BAB I Bab II PEB
BAB I Bab II PEB
PENDAHULUAN
Indonesia saat ini sedang menghadapi krisis tantangan global yang tidak ringan, maka
dari itu Indonesia berkomitmen mencapai Millenium Development Goals (MDGs) dengan
maksud manusia sebagai fokus utama program pembangunan. Dari semua target yang ingin
dicapai MDGs, khususnya tentang kinerja penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan
penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) secara global masih rendah, sehingga perlu target
dimasa mendatang pada tahun 2015 dimana AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tentang angka kematian ibu
di seluruh dunia, ternyata terdapat 5 keadaan obsetrik yang menjadi penyebab kematian ibu,
yaitu perdarahan post partum, sepsis, preeklampsia-eklampsia, jalan lahir sempit dan aborsi.
Angka kejadian terjadinya preeklampsia diperkirakan 3,2% dari di setiap angka kelahiran.
Angka ini memberikan total sekitar lebih dari 4 miliar kasus per tahunnya di seluruh dunia.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh WHO tahun 2011, dengan peserta wanita yang hamil
atau wanita hamil yang mengakhiri kehamilannya di periode antara tahun 1997-2002,
terdapat sekitar 14,9% wanita meninggal dengan preeklampsia. Selain itu preeklampsia
merupakan pembunuh nomor satu penyebab kematian ibu di Amerika Latin sebanyak 25,7%,
disusul oleh Afrika dan Asia sebanyak 9,1%. Penelitian ini menjadi salah satu bukti bahwa
preeklampsia merupakan penyebab kematian ibu yang paling serius, selain perdarahan di
bayi di dunia khususnya negara-negara sedang berkembang. Pada negara sedang berkembang
frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3 persen sampai 0,7 persen, sedang di negara-negara
maju angka eklampsia lebih kecil, yaitu 0,05 persen sampai 0,1 persen. Di Indonesia
preeklampsia berat dan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu berkisar 1,5 persen
kematian akibat langsung dari kehamilan, persalinan atau akibat komplikasi tindakan
meningkatnya insiden preeklamsia pada ibu hamil. Faktor risiko yang dapat meningkatkan
insiden preeklampsia antara lain mola hidatidosa, nulipara, usia kurang dari 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun, janin lebih dari satu, multipara, hipertensi kronis, diabetes mellitus atau
penyakit ginjal. Preeklampsia/eklampsia dipengaruhi juga oleh paritas, genetik dan faktor
lingkungan.4
DAFTAR PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
7. Susah bernafas
II.6 DIAGNOSIS
hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai
adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat
urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat
2. insufiensi ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar kreatinin
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau adanya
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi kondisi pemberatan
preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria gejala dan kondisi yang
menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau preklampsia berat adalah salah satu
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama
2. Atau tekanan darah Sistolik >140 mmHg atau diastolik >90 mmHg pada dua
(kecuali terapi antihipertensi dimulai sebelum saat ini). Ditemukan pada usia
kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal.
4. insufiensi ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
5. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau adanya
nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen tidak responsif terhadap
6. Edema Paru
sebagai ekskresi >300 mg protein dalam urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin minimal 0,3
(masing-masing diukur sebagai mg/dL). Metode dipstick tidak lagi disarankan untuk
diagnostik kecuali pendekatan lain tidak tersedia. Protein 1+ dianggap sebagai cut off untuk
diagnosis proteinuria. Saat ini, diagnosis preeklampsia berat tidak lagi tergantung pada
adanya proteinuria. Manajemen preeklampsia tanpa proteinuria tidak boleh ditunda. Task
proteinuria masif, yang didefinisikan sebagai proteinuria >5 g, karena kurangnya bukti bahwa
B. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan pada wanita
dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari pemeriksaan kadar
enzim hati, hitung trombosit, kadar kreatinin serum, protein total, reduksi bilirubin,
sedimen pada urin 24 jam.
Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan juga
pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu perdarahan dan
pembekuan serta untuk mengetahui keadaan janin perlu dilakukan pemeriksaan USG.
Semua pemeriksaan ini harus dilakukan sesering mungkin untuk memantau
progresifitas penyakit.6
II.7. TATALAKSANA
(Sumber : POGI,2016)
untuk mencegah dan mengurangi angka kejadian eklampsia, serta mengurangi morbiditas dan
Cara kerja magnesium sulfat belum dapat dimengerti sepenuhnya. Salah satu
mekanisme kerjanya adalah menyebabkan vasodilatasi melalui relaksasi dari otot polos,
termasuk pembuluh darah perifer dan uterus, sehingga selain sebagai antikonvulsan,
magnesium sulfat juga berguna sebagai antihipertensi dan tokolitik. Magnesium sulfat juga
mengakibatkan kerusakan sel dan dapat terjadi kejang. Guideline RCOG merekomendasikan
pemeliharaan 1-2 g/jam selama 24 jam post partum atau setelah kejang terakhir, kecuali
Pemantauan produksi urin, refleks patella, frekuensi napas dan saturasi oksigen
penting dilakukan saat memberikan magnesium sulfat. Pemberian ulang 2 g bolus dapat
Gambar 3. Pemberian MgSO4 menurut pedoman PONEK buku saku Pedoman dokter
b. Pemberian antihipertensi 1
antihipertensi pada tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg pada
wanita dengan hipertensi gestasional (dengan atau tanpa proteinuria), hipertensi kronik
superimposed, hipertensi gestasional, hipertensi dengan gejala atau kerusakan organ subklinis
tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg. Target penurunan tekanan
darah adalah sistolik < 160 mmHg dan diastolik < 110 mmHg. Pemberian antihipertensi
pilihan pertama adalah nifedipin oral short acting, hidralazine dan labetalol parenteral.
Nifedipin merupakan salah satu calcium channel blocker yang sudah digunakan sejak
dekade terakhir untuk mencegah persalinan preterm (tokolisis) dan sebagai antihipertensi.
Nifedipin selain berperan sebagai vasodilator arteriolar ginjal yang selektif dan bersifat
natriuretik, dan meningkatkan produksi urin. Nifedipin meningkatkan indeks kardiak yang
oral, diulang tiap 15 – 30 menit, dengan dosis maksimum 30 mg. Penggunaan berlebihan
calcium channel blocker dilaporkan dapat menyebabkan hipoksia janin dan asidosis. Hal ini
nifedipin dan magnesium sulfat menyebabkan hambatan neuromuskular atau hipotensi berat,
Nikardipin merupakan calcium channel blocker parenteral, yang mulai bekerja setelah 10
menit pemberian dan menurunkan tekanan darah dengan efektif dalam 20 menit (lama kerja 4
-6 jam). Dibandingkan nifedipin, nikardipin bekerja lebih selektif pada pembuluh darah di
miokardium, dengan efek samping takikardia yang lebih rendah. Laporan yang ada
menunjukkan nikardipin memperbaiki aktivitas ventrikel kiri dan lebih jarang menyebabkan
iskemia jantung. Dosis awal nikardipin yang dianjurkan melalui infus yaitu 5 mg/jam, dan
dapat dititrasi 2.5 mg/jam tiap 5 menit hingga maksimum 10 mg/jam atau hingga penurunan
tekanan arterial rata –rata sebesar 25% tercapai. Kemudian dosis dapat dikurangi dan
- Beta-blocker
dibandingkan P2). Atenolol dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, terutama pada
digunakan untuk jangka waktu yang lama selama kehamilan atau diberikan pada trimester
pertama, sehingga penggunaannya dibatasi pada keadaan pemberian anti hipertensi lainnya
tidak efektif.
- Metildopa
Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg per oral 2 atau 3 kali sehari,
dengan dosis maksimum 3 g per hari. Efek obat maksimal dicapai 4-6 jam setelah obat masuk
dan menetap selama 10-12 jam sebelum diekskresikan lewat ginjal. Alternatif lain
penggunaan metildopa adalah intra vena 250-500 mg tiap 6 jam sampai maksimum 1 g tiap 6
Selama manajemen hamil, ibu dan janin kondisi harus sering dipantau sebagai berikut: 8
Penilaian ibu
• Tanda-tanda vital, asupan cairan, dan output urin seharusnya dipantau setidaknya setiap 8
jam
• Gejala preeklampsia berat (sakit kepala, perubahan visual, rasa sakit atau tekanan
retrosternal, sesak napas, mual dan muntah, dan epigastrium nyeri) harus dipantau setidaknya
setiap 8 jam
• Kehadiran kontraksi, pecahnya membran, sakit perut, atau perdarahan harus dipantau
kreatinin serum) harus dilakukan setiap hari. (Tes-tes ini kemudian bisa dilakukan setiap dua
Penilaian janin
- kick count dan NST dengan monitor kontraksi uterus setiap hari
- Pertumbuhan janin serial harus dilakukan setiap 2 minggu dan Doppler arteri
umbilikalis harus dilakukan setiap 2 minggu jika dicurigai ada hambatan pertumbuhan
janin
Perawatan konservatif 10
Indikasi :
kehamilan <37 minggu tanpa disertai tanda-tanda dan gejala impending eklampsia
Tujuan :
– Indikasi Ibu :
– Indikasi Janin :
d. Timbulnya oligohidramnion
Penderita belum inpartu : Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop ≥ 8, Bila perlu
dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai
kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak induksi dianggap gagal dan harus disusul dengan
pembedahan cesar
b. Memperpendek kala II
c. Pembedahan cesar dilakukan bila terdapat maternal distress dan fetal distress
f. Penatalaksanaan kala III dengan oksiosin 5 unit iv, atau 10 unit im, terutama pada
Pada preeklamsia berat, persalinan biasanya dilakukan pada sekitar usia kehamilan 34
minggu. Namun, memburuknya kondisi ibu atau janin sebelum usia kehamilan ini adalah
alasan paling umum untuk melahirkan. Indikasi maternal untuk persalinan diuraikan pada
dan harus diganti dengan analgesik lain pada pasien dengan hipertensi selama lebih dari 1
hari postpartum.
1. Pemantauan ketat pada pasien hipertensi gestasional atau preeklampsia tanpa perburukan,
dengan penilaian serial gejala ibu dan gerakan janin (setiap hari oleh pasien), pengukuran
serial tekanan darah (dua kali seminggu), serta penilaian jumlah trombosit dan enzim hati
(mingguan)
2. Untuk pasien hipertensi gestasional, pemantauan tekanan darah setidaknya sekali seminggu
3. Untuk pasien hipertensi gestasional ringan atau preeklampsia dengan tekanan darah terus-
menerus kurang dari 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik, obat antihipertensi tidak
disarankan.
4. Pasien hipertensi gestasional atau preeklamsia tanpa tanda perburukan tidak perlu tirah
baring.
5. Untuk pasien preeklampsia tanpa tanda perburukan, USG disarankan untuk menilai
6. Jika terdapat tanda bukti pertumbuhan janin terhambat, dianjurkan penilaian fetoplasenta
7. Untuk pasien preeklampsia dengan tekanan darah sistolik kurang dari 160 mmHg dan
diastolik kurang dari 110 mmHg dan tanpa gejala, magnesium sulfat untuk pencegahan
kondisi ibu atau janin tidak stabil terlepas dari usia kehamilan, dianjurkan persalinan setelah
stabilisasi ibu.
9. Untuk pasien preeklampsia berat kurang dari 34 minggu lengkap kehamilan dengan
kondisi ibu dan janin stabil, dianjurkan kehamilan dilanjutkan, persalinan hanya pada fasilitas
10. Untuk pasien preeklampsia berat, manajemen konservatif kehamilan pada 34 minggu atau
kurang dari usia kehamilan, kortikosteroid dianjurkan untuk kematangan paru janin.
11. Untuk pasien preeklampsia dengan hipertensi berat selama kehamilan (sistolik tekanan
darah minimal 160 mmHg atau diastolik minimal 110 mmHg berkelanjutan), dianjurkan
terapi antihipertensi.
12. Untuk pasien preeklampsia, keputusan terminasi kehamilan tidak harus didasarkan pada
13. Untuk pasien preeklampsia berat dan janin belum viable, terminasi kehamilan dianjurkan
jam jika kondisi ibu dan janin tetap stabil pada pasien preeklamsia berat dan janin viable di
usia kehamilan kurang dari 34 minggu lengkap dengan salah satu dari berikut:
„ „ In partu
„ „ Kadar enzim hati abnormal terus menerus (dua kali atau lebih dari nilai normal)
15. Kortikosteroid disarankan diberikan jika janin viable dan pada usia kehamilan kurang dari
34 minggu lengkap, tetapi terminasi kehamilan tidak dapat ditunda setelah kondisi ibu stabil
tanpa memandang usia kehamilan atau untuk pasien preeklampsia berat yang disertai:
„ „ Eklampsia
„ „ Edema paru
„ „ Solusio plasenta
Kortikosteroid untuk menurunkan risiko RDS dan mortalitas janin serta neonatal
16. Untuk pasien preeklampsia, cara persalinan disarankan tidak perlu sesar. Cara terminasi
kehamilan harus ditentukan oleh usia kehamilan, presentasi janin, status serviks, dan kondisi
17. Untuk pasien preeklampsia yang menjalani sesar, dianjurkan administrasi intraoperatif
tekanan darah disarankan dipantau di rumah sakit atau pengawasan rawat jalan dilakukan
II.8. PENCEGAHAN
mungkin berguna pada populasi dengan asupan kalsium yang rendah. Aspirin dosis rendah
(60 sampai 80 mg) dapat dimulai pada akhir trimester pertama mungkin sedikit mengurangi
risiko preeklampsia. Tirah baring dan pembatasan garam tidak terbukti bermanfaat.2
II.9 KOMPLIKASI
Penentuan prognosis ibu dan janin sangat bergantung pada umur gestasi janin, ada
tidaknya perbaikan setelah perawatan, kapan dan bagaimana proses bersalin dilaksanakan,
dan apakah terjadi eklampsia. Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -
48.9%.
DAFTAR PUSTAKA
1. POGI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran diagnosis dan tata laksana pre-
2. Ganot S, Wulan AI, Tiarma UP, Febriansyah D,dkk. Diagnosis dan Tatalaksana
4. Arga, J. Guick Obgyn: “PEB”. Departemen Obstetri dan Ginekologi Dr. Mohammad
(http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/07/prosedur-penatalaksanaan-pre-
262-6.
10. Magee LA,Helewa M, Moutquin ML,et al. Diagnosis, evaluation, and management of
the hypertensive disorders of pregnancy. J Obstet Gyneacol Can. 2008; 30(3): 1-7.