Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia saat ini sedang menghadapi krisis tantangan global yang tidak ringan, maka

dari itu Indonesia berkomitmen mencapai Millenium Development Goals (MDGs) dengan

maksud manusia sebagai fokus utama program pembangunan. Dari semua target yang ingin

dicapai MDGs, khususnya tentang kinerja penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan

penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) secara global masih rendah, sehingga perlu target

dimasa mendatang pada tahun 2015 dimana AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup

dan AKB sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup. 1

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tentang angka kematian ibu

di seluruh dunia, ternyata terdapat 5 keadaan obsetrik yang menjadi penyebab kematian ibu,

yaitu perdarahan post partum, sepsis, preeklampsia-eklampsia, jalan lahir sempit dan aborsi.

Angka kejadian terjadinya preeklampsia diperkirakan 3,2% dari di setiap angka kelahiran.

Angka ini memberikan total sekitar lebih dari 4 miliar kasus per tahunnya di seluruh dunia.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh WHO tahun 2011, dengan peserta wanita yang hamil

atau wanita hamil yang mengakhiri kehamilannya di periode antara tahun 1997-2002,

terdapat sekitar 14,9% wanita meninggal dengan preeklampsia. Selain itu preeklampsia

merupakan pembunuh nomor satu penyebab kematian ibu di Amerika Latin sebanyak 25,7%,

disusul oleh Afrika dan Asia sebanyak 9,1%. Penelitian ini menjadi salah satu bukti bahwa

preeklampsia merupakan penyebab kematian ibu yang paling serius, selain perdarahan di

seluruh negara, terutama negara yang sedang berkembang.2,3

Preeklampsia/eklampsia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan

bayi di dunia khususnya negara-negara sedang berkembang. Pada negara sedang berkembang

frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3 persen sampai 0,7 persen, sedang di negara-negara
maju angka eklampsia lebih kecil, yaitu 0,05 persen sampai 0,1 persen. Di Indonesia

preeklampsia berat dan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu berkisar 1,5 persen

sampai 25 persen, sedangkan kematian bayi antara 45 persen sampai 50 persen.4

Kematian preeklampsia dan eklampsia merupakan kematian obsetrik langsung, yaitu

kematian akibat langsung dari kehamilan, persalinan atau akibat komplikasi tindakan

pertolongan sampai 42 hari pasca persalinan. Banyak faktor yang menyebabkan

meningkatnya insiden preeklamsia pada ibu hamil. Faktor risiko yang dapat meningkatkan

insiden preeklampsia antara lain mola hidatidosa, nulipara, usia kurang dari 20 tahun atau

lebih dari 35 tahun, janin lebih dari satu, multipara, hipertensi kronis, diabetes mellitus atau

penyakit ginjal. Preeklampsia/eklampsia dipengaruhi juga oleh paritas, genetik dan faktor

lingkungan.4
DAFTAR PUSTAKA

1. BAPPENAS. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium di Indonesia 2010.


Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional, Jakarta:bappenas, 2010.
2. AbouZhar, C. Global buden of maternal death and disability : “Causes of Maternal
deaths and disabilities”. British Medical Bulletin.2003; 60: 1-11.
3. WHO, 2011. Maternal and Perinatal Health.
Diakses dalam http://www.who.int/topics/maternal_health/en/, diakses 30 Mei 2018.
4. Sitti ND, Ika SA. Gambaran epidemiologi kejadian preeklampsia/eklampsia di RSU
PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2007–2009. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan.2010; 13 (4): 378–85.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.5. MANIFESTASI KLINIS 8

1. Pembengkakan pada wajah dan muka

2. Nyeri kepala yangt tidak hilang

3. Perubahan pada penglihatan

4. nyeri di kuadran atas kanan perut

5. Mual dan muntah

6. Penambahan berat badan mendadak

7. Susah bernafas

II.6 DIAGNOSIS

Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan sebagai

hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai

adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat

disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat

preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein

urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat

digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu:1

1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter

2. insufiensi ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar kreatinin

serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya

3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau adanya

nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen

4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus

6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta :

Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan adanya absent or

reversed end diastolic velocity (ARDV)

Penegakkan Diagnosis Preeklampsia Berat

Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada preeklampsia,

dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi kondisi pemberatan

preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria gejala dan kondisi yang

menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau preklampsia berat adalah salah satu

dibawah ini : 1,2

1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik

pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama

2. Atau tekanan darah Sistolik >140 mmHg atau diastolik >90 mmHg pada dua

kesempatan berjarak 4 jam dengan di antaranya pasien dalam keadaan istirahat

(kecuali terapi antihipertensi dimulai sebelum saat ini). Ditemukan pada usia

kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal.

3. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter

4. insufiensi ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar

kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya

5. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau adanya

nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen tidak responsif terhadap

pengobatan dan tidak ada diagnosis alternatif, atau keduanya.

6. Edema Paru

7. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus


8. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta:

Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan absent or reversed

end diastolic velocity (ARDV)

Sebelumnya, salah satu kriteria preeklampsia adalah proteinuria yang didefinisikan

sebagai ekskresi >300 mg protein dalam urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin minimal 0,3

(masing-masing diukur sebagai mg/dL). Metode dipstick tidak lagi disarankan untuk

diagnostik kecuali pendekatan lain tidak tersedia. Protein 1+ dianggap sebagai cut off untuk

diagnosis proteinuria. Saat ini, diagnosis preeklampsia berat tidak lagi tergantung pada

adanya proteinuria. Manajemen preeklampsia tanpa proteinuria tidak boleh ditunda. Task

Force on Hypertension in Pregnancy juga menyarankan untuk mengeliminasi kriteria

proteinuria masif, yang didefinisikan sebagai proteinuria >5 g, karena kurangnya bukti bahwa

kuantitas protein berhubungan dengan luaran kehamilan dengan preeklampsia.2

Impending eklampsia bila dijumpai tanda/ gejala berikut :3,4


1. Nyeri kepala hebat
2. Gangguan visual
3. Muntah-muntah
4. Nyeri epigastrium
5. Tekanan darah naik secara progresif
A. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik harus diketahui :5
a. Tekanan darah harus diukur dalam setiap ANC
b. Tinggi fundus harus diukur dalam setiap ANC untuk mengetahui adanya retardasi
pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion
c. Edema pada pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah dan tangan yang memberat
d. Peningkatan berat badan lebih dari 500 gram per minggu atau peningkatan berat
badan secara tiba-tiba dalam 1-2 hari.

B. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan pada wanita
dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari pemeriksaan kadar
enzim hati, hitung trombosit, kadar kreatinin serum, protein total, reduksi bilirubin,
sedimen pada urin 24 jam.
Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan juga
pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu perdarahan dan
pembekuan serta untuk mengetahui keadaan janin perlu dilakukan pemeriksaan USG.
Semua pemeriksaan ini harus dilakukan sesering mungkin untuk memantau
progresifitas penyakit.6
II.7. TATALAKSANA
(Sumber : POGI,2016)

a. Pemberian MgSO4(Magnesium Sulfat) 1

Magnesium sulfat direkomendasikan sebagai profilaksis terhadap eklampsia pada pasien

preeklampsia berat.Tujuan utama pemberian magnesium sulfat pada preeklampsia adalah

untuk mencegah dan mengurangi angka kejadian eklampsia, serta mengurangi morbiditas dan

mortalitas maternal serta perinatal.

Cara kerja magnesium sulfat belum dapat dimengerti sepenuhnya. Salah satu

mekanisme kerjanya adalah menyebabkan vasodilatasi melalui relaksasi dari otot polos,

termasuk pembuluh darah perifer dan uterus, sehingga selain sebagai antikonvulsan,

magnesium sulfat juga berguna sebagai antihipertensi dan tokolitik. Magnesium sulfat juga

berperan dalam menghambat reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) di otak, yang apabila


teraktivasi akibat asfiksia, dapat menyebabkan masuknya kalsium ke dalam neuron, yang

mengakibatkan kerusakan sel dan dapat terjadi kejang. Guideline RCOG merekomendasikan

dosis loading magnesium sulfat 4 g selama 5 – 10 menit, dilanjutkan dengan dosis

pemeliharaan 1-2 g/jam selama 24 jam post partum atau setelah kejang terakhir, kecuali

terdapat alasan tertentu untuk melanjutkan pemberian magnesium sulfat.

Pemantauan produksi urin, refleks patella, frekuensi napas dan saturasi oksigen

penting dilakukan saat memberikan magnesium sulfat. Pemberian ulang 2 g bolus dapat

dilakukan apabila terjadi kejang berulang.

Gambar 3. Pemberian MgSO4 menurut pedoman PONEK buku saku Pedoman dokter

umum dan bidan

b. Pemberian antihipertensi 1

European Society of Cardiology (ESC) guidelines 2010 merekomendasikan pemberian

antihipertensi pada tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg pada

wanita dengan hipertensi gestasional (dengan atau tanpa proteinuria), hipertensi kronik
superimposed, hipertensi gestasional, hipertensi dengan gejala atau kerusakan organ subklinis

pada usia kehamilan berapa pun.

Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi berat, atau

tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg. Target penurunan tekanan

darah adalah sistolik < 160 mmHg dan diastolik < 110 mmHg. Pemberian antihipertensi

pilihan pertama adalah nifedipin oral short acting, hidralazine dan labetalol parenteral.

Alternatif pemberian antihipertensi yang lain adalah nitogliserin, metildopa, labetalol.

- Calsium channel blocker

Nifedipin merupakan salah satu calcium channel blocker yang sudah digunakan sejak

dekade terakhir untuk mencegah persalinan preterm (tokolisis) dan sebagai antihipertensi.

Nifedipin selain berperan sebagai vasodilator arteriolar ginjal yang selektif dan bersifat

natriuretik, dan meningkatkan produksi urin. Nifedipin meningkatkan indeks kardiak yang

berguna pada preeklampsia berat. Regimen yang direkomendasikan adalah 10 mg kapsul

oral, diulang tiap 15 – 30 menit, dengan dosis maksimum 30 mg. Penggunaan berlebihan

calcium channel blocker dilaporkan dapat menyebabkan hipoksia janin dan asidosis. Hal ini

disebabkan akibat hipotensi relatif setelah pemberian calcium channel blocker.Kombinasi

nifedipin dan magnesium sulfat menyebabkan hambatan neuromuskular atau hipotensi berat,

hingga kematian maternal.

Nikardipin merupakan calcium channel blocker parenteral, yang mulai bekerja setelah 10

menit pemberian dan menurunkan tekanan darah dengan efektif dalam 20 menit (lama kerja 4

-6 jam). Dibandingkan nifedipin, nikardipin bekerja lebih selektif pada pembuluh darah di

miokardium, dengan efek samping takikardia yang lebih rendah. Laporan yang ada

menunjukkan nikardipin memperbaiki aktivitas ventrikel kiri dan lebih jarang menyebabkan

iskemia jantung. Dosis awal nikardipin yang dianjurkan melalui infus yaitu 5 mg/jam, dan

dapat dititrasi 2.5 mg/jam tiap 5 menit hingga maksimum 10 mg/jam atau hingga penurunan
tekanan arterial rata –rata sebesar 25% tercapai. Kemudian dosis dapat dikurangi dan

disesuaikan sesuai dengan respon.

- Beta-blocker

Atenolol merupakan beta-blocker kardioselektif (bekerja pada reseptor P1

dibandingkan P2). Atenolol dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, terutama pada

digunakan untuk jangka waktu yang lama selama kehamilan atau diberikan pada trimester

pertama, sehingga penggunaannya dibatasi pada keadaan pemberian anti hipertensi lainnya

tidak efektif.

- Metildopa

Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg per oral 2 atau 3 kali sehari,

dengan dosis maksimum 3 g per hari. Efek obat maksimal dicapai 4-6 jam setelah obat masuk

dan menetap selama 10-12 jam sebelum diekskresikan lewat ginjal. Alternatif lain

penggunaan metildopa adalah intra vena 250-500 mg tiap 6 jam sampai maksimum 1 g tiap 6

jam untuk krisis hipertensi.

C. Pemantauan Ibu dan Janin

Selama manajemen hamil, ibu dan janin kondisi harus sering dipantau sebagai berikut: 8

Penilaian ibu

• Tanda-tanda vital, asupan cairan, dan output urin seharusnya dipantau setidaknya setiap 8

jam

• Gejala preeklampsia berat (sakit kepala, perubahan visual, rasa sakit atau tekanan

retrosternal, sesak napas, mual dan muntah, dan epigastrium nyeri) harus dipantau setidaknya

setiap 8 jam

• Kehadiran kontraksi, pecahnya membran, sakit perut, atau perdarahan harus dipantau

setidaknya setiap 8 jam


•Pemeriksaan laboratorium (CBC dan penilaian trombosit hitungan, enzim hati, dan tingkat

kreatinin serum) harus dilakukan setiap hari. (Tes-tes ini kemudian bisa dilakukan setiap dua

hari jika mereka tetap stabil dan pasien tetap asimtomatik.)

Penilaian janin

- kick count dan NST dengan monitor kontraksi uterus setiap hari

- Profil biofisik dua kali seminggu

- Volume air ketuban

- Pertumbuhan janin serial harus dilakukan setiap 2 minggu dan Doppler arteri

umbilikalis harus dilakukan setiap 2 minggu jika dicurigai ada hambatan pertumbuhan

janin

Sumber : penatalaksaan PEB pada rawat inap10

Perawatan konservatif 10

Indikasi :

kehamilan <37 minggu tanpa disertai tanda-tanda dan gejala impending eklampsia

Tujuan :

1. Mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur kehamilan yang memenuhi syarat

janin dapat dilahirkan

2. Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu.


Perawatan Agresif:10

– Indikasi Ibu :

a. Kegagalan terapi medikamentosa : setelah 6 jam sejak dimulainya pengobatan terjadi

kenaikan desakan darah yang persisten.

b. Tanda dan gejala impending eclampsia

c. Gangguan fungsi hepar

d. Gangguan fungsi ginjal

e. Dicurigai terjadinya solutio placenta

f. Timbulnya onset partus , ketuban pecah dini, pendarahan

– Indikasi Janin :

a. Umur kehamilan ≥ 37 minggu

b. IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG

c. NST non reaktif dan profil biofisik abnormal

d. Timbulnya oligohidramnion

– Indikasi Laboratorium : Trombositopenia progresif yang menjurus ke sindroma HELLP

Penderita belum inpartu : Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop ≥ 8, Bila perlu

dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai

kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak induksi dianggap gagal dan harus disusul dengan

pembedahan cesar

– Indikasi Pembedahan cesar :

Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam

Induksi persalinan gagal


Terjadi maternal distres

Terjadi fetal distres

Bila umur kehamilan <33 minggu

Penderita sudah inpartu :

a. Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik friedman

b. Memperpendek kala II

c. Pembedahan cesar dilakukan bila terdapat maternal distress dan fetal distress

d. Primigravida dianjurkan pembedahan cesar

e. Pada sectio caesaria anestesi regional dan epidural.

f. Penatalaksanaan kala III dengan oksiosin 5 unit iv, atau 10 unit im, terutama pada

trombositopeni atau koagulopati

Indikasi untuk melahirkan Selama Pengelolaan kehamilan

Pada preeklamsia berat, persalinan biasanya dilakukan pada sekitar usia kehamilan 34

minggu. Namun, memburuknya kondisi ibu atau janin sebelum usia kehamilan ini adalah

alasan paling umum untuk melahirkan. Indikasi maternal untuk persalinan diuraikan pada

tabel dibawah ini :8

Tabel 1. Kriteria terminasi kehamilan pada PEB 1

Beberapa perubahan terbaru dalam manajemen preeklampsia, yaitu: 2


1. Waktu terminasi: Pada pasien preeklampsia tanpa tanda perburukan, dapat diterminasi

pada usia kehamilan 37 minggu lengkap.

2. Manajemen post-partum: agen antiinflamasi nonsteroid dapat meningkatkan tekanan darah

dan harus diganti dengan analgesik lain pada pasien dengan hipertensi selama lebih dari 1

hari postpartum.

Beberapa rekomendasi dalam menangani preeklampsia ataupun hipertensi dalam kehamilan:

1. Pemantauan ketat pada pasien hipertensi gestasional atau preeklampsia tanpa perburukan,

dengan penilaian serial gejala ibu dan gerakan janin (setiap hari oleh pasien), pengukuran

serial tekanan darah (dua kali seminggu), serta penilaian jumlah trombosit dan enzim hati

(mingguan)

2. Untuk pasien hipertensi gestasional, pemantauan tekanan darah setidaknya sekali seminggu

dengan penilaian proteinuria

3. Untuk pasien hipertensi gestasional ringan atau preeklampsia dengan tekanan darah terus-

menerus kurang dari 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik, obat antihipertensi tidak

disarankan.

4. Pasien hipertensi gestasional atau preeklamsia tanpa tanda perburukan tidak perlu tirah

baring.

5. Untuk pasien preeklampsia tanpa tanda perburukan, USG disarankan untuk menilai

pertumbuhan janin dan uji antenatal untuk menilai status janin.

6. Jika terdapat tanda bukti pertumbuhan janin terhambat, dianjurkan penilaian fetoplasenta

yang mencakup velocimetry arteri Doppler sebagai uji antenatal tambahan.

7. Untuk pasien preeklampsia dengan tekanan darah sistolik kurang dari 160 mmHg dan

diastolik kurang dari 110 mmHg dan tanpa gejala, magnesium sulfat untuk pencegahan

eklampsia tidak disarankan.


8. Untuk pasien preeklampsia berat pada atau di luar 34 minggu lengkap kehamilan, dan pada

kondisi ibu atau janin tidak stabil terlepas dari usia kehamilan, dianjurkan persalinan setelah

stabilisasi ibu.

9. Untuk pasien preeklampsia berat kurang dari 34 minggu lengkap kehamilan dengan

kondisi ibu dan janin stabil, dianjurkan kehamilan dilanjutkan, persalinan hanya pada fasilitas

perawatan intensif ibu dan bayi yang memadai.

10. Untuk pasien preeklampsia berat, manajemen konservatif kehamilan pada 34 minggu atau

kurang dari usia kehamilan, kortikosteroid dianjurkan untuk kematangan paru janin.

11. Untuk pasien preeklampsia dengan hipertensi berat selama kehamilan (sistolik tekanan

darah minimal 160 mmHg atau diastolik minimal 110 mmHg berkelanjutan), dianjurkan

terapi antihipertensi.

12. Untuk pasien preeklampsia, keputusan terminasi kehamilan tidak harus didasarkan pada

jumlah proteinuria atau perubahan jumlah proteinuria.

13. Untuk pasien preeklampsia berat dan janin belum viable, terminasi kehamilan dianjurkan

setelah stabilisasi ibu. Manajemen konservatif kehamilan tidak dianjurkan.

14. Kortikosteroid disarankan diberikan dan terminasi kehamilan ditangguhkan selama 48

jam jika kondisi ibu dan janin tetap stabil pada pasien preeklamsia berat dan janin viable di

usia kehamilan kurang dari 34 minggu lengkap dengan salah satu dari berikut:

„ „ Ketuban pecah dini preterm

„ „ In partu

„ „ Jumlah trombosit rendah (<100.000)

„ „ Kadar enzim hati abnormal terus menerus (dua kali atau lebih dari nilai normal)

„ „ Pertumbuhan janin terganggu (kurang dari persentil lima)

„ „ Oligohidramnion berat (AFI <5 cm)

„ „ Reverse end diastolic pada studi Doppler arteri umbilikalis


„ „ Onset baru disfungsi ginjal

15. Kortikosteroid disarankan diberikan jika janin viable dan pada usia kehamilan kurang dari

34 minggu lengkap, tetapi terminasi kehamilan tidak dapat ditunda setelah kondisi ibu stabil

tanpa memandang usia kehamilan atau untuk pasien preeklampsia berat yang disertai:

„ „ Hipertensi berat tak terkendali

„ „ Eklampsia

„ „ Edema paru

„ „ Solusio plasenta

„ „ Disseminated intravascular coagulation

„ „ Kematian janin intrapartum

Kortikosteroid untuk menurunkan risiko RDS dan mortalitas janin serta neonatal

16. Untuk pasien preeklampsia, cara persalinan disarankan tidak perlu sesar. Cara terminasi

kehamilan harus ditentukan oleh usia kehamilan, presentasi janin, status serviks, dan kondisi

janin dan ibu.

17. Untuk pasien preeklampsia yang menjalani sesar, dianjurkan administrasi intraoperatif

magnesium sulfat secara parenteral untuk mencegah eklampsia.

18. Untuk pasien hipertensi gestasional, preeklampsia, atau preeklampsia superimposed,

tekanan darah disarankan dipantau di rumah sakit atau pengawasan rawat jalan dilakukan

minimal 72 jam post-partum, hingga 10 hari pada pasien yang bergejala.


Gambar 4. Evaluasi dan tatalaksana pada wanita dengan risiko preeklamsia rekuren 8

Tabel 2. Obat untuk kontrol cepat hipertensi berat pada kehamilan 9

II.8. PENCEGAHAN

Pemberian antioksidan vitamin C dan E dianggap tidak efektif. Suplementasi kalsium

mungkin berguna pada populasi dengan asupan kalsium yang rendah. Aspirin dosis rendah
(60 sampai 80 mg) dapat dimulai pada akhir trimester pertama mungkin sedikit mengurangi

risiko preeklampsia. Tirah baring dan pembatasan garam tidak terbukti bermanfaat.2

II.9 KOMPLIKASI

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi, yaitu :1,7

1. Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.


2. Hipofibrinogenemia
3. Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal hati
pada penderita pre-eklampsia.
4. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.
5. Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi. Perdarahan pada
retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang menunjukkan adanya
apopleksia serebri.
6. Edema paru
7. Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol umum.
Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan enzim.
8. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
9. Prematuritas
10. Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma
sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Bisa juga terjadi
anuria atau gagal ginjal.
11. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila telah mencapai
tahap eklampsia.
II.10. PROGNOSIS 7

Penentuan prognosis ibu dan janin sangat bergantung pada umur gestasi janin, ada

tidaknya perbaikan setelah perawatan, kapan dan bagaimana proses bersalin dilaksanakan,

dan apakah terjadi eklampsia. Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -

48.9%.
DAFTAR PUSTAKA

1. POGI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran diagnosis dan tata laksana pre-

eklamsia. Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan

Kedokteran Feto Maternal,2016.

2. Ganot S, Wulan AI, Tiarma UP, Febriansyah D,dkk. Diagnosis dan Tatalaksana

Preeklampsia Berat Tidak Tergantung Proteinuria. CDK.2017; 44 (8): 576-9.

3. Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 1, Jakarta: EGC, 2004.

4. Arga, J. Guick Obgyn: “PEB”. Departemen Obstetri dan Ginekologi Dr. Mohammad

Hoesin, FK UNSRI, Palembang, hal.73-77.

5. Subianto, Teguh. Prosedur Penatalaksanaan Pre-Eklampsia Berat. Di unduh dari:

(http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/07/prosedur-penatalaksanaan-pre-

eklampsia.html, diakses pada tanggal 31 Mei 2018).

6. Mansjoer, A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran : “ Komplikasi selama Kehamilan”

(edisi ke-3). Jakarta: Media Aesculapius, 2001.

7. Cunningham, F.G., dkk. Obstetri Williams : “Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan”

(edisi ke-21). Terjemahan oleh : Hartono, Suyono, Pendit. Jakarta:EGC, 2005.


8. American College of Obstetricians and Gynecologists. Hypertension in pregnancy .

Washington DC: ACOG 2013.

9. Risalina M. Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Preeklampsia. CDK.2015; 42(4):

262-6.

10. Magee LA,Helewa M, Moutquin ML,et al. Diagnosis, evaluation, and management of

the hypertensive disorders of pregnancy. J Obstet Gyneacol Can. 2008; 30(3): 1-7.

Anda mungkin juga menyukai