyarakat keperawatan dalam
mencapai tujuan. Dalam mempertahankan loyalitas, tidak berarti tidak terjadi
konflik. Loyalitas dapat mengancam asuhan keperawatan, bila terhadap
anggota profesi atau teman sejawat, loyalitas lebih penting dari asuhan
keperawatan.

9
Untuk mencapai kualitas asuhan keperawatan yang tinggi dan hubungan
dengan berbagai pihak yang harmonis, maka aspek loyalitas harus
dipertahankan oleh setiap perawat, baik loyalitas terhadap pasien, teman
sejawat, rumah sakit maupun profesi. Untuk mewujudkan ini, AR. Tabbner
(1981; lih. Creasia, 1991) mengajukan berbagai argumentasi.
a. Masalah pasien lain tidak boleh didiskusikan dengan pasien lain
dan perawata harus bijaksana bila informasi dari pasien harus
didiskusikan secara profesional.
b. Perawat harus menghindari pembicaraan yang tidak bermanfaat
dan berbagai persoalan, yang berkaitan dengan pasien, rumah
sakit atau pekerja rumah sakit, harus didiskusikan dengan umum
(terbuka dengan masyarakat).
c. Perawat hatus menghargai dan memberi bantuan kepada teman
sejawat. Kegagalan dalam melakukan hal ini dapat menurunkan
penghargaan dan kepercayaan masyarakat terhadap tenaga
kesehatan.
d. Pandangan masyarakat terhadap profesi keperawatan ditentukan
oleh kelakuan anggota profesi (perawat). Perawat harus
menunjukan loyalitas terhadap profesi dengan berprilaku secara
tepat pada saat bertugas.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Keperawatan sebagai suatu profesi bertanggung jawab dan bertanggung


gugat atas pelayanan/asuhan keperawatan yang diberikan.

Oleh sebab itu pemberian pelayanan/asuhan keperawatan harus


berdasarkan pada landasan hukum dan etika keperawatan. Prinsip- prinsip moral
telah banyak diuraikan dalam teori termasuk didalamnya bagaimana nilai-nilai
moral di dalam profesi keperawatan. Penerapan nilai moral professionalsangat
penting dan sesuatu yang tidak boleh ditawar lagi dan harus dilaksanakandalam
praktek keperawatan.

Dengan demikian perawat yang menerima tanggung jawab, dapat


melaksanakan asuhan keperawatan secara etis profesional. Sikap etis profesional
berarti bekerja sesuai dengan standar, melaksanakan advokasi, keadaan tersebut
akan dapat memberi jaminan bagi keselamatan pasien, penghormatan terhadap
hak-hak pasien, akan berdampak terhadap peningkatan kualitas asuhan
keperawatan.

B. Saran

1. Dalam upaya mendorong profesi keperawatan agar dapat diterima dan


dihargai oleh pasien, masyarakat atau profesi lain, maka seorang
perawat harus memanfaatkan nilai-nilai keperawatan dalam
menerapkan etika dan moral disertai komitmen yang kuat dalam
mengemban peran profesionalnya.
2. Keputusan dilema etik perlu diambil dengan hati-hati dan saling
memuaskan, maka seharusnya dibentuk komite etik disetiap Rumah
Sakit dan dilakukan pengawasan dan pengontrolan pelaksanaan etik
dalam praktek keperawatan.

11
3. Setiap perawat seharusnya mampu untuk memahami nilai moral agar
tidak melakukan kesalahan dalam bertindak.

12
DAFTAR PUSTAKA

andaners, 2011. Dilema etik. andaners.files.wordpress.com/2011/.../take-home-


exam_dilema-etik. Diperoleh tanggal 13 mei 2012.
Dra. Hj. Mimin Emi Suhaemi, 2002. Etika keperawatan. Penerbit buku
kedokteran : EGC. Jakarta.
Ismani Nila. Etika keperawatan,(2001), Widya medika L: Jakarta
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (1999, 2000). Kode Etik
Keperawatan,lambing dan Panji PPNI dan Ikrar Perawat Indonesia, Jakarta: PPNI
Kusnanto.(2004). Pengantar Profesi dan praktek keperawatan professional.EGC
: Jakarta
veritas, 2011. Etika Keperawatan: Permasalahan Etika Keperawatan.
http://makalahselamakuliah.blogspot.com/2011/11/etika-keperawatan-
permasalahan-etika.html. diperoleh tanggal 13 mei 2012.
Zubair Achmad charris,(1990),Kuliah etika,Rajawali pers :Jakarta

13

Anda mungkin juga menyukai