Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keseimbangan asam basa merupakan pembicaraan yang sangat penting dalam seluruh kimia dan
dalam bidang-bidang lain seperti pertanian, biologi dan kedokteran yang mempergunakan kimia.
Titrasi yang menyangkut asam dan basa secara meluas digunakan dalam pengendalian analitik
dari banyak barang dagangan dan dioksidasi asam dan basa menggunakan pengaruhnya yang
penting terhadap proses metabolik di dalam sel hidup. Kesetimbangan asam basa seperti yang
telah diajarkan dalam kuliah kimia analitik , memberikan kepada mahasiswa yang tak
berpengalaman kesempatan untuk memperluas pengertiannya dalam keseimbangan kimia dan
untuk memperoleh kepercayaan dalam menggunakan pengertiannya terhadap soal-soal yang
beraneka warna secara luas.
Dalam menilai suatu reaksi yang harus dipakai sebagai dasar titrasi, salah satu segi terpenting
adalah sampai berapa jauh reaksi berlangsung menuju ke kelengkapan dekat pada titik ekuivalen.
Perhitungan stoikiometri tidak memperhitungkan letak keseimbangan ke arah mana suatu reaksi
kimia berkecenderungan. Dalam stoikiometri orang menghitung pendapatan maksimal dari hasil-
hasil atau pemakaian reaktan-reaktan dengan perumpamaan yang disarankan secara tertutup
bahwa reaksi berlangsung sampai lengkap, sedang dalam keadaan sebenarnya pelaksanaan
sampai lengkap mungkin diperlukan bahwa mungkin satu dari reaktan harus ada dari jumlah
yang sangat berlebihan atau satu hasil reaksi harusdiambil dari campuran. Titrimetri dengan
sifatnya yang sama umumnya merintangi suatu pemaksaan suatu reaksi sampai lengkap oleh
kelabihan reaktan yang sangat besar dan kita akan melihat bahwa dapat atau tidak dapat
tercapainya reaksi tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari aplikasi metode asidi-alkalimetri digunakan untuk membuat
senyawa obat, dan karena itu pemahaman akan asidi-alkalimetri penting untuk kita pelajari agar
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
1.2 Tujuan Percobaan
– Menentukan konsentrasi asam cuka ( CH3COOH )
– Mengetahui cara penentuan titik ekuivalen
– Mengetahui syarat-syarat untuk larutan standar primer
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Asidi alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi hidrogen yang berasal dari asam
dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral.
Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton ( asam ) dengan penerima
proton ( basa ).
H+ + OH– → H2O
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang
bersifat basa dengan menggunakan larutan asam, sebaliknya alakalimetri adalah penetapan
kadar-kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan larutan basa. Untuk
menetapkan titik akhir proses netralisasi ini digunakan indikator. Menurut W.Ostwald, indikator
adalah suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk asam atau basa yang mampu berada
dalam keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari
bentuk satu kebentuk yang lainnya pada konsentrasi H+ tertentu dan pH tertentu. Jalannya proses
titrasi netralisasi dapat diikuti dengan melihat perubahan pH larutan selama titrasi, yang
terpenting ialah perubahan pH pada saat dan disekitar titik ekuivalen karena hal ini berhubungan
erat dengan pemilihan indikator agar kesalahan titrasi sekecil-kecilnya.
Larutan asam bila direaksikan dengan larutan basa akan menghasilkan garam dan air. Sifat asam
dan sifat basa akan hilang dengan terbentuknya zat baru yang disebut garam yang memiliki sifat
berbeda dengan sifat zat asalnya. Karena hasil reaksinya adalah air yang memiliki sifat netral
yang artinya jumlah ion H+ sama dengan jumlah ion OH– maka reaksi itu disebut dengan reaksi
netralisasi atau penetralan. Pada reaksi penetralan, jumlah asam harus ekuivalen dengan jumlah
basa. Untuk itu perlu ditentukan titik ekuivalen reaksi. Titik ekuivalen adalah keadaan dimana
jumlah mol asam tepat bereaksi habis dengan jumlah mol basa. Untuk menentukan titik
ekuivalen pada reaksi asam-basa dapat digunakan indikator asam-basa. Ketepatan pemilihan
indikator merupakan syarat keberhasilan dalam menentukan titik ekuivalen. Pemilihan indikator
didasarkan atas pH larutan hasil reaksi.
Salah satu kegunaan reaksi netralisasi adalah untuk menentukan konsentrasi asam atau basa yang
tidak diketahui. Penentuan konsentrasi ini dilakukan dengan titrasi asam-basa. Titrasi adalah cara
penentuan konsentrasi suatu larutan dengan volume tertentu dengan menggunakan larutan yang
sudah diketahui konsentrasinya. Bila titrasi menyangkut titrasi asam-basa maka disebut titrasi
asidi-alkalimetri.
Asidi dan alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang
berasal dari asam lemah ( basa bebas ) dengan suatu asam standar ( asidimetri ), dan titrasi asam
yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah ( asam bebas ) dengan suatu
basa standar ( alkalimetri ). Bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk
air merupakan akibat reaksi – reaksi tersebut.
# Prinsip Dasar Titrasi
Reaksi penetralan dalam analisis titrimetri lebih dikenal sebagai reaksi asam-basa. Reaksi ini
menghasilkan larutan yang pHnya lebih netral. Secara umum metode titrimetri didasarkan pada
reaksi kimia sebagai berikut
aA + tT → Produk
dimana a molekul analit A bereaksi dengan t molekul pereaksi T, untuk menghasilkan produk
yang sifat pH-nya netral. Dalam reaksi tersebut salah satu larutan ( larutan standar ) konsentrasi
dan pH-nya telah diketahui. Saat ekuivalen mol titran sama dengan mol analitnya begitu pula
mol ekuivalennya juga berlaku sama, dengan demikian secara stoikiometri dapat ditentukan
konsentrasi larutan kedua. Dalam analisis titrimetri, sebuah reaksi harus memenuhi beberapa
persyaratan sebelum reaksi tersebut dapat dipergunakan, diantaranya :
– Reaksi itu sebaiknya diproses sesuai persamaan kimiawi tertentu dan tidak adanya reaksi
sampingan
– Reaksi itu sebaiknya diproses sampai benar-benar selesai pada titik ekuivalensi. Dengan kata
lain, konstanta kesetimbangan dari reaksi tersebut haruslah amat besar. Oleh karena itu, dapat
terjadi perubahan yang besar dalam konsentrasi titran pada titik ekivalensi.
– Diharapkan tersedia beberapa metode untuk menentukan kapan titik ekivalensi tercapai
– Diharapkan reaksi tersebut berjalan cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan hanya beberapa
menit

Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain
yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang
terlibat didalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam-basa maka disebut
titrasi asam-basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi-oksidasi, titrasi
kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembekuan reaksi kompleks dan lain sebagainya.
Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut dengan titran. Titran ditambahkan sedikit
demi sedikit ( dari dalam buret ) pada titrat ( larutan yang dititrasi ) sampai terjadi perubahan
warna indikator baik titrat maupun titran biasanya berupa larutan. Saat terjadi perubahan warna
indikator, maka titrasi dihentikan. Saat terjadi perubahan warna indikator dan titrasi dihentikan
disebut dengan titik akhir titrasidan diharapkan titik akhir sama dengan titik ekivalen. Semakin
jauh titik akhir titrasi dengan titik akhir ekivalen maka semakin besar kesalahan titrasi dan oleh
karena itu, pemilihan indikator menjadi sangant penting agar warna indikator berubah saat titik
ekivalen tercapai. Pada saat tercapai titik ekivalen maka pH-nya 7 ( netral ).
Adapun syarat zat yang bisa dijadikan standar primer :
Zat harus 100 % murni
Zat tersebut harus stabil baik pada suhu kamar ataupun pada waktu dilakukan pemanasan,
standar primer biasanya dikeringkan terlebih dahulu sebelum ditimbang
Mudah diperoleh
Biasanya zat standar primer memiliki massa molar ( Mr ) yang besar, hal ini untuk memperkecil
kesalahan pada waktu proses penimbangan. Menimbang zat dalam jumlah besar memiliki
kesalahan relatif yang lebih kecil dibanding dengan menimbang zat dalam jumlah yang kecil
Zat tersebut juga harus memenuhi persyaratan teknik titrasi
Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi. Titik dimana
reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekivalen (setara) atau titik akhir teoritis. Pada saat titik
ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan
untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titran, volume dan
konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titran. Lengkapnya titrasi, harus terdeteksi
oleh suatu perubahan.
# Prinsip Titrasi Asam Basa
Titrasi asam-basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa
berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa
dan sebaliknya. Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekivalen
( secara stoikiometri, titran dan titer habis bereaksi ). Keadaan ini disebut titik ekivalen. Adapun
cara mengetahui titik ekivalen yaitu :
Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat
plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva titrasi, titik tengah dari kurva
titrasi tersebut adalah titik ekivalen
Memakai indikator asam-basa. Indikator ditambahkan pada titran sebelum proses titrasi
dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekivalen terjadi, pada saat inilah titrasi
kita hentikan
Indikator yang dipakai dalam titrasi asam-basa adalah indikator yang perubahan warnanya
dipengaruhi oleh pH. Penambahan indikator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah
dua hingga tiga tetes. Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir dipilih sedekat
mungkin dengan titik ekivalen. Indikator yang digunakan pada titrasi asam-basa adalah asam
lemah atau basa lemah. Asam lemah dan basa lemah ini umunya senyawa organik yang memiliki
ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan warna pada indikator tersebut.
Jumlah indikator yang ditambahkan kedalam larutan yang akan dititrasi harus sesedikit mungkin,
sehingga indikator tidak mempengaruhi pH larutan, dengan demikian jumlah titran yang
diperlukan untuk terjadi perubahan warna seminimal mungkin. Umumnya dua atau tiga tetes
larutan indikator 0,1 % (b/v) diperlukan untuk keperluan titrasi. Dua tetes (0,1 mL) indikator (
0,1 % dengan berat formula 100) adalah sama dengan 0,01 ml larutan titran dengan konsentrasi
0,1 M.
Indikator asam-basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan tak terionisasi dengan
keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator phenolpthalein (pp) seperti diatas dalam
keadaan tidak terionisasi ( dalam larutan asam ) tidak akan berwarna dan akan berwarna merah
keunguan dalam keadaan terionisasi (dalam larutan basa).
Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda-beda dan akibatnya mereka
menunjukkan warna pada range pH yang berbeda. Fenolphtalein tergolong asam yang sangat
lemah dalam keadaan yang tidak terionisasi indikator tersebut tidak berwarna. Jika dalam
lingkungan basa fenolphtalein akan terionisasi lebih banyak dan memberikan warna terang
karena anionya.
Metil jingga adalah garam Na dari suatu asam sulphonic dimana didalam suatu larutan banyak
terionisasi, dan dalam lingkungan alkali anionnya memberikan warna kuning, sedangkan dalam
suasana asam metil jingga bersifat sebagai basa lemah dan mengambil ion H+, terjadi suatu
perubahan struktur dan memberikan warna merah dari ion-ionnya.
Mengingat kembali bahwa perhitungan kualitas zat dalam titrasi didasarkan pada jumlah zat
pereaksi yang tepat saling menghabiskan dengan zat tersebut. Sehingga berlaku : jumlah
ekivalen analat = jumlah ekivalen pereaksi atau ( V x N ) analat = ( V x N ) pereaksi. Maka
jumlah pereaksi harus diketahui dengan teliti sekali, sebagai berat gram ataupun sebagai larutan
dengan konsentrasi dan volume. Larutan yang diketahui dengan tepat konsentrasinya dan dipakai
sebagai pereaksi diusebut larutan standar/larutan baku, seperti dijelaskan diatas.
Telah dikemukakan, bahwa larutan NaOH dipakai untuk titrasi asam, tetapi NaOH tidak dapat
diperoleh dalam keadaan sangat murni. Oleh karena itu, konsentrasi tepatnya tidak dapat
dihitung dari beratnya NaOH yang ditimbang dan volume larutan yang dibuat walaupun kedua-
duanya dilakukan secara cermat. Larutan NaOH ini harus distandarisasi atau dibakukan terlebih
dahulu yakni ditentukan konsentrasinya yang setepatnya atau sebenarnya. Cara ini mudah untuk
standarisasi atau pembakuan ialah dengan cara titrasi, misalnya larutan NaOH itu dipakai sebagai
titran untuk menitrasi suatu larutan standar.
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat – alat
– Gelas Arloji
– Labu ukur 250 ml
– Erlenmeyer 250 ml
– Buret
– Pipet volume 10 ml
– Labu ukur 100 ml

3.1.2 Bahan – bahan


– Asam Cuka
– NaOH 0,1 N
– Indikator pp
– CH3COOH
– Tissue

3.2 Prosedur Percobaan


3.2.1 Pembakuan larutan NaOH 0,1 N dengan CH3COOH
– Diambil 10 ml larutan CH3COOH dan dimasukkan kedalam erlenmeyer
– Ditambahkan 3 tetes indikator pp kedalam erlenmeyer
– Kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N
– Dilakukan duplo dan dicatat volume penitrasi
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Perlakuan Pengamatan

– Dimasukkan 10 ml – Setelah dilakukan titrasi, yang awalnya


CH3COOH kedalam erlenmeyer larutan berwarna bening berubah menjadi
warna merah lembayung, dengan :
– Ditambahkan 3 tetes indikator
pp V1 = 3,4 ml dan V2 = 3,5 ml
– Dititrasi dengan NaOH 0,1 N Vrata-rata = V1 + V2 = 3,4 + 3,5 = 3,45 ml
– Dicatat volume NaOH 2 2
– Dilakukan duplo

4.2 Reaksi – reaksi


4.2.1 Reaksi CH3COOH dengan NaOH
CH3COOH + NaOH → CH3COONa + H2O

4.3 Perhitungan
– Menentukan konsentrasi CH3COOH
Diket : NNaOH = 0,1 N NCH3COOH = ………..?????
VNaOH = 3,45 ml VCH3COOH = 10 ml
NNaOH x VNaOH = NCH3COOH x VCH3COOH
NCH3COOH = NNaOH x VNaOH
VCH3COOH
= 0,1 N x 3,45 ml
10 ml
NCH3COOH = 3,45 x 10-2 N
Konsentrasi CH3COOH yang dapat ialah 3,45 x 10-2 N

Anda mungkin juga menyukai