BAB KEPAILITAN
MATA KULIAH HUKUM BISNIS
Disusun Oleh :
1. Alycia Firalina (170810201012)
2. Farhana Zia (170810201029)
PENDAHULUAN
Menurut UU No. 37 tahun 2004 pasal 1 ayat (1), kepailitan adalah sita
umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya
dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas. Dalam hal ini,
debitur dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan apabila ia memiliki dua atau
lebih kreditur dimana debitur tersebut tidak bisa membayar lunas utangnya
setidaknya salah satu dari kreditur tersebut hingga utang-utangnya jatuh tempo.
Kepailitan bisa diajukan oleh debitur itu sendiri atau oleh salah satu dari
krediturnya. Debitur yang telah dinyatakan pailit sudah tidak memiliki hak lagi
atas segala kekayaannya, dan hak atas kekayaannya tersebut berpindah ke tangan
sang kreditur. Pengurusan atau pemberesan harta yang telah pailit tersebut
dilakukan oleh kurator dengan diawasi oleh hakim pengawas.
TINJAUAN PUSTAKA
Kepailitan, sesuai dengan pasal 1 ayat (1) UU No. 37 tahun 2004, adalah
sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas.
Pengadilan yang berwenang dalam proses kepailitan suatu perusahaan adalah
Pengadilan Niaga.
Menurut UU No. 37 tahun 2004 pasal 2, pihak yang dapat mengajukan
permohonan pailit yaitu
b) Kejaksaan
b) Kreditur preferen, yaitu kreditur yang memiliki hak istimewa atau hak
prioritas. Hak istimewa mengandung makna “hak yang oleh undang-undang
diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatannya lebih tinggi daripada
orang berpiutang lainnya.
c) Kreditur konkuren, yaitu kreditur yang harus berbagi dengan para kreditur
lainnya secara proporsional (pari passu), yaitu menurut perbandingan besarnya
masing-masing tagihan, dari hasil penjualan harta kekayaan debitur yang tidak
dibebani dengan hak jaminan.
Suatu kepailitan tidak terjadi dalam suatu tahap yang mudah dan cepat,
tetapi melalui beberapa proses yang cukup panjang.
g) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari sejak putusan pailit ditetapkan,
kurator harus mengumumnkannya dalam Berita Ngera RI dan dua surat kabar
yang ditetapkan oleh hakim pengawas,
h) Jika pihak terkait tidak mengusulkan kurator tertentu, Balai Harta
Peninggalan (BHP) bertindak sebagai kurator dalm proses kepailitan
j) Apabila piutang kreditur tidak cukup terbayar, untuk sisanya, status kreditur
separatis berubah menjadi kreditur konkruen,
Utang ini bermula dari keinginan Batavia Air untuk mengikuti tender
pelayanan haji dengan menyewa (leasing) dua pesawat Airbus A330 dari ILFC.
Namun, dari total kontrak leasing selama 9 tahun, sudah 3 tahun berturut-turut
Batavia Air kalah tender di Kementerian Agama untuk mengangkut jemaah haji.
Dalam gugatan ILFC, Batavia Air memiliki tagihan sebesar USD 440rb di tahun
pertama, USD 470rb di tahun kedua, USD 500rb di tahun ketiga dan ke empat,
dan USD 520rb di tahun kelima dan keenam. Keseluruhan utang dari ILFC
sebesar USD 4,68 juta ini memiliki tanggal jatuh tempo di 13 Desember 2012. .
Karena itulah, permohonan ini ditindak lanjuti oleh Pengadilan Niaga Jakarta
Pusat. Lalu, proses pembuktian juga memiliki dasar hukum yang kuat, yaitu
sesuai dengan pasal 164 HIR. Bukti tersebut yaitu berupa pengakuan yang
dilontarkan oleh Batavia Air atas utang-utang yang dimilikinya. Batavia Air juga
memiliki utang sebesar USD 4,94 juta kepada Sierra Leasing Limited yang jatuh
tempo di 13 Desember 2012 juga. Analisa dari OSK Research Sdn Bhd di bulan
Oktober 2012 memperkirakan total utang Batavia Air sebesar USD 40juta.
Sebagai perusahaan swasta (private corporation) Batavia Air juga tidak memiliki
kewajiban untuk memberikan laporan keuangan nya secara publik, sehingga
dalam hal ini juga sulit untuk memberikan menyimpulkan kondisi keuangan
Batavia Air.
Jawaban
1. Penyebab kepailitan yang terjadi pada Batavia Air adalah adanya gugatan
dari ILFC yang telah memenuhi syarat dalam pasal 2 ayat (1) dan pasal 8
ayat (4) UU No. 37 tahun 2004, yaitu adanya utang yang jatuh tempo dan
dapat ditagih, dan adanya kreditur lain. Pihak Batavia Air memiliki utang
kepada ILFC dan ketika jatuh tempo pihak Batavia Air tidak dapat
melunasi utang-utangnya. Sehingga, ILFC menuntut ke Pengadilan Negeri
Niaga terkait hal ini. Setelah gugatan dari pihak ILFC, permasalahan ini
diperparah dengan ketidak pedulian Batavia Air dalam mendayagunakan
kedua pesawat A330 ini untuk melayani rute-rute lain selama menganggur.
Pada tahun 2013, Batavia Air mengalami penurunan secara drastis.
Sehingga, ketika pihak ILFC mencabut gugatan kepailitan terhadap
Batavia Air, secara langsung Batavia Air menolak pencabutan gugatan
tersebut karena Batavia Air telah merasakan dampak penurunan
kepercayaan para pelanggannya. Selain itu, Batavia Air telah mengakui
segala utang-utangnya. Sehingga, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
memutuskan Batavia Air untuk pailit.
Namun untuk para pemegang tiket calon penumpang, salah satu Kurator
Batavia Air (Turman Panggabean) sudah menyatakan bawah penggantian
tiket calon penumpang dapat dilakukan dengan syarat ada investor baru.
Jadi sepertinya sudah pupus harapan bagi pemegang tiket untuk bisa
mendapatkan uang refund atau pengembalian.
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
http://arsyadshawir.blogspot.co.id/2011/11/jenis-jenis-kreditor-dalam-
kepailitan.html
https://bisnis.tempo.co/read/458040/ini-penyebab-batavia-air-dinyatakan-pailit
https://bisnis.tempo.co/read/463437/kepailitan-batavia-air-dinilai-mencurigakan
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5109da6249361/batavia-air-pailit
https://id.wikipedia.org/wiki/Batavia_Air
http://www.minghadi.com/batavia-air-pailit/