Makalah Fitokimia 3
Makalah Fitokimia 3
DISUSUN OLEH :
SITI RAHMAWATI
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa Penulis juga
bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa itu alkaloid.
2. Mengetahui cara ekstraksi alkaloid
3. Mengetahui cara pemisahan alkaloid
4. Mengetahui cara karakterisasi alkaloid.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan asam
urat dalam hewan (salah satu pendapat yang dikemukan pertama kali,
sekarang tidak dianut lagi).
2. Beberapa alkaloid mungkin bertindak sebagai tandon penyimpanan
nitrogen meskipun banyak alkaloid ditimbun dan tidak mengalami
metabolisme lebih lanjut meskipun sangat kekurangan nitrogen.
3. Pada beberapa kasus, alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari serangan
parasit atau pemangsa tumbuhan. Meskipun dalam beberapa peristiwa
bukti
yang mendukung fungsi ini tidak dikemukakan, mungkin merupakan
konsep yang direka-reka dan bersifat ‘manusia sentris’.
4. Alkaloid dapat berlaku sebagai pengatur tumbuh, karena dari segi
struktur,
beberapa alkaloid menyerupai pengatur tumbuh. Beberapa alkaloid
merangasang perkecambahan yang lainnya menghambat.
5. Semula disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena sebagian besar
bersifat basa, dapat mengganti basa mineral dalam mempertahankan
kesetimbangan ion dalam tumbuhan. Sejalan dengan saran ini,
pengamatan menunjukkan bahwa pemberian nikotina ke biakan akar
tembakau meningkatkan pengambilan nitrat. Alkaloid dapat pula
berfungsi dengan cara pertukaran dengan kation tanah.
Sampai saat ini sangat sedikit sekali alkaloid yang ditemukan pada
tumbuhan tingkat rendah. Kemungkinan hanya satu atau dua famili dari jamur
saja yang mengandung alkaloid, seperti ergot. Pada golongan alkaloid indol,
bufotenin, juga ditemukan dalam jamur yaitu spesies Amanita mappa, selain yang
ditemukan pada tumbuhan (Piptadenia pergrina) dan katak (Bufovulgaris). Pada
garis besarnya, campuran senyawa nitrogen yang ditemukan
pada jamur dan mikroorganisme dapat dianggap sebagai alkaloid, tetapi hal ini
tidaklah biasa. Contoh lain senyawanya adalah: gliotoksin
(jamur Trichodermaviride), pyosianin (bakteri Pseudomonas aeruginosa) dan
erythromisin hasil dari Streptomyces (Ikan, 1969). Semua alkaloid mengandung
paling sedikit sebuah nitrogen yang biasanya bersifat basa dan dalam sebagian
besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Batasan
mengenai alkaloid seperti dinyatakan di atas perlu dikaji dengan hati-hati. Karena
banyak senyawa heterosiklik nitrogen lain yang ditemukan di alam bukan
termasuk alkaloid. Misalnya pirimidin dan asam nukleat, yang kesemuanya itu
tidak pernah dinyatakan sebagai alkaloid (Achmad, 1986).
Sampai saat ini sangat sedikit sekali alkaloid yang ditemukan pada
tumbuhan tingkat rendah. Kemungkinan hanya satu atau dua famili dari jamur
saja yang mengandung alkaloid, seperti ergot. Pada golongan alkaloid indol,
bufotenin, juga ditemukan dalam jamur yaitu spesies Amanita mappa, selain yang
ditemukan pada tumbuhan (Piptadenia pergrina) dan katak (Bufovulgaris). Pada
garis besarnya, campuran senyawa nitrogen yang ditemukan
pada jamur dan mikroorganisme dapat dianggap sebagai alkaloid, tetapi hal ini
tidaklah biasa. Contoh lain senyawanya adalah: gliotoksin
(jamur Trichodermaviride), pyosianin (bakteri Pseudomonas aeruginosa) dan
erythromisin hasil dari Streptomyces (Ikan, 1969). Semua alkaloid mengandung
paling sedikit sebuah nitrogen yang biasanya bersifat basa dan dalam sebagian
besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Batasan
mengenai alkaloid seperti dinyatakan di atas perlu dikaji dengan hati-hati. Karena
banyak senyawa heterosiklik nitrogen lain yang ditemukan di alam bukan
termasuk alkaloid. Misalnya pirimidin dan asam nukleat, yang kesemuanya itu
tidak pernah dinyatakan sebagai alkaloid (Achmad, 1986).
Sampai saat ini sangat sedikit sekali alkaloid yang ditemukan pada
tumbuhan tingkat rendah. Kemungkinan hanya satu atau dua famili dari jamur
saja yang mengandung alkaloid, seperti ergot. Pada golongan alkaloid indol,
bufotenin, juga ditemukan dalam jamur yaitu spesies Amanita mappa, selain yang
ditemukan pada tumbuhan (Piptadenia pergrina) dan katak (Bufovulgaris). Pada
garis besarnya, campuran senyawa nitrogen yang ditemukan
pada jamur dan mikroorganisme dapat dianggap sebagai alkaloid, tetapi hal ini
tidaklah biasa. Contoh lain senyawanya adalah: gliotoksin
(jamur Trichodermaviride), pyosianin (bakteri Pseudomonas aeruginosa) dan
erythromisin hasil dari Streptomyces (Ikan, 1969). Semua alkaloid mengandung
paling sedikit sebuah nitrogen yang biasanya bersifat basa dan dalam sebagian
besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Batasan
mengenai alkaloid seperti dinyatakan di atas perlu dikaji dengan hati-hati. Karena
banyak senyawa heterosiklik nitrogen lain yang ditemukan di alam bukan
termasuk alkaloid. Misalnya pirimidin dan asam nukleat, yang kesemuanya itu
tidak pernah dinyatakan sebagai alkaloid (Achmad, 1986).
1. Alkaloid heterosiklis
2. Alkaloid dengan nitrogen eksosiklis dan amina alifatis
3. Alkaloid putressina, spermidina, dan spermina
4. Alkaloid peptida
5. Alkaloid terpena
Dari lima golongan di atas, alkaloid heterosiklis adalah yang terbesar dan
yang terkecil adalah alkaloid putressina, spermidina, dan spermina. Ini dapat
dilihat dari jumlah anggota dari masing-masing golongan seperti diterangkan di
bawah ini:
1. Alkaloid heterosiklis
1) True alkaloid
Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; toksik, perbedaan keaktifan
fisiologis yang besar, basa, biasanya mengandung atom nitrogen di
dalam cincin heterosiklis, turunan asam amino, distribusinya terbatas
dan biasanya terbentuk di dalam tumbuhan sebagai garam dari asam
organik. Tetapi ada beberapa alkaloid ini yang tidak bersifat basa,
tidak mempunyai cincin heterosiklis dan termasuk alkaloid kuartener
yang lebih condong bersifat asam. Contoh dari alkaloid ini adalah
koridin dan serotonin.
2) Proto alkaloid
Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri mempunyai struktur amina yang
sederhana, di mana atom nitrogen dari asam aminonya tidak berada di
dalam cincin heterosiklis, biosintesis berasal dari asam amino dan
basa, istilah biologycal amine sering digunakan untuk alkaloid ini.
Contoh dari alkaloid ini adalah meskalina dan efedrina.
3) Pseudo alkaloid
Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; tidak diturunkan dari asam amino
dan umumnya bersifat basa. Contohnya adalah kafeina.
BAB III
ISI
Pada tahap ekstraksi sampel berupa serbuk halus daun alpukat diekstraksi
dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol. Tahap Maserasi dilakukan
selama 4 x 24 jam, setiap 24 jam dilakukan penyaringan dan dimaserasi kembali
dengan memakai metanol yang baru. Maserat yang diperoleh disatukan dan
dievaporasi pada suhu 30-400C dengan menggunakan alat penguap vakum dan
diperoleh ekstrak kental metanol.
Tahap selanjutnya, ekstrak kental metanol disuspensi dengan metanol-air
dan dipartisi dengan pelarut n-heksan, diperoleh fraksi n-heksan dan fraksi air.
Fraksi n-heksan dievaporasi menghasilkan ekstrak n-heksan. Fraksi air dipartisi
dengan pelarut etil asetat diperoleh fraksi air dan fraksi etil asetat. Hasil Partisi
dari fraksi-fraksi dievaporasi pada suhu 30-40°C sampai diperoleh ekstrak air dan
ekstrak etil asetat. Masing-masing ekstrak diuji fitokimia.
Uji Fitokimia
Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang
terdapat didalam sampel tumbuhan tersebut dengan menggunakan modifikasi
metode Farnsworth (Sermakkani dan V. Thangapandian 2010). Daun alpukat diuji
fitokimia untuk melihat kandungan metabolit sekunder. Uji Fitokimia meliputi uji
flavonoid, uji alkaloid, uji steroid, terpenoid dan saponin.
a. Uji Flavonoid
Ekstrak kental metanol 0,1 gr diencerkan dengan menggunakan metanol 10 mL
dan dibagi menjadi 4 tabung reaksi yang berbeda. Tabung pertama sebagai
kontrol, tabung kedua ditambahkan lempengan Mg dan larutan HCl pekat, tabung
ketiga ditambahkan H2SO4 pekat, tabung keempat ditambahkan NaOH pekat.
Hasil uji positif flavonoid jika terjadi perubahan warna larutan (Harbone, 1987).
Pada jurnal didapatkan hasil positif dari ekstrak etil asetat dan n-heksan hasil dari
fraksinasi menunjukkan positif Flavonoida.
b. Uji Alkaloid
Ekstrak kental metanol sebanyak 0,1 gr dilarutkan dengan 10 mL kloroform
amoniak lalu hasilnya dibagi menjadi dua bagian yang sama. Untuk bagian
pertama ditambahkan asam sulfat (H2SO4) 2 N perbandingan volumenya sama.
Lapisan asam diambil dan dibagi menjadi tiga bagian dan dilakukan pengujian
menggunakan pereaksi fitokimia yaitu pereaksi Mayer, pereaksi Dragendroff, dan
pereaksi Wagner. Untuk bagian kedua diuji menggunakan pereaksi Hager. Hasil
uji positif mangandung alkaloid jika terbentuk endapan. Ekstrak etil-asetat dan
ekstrak n-hexan menunjukkan hasil positif karena ada endapan hijau diperkirakan
ini ialah kompleks kalium-alkaloid.
c. Uji Steroid, terpenoid, Saponin
Ekstrak kental metanol 0,1 g, dilarutkan dalam 10 mL dietil eter. Bagian ekstrak
yang larut dalam dietil eter diberi perlakuan uji dengan menggunakan pereaksi
Lieberman Bauchard (asam asetat anhidrida : asam sulfat pekat). Terbentuknya
warna hijau kebiruan menunjukkan adanya steroid, sedangkan warna merah
kecoklatan menunjukan uji ini positif mengandung terpenoid. Bagian yang tidak
larut dalam dietil eter, diuji dengan cara menambahkan aquadest panas sebanyak 2
mL. Hasil menunjukkan adanya saponin, jika setelah penambahan aquadest panas
terbentuk buih/busa yang stabil (15 menit setelah penambahan aquadest panas).
Filtrat yang berada dibagian bawah buih/busa di ambil lalu ditambahkan HCl
pekat, dilakukan proses penguapan hingga kering dan terbentuk kerak.
Dilanjutkan dengan uji menggunakan pereaksi Liebarman Bauchard. Jika terdapat
warna hijau kebiruan menunjukkan adanya kandungan senyawa steroid. Untuk
pembentukan warna merah kecoklatan menunjukan adanya senyawa terpenoid.
Dalam jurnal tidak mendapatkan hasil positif pada uji ini.
Sebelum diekstraksi dilakukan destruksi terlebih dahulu, destruksi sendiri
adalah perlakuan untuk melarutkan atau mengubah sampel menjadi bentuk
marteri yang dapat diukur sehingga kandungan berupa unsur-unsur di dalamnya
dapat dianalisis.
Dekstruksi: Daun Jambu keeling didestruksi basah dengan HCL dalam methanol
lalu kemudian dinetralisasi dengan penambahan basa NH4OH dan terjadi padatan
berupa endapan
Ekstraksi: Endapan dikeringkan dan diektraksi dan direndam dalam khloroform
dan dipekatkan dengan alat rota-evaporator.
Ekstraksi dilakukan secara sinambung menggunakan alat soxlet dengan
kepolaran pelarut bertingkat yaitu dengan pelarut n-heksan, etil asetat dan metanol
sehingga diperoleh ekstrak cair dari ketiga pelarut. Berdasarkan hasil ekstraksi
secara sinambung dengan menggunakan alat soxhlet menggunakan pelarut n-
heksan, etil asetat dan metanol terhadap daun senggugu (Clerodendron seratum),
didapatkan berat masing-masing ekstrak pada tabel:
Dari hasil penelitian didapatkan hasil ekstraksi daun senggugu sebanyak
120 gr diperoleh ekstrak nheksan sebanyak 16 gr (13.3%), ekstrak etil asetat 16 gr
(13.3%), dan Ekstrak metanol 62 gr (51.6%), pelarut-pelarut yang digunakan
mempunyai kemampuan untuk menarik senyawa yang terdapat dalam simplisia
secara berbeda-berbeda.
Pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar, pelarut semi polar
akan melarutkan senyawa semi polar dan pelarut polar akan melarutkan senyawa
polar. Dari hasil ekstraksi, terdapat perbedaan berat yang dihasilkan dari masing-
masing ekstrak. Di dalam ekstrak kemungkinan terdapat senyawa dari golongan
senyawa kimia yang berbeda-beda sesuai kepolaranya.
Isolasi Alkaloid Total: Serbuk daun tempuyung kering 650 g dimaserasi dengan
pelarut etanol 96% selama 24 jam. Kemudian dipekatkan dengan rotary
evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental dan ditambahkan asam asetat 10%
hingga suasana menjadi asam. Ekstrak larutan asam ini selanjutnya diekstraksi
dengan etil asetat sehingga diperoleh dua lapisan, lapisan etil asetat dan lapisan
asam. Ke dalam lapisan asam kemudian ditambahkan ammonium hidroksida
pekat sampai suasana basa, dilanjutkan ekstraksi dengan etil asetat kembali. Dari
perlakuan ini diperoleh lapisan basa dan lapisan etil asetat. Lapisan etil asetat
inilah yang mengandung senyawa alkaloid total. Daun tempuyung yang sudah
kering di potong dan dihaluskan menggunakan blender untuk memperluas
permukaan pada saat maserasi. Sehingga senyawa metabolit sekunder yang
terkandung pada daun dapat teisolasi dengan baik. Sebanyak 650 gram daun
tempuyung yang sudah halus di maserasi menggunakan pelarut etanol. Isolat yang
didapatkan kemudian diuapkan pelarutnya menggunakan rotary evaporator
sehingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak yang diperoleh sebanyak 8 garam.
Kemudian dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui senyawa yang terkandung
pada ekstrak daun tempuyung. Hasil uji fitokimia memberikan uji positif terhadap
senyawa alkaloid, flavonoid, saponin dan negatif terhadap senyawa saponin,
fenolik, terpenoid dan steroid.
Fraksinasi Alkaloid
719,40 cm-1.
Gambar 1: Spektrum Infra Red dari Isolat
Interpretasi data spektrum infra red (IR) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1: Interpretasi data Infra Red (IR) isolat Fraksi 7
- 650-1000”
Ket : ** Jurnal Santi (2010), * Silverstein, dkk (1984) dan “ Creswell, dkk
(2005)
# Skripsi Yusuf (2011)
Spektrofotometer UV-Vis: Hasil spektrum spektrofotometer UV-Vis isolat
fraksi 7 memberikan serapan pada panjang gelombang 238,5 nm dengan
absorbansi 0,405. Serapan panjang gelombang 238,5 nm diakibatkan oleh
adanya transisi elektron n π* dan nσ*. Dugaan ini diperkuat oleh
interpretasi data IR yang menghasilkan gugus C=O dan N-H yang memiliki
elektron sunyi. Senyawa yang mengalami transisi elektron nσ* disebabkan
oleh adanya kromofor yang tidak terkonjugasi yang dapat mengabsorbsi cahaya
pada panjang gelombang sekitar 200 nm. Sedangkan untuk senyawa yang
memiliki transisi nπ* dapat menunjukkan adanya gugus N-H dan
mengabsorbsi didaerah ultraviolet kuarsa (200-400 nm) Penyebab terjadinya
transisi elektron nσ* dan nπ* adalah kromofor. Kromofor adalah suatu
gugus atom yang menyebabkan terjadinya absorbsi cahaya. Transisi nσ*
memerlukan energi terbesar dan memiliki panjang gelombang berbanding
terbalik dengan energy (Creswell dkk,2005). Sedangkan untuk transisi nπ*
meliputi transisi elektron-elektron tak berikatan ke orbital anti ikatan
(π*).Serapan ini terjadi pada panjang gelombang cahaya yang besar dan
intensitasnya rendah (Sastroamidjojo,2001). Berikut ini spektrum UV-Vis dari
isolate Fraksi 7:
Gambar 2. Spektrum UV-Vis dari Isolat Fraksi 7
Dari hasil destruksi dan netralisasi dan didapat padatan lalu pemisahan dan
pemurnian serbuk daun jambu Keling (Eugenia cumini (L.) Druce) diperoleh
kristal berwarna kuning dengan titik leleh 293°C – 295°C. Analisa Spektrum IR
(Gambar 1). Pada daerah paling utama dari senyawa alkaloid munculnya bilangan
gelombang 1635,78 cm-1 dengan puncak tajam menunjukkan serapan
kharakteristik N-C=C dari rentangan -C=C atau vinil serta bilangan 1541,26 –
1508,47 cm-1 dengan puncak lemah menunjukkan serapan kharakteristik –NH3,
NH2 dari – NH+ sedangkan pada bilangan gelombang 3443,25 cm-1 dengan
puncak melebar menunjukkan adanya vibrasi O-H dengan puncak tajam
menunjukkan vibrasi C=O pada bilangan gelombang 2959,07 cm-1.
Gambar II. (A), (B) Hasil KLT dengan berbagai campuran eluen (C) KLT
dua dimensi pada lampu UV λ365 nm
Pada gambar II menunjukan isolat yang dihasilkan sudah murni. Hal ini
dapat dilihat dari hasil KLT dengan berbagai campuran eluen (A) n-heksan : etil
asetat : etanol (30:2:1), (B) kloroform : aseton : methanol (20:3:2), dan KLT dua
dimensi dengan eluen (1) n-heksan : etil asetat : etanol (30:2:1), (2) kloroform :
aseton : methanol (20:3:2) pada lampu UV λ365 nm menghasilkan noda tunggal
yang berwarna biru.
Isolat alkaloid murni kemudian dianalisis menggunakn spektrofotometer
UV-Vis, FTIR, dan LC-MS. Hasil analisis menggunakan spektrofotometer UV-
Vis didapatkan serapan pada panjang gelombang 225 nm, 253 nm, 352 nm
merupakan serapan dari ikatan terkonjugasi dan merupakan serapan alkaloid yang
mempunyai kerangka dasar isokuinolin, menurut cordrell (1981) alkaloid yang
mengandung kerangka dasar isokuinolin mempunyai panjang gelombang pada
daerah 230 nm, 266 nm, 351 nm. Hasil spektrofotometer UV-Vis dapat dilihat
pada gambar III sebagai berikut:
1) Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan alkaloida
dalam tanaman.
2) Tinjauan
a) Tanaman
i) Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Magnoliidae
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae (suku sirih-sirihan)
Genus : Piper
Spesies : Piper nigrum L.
b) Golongan alkaloida
Pada waktu yang lampau sebagian besar sumber alkaloid adalah
pada tanaman berbunga, angiosperma. Pada tahun-tahun berikutnya
penemuan sejumlah besar alkaloid terdapat pada hewan, serangga
organisme laut, mikroorganisme dan tanaman rendah. Karena alkaloid
sebagai suatu kelompok senyawa yang terdapat sebagian besar pada
tanaman berbunga,maka para ilmuwan sangat tertarik pada sistematika
aturan tanaman. Kelompok teretentu alkaloid dihubungkan dengan
family atau genera tanaman tertentu. Kebanyakan family tanaman yang
mengandung alkaloid yang penting adalah Liliaxea, Solanaceae, dan
Rubiaceae. Family tanaman yang tidak lazim yang mengandung
alkaloid adalah Papaverceae.
Di dalam tanaman yang mengandung alkaloid, alkaloid
mungkin terlokasi (terkonsentrasi) pada jumlah yang tinggi pada
bagian tanaman tertentu. Pada bagian tertentu tanaman tidak
mengandung alkaloid tetapi bagian yang lain sangat kaya alkaloid.
Namun ini tidak berarti bahwa alkaloid yang terbentuk, dibentuk di
bagian tanaman tersebut.
i) klasifikasi
Alkaloid merupakan sekelompok senyawa, tidak diperoleh
definisi tunggal tentang alkaloid. Banyak usaha untuk
mengklasifikasikan alkaloid. System klasifikasi yang paling
banyak diterima, menurut Hegnauer, alkaloid dikelompokan
sebagai:
(1) Alkaloid sesungguhnya
Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut
menunjukan aktifitas phisiologi yang luas, hampir tanpa
terkecuali bersifat basa; lazim mengandung nitrogen dalam
cincin heterisiklis; diturunkan dari asam amino; biasanya
terdapat dalam tanaman sebagai garam asam organic.
Beberapa perkecualian terhadap “aturan” tersebut adalah
kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan
tidak memiliki cincin heterosiklis dan alkaloid quartener, yang
bersifat agak asam daripada bersifat basa.
(2) Protoalkaloid
Protoalkaloid merupakan amin yang relative sederhana,
dimana nitrogen asam amino tidak terdapat dalam cincin
heterosiklis. Protoalkaloid diperoleh berdasarkan biosintesis
dari asam amino yang bersifat basa. Pengertian amin biologis
sering digunakan untuk kelompok ini. Contoh adalah
mesakalin, ephedin, dan N,N-dimetiltriptamin.
(3) Pseudoalkaloid
Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari precursor asam amino.
Senyawa biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang
penting dalam kelas ini, yaitu alkaloid stereoidal dan purin.
Meskipun demikian terdapat beberapa perkecualian dari ketiga
klasifikasi tersebut
ii) Penamaan
Karena begitu banyak tipe alkaloid maka tidak mungkin
diadakan penyatuan penamaan. Bahkan dalam satu kelompok
alkaloid, sering terjadi tidak adanya system penamaan dan
penomeran yang konsisten. Suatu contoh, adalah dalam alakaloid
indol, dimana banyak terdapat kerangka yang berbeda.
Kebanyakan dalam bidang ini system penomeran yang digunakan
didasarkan pada biogenesis, namun saying Chemical Abstrak
mempunyai system penomeran yang sangat membingungkan untuk
setiap kerangka individu.
N
hRf Tanpa
o
pereaks Dengan pereaksi Tanpa pereaksi Dengan pereaksi
i
Setelah dilakukan identifikasi dengan KLT (fase diam kiesel Gel GG 254 & fase
gerak CHCl3 – etil asetat; 1:1), dan setelah disemprot pereaksi dragendorf maka
muncullah noda berwarna jingga, dimana adanya noda dengan warna jingga pada
hasil indentifikasi KLT ini menunjukkan adanya alkaloid dalam Ekstrak Piper
nigrum L yang kami uji.
Harga Rf:
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑎𝑛𝑠𝑖
𝑅𝑓 =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛)
4.5 𝑐𝑚
1. 𝑅𝑓 = = 0.56
8 𝑐𝑚
𝑐𝑚
2. 𝑅𝑓 = =
𝑐𝑚
5) Pembahasan
Pada hasil identifikasi senyawa alkaloid pada Ekstrak Piper nigrum
L. dengan menggunakan reaksi pengendapan dengan pereaksi meyer dan
pereaksi wagner kami mendapati adanya kekeruhan pada kedua larutan
yang diberi pereaksi tersebut, sehingga hasil yang dihasilkan adalah
ekstrak Piper nigrum L positif mengandung alkaloid. Pada identifikasi
dengan reaksi pengenndapan ini kami tidak mendapati kesulitan. Pada saat
melakukan proses pendinginan larutan ekstrak kami diamkan di suhu
ruangan pada saat larutan ekstrak tersebut sudah hangat kami dinginkan
dengan mengaliri air pada dinding tabung luar, setelah itu baru
ditambahkan NaCl dan disaring.
4.1 Kesimpulan
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak
ditemukan di alam. Alkaloid biasanya diperoleh dengan cara mengekstrasi bahan
tumbuhan memakai asam yang melarutkan alkaloid sebagai garam, atau bahan
tumbuhan dapat dibasakan dengan natrium karbonat dan sebagainya lalu basa
bebas diekstraksi dengan pelarut organik seperti kloroform, eter, dan sebagainya.
Alkaloid dapat diperoleh dengan cara ekstraksi dan fraksinasi. Karaketerisasi dari
alkaloid juga dapat dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer Infra Red
dan Spektrofotometer Uv-Vis.
4.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung
jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA