Makalah Kode Etik Kel.3
Makalah Kode Etik Kel.3
PENDAHULUAN
Etika berasal dari bahasa Yunani ethikos yang berarti adat istiadat atau
kebiasaan. Etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaiman
sepatutnya manusia hidup didalam masyarakat yang menyangkut aturan-aturan
atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu baik buruk,
kewajiban, dan tanggung jawab.
Moral berasal dari kata latin yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Moral
adalah perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang merupakan “standar
prilaku” dan “nilai-nilai” yang harus diperhatikan bila seseorang menjadi
anggota masyarakat dimana ia tinggal.
1
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan khusus
Sub materi :
2
BAB II
PEMBAHASAN
Menghindari melakukan yang kurang atau tidak baik dan tidak disukai klien
c. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap
orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan.
Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk
terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar
untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
3
d. Otonomi (Autonomy/Self Determination)
4
2.2 Pendekatan Etik
a. Teleologik
b. Deontologi
5
b. Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan
dari tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang
mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu, berarti kalaupun
tujuan tidak tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik.
c. Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang
niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada
hukum moral universal.
Bagi Kant, Hukum Moral ini dianggapnya sbg perintah tak bersyarat
(imperatif kategoris) yang berarti hukum moral ini berlaku bagi semua
orang pada segala situasi dan tempat.
1. Pengertian moral
6
Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu
perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik, buruk,
layak atau tidak layak, patut maupun tidak patut. (fauziah, 2012).
1. Advokasi
7
merupakan dasar falsafah dan ideal keperawatan yang melibatkan bantuan
poerawat secara aktif kepada individu untuk secara bebas untuk menentukan
nasibnya sendiri.
Posisi perawat yang mempunyai jam kerja 8 sampai 10 atau 10 jam
memungkinkanya mempunyai banyak waktu untuk mengadakan hubungan
baik dan mengetahui keunikan pasien sebagai manusia holistic sehingga
menempatkan perawat sebagai advokat pasien (curtin, 1986; lih. Megan
1989).
Pada dasarnya peran perawat sebagai advokat pasien adalah member
informasi dan member bantuan kepada pasien atas keputusan apa pun yang
dibuat pasien. Member informasi berarti menyediakan penjelasan atau
informasi sesuai dibutuhkan pasien. Memberi bantuan mengandung dua peran,
yaitu petan aksi dan petran nonaksi. Dalam menjalankan petan aksi, perawat
memberikan keyakinan kepada pasien bahwa merekan mampunyai hak dan
tanggungjawabdalam menentukan pilihan atau keputusan sendiri dan tidak
tertekan dengan pengaruh orang lain. Sedangkan peran nonaksi mengandung
arti pihak advokat seharusnya menahan diri untuk tidak mempengaruhi
keputusan pasien (Kohnke, 1982; lih. Megan 1991).
Dalam menjalankanperan sebagai advokat, perawat harus menghargai
pasien sebagai individu yang memiliki berbagai karakteristik. Dalam hal ini
perawat memberikan perlindungan terhadap martabat dan nilai-nilai
manusiawi pasien selama dalam keadaan sakit.
2. Akuntabilitas
8
Fry (1990) menyatakan bahwa akuntabilitas mengandung dua
komponenutama, yakni tanggung jawab dan tanggung gugat. Ini berarti bahwa
tindakan yang dilakukan dilihat dari praktik keperawatan, kode etik dan
undang-undang dapat dibenarkan atau abash.
Akuntabilitas adapat dipandang dalam suatu kerangkaistem hierarki,
dimulai dari tingkat individu, tingkat intuisi/professional dan tingkat social
(Sullivian, Decker, 1988; lih. Kozier Erb, 1991). Pada tingkat individu
atautingkat pasien, akuntabilitas direfleksikan dalam proses pembuatan
keputusan tigkat perawat, kompetensi, komitmen dan integritas. Pada tingkat
intuisi, akuntabilitas direfleksikan dalam pernyataan falsafah dan tujuan
bidang keperawatanatau audit keperawatan. Pada tingkat professional,
akuntabilitas direfleksikan dalam standar praktik keperawatan. Sedangkan
pada tingkat soisal, direfleksikan dalam undang-undang yng mengatur praktik
keperawatan.
3. Loyalitas
9
Untuk mencapai kualitas asuhan keperawatan yang tinggi dan hubungan
dengan berbagai pihak yang harmonis, maka aspek loyalitas harus
dipertahankan oleh setiap perawat, baik loyalitas terhadap pasien, teman
sejawat, rumah sakit maupun profesi. Untuk mewujudkan ini, AR. Tabbner
(1981; lih. Creasia, 1991) mengajukan berbagai argumentasi.
a. Masalah pasien lain tidak boleh didiskusikan dengan pasien lain
dan perawata harus bijaksana bila informasi dari pasien harus
didiskusikan secara profesional.
b. Perawat harus menghindari pembicaraan yang tidak bermanfaat
dan berbagai persoalan, yang berkaitan dengan pasien, rumah
sakit atau pekerja rumah sakit, harus didiskusikan dengan umum
(terbuka dengan masyarakat).
c. Perawat hatus menghargai dan memberi bantuan kepada teman
sejawat. Kegagalan dalam melakukan hal ini dapat menurunkan
penghargaan dan kepercayaan masyarakat terhadap tenaga
kesehatan.
d. Pandangan masyarakat terhadap profesi keperawatan ditentukan
oleh kelakuan anggota profesi (perawat). Perawat harus
menunjukan loyalitas terhadap profesi dengan berprilaku secara
tepat pada saat bertugas.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
11
3. Setiap perawat seharusnya mampu untuk memahami nilai moral agar
tidak melakukan kesalahan dalam bertindak.
12
DAFTAR PUSTAKA
13