Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Interferensi merupakan sifat cahaya yang dapat diamati ketika perbedaan
gelombang cahaya dicampur bersamaan. Contoh interferensi adalah pelangi yang
kamu lihat dalam gelembung sabun, spektrum warna opal, dan kilauan warna dari
beberapa bulu burung. Di sebagian area pola interferensi, gelombang cahaya berada
dalam fase, dengan bukit dan lembah saling menguatkan, membentuk daerah yang
berkilau. Di daeah lain, di luar fase, dengan bukit dan lembah yang berlawanan,
membentuk daerah yang suram. Terdapat berbagai variasi cara untuk memperagakan
interferensi, pada bagian daerah yang terang maupun daerah suram, dan perbedaan
warna menggambarkan perbedaan panjang gelombang cahaya. Interferensi
menghasilkan gelombang yang berhimpit. Ketika dua bukit (titik tertinggi)
gelombang bertemu, mereka bergabung menjadi gelombang yang lebih besar. Ketika
bukit sebuah gelombang dan lembah (titik terendah) gelombang bertemu, gelombang
saling mengapuskan satu sama lain. Dengan ditemukannya sinar laser yang
mempunyai sifat koheren, maka Interferometer dapat menjadi perangkat yang sangat
berguna dalam industri.
Albert Abraham Michelson membuat dan menciptakan sebuah Interferometer.
Interferometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur panjang gelombang atau
perubahan panjang gelombang dengan ketelitian yang sangat tinggi berdasarkan
penentuan garis-garis interferensi. Interferometer merupakan perangkat yang
mengambil keuntungan dari Alam Gelombang Cahaya. Kalau cahaya itu tidak boleh
dianggap sebagai gelombang, tidak ada pola gangguan yang diamati dalam
eksperimen dapat terjadi seperti yang mereka lakukan. Pada bagian ini, bagaimana
cahaya dapat berinteraksi dan mengganggu dengan dirinya sendiri untuk
menghasilkan pinggiran ini dan pola-pola karakteristik dari gelombang tersebut
dijelaskan. Michelson mendesain sebuah interferometer menggunakan prinsip

1
membagi amplitudo gelombang cahaya menjadi dua bagian yang berintensitas sama.
Pembelahan amplitudo gelombang menjadi dua bagian dilakukan dengan
menggunakan pemecah sinar (beam splitter)dan selanjutnya direkombinasikan untuk
membentuk pola interferensi. Untuk dapat mengetahui cara mengukur panjang
gelombang cahaya dengan menggunakan interferometer Michelson sekaligus dapat
memahami pola interferensi yang terbentuk, maka dilakukanlah percobaan ini.

1.2. TUJUAN
1. Memahami prinsip kerja interferometer
2. Menentukan panjang gelombang cahaya
3. Membandingkan panjang gelombang yang diperoleh dengan menggunakan
Michelson mode dan Fabry-perot mode.

1.3. ALAT DAN BAHAN


1. Adjustable mirror 1 Buah
2. Lens 18 mmFL 1 Buah
3. Viewing screen (layar) 1 Buah
4. Componen holder 1 Buah
5. Movable mirror 1 Buah
6. Beam spiliter 1 Buah
7. compensator plate 1 Buah
8. Interferometer precision 1 Buah
9. Laser He Ne(Helium-neon) 1 Buah
10. Bangku Laser He Ne(Helium-neon) 1 Buah

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Michelson terpesona dengan masalah mengukur kecepatan cahaya pada


khususnya. Sementara di Annapolis, ia melakukan percobaan pertama dari kecepatan
cahaya, sebagai bagian dari sebuah kelas demonstrasi pada 1877, saat itu Michelson
mulai merencanakan penyempurnaan dari cermin berputar metode Leo Foucoult
untuk mengukur kecepatan cahaya, menggunakan optik ditingkatkan dan dasar yang
lebih panjang. Dia melakukan beberapa pengukuran awal menggunakan sebagian
besar peralatan seadanya pada tahun 1878 tentang waktu yang karyanya sampai pada
perhatian Simon Newcomb, direktur Kantor Nautical Almanac yang sudah maju
dalam perencanaan studi sendiri. Michelson menerbitkan hasil 299.910±50 km/s pada
tahun 1879 sebelum bergabung Newcomb di Washington DC untuk membantu
pengukuran di sana. Jadi memulai karir profesional dengan kerjasama panjang dan
persahabatan antara keduanya. Pada 1887 ia dan Edward Morley dilaksanakan yang
terkenal percobaan Michelson-Morley yang tampaknya mengesampingkan
keberadaan ether. Percobaan mereka untuk gerakan yang diharapkan Bumi relatif
terhadap aether, hipotetis cahaya medium yang seharusnya perjalanan, menghasilkan
hasil null. Terkejut, Michelson mengulangi percobaan dengan ketepatan yang lebih
besar dan lebih besar selama bertahun-tahun, namun tetap tidak menemukan
kemampuan untuk mengukur ether. Michelson-Morley yang hasilnya sangat
berpengaruh dalam komunitas fisika, Hendrik Lorentz terkemuka untuk merancang
miliknya sekarang terkenal kontraksi Lorentz persamaan sebagai sarana untuk
menjelaskan hasil nol. Dia kemudian pindah ke astronomi menggunakan
interferometer dalam pengukuran bintang, dalam mengukur diameternya dan
pemisahan bintang biner. Dia melakukan pengukuran awal dari kecepatan cahaya
yang luar biasadan pada 1881 ia menemukan interferometer untuk tujuan menemukan
efek dari gerakan bumi pada kecepatan yang diamati. Michelson bersama Profesor
EWMorley menggunakan interferometer, ditunjukkan bahwa cahaya berjalan pada

3
kecepatan konstan dalam semua sistem inersia acuan. Instrumen juga memungkinkan
jarak yang akan diukur dengan akurasi yang lebih besar dengan menggunakan
panjang gelombang cahaya. Michelson menjadi lebih tertarik pada astronomi dan
pada tahun 1920, dengan menggunakan interferensi cahaya dan versi yang sangat
berkembang dari alat sebelumnya, ia mengukur diameter bintang Betelgeuse: ini
adalah pertama penentuan ukuran bintang yang dapat dianggap sebagai akurat. Dari
tahun 1920 dan ke 1921 Michelson dan Francis G. Pease menjadi orang pertama
untuk mengukur diameter bintang selain Matahari. Mereka menggunakan
interferometer astronomi di Observatorium GunungWilson untuk mengukur diameter
bintang super-raksasa Betelgeuse. Sebuah pengaturan periskop digunakan untuk
mendapatkan murid didensified interferometer, sebuah metode kemudian diselidiki
secara rinci oleh Antoine Emile Henry Labeyrie untuk digunakan dalam
"Hypertelescopes" untuk pengukuran diameter bintang dan pemisahan bintang-
bintang biner (Anonim A, 2012).
Interferensi adalah penggabungan secara superposisi dua gelombang atau lebih
yang bertemu pada satu titik di ruang. Hasil interferensi yang berupa pola-pola frinji
dapat digunakan untuk menentukan beberapa besaran fisis yang berkaitan dengan
interferensi, misalnya panjang gelombang suatu sumber cahaya, indeks bias dan
ketebalan bahan. Untuk memahami fenomena interferensi harus berdasar pada prinsip
optika fisis, yaitu cahaya dipandang sebagai perambatan gelombang yang tiba pada
suatu titik yang bergantung pada fase dan amplitudo gelombang tersebut. Untuk
memperoleh pola-pola interferensi cahaya haruslah bersifat koheren, yaitu
gelombang-gelombang harus berasal dari satu sumber cahaya yang sama. Koherensi
dalam optika sering dicapai dengan membagi cahaya dari sumber tunggal menjadi
dua berkas atau lebih, yang kemudian dapat digabungkan untuk menghasilkan pola
interferensi (Tipler, 1991). Secara prinsip, interferensi merupakan proses superposisi
gelombang/cahaya. Interferensi terjadi apabila dua atau lebih gelombang bertemu
dalam ruang dan waktu. Satu tempat terjadinya interferensi adalah pada satu daerah

4
ruang dimana gelombang pantul dan gelombang datang bertemu. Ada syarat yang
harus dipenuhi agar terjadi interferensi, yaitu :
a. Kedua sumber cahaya harus koheren. Yaitu kedua sumber cahaya memiliki
beda fase yang selalu tetap. Sehingga kedua sumber cahaya harus memiliki frekuensi
yang sama. Beda fase dari kedua sumber cahaya ini bisa nol ,tetapi tidak harus nol.
b. Kedua sumber cahaya harus memiliki amplitudo yang hampir sama, jika
tidak interferensi yang dihasilkan kurang mencolok (Anonim B, 2012).
Suatu alat yang dirancang untuk menghasilkan interferensi dan pola-polanya
yang dihasilkan dari perbedaan panjang lintasan disebut interferometer optik.
Interferometer dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu interferometer pembagi muka
gelombang dan interferometer pembagi amplitudo. Pada pembagi muka gelombang,
muka gelombang pada berkas cahaya pertama di bagi menjadi dua, sehingga
menghasilkan dua buah berkas sinar baru yang koheren, dan ketika jatuh di layar
akan membentuk pola interferensi yang berwujud frinji gelap terang berselang-seling.
Pola terang terjadi apabila gelombang-gelombang dari kedua berkas sinar sefase
sewaktu tiba di layar (interferensi konstruktif). Sebaliknya pola gelap terjadi apabila
gelombang-gelombang dari kedua berkas sinar berlawanan fase sewaktu tiba di layar
(interferensi destruktif). Agar pola interferensi nyata, tempat garis-garis gelap terang
itu harus tetap sepanjang waktu yang berarti beda fase antara gelombang-gelombang
dari kedua celah harus tidak berubah-ubah dan hal ini hanya mungkin apabila kedua
gelombang tersebut koheren, yaitu identik bentuknya (Soedojo, 2001). Namun ada
juga yang menyatakan pembagian interferensi menjadi lebih sederhana yang
menyatakan bahwa Interferensi destruktif adalah pelemahan maksimum dua
gelombang cahaya yang mengalami interferensi sehingga menghasilkan garis gelap.
Dua gelombang ini mengalami interferensi destruktif jika beda fasenya Δφ = π, 3 π, 5
π rad atau kelipatan ganjil dari π. Beda fase ini dinyatakan dengan persamaan
Δφ = (2n-1) π, n = 1,2,3,................................................................................1
beda fase ini menunjukkan beda lintasan panjang setengah gelombang (0,5 λ)
dengan demikian interferensi konstruktif terjadi jika beda lintasannya adalah

5
kelipatan genap dari setengah panjang gelombang. Dan Interferensi konstruktif
adalah penguatan maksimum dua gelombang cahaya yang mengalami interferensi
sehingga menghasilkan garis terang. Dua gelombang ini mengalami interferensi
konstruktif jika beda fasenya Δφ = 0, 2π, 4 π, 6 π rad atau kelipatan genap dari π.
Beda fase ini dinyatakan dengan persamaan
Δφ = (2n) π, n = 0,1,2,...................................................................................2
beda fase ini menunjukkan beda lintasan panjang setengah gelombang (0,5 λ)
dengan demikian interferensi konstruktif terjadi jika beda lintasannya adalah
kelipatan genap dari setengah panjang gelombang (Anonim C, 2012).

6
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1.JenisPenelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian murni. penelitian murni
diarahkan pada pengujian teori dengan hanya sedikit atau bahkan tanpa
menghubungkan hasilnya dengan kepentingan praktikum.

3.2.WaktudanTempat
Tempat : Lab. Fisika Modern Fisika FKIP UNTAD
Waktu : Senin, 30 Oktober 2017

3.3.ProsedurKerja
A. Penyelarasan Laser
1. Meletakkan basic interferometer di atas meja laboratorium dengan tombol
micrometer menunjuk kearah yang dapat memudahkan penglihatan .
2. Mengatur alat seperti pada gambar di bawah ini

3. Mengatur movable mirror sehingga tidak menghalangi lintasan laser ke


basic interferometer base.
4. Mengatur sinar laser agar tepat menembak ketengah dari interferometer
base

7
5. Mengatur posisi movable mirror agar cahaya laser tepat menembak
ketengah layar
6. Mengatur xy agar gambar yang terbentuk pada layar seperti yang
ditunjukkan pada gambar

B. Michelson Mode
1. Memasang alat seperti yang di tunjukkan pada gambar

2. Mengatur kedudukan beam spliter dan kompensator sehingga cahaya


tepat berada di tengah layar.
3. Mengatur thumbscrews hingga cahaya yang ditampilkan pada layar
berbentuk seperti gambar berikut ini :

4. Memutar micrometer secara perlahan-lahan berlawanan arah jarum jam


sehingga jumlah fring sebanyak 20 kali
5. Mencatat penunjukkan micrometer (x1) kedalam table hasil pengamatan
6. Mengulangi langkah 4-6 sebanyak 10 kali

8
C. Fabry-Perot Mode
1. Memasang alat seperti yang di tunjukkan pada gambar

2. Mengatur adjudtable mirror sehingga cahaya berada tepat di tengah layar.


3. Mengulangi langkah 3-6 pada Michelson mode

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


A. Michelson mode
No. N 𝑿𝟎 (m) 𝑿𝟏 (m) 𝑫𝒎 (m)
1. 20 5,00 × 10−6 11,00 × 10−6 6,00 × 10−6
2. 20 11,00 × 10−6 15,00 × 10−6 4,00 × 10−6
3. 20 15,00 × 10−6 17,00 × 10−6 2,00 × 10−6
4. 20 17,00 × 10−6 19,00 × 10−6 2,00 × 10−6
5. 20 19,00 × 10−6 24,00 × 10−6 5,00 × 10−6
6. 20 24,00 × 10−6 4,00 × 10−6 5,00 × 10−6
7. 20 4,00 × 10−6 11,00 × 10−6 7,00 × 10−6
8. 20 11,00 × 10−6 17,00 × 10−6 6,00 × 10−6
9. 20 17,00 × 10−6 23,00 × 10−6 6,00 × 10−6
10. 20 23,00 × 10−6 5,00 × 10−6 7,00 × 10−6
B. Fabry-perot
No. N 𝑿𝟎 (m) 𝑿𝟏 (m) 𝑫𝒎 (m)
1. 20 15,00 × 10−6 17,00 × 10−6 2,00 × 10−6
2. 20 17,00 × 10−6 24, 00 × 10−6 7,00 × 10−6
3. 20 24,00 × 10−6 5,00 × 10−6 6,00 × 10−6
4. 20 5,00 × 10−6 12,00 × 10−6 7,00 × 10−6
5. 20 12,00 × 10−6 18,00 × 10−6 6,00 × 10−6
6. 20 18,00 × 10−6 24,00 × 10−6 6,00 × 10−6
7. 20 24,00 × 10−6 5,00 × 10−6 6,00 × 10−6
8. 20 5,00 × 10−6 13,00 × 10−6 8,00 × 10−6
9. 20 13,00 × 10−6 19,00 × 10−6 6,00 × 10−6
10. 20 19,00 × 10−6 25,00 × 10−6 6,00 × 10−6
Nst Mikrometer : 0,01 mm = 𝟏 × 10−2

10
4.2 Analisa Data

A. Michelson-mode

2𝐷𝒎
𝜆𝑛 =
𝑁

2×6,00.10−6
1. 𝜆1 = = 6.00 × 10−7 m
20
2×4,00.10−6
2. 𝜆1 = = 4. 00 × 10−7 m
20
2×2,00.10−6
3. 𝜆1 = = 2.00 × 10−7 m
20
2×2,00.10−6
4. 𝜆1 = = 2.00 × 10−7 m
20
2×5,00.10−6
5. 𝜆1 = = 5.00 × 10−7 m
20
2×5,00.10−6
6. 𝜆1 = = 5.00 × 10−7 m
20
2×7,00.10−6
7. 𝜆1 = = 7.00 × 10−7 m
20
2×6,00.10−6
8. 𝜆1 = = 6.00 × 10−7 m
20
2×6,00.10−6
9. 𝜆1 = = 6.00 × 10−7 m
20
2×7,00.10−6
10. 𝜆1 = = 7.00 × 10−7 m
20

𝛴𝜆𝑛 𝜆1 + 𝜆2 + 𝜆3 + 𝜆4 + 𝜆5 + ⋯ … … . +𝜆10
𝜆̅ = =
𝑛 10

(6,00 + 4,00 + 2,00 + 2,00 + 5,00 + 5,00 + 7,00 + 6,00 + 6,00 + 7,00)10−7
=
10

= 5,00 × 10−7 m

Presentase kesalahan:

𝜆𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 − 𝜆̅ 6,325 × 10−7 − 5,00 × 10−7


%𝜆 = | | × 100% = | | × 100% = 20,94%
𝜆𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 6,325 × 10−7

11
B. Fabry-Perot mode

2𝐷𝒎
𝜆𝑛 =
𝑁

2×2,00.10−6
1. 𝜆1 = = 2,00 × 10−7 m
20
2×7,00.10−6
2. 𝜆1 = = 7.00 × 10−7 m
20
2×6,00.10−6
3. 𝜆1 = = 6.00 × 10−7 m
20
2×7,00.10−6
4. 𝜆1 = = 7.00 × 10−7 m
20
2×6,00.10−6
5. 𝜆1 = = 6.00 × 10−7 m
20
2×6,00.10−6
6. 𝜆1 = = 6.00 × 10−7 m
20
2×6,00.10−6
7. 𝜆1 = = 6.00 × 10−7 m
20
2×8,00.10−6
8. 𝜆1 = = 8.00 × 10−7 m
20
2×6,00.10−6
9. 𝜆1 = = 6.00 × 10−7 m
20
2×6,00.10−6
10. 𝜆1 = = 6.00 × 10−7 m
20

𝛴𝜆𝑛 𝜆1 + 𝜆2 + 𝜆3 + 𝜆4 + 𝜆5 + ⋯ … … . +𝜆10
𝜆̅ = =
𝑛 10

(2,00 + 7,00 + 6,00 + 7,00 + 6,00 + 6,00 + 6,00 + 8,00 + 6,00 + 6,00)10−7
=
10

= 6,00 × 10−7 m

Presentase kesalahan:

𝜆𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 − 𝜆̅ 6,325 × 10−7 − 6,00 × 10−7


%𝜆 = | | × 100% = | | × 100% = 5,14%
𝜆𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 6,325 × 10−7

12
4.3 Pembahasan
Interferometer adalah teknik superimposisi (menempatkan satu citra di atas citra
lain) gelombang (biasanya elektromagnetik) untuk mendapatkan informasi mengenai
gelombang tersebut. Interferometer dapat digunakan untuk mengamati gejala
interferensi.

Alatinidapatdigunakanuntukmengukurpanjanggelombangsebuahgelombang.
interferometermengalamiperkembanganpesatsepertipercobaan yang dilakukanoleh
Marie Paul Auguste Charles Fabrydan Jean Baptiste Gaspard Gustave Alfred Perot.
Dimanakedutokohtersebutmelakukanpenelitianmengenai interferometer
denganmendesainulangdari interferometer Michelson secarasignifikanberupa
interferometer Fabry-Perot. Rancangandasardaridesaininiadalahterdapatdua plat
denganpermukannsejajardanjarakkedua plat dapatdiubahsertamemilikipermukaan
yang memantulkansebagiansinar. Padapercobaan kali ini interferometer yang kami
gunakanyaitu interferometer Michelson dan Fabry-Perot.

Percobaan interferometer Michelson danpercobaanFabry-Perot yang


menggunakansumbercahaya Laser He-Ne. Laser diperolehdarisingkatan ”Light
Amplification by Stimulated ofRadiation”, yaitusebuahberkascahaya yang
bersifatmonokromatikdankoheren yang diperolehdariadanyaemisiradiasi yang
terstimulasi. Interferensi adalah perpaduan dua grlombang yang mengikuti prinsip
superposisi.

Percobaan interferometer Michelson yaitu dengan meletakkan laser sejajar


dengan beam splitter dan sesuai dengan penempatan alat pada interferometer base.
sehingga ketika sinar laser mengenai beam-spetter (pemecah sinar) terjadi pemecahan
sinar laser sehingga sinar tebagi menjadi dua. Berkas sinar pertama diteruskan ke
movable mirror (cermin bergerak) dan berkas sinar yang kedua diteruskan ke
adjustable mirror (cermin penyesuaian). Kedua berkas sinar tersebut langsung
terpantulkan dan diteruskan ke beam splitter. Setengah cahaya dari movable mirror

13
yang telah terpantul deteruskan melewati beam splitter sehingga akan tampak pada
layar pinggiran lingkaran gelap terang, sama halnya pada cahaya yang telah
terpantulkan dari adjustable mirror setengah cahaya tersebut melewati beam spiller
dan ditampakkan pada layar (viewing screen).

Percobaan interferometer Fabry-Perot yaitu dengan meletakkan laser sejajar dua


cermin parsial yakni adjustable mirror dan movable mirror membentuk rongga
reflektif. Ketika laser dinyalakan cahaya melewati lensa yang diletakkan di depan
laser dan sinar memasuki rongga adjustable tampak dua sinar yang masuk. Terpantul
atau berdifraksi bolak balik diantara movabble mirror dan adjusable mirror. Setiap
difraksi cahaya sebagian sinar diteruskan / ditransmisikan setelah setiap sinar datang
telah membelah. Karena sinar selalu berpisah dari sinar tunggal maka sinar-sinar
tersebut memiliki hubungan fase konstan. Hubungan fase antara sinar ditransmisikan
tergantung pada sudut di mana masing-masing sinar memasuki rongga dan jarak
antara dua cermin. Hasilnya adalah pola pinggiran melingkar, mirip dengan pola
Michelson, tetapi dengan pinggiran yang lebih tipis, lebih cerah, dan lebih luas.
Seperti hal dengan Michelson Interferometer moveable bergerak menuju atau
menjauh dari cermin tetap maka pola pinggiran (fringe) bergeser.

14
BAB V
KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :


1. Interferometer adalah teknik superimposisi (menempatkan satu citra di atas
citra lain) gelombang elektromagnetik untuk mendapatkan informasi
mengenai gelombang tersebut.
2. Panjang gelombang cahaya dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan:

2𝐷𝑚
𝜆𝑛 =
𝑁

3. Nilai panjang gelombang yang diperoleh untuk:

o Michelson Mode :5 x 10-9m, dengan persentase kesalahan 99,9%

o Fabry perot mode : 5,812x 10-9m, dengan persentase kesalahan 99,9%

4. Dan nilai pada literature adalah 6,33 x 10-7m.

5.1.Saran

Diharapkan untuk selanjutnya yang akan melakukan percobaan ataupun meneliti


tentang percobaan ini agar dapat memperhatikan alat-alat yang akan digunakan dalam
hal ini kelengkapan alat dan kondisi alat serta cara pengamatan dan pengambilan data
adalah hal yang utama karena sangat menentukan hasil yang akan di peroleh.

15
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2012).Sejarah Interferometer.[Online].Tersedia


:http://www.scribd.com/doc/564320/Sejarah Interferometer. [31 Oktober
2017]

Solihin, Abdus. 2015. Eksperimen Fisika, Interferometer Febry-


Perot.[Online]Tersedia
:https://www.scribd.com/doc/30100435/EKSPERIMEN-FISIKA-
INTERFEROMETER-FEBRY-PEROT. [31Oktober 2017].

Tim Penyusun. (2017). Modul Praktikum Fisika Modern. Palu : Universitas


Tadulako

16

Anda mungkin juga menyukai