Anda di halaman 1dari 6

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit periodontal banyak diderita oleh semua golongan umur.


Keadaan penyakit yang berat maupun ringan menganggu penampilan kinis,
kenyamanann, hingga psikis penderitanya. Keadaan ini terdiri dari sekumpulan
penyakit dengan tanda – tanda, penyebab, perjalnan penyakit, serta respons
terhadap terapi yang hampir sama (Page, 2000). Penyakit periodontal merupakan
salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang sering dijumpai di masyarakat.
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2011, pada tahun 2010 terdapat
92.979 masyarakat yang berkunjung ke rumah sakit umum milik Kementerian
Kesehatan dan Pemerintah Daerah karena menderita penyakit periodontal (Profil
Kesehatan Indonesia, 2012). Penyakit periodontal merupakan infeksi pada rongga
mulut yang mengenai jaringan periodontal. Penyebab utama penyakit ini yaitu
mikroorganisme yang berkolonisasi di permukaan gigi (plak bakteri). Kultur
mikroorganisme (bakteri) yang ditemukan pada plak menunjukkan adanya bakteri
gram negatif tertentu pada penyakit periodontitis spesifik seperti periodontitis
kronis (Fedi dkk., 2004).
WHO juga menyebutkan bahwa penyakit periodontal merupakan
penyakit mulut yang paling sering terjadi setelah karies. Periodontitis merupakan
salah satu klasifikasi dari penyakit periodontal dimana terjadi respon host
terhadap akumulasi plak yang melekat di permukaan gigi dan gingiva pada
dentogingival junction yang mengandung berbagai mikroorganisme. Periodontitis
ditandai dengan adanya inflamasi pada jaringan periodontal dimana terlihat
kehilangan perlekatan yang agresif dan kerusakan pada tulang alveolar. Bakteri
patogen pada jaringan periodontal meliputi bakteri prevotela, porphyromonas dan
fusobacterium spp (Marsh, 2009).
Porphyromonas gingivalis merupakan bakteri berpigmen hitam gram
negatif obligat anaerob. Bakteri gram negatif memiliki lapisan-lapisan dinding sel
yang lebih kompleks dibandingkan bakteri gram positif baik secara struktur
maupun kimianya. Secara struktur, dinding bakteri gram negatif mengandung dua
lapisan eksternal pada membran sitoplasma (Murray, 2002). Dinding sel gram
negatif mengandung tiga komponen yang terletak pada lapisan luar yaitu
peptidoglikan, lipoprotein, membran luar dan lipopolisakarida. (Jawetz, 2005).
Perawatan pada penderita periodontitis kronis ialah dengan melakukan
scalling dan root planning disertai dengan terapi obat. Pemberian obat antibiotik
seperti metronidazol merupakan terapi obat yang diberikan kepada penderita
periodontitis ini. Namun, menurut Ardila dkk (2010) penggunaan antibiotik yang
kurang tepat dan berlebihan dapat mengakibatkan bakteri Porphyromonas
gingivalis resisten terhadap obat antibiotik yang telah diberikan.
Resistennya Porphyromonas gingivalis terhadap obat antibiotik
memungkinkan penggunaan obat herbal dari bahan alam menjadi salah satu
alternatif lain dalam perawatan periodontitis kronis. Penggunaan obat herbal dari
bahan alam secara umum dinilai lebih aman daripada penggunaan obat modern,
karena obat herbal sebagai obat tradisional memiliki efek samping yang relatif
lebih sedikit daripada obat modern (Sari, 2006). Salah satu tanaman yang dapat
digunakan sebagai obat tradisional adalah tanaman kersen (Prilly C, 2017).
Kersen (Muntingia calabura L.) adalah sejenis pohon sekaligus buahnya
yang kecil dan manis. Di beberapa daerah, buah ini biasa dikenal dengan nama
talok, ceri, atau baleci (Badan Ketahanan Pangan Daerah Jawa Barat, 2014).
Tanaman Kersen (Muntingia calabura L.) adalah tanaman asli Amerika Selatan
yang telah tersebar di wilayah Asia, termasuk Indonesia. Tanaman ini dapat
mencapai ketinggian lima meter dan memiliki kanopi yang rindang, sehingga
sering dijumpai di tepi jalan sebagai pohon peneduh. Masyarakat di beberapa
negara menggunakan tanaman Kersen sebagai bahan obat tradisional untuk
mengobati sakit kepala, batuk, peluruh haid, anti kejang, asam urat, dan penambah
stamina (Zakaria dkk., 2006; Isnarianti dkk., 2013). Kersen (Muntingia calabura)
adalah sejenis pohon sekaligus buahnya yang kecil dan manis. Di beberapa
daerah, buah ini biasa dikenal dengan nama talok, ceri, atau baleci (Badan
Ketahanan Pangan Daerah Jawa Barat, 2014). Kersen (Muntingia calabura L.)
merupakan spesies tunggal dari Muntingia. Di Indonesia pemanfaatan buah kersen
masih belum optimal karena dianggap tidak memiliki nilai ekonomis serta
kurangnya pengetahuan mengenai pemanfaaatannya, padahal buah ini memiliki
manfaat yang tinggi dan dapat di-konsumsi sebagai alternatif pengganti obat.
Manfaat kersen sebagai obat dapat dilihat dari kandungan kimia buah kersen.
Analisis fitokimia, ekstrak buah Kersen mengandung senyawa saponin, fenol,
steroid/triterpenoid, dan flavonoid (Yunahara, 2009).
Hasil penelitian Mucharommah dkk (2016) ekstrak etanol kulit batang dan
buah Kersen (Muntingia calabura) diketahui mengandung senyawa flavonoid,
saponin, tanin, dan polifenol. Kadar keempat senyawa tersebut dalam ekstrak
ditemukan dalam ekstrak etanol buah Kersen. Namun dari hasil penelitian Prill
dkk (2017) menyatakan uji toksisitas ekstrak metanol kulit batang kersen dengan
menggunakan menunjukkan bahwa kulit batang kersen bersifat sangat toksik.
Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari 15 atom karbon yang berfungsi
sebagai pigmen tanaman. Fungsi flavonoid yaitu meningkatkan efektifitas vitamin
C, antiinflamasi dan sebagai antibiotik. Sedangkan saponin dan tanin merupakan
golongan senyawa aktif tumbuhan yang bersifat fenol, mempunyai rasa sepat dan
memiliki aktivitas antibakteri (Noer dkk., 2018). Mekanisme kerja flavonoid
sebagai antibakteri adalah membentuk senyawa kompleks dengan protein
ekstraseluler dan terlarut sehingga dapat merusak membrane sel bakteri dan
diikuti dengan keluarnya senyawa intraseluler (Cowan, 1999; Nuria et al., 2009;
Bobbarala, 2012). Tannin memiliki aktifitas antibakteri yang berhubungan dengan
kemampuannya untuk menginaktifkan adhesin sel mikroba juga menginaktifkan
enzim, dan menggangu transport protein pada pada lapisan dalam sel (Cowan,
1994). Menurut Sari dan Sari (2011), tanin juga mempunyai target pada
polipeptida dinding sel sehingga pembentukan dinding sel menjadi kurang
sempurna. Hal ini menyebabkan sel bakteri menjadi lisis karena tekanan osmotik
maupun fisik sehingga sel bakteri akan mati. Mekanisme kerja saponin sebagai
antibakteri adalah menurunkan tegangan permukaan sehingga mengakibatkan
naiknya permeabilitas atau kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa intraseluler
akan keluar (Nuria et al., 2009). Menurut Cavalieri et al (2005) senyawa ini
berdifusi melalui membran luar dan dinding sel yang rentan, lalu mengikat
membran sitoplasma dan mengganggu dan mengurangi kestabilan itu. Hal ini
menyebabkan sitoplasma bocor keluar dari sel yang mengakibatkan kematian sel.
Agen antimikroba yang mengganggu membran sitoplasma bersifat bakterisida.
Berdasarkan uraian diatas, dengan melihat kandungan terdapat pada buah
kersen (Mutingia calabura L.) dan hasil penelitian terdahulu tertarik untuk
meneliti tentang pengaruh ekstrak buah kersen terhadap pertumbuhan P.
Gingivalis dengan konsentrasi ekstrak 100%, 75%, 50% dan 25%.

1.2 Rumusan Masalah


Masalah yang dapat dirumusakan yaitu :
1. Apakah ekstrak buah kersen (Mutingia Calabura L.) memiliki daya
antibakteri terhadap P. Gingivalis
2. Apabila mempunyai daya antibakteri, berapa konsentrasi minimal ekstrak
buah kersen (Mutingia Calabura L.) dalam menghambat pertumbuhan P.
Gingivalis?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui daya antibakteri buah kersen (Mutingia calabura L.)
terhadap pertumbuhan P. Gingivalis
2. Untuk mengetahui daya antibakteri konsentrasi minimal ekstrak buah
kersen (Mutingia Calabura L.) dalam menghambat pertumbuhan P.
Gingivalis

1.4 Manfaat penelitian


1. Dapat memberi informasi mengenai daya antibakteri buah kersen terhadap
pertumbuhan P. Gingivalis
2. Memberi alternatif bahan alami yang bersifat antibakteri pada buah kersen
dapat digunakan sebagai pengobatan alternatif untuk penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri P. Gingivalis
DAFTAR PUSTAKA
Profil kesehatan Indonesia tahun 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI;
2012.h.138.
Chuah, E. L.; Z. A. Zakaria; Z. Suhaili; S. A. Bakar; dan M. N. M. Desa. 2014.
Antimicrobial Activities of Plant Extracts against Methicillin-Susceptible and
Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus. Journal of Microbiology Research,
4 (1): 6-13.
Fedi PF, Vernino AR, Gray JL. 2004. Silabus periodonti. Alih bahasa: Amaliya.
EGC. Jakarta;.h.13-33.
Isnarianti, R.; I. A. Wahyudi; dan R. M. Puspita. 2013. Muntingia calabura L.
Leaves Extract Inhibits Glucosyltransferase Activity of Streptococcus
mutans. Journal of Dentistry Indonesia, Vol. 20(3): 59-63.
Marsh, P. D., Martin, M. V. Oral Microbiology. ed ke-5. London: Churchill
Livingstone Elsevier; 2009.
Riset Kesehatan Dasar (RIESKESDAS) 2013. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Indonesia.h. 6 [cited
2018 April 22]
Sabir A.. Aktivitas Antibakteri Flavonoid Propolis Trigona Spp. Terhadap Bakteri
Streptococcus Mutans (In Vitro). Makassar,Indonesia : Dent.J 2005, (3):
135-141
Sari LORK. 2006. Pemanfaatan obat tradisional dengan pertimbangan manfaat
dan keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian; III(1): h.6.
Sastrohamidjojo, H. 1996. Sintesis Bahan Alam. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Sitaresmi Kristiara, Daya Hambat Ekstrak Kulit Manggis (Gacinia Mangostana L)
Terhadap Pertumbuhan Bakteri Plak Supragingiva, Skripsi, 2014
(Http://Adln.Lib.Unair.Ac.Id/Files/Disk1/660/Gdlhub-Gdl-S1-2014-
Sitaresmik- 32995-5.-Abstr-K.Pdf) , Diakses 22 April 18)
Surjowardojo, P.; Sarwiyono; I. Thohari; dan A. Ridhowi. 2014. Quantitative and
Qualitative Phytochemicals Analysis of Muntingia calabura. Journal of
Biology, Agriculture and Healthcare, Vol. 4 (16): 84-88.
Yilmaz O. 2008. The chronicles of Porphyromonas gingivalis: the microbium, the
human oral epithelium and their interplay. Microbiolgy; 154: h.2897.
Yunahara, F., Setyorini, S., dan Witha, L.S., 2009, Uji Aktivitas Antioksidan pada
Buah Talok dengan Metode DPPH dan Rancimat dalam Seminar PATPI,
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta, 9-16
Zakaria, Z. A.; C. A. Fatimah; A. M. M. Jais; H. Zaiton; E. F. P. Henie; M. R.
Sulaiman; M. N. Somchit; M. Thenamutha; dan D. Kasthuri. 2006. The in vitro
Antibacterial Activity of Muntingia calabura Extracts. International Journal of
Pharmacology, Vol. 2 (4): 439-442.

Anda mungkin juga menyukai