Anda di halaman 1dari 648

DR. WIDYA | DR. YOLINA | DR. RETNO | DR.

ORYZA
DR. REZA | DR. RESTHIE | DR. CEMARA

OFFICE ADDRESS:
Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan Medan :
(belakang pasaraya manggarai) Jl. Setiabudi no. 65 G, medan
phone number : 021 8317064 Phone number : 061 8229229
pin BB D3506D3E / 5F35C3C2 Pin BB : 24BF7CD2
WA 081380385694 / 081314412212 Www.Optimaprep.Com
ILMU
P E N YA K I T
DALAM
1. Syok Anafilaktik
www.resus.org.uk/pages/reaction.pdf
2012.
2. Intoksikasi Kadmium

• Etiologi
– Digunakan dalam industri baterai, fotografi,
TV tabung dll

• Patogenesis:
– Dalam tubuh terakumulasi dalam ginjal dan
hati  terikat sebagai metalothionein
– Lebih beracun bila terhisap melalui saluran
pernafasan daripada saluran pencernaan

http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/LAINNYA/POLUSI DAN LINGKUNGAN


2. Intoksikasi Kadmium
• Keracunan akut: menghisap debu • Keracunan kronis: Memakan atau
dan asap kadmium oksida (CdO). inhalasi dosis kecil Cd dalam
– Gejala: waktu yang lama.
• Gangguan saluran nafas – Nefrotoksisitas karena
• Nausea tingginya afinitas jaringan
ginjal terhadap Kadmium
• Muntah
– Gangguan kardiovaskuler dan
• kepala pusing dan sakit hipertensi
pinggang
– Osteomalasea karena terjadi
– Kematian disebabkan karena gangguan daya keseimbangan
terjadinya edema paru-paru kandungan kalsium dan fosfat
– Apabila pasien tetap bertahan, dalam ginjal.
akan terjadi emfisema atau
gangguan paru-paru yang jelas
terlihat
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/LAINNYA/POLUSI DAN LINGKUNGAN
Metal poisoning
Metal Source Symptoms/disease
Lead Smelting process of copper, zinc and lead Acute encephalopathy, renal
Manufacture of chemicals and glass failure and severe GI symptoms
paints, rat poison, wood preservatives
Nickel occurs exclusively in nickel refineries due to Pneumonia
inhalation of nickel carbonyl, Ni(CO)4, being
part of the Mond process
Silver Silver mining, refining, silverware and metal irreversible pigmentation of the
alloy manufacturing, metallic films on glass skin (argyria) and/or the eyes
electroplating solutions, photographic (argyrosis).
processing accumulate in the skin, liver,
kidneys, corneas
Mercury Mining operations, chloralkali plants, paper insomnia, forgetfulness,
industries Thermometers, dental amalgam anorexia, mild tremor
(fillings) progressive tremor and erethism
Cadmium Mining and smelting of lead and zinc Chronic exposure – progressive
batteries, PVC plastics, paint pigments renal tubular dysfunction
Cadmium iodide is used in lithography, impairment of pulmonary
photography function
3. Defisiensi G6PD
• Penderita defisiensi enzim G6PD yang dicurigai
melalui anamnesis ada keluhan atau riwayat
warna urin coklat kehitaman setelah minum obat
(golongan sulfa, primakuin, kina, klorokuin dan
lain-lain)  dosis mingguan 0,75mg/kgBB selama
8-12 minggu.

• Pengobatan malaria pada penderita dengan


Defisiensi G6PD segera dirujuk ke rumah sakit
dan dikonsultasikan kepada dokter ahli
Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2013 Tentang Pedoman Tata Laksana Malaria
3. Defisiensi G6PD: Etiologi
Defisiensi G6PD

• Diturunkan melalui kromosom X


• Tidak dapat mengaktifkan jalur metabolik fantose-fosfat
 tidak dapat melawan stres oksidatif
• Hemolisis hanya terjadi bila terpapar obat yang berpotensi
oksidan, kacang fava, atau setelah infeksi  anemia
hemolitik akut, favism, neonatal jaundice, atau anemia
kronis non-hemolitik sferositik
• Gejala: kelelahan, sakit punggung, anemia, dan jaundice.
Peningkatan bilirubin tak terkonjugasi, laktat
dehidrogenase,dan retikulositosis adalah marker kelainan
tersebut

(Cappellini,2008)
Patogenesis defisiensi G6PD
• Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD)  enzim pengkatalisis reaksi
pertama jalur pentosa fosfat dan memberikan efek reduksi pada semua
sel dalam bentuk NADPH
• NADPH memungkinkan sel-sel bertahan dari stres oksidatif yang dapat
dipicu oleh beberapa bahan oksidan dan menyediakan glutathione
dalam bentuk tereduksi
• Eritrosit tidak memiliki mitokondria  jalur pentosa fosfat merupakan
satu-satunya sumber NADPH  pertahanan terhadap kerusakan
oksidatif tergantung pada G6PD
What happens in G6PD deficiency?
Defisiensi G6PD
• Diagnosis
– Penilaian aktivitas enzim,secara kuantitatif dengan analisa
spektrofotometri dari produksi NADPH dari NADP
(Cappellini,2008)
– Dipikirkan juga jika ditemukan hemolisis akut pada laki-laki ras
afrika

• Terapi
– hemolisis terjadi self-limited sehingga tidak perlu terapi khusus
kecuali terapi untuk infeksi yang mendasari dan hindari zat
oksidan yang mencetuskan hemolisis serta mempertahankan
aliran ginjal yang adekuat karena adanya hemoglobinuria saat
hemolisis akut. Pada hemolisis berat mungkin diperlukan transfusi
darah
(Rinaldi,2009)
4. Acute Mountain Sickness
• Patogenesis:
– Atmosfer yang lebih tinggi tekanan barometrik ↓ Tiap
1x nafas: O2 menjadi lebih sedikit di setiap ketinggian 
Nafas lebih cepat & dalam  menyebabkan ↓ CO2
darah rangsangan untuk bernafas <<

• Proses aklimatisasi:
– Proses di mana tubuh seseorang menyesuaikan dengan
ketersediaan oksigen yang menurun di daerah dataran
tinggi. Seseorang yang akan pergi ke dataran tinggi
dianjurkan untuk pelan-pelan menapaki ketinggiannya,
bukan langsung mendarat di ketinggian tertentu sehingga
membuat badan kaget gejala AMS.
http://www.alma.nrao.edu/memos/html-memos/alma162/memo162.html#4 http://www.webmd.com/a-to-z-
guides/altitude-sickness-topic-overview?page=2 http://www.traveldoctor.co.uk/altitude.htm
Acute Mountain Sickness
• High altitude: 1500 –
3500 meter di atas
permukaan air laut.
• Very high altitude: 3500
– 5500 meter di atas
permukaan air laut.
• Extremely high altitude:
>5500 meter di atas
permukaan air laut.
• AMS:
• insomnia, fatigue, dizziness, anorexia, and nausea.
• High altitude cerebral edema (HACE):
• impaired mental capacity, drowsiness, stupor, & ataxia
J Korean Med Assoc. 2007 Nov;50(11):1005-1015. Korean.
Acute Mountain Sickness

http://pharmaceuticalintelligence.com/tag/acute-high-altitude-sickness/
Acute Mountain Sickness
High altitude pulmonary edema
• In the setting of a recent gain in altitude, the presence of
the following:
– Symptoms: at least two of:
- dyspnea at rest
- cough
- weakness or decreased exercise performance
- chest tightness or congestion

– Signs: at least two of:


- crackles or wheezing in at least one lung field
- central cyanosis
- tachypnea
- tachycardia
5. GERD

• GERD
– Kondisi patologis dan cedera pada esofagus akibat
naiknya isi lambung/ GI
– Gejala
• Nyeri ulu hati; rasa terbakar yang menjalar dari
kerongkongan,regurgitasi, disfagia
• Terapi
– Modifikasi gaya hidup dan terapi farmakologis

GI-Liver secrets
5. Barrett’s Esophagitis

• Definisi: Epitel skuamosa pada distal esofagus


digantikan oleh epitel kolumnar (seperti pada
usus) dan memiliki sel goblet
• Merupakan komplikasi dari GERD
• Merupakan lesi premaligna dari adenokarsinoma
esofagus

NEJM 2002; 346: 836-842


Barrett’s Esofagitis

NEJM 2002; 346: 836-842


6. Inflammatory Bowel Disease
• Kondisi kronik akibat
autoimun
• Ulcerative colitis
– Penyakit inflamasi kronis
ulseratif yang terbatas
pada rektum dan kolon
– Hanya sedalam mukosa
dan submukosa
• Crohn disease
– Dapat mengenai bagian
mana saja sepanjang
saluran cerna
– Sedalam transmural

Robbins & Kumar Pathologic basis of disease. 2010.


6. Inflammatory Bowel Disease

Diagnosis Karakteristik
Crohn Diare tidak berdarah; nyeri perut tumpul pada
disease kuadran kanan bawah, dipicu atau diperparah
seteah makan, penurunan BB
Colitis Diare dengan atau tanpa darah di feses. Bila
ulcerative inflamasi mengenai rektum, darah terlihat
melapisi feses, tnesmus, urgensi, nyeri rektal,
BAB lendir

Fauci et al. Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2012.
6. Inflammatory Bowel Disease
• Faktor risiko kanker
pada kolitis ulseratif
– kronik
– meluas
– Riwayat Ca pada
keluarga
– Kolangitis sklerosis
primer
– Striktur kolom
– Adanya pseudopolip
pada kolonoskopi

Fauci et al. Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2012.
IBD
IBD
Histopatologi Endoskopi
IBD
• Manifestasi sistemik
IBD:
– Eritema nodosum
– Artritis perifer,
asimetrik,
poliartikular, sendi
besar, ankylosing
spondylitis
– Uveitis/iritis,
episkleritis
– Steatosis hepatik
– Nefrolitiasis
– Low bone mass
– Tromboembolik
7. Algoritma Terapi Hipertensi
Anti Hipertensi

• The Joint National Committee on prevention,


detection, evaluation, and treatment of high blood
pressure (JNC) 7 membagi tatalaksana terapi
hipertensi secara farmakologis menjadi menjadi dua :
1. First Line:
– Diuretik, β-blocker, ACE, ARB, CCB
2. Second Line:
– Penghambat saraf adrenergik, α-blocker, dan
vasodilator

In Health Gazzette Divisi Pelayanan Obat


α-1 blocker (Terazosin dan Doxazosin)
• Bekerja pada pembuluh darah perifer dan menghambat
pengambilan katekolamin pada sel otot halus dan menyebabkan
terjadinya vasodilatasi dan penurunan tekanan darah

• Keuntungan pada laki-laki dengan BPH (benign prostatic


hyperplasia) karena obat ini memblok reseptor postsinaptik alfa
adrenergik pada prostat sehingga menyebabkan relaksasi dan aliran
urin berkurang.

• Efek samping
– Pusing sementara atau pingsan, palpitasi, dan bahkan sinkop 1 -3 jam
setelah dosis pertama.
– Dapat juga terjadi pada kenaikan dosis
– Diatasi dengan meminum dosis pertama dan kenaikan dosis
berikutnya menjelang tidur.
– Hati-hati pada pasien lansia: α-1 bloker melewati hambatan darah
otak dan dapat menyebabkan efek samping CNS seperti kehilangan
tenaga, letih, dan depresi.
In Health Gazzette Divisi Pelayanan Obat
JNC VIII
Hipertensi

Harrison’s principles of internal medicine. 19th ed. 2015.


8. Parotitis
• Etiologi
– Virus mumps merupakan virus RNA genus paramyxovirus, merupakan
salah satu virus parainfluenza
– Virus mumps mudah menular melalui droplet, kontak langsung, air liur,
dan urin

• Gejala
– Demam, nyeri kepala, nafsu makan menurun selama 3-4 hari, yang diikuti
peradangan kelenjar parotis (parotitis) dalam waktu 48 jam dan dapat
berlangsung selama 7-10 hari
– Penularan terjadi 24 jam sebelum sampai 3 hari setelah terlihatnya
pembengkakan kelenjar parotis.
– Satu minggu setelah terjadi pembengkakan kelenjar parotis pasien
dianggap sudah tidak menular
Masarani M, Wazait H, Dinneen M. Parotitis epidemica orchitis. J R Soc Med 2006;99:573-5.
9. Manson, AL. Parotitis epidemica orchitis. Urology 1990;36:355.
Orkhitis Pasca Parotitis
• Reaksi inflamasi testis akibat infeksi virus mumps yang
ditandai dengan pembengkakan testis yang disertai rasa
nyeri.

• Insidens: Sebelum pubertas 14%, sesudah pubertas 30%-


38%. Insidens tertinggi: Usia 15-29 tahun

• Patogenesis
– Terjadi satu sampai dua minggu setelah pembengkakan kelenjar
parotis.
– Muncul tiba-tiba, dapat disertai kenaikan suhu, nyeri kepala,
mual, dan nyeri pada abdomen bagian bawah.
– Testis yang terkena terasa nyeri, bengkak, dan kulit disekitarnya
menjadi merah dan edematous.
– Umumnya terjadi selama 4 hari.
– Orkitis juga dapat terjadi tanpa tanda-tanda parotitis.
Masarani M, Wazait H, Dinneen M. Parotitis epidemica orchitis. J R Soc Med 2006;99:573-5.
9. Manson, AL. Parotitis epidemica orchitis. Urology 1990;36:355.
9. Aksis Hipotalamus - Pituitari
10. Tipe-Tipe Demam
1. Continued fever: Suhu tubuh terus-menerus di atas normal
2. Remittent fever: Suhu tubuh tiap hari turun naik tanpa
kembali ke normal
3. Intermittent fever: Suhu tubuh tiap hari kembali ke (bawah)
normal, kemudian naik lagi
4. Hectic fever: Memiliki fluktuasi temperatur yang jauh lebih
besar daripada remittent fever, mencapai 2°C - 4° C. Hal ini
ditandai dengan menurunnya temperatur dengan cepat ke
normal atau di bawah normal, biasanya disertai dengan
pengeluaran keringat yang berlebihan.

Munandar, A. dan Tjandra Leksana. 1979. Pedoman Pengobatan. cet. I .


Jakarta : Medipress, hal. 9-11.
Tipe-Tipe demam
5. Recurrent fever: Demam yang mengambuh.

6. Undulant fever: Kenaikan suhu tubuh secara berangsur yang diikuti


dengan penurunan suhu tubuh secara berangsur pula sampai normal

7. Irreguler fever: Variasi diurnal yang tidak teratur dalam selang waktu
yang berbeda

8. Inverted fever: Suhu tubuh pagi hari lebih tinggi daripada malam hari 
TBC paru-paru, sepsis dan bruselosis.

9. Demam siklik : Kenaikan suhu badan selama beberapa hari, diikuti oleh
periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh
kenaikan suhu seperti semula.

10. Demam saddleback/ pelana (bifasik): Beberapa hari demam tinggi


disusul oleh penurunan suhu lebih kurang satu hari, dan kemudian
muncul demam tinggi kembali Sudoyo, dkk. 2009.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5 Jilid 3
. Jakarta:Universitas Indonesia
a) Fever continues
b) Fever continues to
abrupt onset and
remission
c) Fever remittent
d) Intermittent fever
e) Undulant fever
f) Relapsing fever
11-12. Pneumonia Atipik
• Etiologi pneumonia atipikal
– Bakteri
• Mycoplasma pneumoniae - tersering
• Legionella sp. (Legionnaire's disease)
• Francisella tularensis (tularemia)
• Bacillus anthracis (anthrax)
• Chlamydia psittaci (psittacosis)
• Chlamydia trachomatis*
• Chlamydia pneumoniae
• Coxiella burnetii (Q fever)
– Virus
• Influenza
• Parainfluenza*
• Respiratory syncytial virus*
• Adenovirus
– Fungi
• Histoplasma capsulatum (histoplasmosis)
• Coccidioides immitis (coccidioidomycosis) *
*Terutama pada pediatrik
Pneumonia Atipik
Pneumonia Atipik
• Gejala umum pneumonia atipik:
– Demam, batuk nonproduktif, & gejala konstitusi dominan (sakit
kepala berat, malaise, myalgia), onset perlahan, ronki.
– Roentgen: interstitial patchy bronchopneumonic infiltrates.
Pneumonia Atipik
• Penentuan kuman penyebab dipikirkan berdasarkan penyebab
tersering, epidemiologi, gambaran klinis, radiologi, & temuan lab
 presumptive diagnosis.
• Diagnosis definitif biasanya membutuhkan pemeriksaan serologi.
Pneumonia Atipik
Pneumonia Atipik
• Mycoplasma pneumonia dapat menyebabkan faringitis, trakeobronkitis, atau
pneumonia.

• Infeksi ditularkan melalui droplet yang dibatukkan dan menyebabkan penyakit


pada 80% kasus. Masa inkubasi 2-4 minggu.

• Kemungkinan pneumonia karena mycoplasma pneumonia dipikirkan bila


pneumonia komunitas tidak membaik dengan penisilin atau golongan sefalosporin.

• Temuan klinis, tes laboratorium, dan roentgen toraks tidak banyak membantu
untuk membedakan M. pneumoniae dari kuman penyebab lain.

• M. pneumoniae tidak memiliki dinding sel sehingga tidak terwarnai gram.

• Kultur M. pneumoniae membutuhkan media khusus dan tidak menjadi


pemeriksaan rutin karena perlu beberapa minggu untuk tumbuh dan sulitnya
mengisolasi kuman untuk dikultur.

• Pemeriksaan cold agglutinin dapat memberi hasil positif, tapi tidak spesifik untuk
infeksi M. pneumoniae.
• Formation of cold agglutinins is the first humoral response to M. pneumoniae.
They occur at the end of the first week and at the beginning of the second week,
and disappear two to three months later. Present in only 50%-60% of cases.
• Epstein-Barr virus, cytomegalovirus, Klebisella pneumoniae, Treponema
pallidum, influenza, adenovirus, and infection by Legionella pneumophila can lead
to cross-reactions. Cold agglutinins are also found in hemolytic anemia and
malignancies of lymphoid cells and autoimmune diseases.
• Cold agglutinin is autoantibodies produced by a person's immune system
mistakenly target RBCs, with optimum reaction in cold temperature.
Pneumonia Atipik
• EBV pneumonia:
– is characterized by mononuclear infiltrates in bronchovascular
bundles and interlobular septa and also in alveolar exudates.
– Radiology finding: splenomegaly, hilar lymph node enlargement,
a diffuse reticular pattern indicating interstitial disease, &
bilateral or unilateral pleural effusions.

• Influenza
– Chest radiographic changes in influenza pneumonia range from
mild interstitial prominence to poorly defined, 1- to 2-cm patchy
areas of consolidation, to extensive airspace disease due to
hemorrhagic pulmonary edema.
– Alveolar hemorrhage can be seen as small centrilobular
nodules.
Pneumonia Atipik
• Penularan
– Sekret tubuh pasien

• Reaksi Non Spesifik


– Hemaglutinin dingin
– Complement Fixation Test: positif bila titer ↑4x

• Terapi
– β laktam tidak efektif
– DOC: Makrolid atau fluorokuinolon
Mycoplasma
• M. pneumoniae is transmitted (spread) from
person-to-person when small droplets of
water that contain the bacteria get into the air
• Outbreaks occur mostly in crowded settings
like schools, college dormitories, military
barracks, nursing homes, and hospitals.
• Atypical Pneumonia may be caused by
Legionella pneumophila bacteria, which can
grow in water bodies, such as water tanks. The
use of this contaminated water in air
conditioning units and humidifiers, can result
in infecting individuals, who breathe in the
infected humidified air

https://www.cdc.gov/pneumonia/atypical/mycoplasma/about/causes-transmission.html
13. Hipoparatiroid
• Pada proses tiroidektomi
maka kelenjar paratiroid
dapat ikut terambil.
• Terdapat 4 kelenjar paratiorid
yang terletak pada bagian
psoterior kelenjar tiroid
• Kelenjar parathyorid
bertanggungjawab pada
menjada keseimbangan
kalsium:
– Tulang: menstimulasi
pelepasan kalsium, resorpsi
kalsium oleh osteoklas
– Ginjal: menstimulasi absorpsi
kalsium, meningkatkan
absorbsi kalsium di usus
Gejala Hipokalsemia

• Sistemik • Kardiak
– Prolonged QT interval
– Confusion – Perubahan gelombang T
– kelemahan • Okular
• Neuromuskular – katarak
• Dental
– Paresthesia – Hipoplasia enamel gigi
– Psikosis • Pernafasan
– Kejang – Laryngospasm
– Chovstek sign – Bronkospasm
– stridor
– Depresi
Tatalaksana

• Pada pasien dengan hipokalsemia ringan tanpa


gejala maka terapi berupa suplementasi
kalsium oral dengan anjuran sebanyak 1-3
g/hari.
• Pada hipokalsemia berat dengan gejala
simptomatik, diperlukan terapi kalsium IV
sebanyak 0,5-2 mg/kg per jam. Terapi
parenteral biasanya hanya diberikans elama
beberapa hari dan selanjutnya diberikan terapi
oral.
14. HEPATITIS B VIRUS
• HBsAg (the virus coat, s= surface)
– the earliest serological marker in the serum.
• HBeAg
– Degradation product of HBcAg.
– It is a marker for replicating HBV.
• HBcAg (c = core)
– found in the nuclei of the hepatocytes.
– not present in the serum in its free form.
• Anti-HBs
– Sufficiently high titres of antibodies ensure
imunity.
• Anti-Hbe
– suggests cessation of infectivity.
• Anti-HBc
– the earliest immunological response to HBV
– detectable even during serological gap.

Principle & practice of hepatology.


HEPATITIS VIRUS
COURSE OF HBV INFECTION
15. HEPATOLOGI

• Sirosis hepatis adalah stadium akhir fibrosis hepatik


progresif ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan
pembentukan nodul regeneratif.
• Terjadi akibat nekrosis hepatoseluler
– Sirosis hati kompensatabelum ada gejala klinis/stigmata
sirosis
– Sirosis hati dekompensata gejala klinis yang jelas
• Etiologialkohol, hepatitis, biliaris, kardiak, metabolik,
keturunan, obat
– Di Indonesia, 40-50% disebabkan oleh hepatitis B

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam


Hepatologi
Common Physical Examination Findings in
Patients with Cirrhosis
• Abdominal wall vascular collaterals • Hepatomegaly  hard
(caput medusa) • jaundice
• Ascites • Kayser-Fleischer ring—brown-green ring
• Asterixis of copper deposit around the cornea,
• Clubbing and hypertrophic pathognomonic for Wilson’s disease
osteoarthropathy • Nail changes:
• Constitutional symptoms, including Muehrcke’s nails—paired horizontal white
anorexia, fatigue, weakness, and bands separated by normal color
weight loss Terry’s nails—proximal two thirds of nail
• Cruveilhier-Baumgarten murmur—a plate appears white, whereas the distal
venous hum in patients with portal one third is red
hypertension • Palmar erythema
• Dupuytren’s contracture • Scleral icterus
• Fetor hepaticus—a sweet, pungent • Vascular spiders (spider telangiectasias,
breath odor spider angiomata)
• Gynecomastia • Splenomegaly
• Testicular atrophy
Chronic Hepatitis
• Definition:
– Inflammation of the liver that lasts at least 6 months.
– Can persist for years, even decades
• Etiology:
– Common causes  hepatitis B and C viruses and certain drugs.
• Symptoms:
– Many people asymptomatic
• about two thirds of people, chronic hepatitis develops gradually, often without
causing any symptoms of a liver disorder until cirrhosis occurs
• In the remaining one third, it develops after a bout of acute viral hepatitis that
persists or returns (often several weeks later).
– Some have vague symptoms, such as a general feeling of illness, poor
appetite, and fatigue.
– Sometimes have a low-grade fever and some upper abdominal discomfort.
– Jaundice is rare.
– Often, the first specific symptoms are those of chronic liver disease or cirrhosis

http://www.msdmanuals.com/home/liver-and-gallbladder-disorders/hepatitis/chronic-hepatitis
Chronic Hepatitis
• Physical examination:
– do not have abnormal physical examination
• Chronic hepatitis can result in cirrhosis
• Diagnosis:
– Liver function testabnormally high or normal level
– A biopsy is done to confirm the diagnosis.
• In many people, chronic hepatitis does not progress
for years. In others, it gradually worsens. The outlook
depends partly on which virus is the cause
http://emedicine.medscape.com/article/177632-workup#c7
16. Hepatoma

• Faktor Risiko: infeksi hepatitis kronis,


aflatoksin, sirosis

• Gejala
– ↑ɑ-fetoprotein pada > 50% kasus
– Hati teraba keras, bisa terdapat nodul
– Adanya bruit atau friction rub pada perabaan hati

Current diagnosis & treatment in gastroenterology.


Penegakan Diagnosis Hepatoma
CT Scan/ MRI abdomen Alpha-feto protein (AFP)
• Pemeriksaan penunjang inisial • Merupakan tumor marker
untuk mengetahui adanya untuk hepatoma.
massa/ nodul di hepar. • Dapat false positive pada
kehamilan dan tumor lain yang
Biopsi berasal dari gonad.
• Merupakan gold standar • Digunakan sebagai skrining.
penegakan diagnosis.
• Dilakukan terutama bila USG
didapatkan nodul >2 cm • Dapat digunakan untuk
skrining mengetahui apakah
ada nodul di hepar
• Kombinasi USG dan AFP
memberikan spesifitas yang
tinggi untuk diagnosis
hepatoma.
16. Hepatoma
17. Intoksikasi Metanol
• Etiologi: terhirup, minuman keras yang dioplos
• Patofisiologi:
– Metanol terminum  diubah menjadi formaldehid 
segera berubah menjadi asam formiat  racun bagi
tubuh

• Gejala dan Tanda


– 12-24 jam pertama: Sakit kepala, pusing, sakit otot,
lemah, kehilangan kesadaran dan kejang-kejang ini\
– Tahap selanjutnya: Kerusakan syaraf optik dengan
gejala berupa dilatasi pupil, penglihatan menjadi kabur
dan akhirnya kebutaan yang permanen, metabolisme
acidosis
POM RI: Penyalahgunaan Zat
17. Intoksikasi Metanol: Terapi
• Bersihkan diri dari paparan
– Kulit: Segera cuci daerah yang terkena dengan air hangat dan sabun
sedikitnya selama 10-15 menit.
– Mata: Cuci mata dengan cairan pencuci mata yang umum digunakan,
sedikitnya 10-15 menit.
– Terhirup atau tertelan, segera minta bantuan kesehatan dari dokter untuk
dilakukan usaha-usaha

• Detoksifikasi: Etanol dan sodium bikarbonat.


• Etanol memiliki afinitas terhadap enzim alkohol dehidrogenase 10-20 kali lebih
kuat daripada metanol mengurangi pembentukan asam format
• Diberikan secara per-oral dengan konsentrasi sampai 40%, atau melalui intravena
dengan konsentrasi 10% dalam 5% dekstrosa.
• Sodium bikarbonat  mengurangi metabolik asidosis akibat asam format.

POM RI: Penyalahgunaan Zat


• Pemeriksaan penunjang:
– AGD
• Asidosis metabolik, yang
ditandai dengan penurunan
kadar bikarbonat
– Peningkatan anion Gap
– Peningkatan Amilase akibat
adanya pankreatitis akut
– Kadar metanol serum
meningkat
• Tidak mencerminkan tingkat
keracunan sehingga tidak
dapat digunakan sebagai
indikator prognosis
18. Pengobatan TB pada Keadaan Khusus
• Penderita TB pengguna kontrasepsi
– Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan
KB, susuk KB)  ↓efektifitas
– Sebaiknya menggunakan kontrasepsi non-hormonal atau kontrasepsi
yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).

• Kehamilan
– WHO: hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali
streptomisin.
– Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat
permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta 
gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi
yang akan dilahirkan.

• Ibu menyusui dan bayinya


– Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui
– Bayi dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH
diberikan kepada bayi sesuai dengan berat badannya.
TUBERKULOSIS: PEDOMAN DIAGNOSIS & PENATALAKSANAAN DI INDONESIA. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2006
Pengobatan TB pada Keadaan Khusus
• Penderita TB dengan infeksi HIV/AIDS
– Prinsip pengobatan penderita TB-HIV adalah dengan
mendahulukan pengobatan TB.
– Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis
HIV sesuai dengan standar WHO.

• Penderita TB dengan hepatitis akut


– Pada penderita TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik:
ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan.
– Bila pengobatan TB sangat diperlukan dapat diberikan
streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai
hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R)
dan Isoniasid (H) selama 6 bulan.

TUBERKULOSIS: PEDOMAN DIAGNOSIS & PENATALAKSANAAN DI INDONESIA. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2006
Pengobatan TB pada Keadaan Khusus
• Penderita TB dengan kelainan hati kronik
– Kecurigaan gangguan faal hati: Pemeriksaan faal hati sebelum
pengobatan TB
– SGOT & SGPT ↑ > 3x  OAT tidak diberikan dan bila telah dalam
pengobatan, harus dihentikan.
– ↑< 3x, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan
pengawasan ketat.
– Penderita dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan.
– Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE

• Penderita TB dengan gagal ginjal


– Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z)  diekskresi melalui
empedu dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik dapat
diberikan dengan dosis standar pada penderita dengan gangguan ginjal.
– Streptomisin & Etambutol diekskresi melalui ginjal  hindari
– Paduan OAT yang paling aman untuk penderita dengan gagal ginjal
adalah 2HRZ/4HR

TUBERKULOSIS: PEDOMAN DIAGNOSIS & PENATALAKSANAAN DI INDONESIA. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2006
Pengobatan TB pada Keadaan Khusus
• Penderita TB dengan Diabetes Melitus
– Rifampisin mengurangi efektifitas sulfonil urea  dosis obat anti
diabetes perlu ditingkatkan.
– Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai
pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral.
– Pada penderita Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopati
diabetik hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat
memperberat kelainan tersebut.

• Penderita TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid


• Digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa penderita
seperti:
– Meningitis TB
– TB milier dengan atau tanpa meningitis
– TB dengan Pleuritis eksudativa
– TB dengan Perikarditis konstriktiva.
– Fase akut: Prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari,
kemudian diturunkan secara bertahap. Lama pemberian disesuaikan
dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan

TUBERKULOSIS: PEDOMAN DIAGNOSIS & PENATALAKSANAAN DI INDONESIA. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2006
19. Teh
• Polifenol
– Sebagai anti oksidan bebas
– Menghambat penyerapan vitamin B1 
mengurangi metabolisme karbohidrat  ↓BB
• Tannin
– Mengurangi penyerapan zat besi

Agus Sumanto, 2009. Tetap Langsing dan Sehat dengan Diet


20.
21. ACLS

ACLS 2015
• Kompresi 100-120
kali
• Kedalaman
minimal 5 cm
maksimal 6 cm
22&23. ACS
ACS
24. Obat-Obatan dalam SKA: Nitrat

• Nitrat mempunyai efek anti-iskemik melalui


berbagai mekanisme :
– Menurunkan kebutuhan oksigen miokard karena
penurunan preload dan afterload,
– Efek vasodilatasi sedang,
– Meningkatkan aliran darah kolateral,
– Menurunkan kecendrungan vasospasme, serta
– Potensial dapat menghambat agregasi trombosit.

DIREKTORAT BINA FARMASI KOMUNITAS DAN KLINIK DITJEN BINA KEFARMASIAN DAN ALAT
KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN 2006: PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PASIEN PENYAKIT
JANTUNG KORONER : FOKUS SINDROM KORONER AKUT
25. Gagal ginjal kronik
Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar penyakit dan tatalaksana
derajat penjelasan LFG tatalaksana
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal ≥90 Terapi penyakit dasar,kondisi
atau↑ komorbid
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ 60-89 Menghambat pemburukan
ringan funsi ginjal
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi
sedang
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ 15-29 Persiapan untuk terapi
berat pengganti ginjal
5 Gagal ginjal <15 HD atau terapi pengganti
ginjal
Indikasi Hemodialisa cito :
LFG = (140-umur)xBB -Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
-K serum > 6 mEq/L
72xCreatinin
-Ur darah > 200mg/dL
-pH darah < 7,1
-Anuria
-Fluid overload
PENYAKIT GINJAL
26. Hipoglikemia
• Hipoglikemia 
menurunnya kadar glukosa
darah < 70 mg/dL dengan
atau tanpa gejala otonom
• Whipple triad
– Gejala hipoglikemia
– Kadar glukosa darah rendah
– Gejala berkurang dengan
pengobatan
• Penurunan kesadaran pada
DM harus dipikirkan
hipoglikemia terutama yang
sedang dalam pengobatan
Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015
Hipoglikemia
Tanda Gejala
Autonomik Rasa lapar, berkeringat, gelisah, Pucat, takikardia, widened
paresthesia, palpitasi, Tremulousness pulse pressure
Neuroglikopenik Lemah, lesu, dizziness, pusing, Cortical-blindness,
confusion, perubahan sikap, gangguan hipotermia, kejang, koma
kognitif, pandangan kabur, diplopia

• Probable hipoglikemia  gejala hipoglikemia tanpa pemeriksaan


GDS
• Hipoglikemia relatif  GDS>70 mg/dL dengan gejala
hipoglikemia
• Hipoglikemia asimtomatik  GDS<70mg/dL tanpa gejala
hipoglikemia
• Hipoglikemia simtomatik  GDS<70mg/dL dengan gejala
hipoglikemia
• Hipoglikemia berat  pasien membutuhkan bantuan orang lain
untuk administrasi karbohidrat, glukagon, atau resusitasi lainnya
Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015
Hipoglikemia
Hipoglikemia ringan Hipoglikemia berat
• Konsumsi makanan tinggi
karbohidrat • Terdapat gejala
• Gula murni
neuroglikopenik
• Glukosa 15-20 g (2-3 sdm) • dextrose 20% sebanyak 50 cc
dilarutkan dalam air • bisa diberikan dextrose 40%
• Pemeriksaan glukosa darah 25 cc
dengan glukometer setelah • diikuti infus D5% atau D10%
15 menit upaya terapi • Periksa GD 15 menit, jika
• Kadar gula darah normal, belum mencapai target
pasien diminta untuk makan dapat diulang
atau konsumsi snack untuk
mencegah berulangnya • Monitoring GD tiap 1-2 jam
hipoglikemia.

Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015


27. Nerve Blocks of the Metatarsals
and Toes
• Anatomy
• Technique
– Metatarsals
– Interdigital web
spaces
– Toes
Great Toe block
Step 1: Step 3:
• Inject lateral edge of toe • Inject medial toe aspect
• Needle perpendicular to toe • Insert needle perpendicular to
(straight up and down) medial aspect
• Inject from dorsal to plantar • Enter skin via area anesthesized
surface in step 2
• Use 1-2 cc of anesthetic • Inject medial aspect of toe with
1-2 cc
Step 2: • Inject from dorsal to plantar
• Inject dorsum of toe surface
• Partially withdraw needle to tip
• Redirect needle across dorsal
aspect of toe
• Inject from lateral to medial
aspect of toe dorsum
Digital Blocks
• Dorsal and palmar digital nerves
• Toes (except 1st) single needle insertion
Landmarks - bone and web space
28. Atheroma cyst (Sebacous cyst)
• Massa non kanker yang
tumbuh dengan lambat
• Berisi material dari folikel
ramabutkulit atau
komponen minyak yang
disebut dengan sebum
• Kista sebaceous dapat
muncul saat pilosebaseus
atau kelenjar sebaseus
tersumbat
• Biasanya sewarna dengan
kulit, dan memiliki punctum
(comedo, blackhead) pada
bag.puncak kubah
Diagnosis Histologic

Lipoma Soft mass, pseudofluctuant with a slippery edge

Atherom cyst Occur when a pilosebaceous unit or a sebaceous gland becomes


blocked. Skin Color is usually normal, and there is a punctum
(comedo, blackhead) on the dome

Dermoid Cyst Lined by orthokeratinized, stratified squamous epithelium surrounded


by a connective tissue wall. The lumen is usually filled with keratin.
Hair follicles, sebaceous glands, and sweat glands may be seen in the
cyst wall
Epidermal Cyst A raised nodule on the skin of the face or neck. HistologicLined by
keratinizing epithelium the resembles the epithelium of the skin
• Most commonly superotemporal • Occasionally superonasal
• Freely mobile under skin • Posterior margins are easily palpable
Dermoid Cyst

Lipoma
29. The Breast
Tumors Onset Feature
Breast cancer 30-menopause Invasive Ductal Carcinoma , Paget’s disease (Ca Insitu),
Peau d’orange , hard, Painful, not clear border,
infiltrative, discharge/blood, Retraction of the
nipple,Axillary mass
Fibroadenoma < 30 years They are solid, round, rubbery lumps that move freely in
mammae the breast when pushed upon and are usually painless.
Fibrocystic 20 to 40 years lumps in both breasts that increase in size and
mammae tenderness just prior to menstrual bleeding.occasionally
have nipple discharge
Mastitis 18-50 years Localized breast erythema, warmth, and pain. May be
lactating and may have recently missed feedings.fever.
Philloides 30-55 years intralobular stroma . “leaf-like”configuration.Firm,
Tumors smooth-sided, bumpy (not spiky). Breast skin over the
tumor may become reddish and warm to the touch.
Grow fast.
Duct Papilloma 45-50 years occurs mainly in large ducts, present with a serous or
bloody nipple discharge
Pemeriksaan Radiologis Payudara
Mammography
• Skrening wanita usia 50thn atau lebih yang
asimptomatik
• Skrening wanita usia 35 thn atau lebih yang
asimtomatik dan memiliki resiko tinggi terkena
kanker payudara :
– Wanita yang memiliki saudara dengan kanker
payudara yang terdiagnosis premenopaus
– Wanita dengan temuan histologis yang memiliki resiko
ganas pada operasi sebelumnya, spt atypical ductal
hyperplasia
• Untuk pemeriksaan wanita usia 35 thn atau lebih
yang simptomatik dengan adanya massa pada
payudara atau gejala klinis kanker payudara
yang lain
www.rad.washington.edu
• USG Mamae
– Tujuan utama USG mamae adalah untuk
membedakan massa solid dan kistik
– Sebagai pelengkap pemeriksaan klinis dan
mamografi
– Merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk
wanita usia muda (<35) dan berperan dalam
penilaian hasil mamografi ‘ dense’ breast
30&31. Batu Uretra
• Berasal dari batu kandung kemih yang turun ke uretra
– Sangat jarang batu uretra primerkecuali pada keadaan stasis urin yang
kronis dan infeksi seperti pada striktur uretra atau divertikel uretra
• Batu uretra:
– 2/3 batu uretra terletak di uretra posterior
– 1/3 batu uretra terletak di uretra anterior
• Gejalatidak spesifik, terdapat gejala-gejala obstruksi
– Asimptomatik
– Riwayat sering nyeri pinggang sebelumnya
– Retensi urinKeluhan tersering
– Disuria
– Aliran mengecil
– Frequency
– Dribbling
– Hematuria
– Mengeluar batu kecil saat kencing atau kencing berpasir
– Batu uretra posteriorNyeri yang menjalar ke perineum atau rectum
– Batu uretra anteriornyeri pada daerah tempat batu berada atau menjalar ke
penis http://www.bjui.org/ContentFullItem.aspx?id=840&SectionType=1&title=Ob
structing-Calculi-within-the-Male-Urethra
• Pemeriksaan fisik:
– Teraba massa batu pada penis • Tata laksana:
atau peno-scrotal junction – Batu uretra posterior:
– RT: teraba massa kerasbatu • Push-back lalu diterapi seperti batu
uretra posterior kandung kemihlitotripsi/open
bladder
• Pemeriksaan Penunjang:
– batu uretra anterior
– USGSkrinning batu radiolisen
• Lubrikasi anterior
– CT-scan UroGold standar • Push-back lalu diterapi seperti batu
untuk kasus urolitiasis kandung kemih
• Belum ada penelitian tentang • Uretrotomi terbuka
sensitivitasnya terhadap batu
uretra
– batu di Fossa navikularis/meatus
eksterna
– Cystourethroscopymelihat
• Uretrotomi terbuka:meatotomi
langsung dgn endoskopi
• Tujuan tatalaksana: • Komplikasi:
– postobstructive renal failure
– Analgetik
– long term urethral damage
– Relieve the outflow obstruction
• Punksi suprapubik – urethrocutaneous fistulas
– remove the stone without – incontinence and impotence
damaging the urethra. Case Reports: A stone down below: a urethral stone causing acute urinary
retention and renal failure. Hanna Bielawska, MD; Norman L. Epstein, MD.
CJEM 2010;12(4):377-380 in http://cjem-online.ca/v12/n4/p377
32. Urinary obstruction
Etiology
• Types of obstruction
– Mechanical blockade
• Intrinsic
• extrinsic
– Functional defects
– Congenital
• Common sites Obstructions:
– ureteropelvic and ureterovesical junctions
– bladder neck
– urethral meatus
• When blockage is above the level of the
bladder
– unilateral dilatation of the ureter
(hydroureter) and renal pyelocalyceal system
(hydronephrosis)
• Lesions at or below the level of the
bladderbilateral Hydronephrosis
Ureter Bladder Outlet Urethra
Acquired Intrinsic Defects
Calculi Benign prostatic stricture
hyperplasia

Inflammation Cancer of the tumor


prostate
Infection Cancer of the calculi
bladder
Trauma Calculi trauma
Sloughed Diabetic phimosis
Papillae neuropathy
Tumor Spinal cord
disease
Blood Clots Anticholinergic
drugs and alpha
adrenergic
antagonists

Uric acid
crystals
Hydronephrosis
• Tanda adanya hidronefrosis:
• Palpable kidney or bladder
• Hydronephrosis on USG
• Non visualized bladder
• evidence of a dilated urinary
collection system
• No bladder visualization
– bilateral ureter obstruction
• Bilateral ureteral obstruction
– always asymmetric process
– One ureter obstructed not
diagnosed because urine
production not decreased.
– The next ureter obstructed
symptomatic
Derajat Hidronefrosis
• I Dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks
• Kaliks berbentuk blunting/tumpul
• II Dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor
• Kaliks berbentuk flattening/mendatar
• III Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor, tanpa adanya penipisan
korteks
• Kaliks berbentuk clubbing/menonjol
• IV Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor, adanya penipisan korteks
• Calices berbentuk ballooning/menggembung
• Management
– mid to proximal ureter – percutaneous nephrostomy
– Distal obstruction – cystoscopic placement of ureteral stent
– Intrarenal obstruction secondary to crystals or protein casts -
hydration
• Acute obstruction require prompt release
– emergency nephrostomy
– In order to save functioning kidney
33. Acute Urinary retention
• Painful inability to void, with relief of pain
following drainage of the bladder by
catheterization.
• Pathophysiology:
– Increased urethral resistance, i.e., bladder outlet
obstruction (BOO)
– Low bladder pressure, i.e., impaired bladder
contractility
– Interruption of sensory or motor innervations of
the bladder
Non traumatic
Acute urinary retention… emergency

• Causes : • Initial Management :


– Men: – Urethral catheterisation
• Benign prostatic enlargement – Suprapubic puncture and
(BPE) due to BPH catheter ( SPC)
• Carcinoma of the prostate
• Urethral stricture
• Late Management:
• Prostatic abscess – Treating the underlying
• Urolithiaisis cause
– Women
• Pelvic prolapse (cystocoele,
rectocoele, uterine)
• Urethral stricture;
• Urethral diverticulum;
• Post surgery for ‘stress’
incontinence
• pelvic masses (e.g., ovarian
masses)
http://urology.iupui.edu/papers/reconstructive_bph/s0094014305001163.pdf

34. Trauma Uretra


• Curiga adanya trauma
pada traktus urinarius
bag.bawah, bila:
– Terdapat trauma
disekitar traktus
urinarius terutama
fraktur pelvis
– Retensi urin setelah
kecelakaan
– Darah pada muara OUE
– Ekimosis dan hematom
perineal
http://crashingpatient.com/trauma/abdominal-trauma.htm/

35. Retroperitoneal hematom


• Zone 1: the midline
retroperitoneum
• Zone 2: the perinephric
space
• Zone 3: the pelvic
retroperitoneum

A hematoma in zone 2 is usually


the result of injury of the renal
vessels or parencyhma
Radiologic Examination • Penetrating injury
• Ultrasonography exploration
– primary evaluation of polytrauma
patients • A non-expanding stable
– follow-up of recuperating patients hematoma resulting from blunt
• CT scan urology with contrastthe trauma  better left
best imaging study
– diagnosis and staging renal injuries unexplored
– haemodynamically stable patients
Cullen’s sign: purple-blue discoloration
Grey Turner’s sign:flank
discoloration (retroperitoneal
around umbilicus (peritoneal hemorrhage)
hemorrhage)

http://www.sharinginhealth.ca/clinical_assessment/abdominal_exam.html
36. Peritonitis
• Peritonitis
– Peradangan dari peritoneum
– Disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur atau reaksi
inflamasi peritoneum terhadap darah(pada kasus
trauma abdomen)
• Jenis:
– Peritonitis Primer
• Disebabkan oleh penyebaran infeksi dari peradaran darah dan
pembuluh limfe ke peritoneumpenyakit hati
• Cairaan terkumpul pada rongga peritoneum, menghasilkan
lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan bakteri
• Jarang terjadi  kurang dari 1% dari seluruh kasus peritonitis
– Peritonitis Sekunder
• Lebih sering terjadi
• Terjadi ketika infeksi menyebar dari traktus bilier atau GIT
http://www.umm.edu/altmed/articles/peritonitis-000127.htm#ixzz28YAqqYSG
• Peritonitis Sekunder
– Bakteri, enzim, atau cairan empedu
mencapai peritoneum dari suatu robekan
yang berasal dari traktus bilier atau GIT
– Robekan tersebut dapat disebabkan oleh:
• Pancreatitis
• Perforasi appendiks
• Ulkus gaster
• Crohn's disease
• Diverticulitis
• Komplikasi Tifoid
Gejala dan Tanda
• Distensi dan nyeri pada Tanda
abdomen • BU berkurang atau
• Demam, menggigil absenusus tidak dapat
• Nafsu makan berkurang berfungsi
• Mual dan muntah • Perut seperti papan
• Peningkatan frekuensi • Peritonitis primerasites
napas dan nadi
• Nafas pendek
• Hipotensi
• Produksi urin berkurang
• Tidak dapat kentut atau BAB
Perforasi Gaster
• Faktor RisikoUlkus
Peptikum e.c NSAID
• Gejala klasik:
– Nyeri seluruh lapang perut
yang timbul mendadak
– Menjalar sampai ke bahu
– Tanda peritonitis
• Peneriksaan Fisik
– Nyeri tekan seluruh lapang
perut
– rigid abdomen; with rebound
and percussion tenderness,
and guarding (a characteristic
‘drum-like’ tender abdomen)
– Pekak hepar menghilang
• Radiologic Findings
– Plain radiograph of abdomen
(AP)
• Air under diaphragm
37. Fisura Ani
38. Hemoroid

Hemoroid eksterna Hemoroid Interna


Diluar anal canal, sekitar sphincter Didalam anal canal
Gejala terjadi karena thrombosis Gejala timbul karena perdarahan atau
iritasi mukosa
Tidak dapat dimasukkan ke dalam anal dapat dimasukkan ke dalam anal canal
canal sampai grade III
http://emedicine.medscape.com/article/2047916

39&40. Chest Trauma


Disorders Etiology Clinical

Hemothorax lacerated blood Anxiety/Restlessness,Tachypnea,Signs of


vessel in thorax Shock,Tachycardia
Frothy, Bloody Sputum
Diminished Breath Sounds on Affected
Side,Flat Neck Veins, Dullness to percussion
Simple/Closed Blunt trauma Opening in lung tissue that leaks air into
Pneumothorax spontaneous chest cavity, Chest Pain,Dyspnea,Tachypnea
Decreased Breath Sounds on Affected
Side,hipersonor
Open Pneumothorx Penetrating Opening in chest cavity that allows air to
chest wound enter pleural cavity, Dyspnea,Sudden sharp
pain,Subcutaneous Emphysema
Decreased lung sounds on affected side
Red Bubbles on Exhalation from wound
(Sucking chest wound)
Simple/Closed Pneumothorax
• Opening in lung tissue that
leaks air into chest cavity
• Blunt trauma is main cause Th/
• May be spontaneousLung • ABC’s with C-spine
infection control
• Usually self correcting • Airway Assistance as
needed
S/S : • If not contraindicated
transport in semi-sitting
• Chest Pain position
• Dyspnea • Provide supportive care
• Tachypnea • Contact Hospital and/or
• Decreased Breath Sounds on ALS unit as soon as
Affected Side possible
http://emedicine.medscape.com/ Saat darah semakin banyak, akan menimbulkan
Rongga pleura terisi oleh darah tekanan pada jantung dan pembuluh darah
besar di rongga dada

Treatment for Hemothorax


• ABC’s dengan c-spine control sesuai indikasi
• Amankan Airway dengan bantuan ventilasi
bila dibutuhkan
• Atasi syok karena kehilangan darah
• Pertimbangkan posisi LLD bila tidak di
kontraindikasikan
• Transport Secepatnya
• Memberitahukan RS dan unit trauma
secepatnya
• Needle decompressionBila ada indikasi Upright chest radiograph:
• Chest tube&WSDsegera setelah pasien blunting at the costophrenic angle or
stabil an air-fluid interface
41. Management of Trauma Patient
Shock position
• Legs higher than head
• “auto transfusion” of
about 250ml of venous
blood
http://en.wikipedia.org/wiki/Burn

42. Luka Bakar

prick test (+)


To estimate scattered burns: patient's
palm surface = 1% total body surface Total Body
area
Surface Area

Parkland formula = baxter formula

http://www.traumaburn.org/referring/fluid.shtml
Indikasi resusitasi cairan
• American Burn • Unit Luka Bakar RSCM
Association – LB derajat II > 10 % ( <
– LB derajat II > 10 % ( < 10 tahun / > 50 tahun ).
10 tahun / > 50 tahun ). – LB derajat II > 15% ( 10 –
– LB derajat II > 20 % ( 10 – 50 tahun )
50 tahun )
• Cairan RL 4cc x BB (Kg)x
% luas luka bakar
(Baxter) dibagi 8 jam
pertama dan 16 jam
berikutnya
http://emedicine.medscape.com/article/1277360
SOP Unit Pelayanan Khusus Luka Bakar RSUPNCM 2011
43. Breast Cancer
I T1N0
T1N1
IIA
T2N0 • Localized breast cancer
T2N1 – Surgery is mainstay
IIB
T3N0 – Halsted, 1882, radical
T1N2 mastectomy
T2N2 • John Hopkins
IIIA
T3N1
T3N2
• Metastatic breast
T4N0
cancer
IIIB T4N1
– Systemic treatment
T4N2
IIIC N3
IV M1
Mastectomy
Breast Sparing Surgery: Lumpectomy & Partial
Mastectomy
Lumpectomy vs. Mastectomy

Breast Conserving therapy


• Indication
• Stage 0
• Stage I
• Stage IIA
• Single lession
Modified radical mastectomy (MRM)
• Methode:
– Entire breast is removed
– Classically some lymph nodes in
the level 1 (B) and level 2 (C )
were removed, called an axillary
lymph node dissection.
– Pectoral muscles are spared
– Used to examine the lymph
nodes identify whether the
cancer cells have spread beyond
the breasts.
• Indication:
– Locally Advance breast cancer
– Multifocal/multicentrics cancer
– Residual large cancer that persist
after adjuvant therapy
– Stage I and Stage II
• Neoadjuvant or preoperative
induction chemotherapy is now
considered a legitimate strategy for
inclusion in the multidisciplinary
approach to locally advanced breast
cancer
–To downstage the tumour
–to facilitate less invasive surgery
–hopefully improve treatment outcome.
Radical Mastectomy
• Rarely used
• Method:
– removing the entire
breast, the axillary
lymph nodes, and the
pectoralis major and
minor muscles behind
the breast
• Indication:
– Large tumor that involve
chest wall and muscle
(Stage IV)
Simple/Total Mastectomy
• Indication:
– Low grade carcinoma
stage II and III
– Tumor phylloides
– Large tumor that
persist after adjuvant
therapy
– Multifocal/multicentri
cs carsinoma insitu
44. Hernia
HERNIA HIATALHERNIA DIAFRAGMATIKA

/VENTRAL HERNIA
Tipe Hernia Definisi

Reponible Kantong hernia dapat dimasukkan kembali ke dalam rongga


peritoneum secara manual atau spontan
Irreponible Kantong hernia tidak dapat dimasukkan kembali ke dalam rongga
peritoneum
Incarserated Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong
hernia
Strangulated Obstruksi dari pasase usus dan Obstruksi vaskular dari kantong
herniatanda-tanda iskemik usus: bengkak,nyeri,merah

• Indirek mengikuti kanalis


inguinalis
• Karena adanya prosesus vaginalis
persistent
• The processus vaginalis
outpouching of peritoneum
attached to the testicle that trails
behind as it descends
DirekTimbul karena adanya defek atau
retroperitoneally into the scrotum. kelemahan pada fasia transversalis dari
trigonum Hesselbach
http://emedicine.medscape.com/article/
Inguinal hernia
•Most common
•Most difficult to understand

•Congenital ~ indirect
•Acquired ~ direct or indirect

•Indirect Hernia
•has peritoneal sac
•lateral to epigastric vessels

•Direct Hernia
•usually no peritoneal sac
•through Hasselbach triangle,
medial to epigastric vessels
45. HYDROPNEUMOTHORAKS
• Akumulasi dari cairan dan
udara bebas pada rongga
pleura
• Menyebabkan tekanan
positif pada rongga
pekuraparu-paru
kolaps
• Karena trauma
Biasanya darah
hematopneumothorax
• X-RaysAir fluid
http://emedicine.medscape.com/article/ http://en.wikipedia.org/wiki/

46&47. Male Genital Disorders


Disorders Etiology Clinical
Testicular torsion Intra/extra-vaginal Sudden onset of severe testicular pain followed by
torsion inguinal and/or scrotal swelling. Gastrointestinal
upset with nausea and vomiting.
Hidrocele Congenital anomaly, accumulation of fluids around a testicle, swollen
blood blockage in the testicle,Transillumination +
spermatic cord
Inflammation or
injury

Varicocoele Vein insufficiency Scrotal pain or heaviness, swelling. Varicocele is


often described as feeling like a bag of worms
Hernia skrotalis persistent patency of Mass in scrotum when coughing or crying
the processus
vaginalis
Chriptorchimus Congenital anomaly Hypoplastic hemiscrotum, testis is found in other
area, hidden or palpated as a mass in inguinal.
Complication:testicular neoplasm, subfertility,
testicular torsion and inguinal hernia
Kriptorkismus
• Kriptorkismus: testis tidak ada dalam skrotum dan
tidak dapat dimasukkan ke skrotum
• Ectopic: tidak melewati jalur turunnya testis
• Retraktil: dapat dimanipulasi hingga masuk ke dalam
skrotum dan dapat menetap tanpa tarikan
• Gliding: dapat dimanipulasi hingga masuk ke dalam
skrotum namun bila dilepas akan tertarik kembali
• Ascended: sebelumnya telah ada dalam skrotum lalu
tertarik ke atas secara spontan
• Testis yang tidak teraba
• Gejala: muncul sekitar 20-30% pada
– Keluhan infertilitas pasien kriptorkismus
– benjolan di perut bagian • Hanya 20-40% dari testis yang
bawah tidak teraba, saat dioperasi
– testis tersebut dapat benar-benar tidak ada
mengalami trauma,
infeksi, torsio, atau
berubah menjadi tumor
testis
• Pemeriksaan Fisik:
– Pada skrotum dan inguinal,
teraba massa seperti
benang
– Jaringan ini biasanya
gubernakulum atau
epididimis dan vas
deferens
– bisa bersamaan dengan
testis intraabdominal
http://www.medscape.org/viewarticle/420354_8

HERNIA SKROTALIS
48. Ankle Sprain
Diagnosis

• History of trauma
• Swelling/discoloration
• Pain/tenderness
• Eversion restriction
• Anterior drawer test www.uwec.edu/kin/majors/AT/aidil/images
/Ankle.JPG
for ankle
• X-ray
Rehabilitation
• After 5 to7 days (after inflammation subside)
– start restoring motion to the hindfoot by turning
the heel in and out (Active Range of motion)
• After 60 to70 percent of the ankle’s normal
motion has returned
– begin strengthening exercises using a rubber tube
for resistance
• Balance is restored by standing on the injured
leg
Ankle Sprain Tx BIG-THREE
• PROTECTION (BRACE)
• STRENGTH EXERCISE
• PRIPRIOCEPTION TRAINING
49. Volume Perdarahan Fraktur Femur

• Anatomi Os Femur
– Terletak dekat dengan
pembuluh darah besar
(femoral artery)
• Perdarahan akibat
fraktur femur dapat
mencapai 1,500 ml per
femur
50. Pemeriksaan Penunjang Trauma Wajah

Schedel/AP view
soundnet.cs.princeton.edu
51. Posterior Hip
Dislocation
Gejala
• Nyeri lutut
• Nyeri pada sendi
panggul bag.
belakang
• Sulit
menggerakkan
ekstremitas
bawah
• Kaki terlihat
memendek dan
dalam posisi
fleksi, endorotasi
dan adduksi
Risk Factor
• Kecelakaan
• Improper seating
adjustment
• sudden break in
the car
netterimages.com
http://www.aaos.org/

Treatment
• Survei primer (ABC) selalu
didahulukan
• Setelah pasien stabil dan
diamankanperiksa
fraktur/dislokasi yang dialami
• Tatalaksana terpenting untuk
fraktur dan
dislokasiPembidaian,
terutama sebelum transport
Tatalaksana Definitif Dislokasi Sendi
Panggul: Reposisi
• Bila pasien tidak memiliki komplikasi lain:
– Berikan Anestetic atau sedative dan manipulasi
tulang sehingga kembali pada posisi yang
seharusnya reduction/reposisi
• Pada beberapa kasus, reduksi harus dilakukan
di OK dan diperlukan pembedahan
• Setelah tindakan, harus dilakukan
pemeriksaan radiologis ulang atau CT-scan
untuk mengetahui posisi dari sendi.
http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00352

Anterior reduction/reposition

Posterior reduction/reposition
52. Breast Mass Diagnostic Algorithm
I L M U
P E N YA K I T
M ATA
Vaughn DG, Oftalmologi Umum, ed.14

53. Ablasio Retina


• Ablasio retina adalah • Jenis:
suatu keadaan – Rhegmatogenosa (paling
terpisahnya sel kerucut sering)  lubang / robekan
dan batang retina (retina pada lapisan neuronal
menyebabkan cairan vitreus
sensorik) dari sel epitel masuk ke antara retina
pigmen retina sensorik dengan epitel
pigmen retina
• Mengakibatkan gangguan – Traksi  adhesi antara
nutrisi retina pembuluh vitreus / proliferasi jaringan
darah yang bila fibrovaskular dengan retina
berlangsung lama akan – Serosa / hemoragik 
mengakibatkan gangguan eksudasi ke dalam ruang
fungsi penglihatan subretina dari pembuluh
darah retina

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
Ablasio Retina
• Anamnesis: • Funduskopi : adanya
– Riwayat trauma
robekan retina, retina
– Riwayat operasi mata
– Riwayat kondisi mata yang terangkat
sebelumnya (cth: uveitis, berwarna keabu-
perdarahan vitreus, miopia
berat) abuan, biasanya ada
– Durasi gejala visual & fibrosis vitreous atau
penurunan penglihatan fibrosis preretinal bila
• Gejala & Tanda:
– Fotopsia (kilatan cahaya) 
ada traksi. Bila tidak
gejala awal yang sering ditemukan robekan
– Defek lapang pandang  kemungkinan suatu
bertambah seiring waktu
– Floaters
ablasio
nonregmatogen
54. Perdarahan subkonjungtiva
• Perdarahan subkonjungtiva • Perdarahan
adalah perdarahan akibat subkonjungtiva akan
rupturnya pembuluh darah hilang atau diabsorpsi
dibawah lapisan konjungtiva dalam 1- 2 minggu
yaitu pembuluh darah tanpa diobati.
konjungtivalis atau episklera.
• Pengobatan penyakit
• Dapat terjadi secara spontan yang mendasari bila
atau akibat trauma. ada.
55. Dakrioadenitis
• Peradangan dari kelenjar • Gejala: nyeri, kemerahan, dan
lakrimalis gejala penekanan pada unilateral
• Kelenjar lakrimalis berada supratemporal orbita
di supratemporal orbita + • Tanda: Khemosis
lobus palpebral – Injeksi konjungtiva
• Patofisiologi masih belum – Sekret mukopurulent
dimengerti, diperkirakan – Kelopak merah
akibat ascending infection – Limfadenopati submandibular
kuman dari duktus – Bengkak pada 1/3 lateral kelopak
lakrimalis ke dalam kelenjar mata (S-shaped lid)
• Lobus palpebral biasanya – Proptosis
juga ikut terkena – Gangguan gerak bola mata
– Pembesaran kelenjar parotis
• Penyebab: mumps, EBV,
– Demam
stafilokokus, GO
– ISPA
– Malaise
DAKRIOSISTITIS – ANATOMI DUKTUS LAKRIMALIS
Tatalaksana
• Viral (paling sering) - Self-
limiting, tx suportif
(kompres hangat, NSAID
oral)
• Bacterial – 1st generation
cephalosporins
• Protozoa / fungal –
antiamoebic/ antifungal
• Inflammatory
(noninfectious) – cek
penyebab sistemik,
tatalaksana berdasarkan
penyebabnya.
56. DAKRIOSISTITIS
• Partial or complete obstruction of the nasolacrimal duct
with inflammation due to infection (Staphylococcus aureus
or Streptococcus B-hemolyticus), tumor, foreign bodies,
after trauma or due to granulomatous diseases.
• Clinical features : epiphora, acute, unilateral, painful
inflammation of lacrimal sac, pus from lacrimal punctum,
fever, general malaise, pain radiates to forehead and teeth
• Diagnosis : Anel test(+) :not dacryocystitis, probably skin
abcess; (-) or regurgitation (+) : dacryocystitis. Swab and
culture
• Treatment : Systemic and topical antibiotic, irrigation of
lacrimal sac, Dacryocystorhinotomy
• Evaluasi Sistem Lakrimal-Drainase Lakrimal :
• Uji Anel : Dengan melakukan uji anel, dapat diketahui apakah fungsi
dari bagian eksresi baik atau tidak.
• Cara melakukan uji anel :
– Lebarkan pungtum lakrimal dengan dilator pungtum
– Isi spuit dengan larutan garam fisiologis. Gunakan jarum lurus atau
bengkok tetapi tidak tajam
– Masukkan jarum ke dalam pungtum lakrimal dan suntikkan cairan melalui
pungtum lakrimal ke dalam saluran eksresi , ke rongga hidung
• Uji anel (+): terasa asin di tenggorok atau ada cairan yang masuk
hidung. Uji anel (-) jika tidak terasa asinberarti ada kelainan di
dalam saluran eksresi.
• Jika cairan keluar dari pungtum lakrimal superior, berarti ada obstruksi
di duktus nasolakrimalis. Jika cairan keluar lagi melalui pungtum
lakrimal inferior berarti obstruksi terdapat di ujung nasal kanalikuli
lakrimal inferior, maka coba lakukan uji anel pungtum lakrimal
superior.
http://emedicine.medscape.com/articl e/1206147

57. Jenis Glaukoma


Causes Etiology Clinical
Acute Glaucoma Pupilllary block Acute onset of ocular pain, nausea, headache, vomitting, blurred
vision, haloes (+), palpable increased of IOP(>21 mm Hg),
conjunctival injection, corneal epithelial edema, mid-dilated
nonreactive pupil, elderly, suffer from hyperopia, and have no
history of glaucoma
Open-angle Unknown History of eye pain or redness, Multicolored halos, Headache,
(chronic) IOP steadily increase, Gonioscopy Open anterior chamber
glaucoma angles, Progressive visual field loss
Congenital abnormal eye present at birth, epiphora, photophobia, and blepharospasm,
glaucoma development, buphtalmus (>12 mm)
congenital infection
Secondary Drugs Sign and symptoms like the primary one. Loss of vision
glaucoma (corticosteroids)
Eye diseases (uveitis,
cataract)
Systemic diseases
Trauma
Absolute end stage of all types of glaucoma, no vision, absence of
glaucoma pupillary light reflex and pupillary response, stony appearance.
Severe eye pain. The treatment  destructive procedure like
cyclocryoapplication, cyclophotocoagulation,injection of 100%
alcohol
http://emedicine.medscape.com/article/798811

Angle-closure (acute) glaucoma


• The exit of the aqueous humor fluid is sud
• At least 2 symptoms:
– ocular pain
– nausea/vomiting
– history of intermittent blurring of vision with halos
• AND at least 3 signs:
– IOP greater than 21 mm Hg
– conjunctival injection
– corneal epithelial edema
– mid-dilated nonreactive pupil
– shallower chamber in the presence of occlusiondenly
blocked
58. GLAUKOMA SEKUNDER
• Glaucoma sekunder merupakan glaukoma yang diketahui penyebab yang
menimbulkannya. Hal tersebut disebabkan oleh proses patologis intraokular
yang menghambat aliran cairan mata (cedera, radang, tumor)
• Glaukoma terjadi bersama-sama dengan kelainan lensa seperti :
 Luksasi lensa anterior, dimana terjadi gangguan pengaliran cairan mata ke sudut bilik mata.
 Katarak imatur, dimana akibat mencembungnya lensa akan menyebabkan penutupan sudut bilik
mata (glaukoma fakomorfik)
 Katarak hipermatur, dimana bahan lensa keluar dari lensa sehingga menutupi jalan keluar
cairan mata (glaukoma fakolitik)
• Glaukoma yang terjadi akibat penutupan sudut bilik mata oleh bagian lensa
yang lisis ini disebut glaukoma fakolitik, pasien dengan galukoma fakolitik akan
mengeluh sakit kepala berat, mata sakit, tajam pengelihatan hanya tinggal
proyeksi sinar.
• Pada pemeriksaan objektif terlihat edema kornea dengan injeksi silier, fler berat
dengan tanda-tanda uveitis lainnya, bilik mata yang dalam disertai dengan
katarak hipermatur. Tekanan bola mata sangat tinggi

Ilyas, Sidarta., 2004. Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
59. Glaukoma
• Mekanisme : Gangguan aliran keluar humor akueus akibat
kelainan sitem drainase sudut kamera anterior (sudut
terbuka) atau gangguan akses humor akueus ke sistem
drainase (sudut tertutup)
• Pemeriksaan :
 Tonometri : mengukur tekanan Intraokuler (TIO): perpalpasi,
dengan schiotz, atau cara lain spt anaplasi
 Penilaian diskus optikus : pembesaran cekungan diskus optikus
dan pemucatan diskus
 Lapang pandang: kampimetri/perimetri
 Gonioskopi : menilai sudut kamera anterior  sudut terbuka
atau sudut tertutup
• Pengobatan : menurunkan TIO  obat-obatan
(asetazolamide, timolol, pilokarpin), terapi bedah atau laser
60-62. Konjungtivitis Alergi
• Allergic conjunctivitis may be divided into 5
major subcategories.
• Seasonal allergic conjunctivitis (SAC) and
perennial allergic conjunctivitis (PAC) are
commonly grouped together.
• Vernal keratoconjunctivitis (VKC), atopic
keratoconjunctivitis (AKC), and giant papillary
conjunctivitis (GPC) constitute the remaining
subtypes of allergic conjunctivitis.
Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis Atopi Konjungtivitis Vernal
• Nama lain: spring catarrh/ seasonal
• Biasanya ada riwayat atopi conjunctivitis/ warm weather conjunctivitis
• Gejala + Tanda: sensasi • Etiologi: reaksi hipersensitivitas bilateral (alergen
terbakar, sekret mukoid mata sulit diidentifikasi)
merah, fotofobia • Epidemiologi:
• Terdapat papila-papila halus – Dimulai pada masa prepubertal, bertahan selama
5-10 tahun sejak awitan
yang terutama ada di tarsus
– Laki-laki > perempuan
inferior
• Gejala & tanda:
• Jarang ditemukan papila – Rasa gatal yang hebat, dapat disertai fotofobia
raksasa – Sekret ropy
• Karena eksaserbasi datang – Riwayat alergi pada RPD/RPK
berulanga kali  – Tampilan seperti susu pada konjungtiva
neovaskularisasi kornea, – Gambaran cobblestone (papila raksasa
sikatriks berpermukaan rata pada konjungtiva tarsal)
– Tanda Maxwell-Lyons (sekret menyerupai benang
& pseudomembran fibrinosa halus pada tarsal atas,
pada pajanan thdp panas)
– Bercak Trantas (bercak keputihan pada limbus saat
fase aktif penyakit)
– Dapat terjadi ulkus kornea superfisial
Tatalaksana Konjungtivitis Alergi
• Self-limiting • Jangka panjang & prevensi
sekunder:
• Akut: • Antihistamin topikal
• Steroid topikal (+sistemik • Stabilisator sel mast Sodium
kromolin 4%: sebagai pengganti
bila perlu), jangka steroid bila gejala sudah dapat
pendek  mengurangi dikontrol
gatal (waspada efek • Tidur di ruangan yang sejuk
dengan AC
samping: glaukoma, • Siklosporin 2% topikal (kasus
katarak, dll.) berat & tidak responsif)
• Desensitisasi thdp antigen (belum
• Vasokonstriktor topikal
menunjukkan hasil baik)
• Kompres dingin & ice
pack

Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.


Table. Major Differentiating Factors Between VKC and AKC

Characteristics VKC AKC


Age at onset Generally presents at a younger -
age than AKC
Sex Males are affected preferentially. No sex predilection
Seasonal variation Typically occurs during spring months Generally perennial
Discharge Thick mucoid discharge Watery and clear discharge
Conjunctival - Higher incidence of
scarring conjunctival scarring
Horner-Trantas Horner-Trantas dots and shield ulcers Presence of Horner-Trantas
dots are commonly seen. dots is rare.
Corneal Not present Deep corneal
neovascularization neovascularization tends to
develop
Presence of Conjunctival scraping reveals Presence of eosinophils is
eosinophils in eosinophils to a greater degree in less likely
conjunctival VKC than in AKC
scraping
63. Presbiopia
• Koreksi→ lensa positif untuk • Pemeriksaan dengan kartu Jaeger
menambah kekuatan lensa untuk melihat ketajaman penglihatan
yang berkurang sesuai usia jarak dekat.
– The card is held 14 inches (356 mm) from
• Kekuatan lensa yang biasa the persons's eye for the test. A result of
digunakan: 14/20 means that the person can read at
14 inches what someone with normal
+ 1.0 D → usia 40 tahun vision can read at 20 inches.
+ 1.5 D → usia 45 tahun + 2.0
D → usia 50 tahun + 2.5 D → • (HOTV chart  kartu utk memeriksa
usia 55 tahun + 3.0 D → usia visual acuity pd anak-anak; sedangkan
60 tahun ETdRS (Early Treatment of Diabetic
Retinopathy Study) adalah salah satu
jenis kartu selain snellen optic chart
yang digunakan untuk ketajaman
penglihatan pada umumnya

http://www.ivo.gr/files/items/1/145/51044.jpg
64. Post Partum Bloodshot Eye
• During delivery, women are told to push in order to
pass their baby through the vaginal canal and into the
world
• While pushes should be centered in the lower region of
the body, the pressure may feel like the same pushing
associated with a bowel movement.
• Out of embarrassment and extreme effort, some
women push with their face instead of their lower
body and this can cause the blood vessels in the eyes
to burst resulting in bloodshot eyes.
• Can be resolved in 1-2 weeks
65-66. HORDEOLUM
• Peradangan supuratif kelenjar kelopak mata • 2 bentuk :
• Infeksi staphylococcus pada kelenjar sebasea  Hordeolum internum: infeksi kelenjar
• Gejala: kelopak bengkak dengan rasa sakit Meibom di dalam tarsus. Tampak
dan mengganjal, merah, nyeri bila ditekan, penonjolan ke daerah kulit kelopak, pus
ada pseudoptosis/ptosis akibat bertambah dapat keluar dari pangkal rambut
berat kelopak  Hordeolum eksternum: infeksi kelenjar
• Gejala Zeiss atau Moll. Penonjolan terutama ke
– nampak adanya benjolan pada kelopak daerah konjungtiva tarsal. Ebih banyak
mata bagian atas atau bawah ditemukan
– berwarna kemerahan. • Pengobatan
– Pada hordeolum interna, benjolan akan – Self-limited dlm 1-2 mingu
nampak lebih jelas dengan membuka – Kompres hangat selama sekitar 10-15
kelopak mata. menit, 4x/hari
– Rasa mengganjal pada kelopak mata – Antibiotik topikal (salep, tetes mata),
– Nyeri takan dan makin nyeri saat misalnya: Gentamycin, Neomycin,
menunduk. Polimyxin B, Chloramphenicol
– Kadang mata berair dan peka terhadap – Jika tidak menunjukkan perbaikan :
sinar. Antibiotika oral (diminum), misalnya:
Ampisilin, Amoksisilin, Eritromisin,
Doxycyclin
– Insisi bila pus tidak dapat keluar

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas


Kelenjar kelenjar kecil di kelopak mata yang melepaskan sekresi untuk
krause membentuk lapisan tengah film air mata yang paling tebal.

Kelenjar Sama dengan kelenjar krause


wolfring

Kelenjar Kelenjar keringat pada integumen


sudorifer
67&68. Migrain
Alur Tatalaksana Migrain Akut

Gilmore B, Michael B. Treatment of Acute Migrain. AAFP Volume 83, Number 3 . 2011
Penatalaksanaan Migrain
• Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi
sensoris berlebihan.
• Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan
dikompres dingin

Pengobatan Abortif :
1. Analgesik spesifik analgesik khusus untuk nyeri kepala.
– Lebih bermanfaat untuk kasus yang berat atau respon buruk dengan NSAID.
Contoh: Ergotamin, Dihydroergotamin, dan golongan Triptan (agonis selektif
reseptor serotonin / 5-HT1)
– Ergotamin dan DHE migren sedang sampai berat apabila analgesik non
spesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi efek samping.
– Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi
ergotamin sebagai analgesik. Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak
terkendali, penyakit serebrovaskuler serta gagal ginjal.

IDI. Panduan praktik klinis bagia dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Ed I.2013
2. Analgesik non-spesifik
Yakni: analgesik yang dapat digunakan pada nyeri selain nyeri kepala

Respon terapi dalam 2 jam (nyeri kepala residual ringan atau hilang
dalam 2 jam)
• Aspirin 600-900 mg + metoclopramide
• Asetaminofen 1000 mg
• Ibuprofen 200-400 mg

Terapi Profilaksis (The U.S. Headache Consortium’s)


• Diberikan pada orang yang memiliki KI atau intoleransi terhadap terapiabortif
• Nyeri kepala muncul lebih dari 2 hari/minggu
• Nyeri kepala yang berat dan mempengaruhi kualitas hidup (walau telah diberi
terapi abortif)
• Gejala migrain jarang including hemiplegic migraine, basilar migraine, migraine
with prolonged aura, or migrainous infarction
• Terapi preventif jangka pendek pasien akan terkena faktor risiko yang telah
dikenal dalam jangka waktu tertentu, misalnya migren menstrual.
• Terapi preventif kronis diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun tergantung
respon pasien.
Terapi Profilaksis
69. Spondilitis TB
• Merupakan presentasi infeksi TB ekstrapulmonal
yang menyerang vertebrae.
• Dikenal juga dengan nama Pott’s Disease
• Bagian yang sering terkena adalah bagian bawah
vertebrae thorakal dan bagian atas vertebrae
lumbal.
• Manifestasi dari penyebearan TB hematogen.
• Karena vertebrae merupakan bagian yang
avascular, dapat terjadi destruksi tulang yang
akibatnya terjadi kolaps vertebra dan jejas pada
medula spinalis akibat penyebaran kuman TB ini.
Tanda dan Gejala
• Nyeri punggung
• Kesulitan berdiri
• Kesemutan, Kelemahan otot ekstremitas
inferior
• Gejala klasik TB (Keringat malam, demam
subfebris, batuk lebih dari 3 minggu, dan
nafsu makan menurun)
70. Guillain Barre Syndrome
• Nama lain: Acute Inflammatory Demyelienating
Polyradiculoneuropathy
• Sindrom Guillain Barre adalah kumpulan gejala klinis yang
bermanifestasi kelemahan otot atau menurunnya refleks
akibat acute inflammatory polyradiculoneuropathy
• Gejala klasik GBS ada demyelinating neuropathy dengan
kelemahan yang bersifat ascending yang muncul 2-4
minggu setelah infeksi saluran napas akut atau
gastrointestinal.
• Kelemahan yang terjadi bersifat akut, progresif, dan dalam
beberapa hari dapat memengaruhi keempat otot
ekstremitas, otot trunkal, saraf kranial, dan otot respirasi.
Tanda dan Gejala GBS
• Kelemahan otot ekstremitas
• Gejala saraf kranial meliputi: kelemahan otot fasialis
(dapat rancu dengan Bell’s palsy), diplopia, disartria,
disfagia, oftalmoplegia, gangguan pupil.
• Gangguan sensoris yang dirasakan umumnya perasaan
tebal, parestesia, tebal.
• Gangguan otonomik pada GBS meliputi: takikardia,
bradikardia, paroksismal hipertensi, kemerahan pada
wajah, anhidrosis atau diaforesis, retensio urin
• Gangguan pernapasan pada GBS meliputi: dispnea
pada saat aktivitas, sesak, kesulitan menelan, dan
bicara pelo
Tatalaksana GBS
• Perawatan intensif diperlukan apabila didapatkan
gejala disautonomia, berkurangnya forced vital
capacity (< 20 mL/kg), kelemahan otot bulbar,
dan berkurangnya trigger napas.
• Imunomodulasi dengan Intravenous
Immunoglobulin (IVIG) dan plasma exchange
memiliki efektivitas yang sama untuk
memercepat proses penyembuhan
• Terapi rehabilitasi untuk fisik, okupasi, dan
wicara.
http://emedicine.medscape.com/article/315632 ; Harrison 18th Edition
71-72. Stroke
71&72.Stroke iskemik
• Gangguan neurologis yang disebabkan oleh adanya iskemia
pembuluh darah otak oleh karena adanya oklusi yang
disebabkan trombotik maupun emboli.
• Manifestasi klinis yang sering didapatkan adalah defisit
neurologis akut dengan perubahan kesadaran. Manifestasi
lain adalah defisit fungsi hemosensoris, defisit lapangan
pandang, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, nistagmus,
kelainan otot fasialis, dan afasia.
• Diagnosis dapat ditegakkan dengan CT angiografi dan MRI.
• Tatalaksana awal: stabilisasi ABC, kontrol tekanan darah,
identifikasi kemungkinan terapi reperfusi (fibrinolisis,
antiplatelet, maupun trombektomi mekanis)
Faktor risiko stroke
• Tidak dapat dimodifikasi: umur, ras, jenis kelamin,
adanya riwayat stroke pada keluarga, dan
displasia fibromuskuler.
• Faktor risiko yang dapat dimodifikasi: hipertensi,
diabetes mellitus, penyakit jantung,
hiperkolestereolemia, stenosis arteri karotis,
adanya riwayat TIA, hiperhomosisteinemia,
obesitas, pengonsumsian alkohol, rokok, obat-
obat terlarang, dan sedentary lifestyle
73. Bell’s palsy
• Penyebab tersering dari kelemahan wajah unilateral yang muncul tiba-
tiba adalah stroke dan Bell’s palsy.
• Penyebab yang paling umum dari kasus Bell’s palsy adalah HSV tipe 1,
diduga akibat reaktivasi virus dari tempat latennya.
• Selain itu, yang banyak diperdebatkan adalah iritasi terus-menerus dalam
durasi yang cukup lama menyebabkan pembengkakan nervus fasialis
sehingga terjepit diduga juga sebagai penyebab Bell’s palsy.
• Gejala yang didapatkan adalah: kelumpuhan otot wajah unilateral,
gangguan pada telinga (hyperacusis, otalgia), gangguan pada mata (nyeri,
mata kering oleh karena menurunnya produksi air mata, lagoftalmus,
penglihatan kabur), gangguan sensoris (rasa tebal pada pipi dan mulut)
• Terapi: Kortikosteroid, antiviral (efektifitas kurang bila dibandingkan
steroid), dan perawatan mata (untuk mencegah timbulnya ulkus kornea),
dan bedah.

Harrison, 18th Edition; http://www.hopkinsmedicine.org/healthlibrary/GetImage.aspx?ImageId=161363;


http://emedicine.medscape.com/article/1146903-overview
Inervasi Saraf VII
• Intracranial branches
– Greater petrosal nerve - provides parasympathetic
innervation to several glands, including the nasal
gland, palatine gland, lacrimal gland, and pharyngeal
gland. It also provides parasympathetic innervation to
the sphenoid sinus, frontal sinus, maxillary sinus, ethmoid
sinus and nasal cavity.
– Nerve to stapedius - provides motor innervation
for stapedius muscle in middle ear
– Chorda tympani
• Submandibular gland
• Sublingual gland
• Special sensory taste fibers for the anterior 2/3 of the tongue.
• Extracranial branches
– Distal to stylomastoid foramen, the following nerves branch
off the facial nerve:
– Posterior auricular nerve - controls movements of some of
the scalp muscles around the ear
– Branch to Posterior belly of Digastric muscle as well as
the Stylohyoid muscle
– Five major facial branches (in parotid gland) - from top to
bottom (a
helpful mnemonic being To Zanzibar By Motor Car):
• Temporal branch of the facial nerve
• Zygomatic branch of the facial nerve
• Buccal branch of the facial nerve
• Marginal mandibular branch of the facial nerve
• Cervical branch of the facial nerve
74. Gerakan Mata
• For each eye, six muscles work together to
control eye position and movement. Two
extraocular muscles, themedial rectus and lateral
rectus, work together to control horizontal eye
movements
• Contraction of the medial rectus pulls the eye
towards the nose (adduction or medial
movement).
• Contraction of the lateral rectus pulls the eye
away from the nose (abduction or lateral
movement).
75. Transient Ischemic Attack
• Stroke in evolution/stroke-in-progression/
progressing stroke
– Adalah suatu defisit neurologis yang berfluktuasi ketika pasien sedang
dalam amsa observasi.
• TIA (Transient Ischemic Attack), based on AHA/ASA 2009
– Episode transient mengenai disfungsi neurologis yang disebabkan oleh
iskemia sistem saraf pusat tanpa disertai infark. Gejala dapat hilang
dalam waktu 24 jam.
• RIND (Reversible Ischemic Neurology Deficit)
– Infark serebral yang bertahan lebih dari 24 jam namun kurang dari 72
jam.
• Complete Stroke
– Defisit neurologis yang masih ada dalam waktu lebih dari 3 minggu
76. Demensia
• Demensia adalah kelainan kognitif dan perilaku yang
mengakibatkan gangguan fungsi sosial dan okupasional.
• Demensia bersifat progresif dan tidak dapat disembuhkan.
• Pada penyakit Alzheimer, didapatkan plak pada hipokampus,
struktur di dalam otak yang mengkode memori dan area otak yang
mengatur pusat berpikir dan membuat keputusan.
• Gejala klinis meliputi: lupa, kebingungan mengenai lokasi rumah,
memerlukan waktu lebih lama untuk menyelesaikan tugas sehari-
hari, sering lupa menghitung uang, kehilangan spontanitas dan
inisiatif, perubahan mood, tidak dapatmengingat hal baru, kesulitan
membaca, menulis, menghitung, kehilangan perhatian, kehilangan
kendali untuk buang air kecil maupun besar, berat badan berkurang,
hingga kesulitan menelan.
Diagnosis Demensia
• Pemeriksaan kognitif meliputi atensi, konsentrasi, ingatan, bahasa, praksis, fungsi luhur, dan
fungsi visuospasial
• Diagnosis Demensia
– The development of multiple cognitive deficits manifested by both of the following:
Memory impairment (impaired ability to learn new information or to recall previously learned
information)
– One or more other cognitive disturbances: aphasia (language disturbance), apraxia (impaired ability
to carry out motor activities despite intact motor function), agnosia (failure to recognize or identify
objects despite intact sensory function), disturbance of executive functioning
– B. The cognitive deficits must each cause significant impairment in social or occupational function
and represent a significant decline from a previous level of functioning.
C. The course of disease is characterized by gradual onset and continuing decline.
D. The cognitive deficits are not due to any of the following:
Other central nervous system conditions that cause progressive deficits in memory and cognition
– Systemic conditions that are known to cause dementia
– Substance-induced conditions
– E. The deficits do not occur exclusively during the course of a delirium.
F. The disturbance is not better accounted for by another DSM-IV Axis I disorder (ie, a clinical
disorder).
• Pemeriksaan radiologis: didapatkan beta-amiloid plak, atrofi serebral, dan gliosis reaktif
77. Myastenia Gravis
• MG merupakan kelainan transmisi neuromuskuler dengan
karakteristik kelemahan dan fatigue otot skeletal.
• Kelainan yang mendasari MG adalah berkurangnya jumlah
reseptor asetilkolin (AChR) pada membran otot
postsinaptik akibat reaksi autoimun didapat yang
menghasilkan antibodi anti-AChR.
• 90% pasien MG mengalami manifestasi oftalmik. Ptosis
sendiri merupakan tanda yang prominen dari MG.
• Fatigue merupakan karakteristik kelopak mata myasthenik,
dan biasanya disertai variasi diurnal atau variasi aktivitas,
dan bertambah berat setelah menatap (terutama ke atas)
dalam jangka waktu yang lama.
Tatalaksana Myastenia Gravis
• Farmakologis: Piridostigmin, neostigmin,
edrophonium, dan kortikosteroid
• Plasmapheresis
• Timektomi
• Pembatasan aktivitas
• Diet dengan makanan cairan yang dikentalkan
untuk mencegah aspirasi
78. Glasgow Coma Scale
73. Epilepsi
79. Tatalaksana Epilepsi
• Tujuan tatalaksana pasien epilepsi adalah mencapai
keadaan bebas kejang dengan efek samping pengobatan
seminimal mungkin.
• Monoterapi lebih dianjurkan karena mengurangi risiko
adanya efek samping dan menghindari interaksi obat.
• Agen antikonvulsan memiliki mekanisme multipel seperti
lamotrigine, topiramate, asam valproat, zonisamide
• Asam valproat, topiramate, dan lamotrigin digunakan pada
epilepsi generalized tonic clonic dan epilepsi mioklonik
• Asam valproat dan ethosuximide digunakan untuk
epilepsi tipe absans
80. Vertigo
• Vertigo perifer: suatu vertigo yang disertai dengan mual, muntah,
dan tinnitus. Nistagmus dapat juga timbul pada vertigo tersebut.
Pasien merasakan sensasi berputar kontralateral dari lesi sehingga
mengalami kesulitan berjalan dan jatuh ke arah sisi lesi pada saat
situasi gelap atau mata tertutup. Tempat patologis biasanya terjadi
pada telinga dalam atau sistem vestibular sehingga sering disebut
otologi vertigo
• Vertigo sentral: suatu vertigo yang disebabkan kelainan pada batang
otak atau sistem saraf pusat dan berasosiasi dengan adanya gejala
batang otak atau sistem serebelar seperti disartria, diplopia,
disfagia, sendawa, kelainan sistem saraf kranial, ataksia. Nistagmus
yang terjadi dapat bersifat multidireksional, bersifat kronik, dan
tidak disertai oleh gejala pendengaran.
Tatalaksana Vertigo
• Tujuan tatalaksana vertigo adalah mengurangi
gejala vertigo, mengurangi morbiditas.
• Obat yang digunakan adalah betahistin
mesylate,meclizine, dimenhydrinate, derivat
fenotiazin, dan derivat benzodiazepin
ILMU
P S I K I AT R I
81. ANSIETAS (GANGGUAN CEMAS)
Diagnosis Characteristic
Gangguan panik Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan datangnya
kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya provokasi dari
stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas dari gejala di antara serangan
panik.
Tanda fisis:Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang melebihi 1 jam.
Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.

Gangguan fobik Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi, antara lain:
hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan kematian.
Gangguan penyesuaian Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku dalam waktu <3 bulan
dari awitan stresor. Tidak berhubungan dengan duka cita akibat kematian orang
lain.

Gangguan cemas Ansietas berlebih terus menerus berlangsung setiap hari sampai bbrp minggu
menyeluruh disertai Kecemasan (khawatir akan nasib buruk), ketegangan motorik (gemetar,
sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas otonomik (sesak napas,
berkeringat, palpitasi, & gangguan gastrointestinal), kewaspadaan mental
(iritabilita).
PEDOMAN DIAGNOSIS
GANGGUAN CEMAS MENYELURUH (PPDGJ-III)
• Penderita harus menunjukan anxietas sebagai gejala primer yg
harus berlangsung setiap hari untuk beberapa minggu sampai
beberapa bulan.

• Gejala tersebut mencakup unsur-unsur:


– Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seprti diujung tanduk
dan nasib buruk)
– Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak santai)
– Overaktivitas otonomik (kepala terasa sakit, keringatan, jantung
berdebar-debar, sesak napas, kelujhan lambung, pusing kepala)

• Pada anak-anak sering terlihat kebutuhan berlebihan untuk


ditenangkan & keluhan somatik berulang yg menonjol.

• Adanya gejala lain yg sifatnya sementara, khususnya untuk depresi,


tidak membatalkan diagnosis utama gangguan cemas menyeluruh
selama tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif.
Tatalaksana
Gangguan
Cemas
Menyeluruh
81. Depresi
Gejala Keterangan
GejalaUtama • Afek depresif;
• hilang minat dan kegembiraan;
• mudah lelah dan menurunnya aktifitas
Gejala Lain • Konsentrasi menurun;
• harga diri dan kepercayaan diri berkurang;
• rasa bersalah dan tidak berguna yang tidak beralasan;
• merasa masa depan suram & pesimistis;
• gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh
diri;
• tidur terganggu; perubahan nafsu makan (naik atau
turun)

• Ringan: 2 gej utama +2 gejala lain> 2 mgg


• Sedang : 2 gej utama + 3 gejala lain >2 mgg
• Berat: 3 gejala utama+ 4 gejala lain > 2mgg. Jika gejala sgt berat dan onset cepat boleh
ditegakkan < 2mgg
• Berat dengan gejala psikotik: depresi berat+ waham, halusinasi atau stupor depresif
biasanya melibatkan ide tentang dosa, malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa
bertanggung jawab utk hal itu
Maslim R, Buku Saku Diagnosis gangguan
Jiwa Rujukan ringkas dari PPDGJ - III
82. GANGGUAN PROSES PIKIR

Gangguan
bentuk pikir
Gangguan Gangguan
proses pikir isi pikir
Gangguan
arus pikir
Gangguan Bentuk Pikir
Jenis Karakteristik

Derealistik Tidak sesuai dengan kenyataan tetapi masih mungkin terjadi,


misalnya: “saya adalah seorang presiden”

Dereistik Tidak sesuai dengan kenyataan, lebih didasarkan pada khayalan,


misal: “saya adalah seorang malaikat”

Autistik Pikiran yang timbul dari fantasi, berokupasi pada sebuah ide.
Secara emosional terlepas dari orang lain.

Tidak logis/ magical Berorientasi pada hal-hal yang bersifat magis


thought

Pikiran konkrit Pikiran terbatas pada satu dimensi arti, pasien mengartikan
kata/kalimat apa adanya, tidak mampu berpikir secara metafora.
Contoh: meja hijau = meja yang berwarna hijau.
Gangguan Isi Pikir
Jenis Karakteristik
Waham Keyakinan yang salah, tidak dapat dikoreksi, dihayati oleh penderita
sebagai hal yang nyata, tidak sesuai dengan sosiokultural di mana
penderita tinggal.

Obsesi Gagasan (ide), bayangan, atau impuls yang berulang dan persisten.
Kompulsi Perilaku/perbuatan berulang yang bersifat stereotipik, biasanya
menyertai obsesi.
Fobia Ketakutan irasional yang menetap dan tidak rasional terhadap suatu
objek, aktifitas, atau situasi spesifik yang menimbulkan keinginan yang
mendesak untuk menghindarinya.
Anosognosis Pasien menolak kenyataan bahwa ia mengalami gangguan fisik, hal ini
terjadi pada pasien yang mengalami luka/trauma dan kerusakan otak
yang luas. Contoh: penderita buta mengatakan bahwa ia dapat
melihat.
Gangguan Arus Pikir
Jenis Karakteristik
Neologisme Pembentukan kata-kata baru yang memiliki arti khusus bagi
penderita, sering terdapat pada pasien skizofrenia. Neologisme
dapat pula akibat halusinasi akustik sehingga sering merupakan
kata yang diulang
Sirkumstansial Gangguan asosiasi karena terlalu banyak ide yang disampaikan.
Pada umumnya pasien dapat mencapai tujuannya, tetapi harus
secara bertahap.
Tangensial Pembicaraan pasien terlepas sama sekali dari pokok pembicaraan
dan tidak kembali ke pokok pembicaraan tersebut, sehingga tujuan
tidak pernah tercapai
Asosiasi longgar Pasien berbicara dengan kalimat-kalimat yang tidak berhubungan,
namun masih dapat dimengerti.
Flight of ideas Melompat-lompat dari satu topik ke topik lain tanpa terputus,
dimana masih terdapat benang merah.
Inkoherensi/ asosiasi longgar yang berat, kata yang satu tidak berhubungan
word salad dengan kata yang lain.
83. Transexualism
• Merupakan suatu kelainan pengenalan
identitas jenis kelamin yang dicirikan dengan
keinginan untuk merubah jenis kelamin
• Faktor resiko terjadinya kelainan ini:
– Kedekatan yang berlebihan dengan ibu
– Ketidakadaan ayah
– Dinamika parenteral (ibu yang menginginkan anak
perempuan)
The Nature of Gender Identity
Disorder
• Clinical Overview
– Pasien merasa terjebak di tubuh yang salah
– Ingin mengganti identitas seksual namun bukan untuk
kepuasaan seksuall
• Causes are Unclear
– Timbul antara usia 18 bulan-3 tahun
• Operasi ganti kelamin terapi dari gangguan identitas
seksual
– Who is a candidate? – Some basic prerequisites before surgery
– 75% report satisfaction with new identity
– Female-to-male conversions adjust better than male-to-female
Fetishism and Transvestic Fetishism
• Fetishism
– Mendapatkan kepuasaan seksual dari benda-benda mati
(i.e., inanimate and/or tactile)
– Numerous targets of fetishistic arousal, fantasy, urges, and
desires
• Transvestic Fetishism
– Mendapatkan rangsangan seksual dengan memakai
pakaian dari lawan jenis
– Laki-laki yang mengalami gangguan ini biasa menunjukkan
perilaku yang lebih maskulin sebagai kompensasi
– Sebagian besar tidak didapatkan perilaku kompensasi
– Many are married and the behavior is known to spouse
Transvestic Fetishism
• Juga dikenal sebagai transvestism atau cross-dressing
• Karakteristik:
– Fantasi, kebutuhan (urges), atau perilaku yang melibatkan
memakai baju dari lawan jenis untuk mendapatkan rangsangan
atau kepuasaan seksual
• Tipikal pasien dengan transvestism laki-laki heteroseksual
yang mulai memakai baju lawan jenis saat anak-anak atau
remaja
• Sering salah diagnosis dengan gangguan identitas gender
(transsexualism)keduanya memiliki pola yang berbeda
• The development of the disorder seems to follow the
behavioral principles of operant conditioning

236 Comer, Abnormal Psychology, 7e


84.Anamnesis
• Autoanamensis :
– Melakukan anamnesis langsung kepada
pasien
• Alloanamnesis :
– Melakukan anamnesis kepada keluarga atau
pengantar pasien, karena pasien memiliki
hambatan untuk dilakukan anamnesis
85. Gangguan Ansietas
• Ansietas
– suatu keadaan aprehensi atau khawatir yang mengeluhkan
bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi
• Gangguan ansietas ditandai dengan gejala fisik seperti:
– kecemasan (khawatir akan nasib buruk),
– Sulit konsentrasi
– ketegangan motorik,
– gelisah, gemetar, renjatan
– rasa goyah, sakit perut, punggung dan kepala
– ketegangan otot, mudah lelah
– berkeringat, tangan terasa dingin
– Insomnia
Gejala Umum
Gejala Psikologis Gejala Fisik
Psikoanalisis
• Pengalaman di masa lalu yaitu konflik antara beberapa
dorongan yang bertentangan (id dgn super ego) dan
timbulnya tingkah laku ‘kompromi’
Kecemasan menurut Freud
Kecemasan objektif atau realitas
• sebuah ketakutan terhadap adanya bahaya yang nyata dalam dunia
sebenarnya
• Contoh gempa bumi, angin topan, dan bencana yang sejenis
• Memberikan tujuan positif untuk memandu perilaku kita untuk
melindungi dan menyelamatkan diri kita dari bahaya yang aktual
Kecemasan neuritis
• sebuah ketakutan yang berasal dari masa kanak-kanak dalam sebuah
konflik antara kepuasan instingtual dan realita melibatkan konflik antara id
dan ego
• Pada tahap anak-anak, kecemasan ini berada pada alam kesadaran, tetapi
selanjutnya, ini akan ditransformasikan ke alam ketidaksadaran.
Kecemasan moral
• sebuah ketakutan sebagai hasil dari konflik antara id dan superego
• Essensinya, kecemasan moral adalah ketakutan dari kesadaran seseorang
• Ketika seseorang termotivasi untuk mengekspresikan sebuah impuls
instingtual yang berlawanan dengan pola moral, superego akan membalas
dendam dengan membuat ita merasa malu atau bersalah
• Kecemasan moral didasarkan juga pada realitas
Etiologi
• Prof Maramis:
– Ansietas adalah kesalahan penyesuaian diri
secara emosional karena tak dapat
diselesaikannya suatu konflik a-sadar.
– Kecemasan yg timbul dirasakan secara
langsung atau diubah oleh berbagai
mekanisme pertahanan psikologik (defence-
mechanism) dan munculah gejala-gejala
subjektif lain yg mengganggu
• Superego yang tidak • Depresi berkaitan erat
berkembang sempurna dengan kehilangan obyek
akan menyebabkan cinta
gangguan psikotik – Pathologic grieve yang tidak
• Hal ini terjadi karena terselesaikan hingga masa
dewasa
adanya dominasi Id
– Id tidak memiliki kesiagaan
kepada realitas
– Memenuhi kebutuhannya
dengan cara tindakan refleks
dan pengharapan halusinasi
atau pengalaman khayalan
primary process thought
– primary process thought
• kenyataan dan khayalan tidak
dapat dibedakan
86. Skizofrenia
Kriteria umum diagnosis skizofrenia:
• Harus ada minimal 1 gejala berikut:
– Thought echo
– Thought insertion or withdrawal
– Thought broadcasting
– Delusion of control
– Delusion of influence
– Delusion of passivity
– Delusion of perception
– Halusinasi auditorik

• Atau minimal 2 gejala berikut:


– Halusinasi dari panca-indera apa saja
– Arus pikiran yang terputus
– Perilaku katatonik
– Gejala negatif: apatis, bicara jarang, respons emosi menumpul

• Gejala-gejala tersebut telah berlangsung minimal 1 bulan.


Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Skizofrenia Gangguan isi pikir, waham, halusinasi

Paranoid merasa terancam/dikendalikan


Hebefrenik 15-25 tahun, afek tidak wajar, tidak dapat diramalkan,
senyum sendiri

Katatonik stupor, rigid, gaduh, fleksibilitas cerea


Skizotipal perilaku/penampilan aneh, kepercayaan aneh, bersifat
magik, pikiran obsesif berulang

Waham menetap hanya waham > 3 bulan


Psikotik akut gejala psikotik <2 minggu.
Gangguan afektif Gangguan Psikotik hanya ada selama gangguan afektif (+).
dengan ciri Gangguan afektif ada walau tanpa gejala psikotik
psikotik Waham sesuai dengan afeknya. Episode depresif dgn waham
bencana & pasien merasa sebagai penyebab.
Skizoafektif gejala skizofrenia & afektif bersamaan

• Siklotimik  terpasuk gangguan mood  type of chronic mood disorder widely


considered to be a milder or subthreshold form of bipolar disorder. Cyclothymia
is characterized by numerous mood disturbances, with periods of hypomanic
symptoms alternating with periods of mild or moderate depression.
87. GANGGUAN SOMATOFORM
Diagnosis Karakteristik
Gangguan somatisasi Banyak keluhan fisik (4 tempat nyeri, 2 GI tract, 1
seksual, 1 pseudoneurologis).
Hipokondriasis Keyakinan ada penyakit fisik.

Disfungsi otonomik Bangkitan otonomik: palpitasi, berkeringat,


somatoform tremor, flushing.

Nyeri somatoform Nyeri menetap yang tidak terjelaskan.

Gangguan Dismorfik Preokupasi adanya cacat pada tubuhnya


Tubuh Jika memang ada kelainan fisik yang kecil,
perhatian pasien pada kelainan tersebut akan
dilebih-lebihkan

PPDGJ
88. Gangguan Cemas
• Kecemasan merupakan reaksi umum terhadap
stress.
• Menyimpang bila individu tidak dapat meredam
(merepresikan) rasa cemas tersebut dalam situasi
dimana kebanyakan orang mampu menanganinya
tanpa adanya kesulitan yang berarti.
• Gangguan kecemasan muncul bila rasa cemas
tersebut terus berlangsung lama, terjadi perubahan
perilaku, atau terjadinya perubahan metabolisme
tubuh.
ANSIETAS (GANGGUAN CEMAS)
Diagnosis Characteristic
Gangguan panik Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan datangnya
kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya provokasi dari
stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas dari gejala di antara serangan
panik.
Tanda fisis:Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang melebihi 1 jam.
Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.

Gangguan fobik Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi, antara lain:
hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan kematian.
Gangguan penyesuaian Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku dalam waktu <3 bulan
dari awitan stresor. Tidak berhubungan dengan duka cita akibat kematian orang
lain.

Gangguan cemas Ansietas berlebih terus menerus berlangsung setiap hari sampai bbrp minggu
menyeluruh disertai Kecemasan (khawatir akan nasib buruk), ketegangan motorik (gemetar,
sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas otonomik (sesak napas,
berkeringat, palpitasi, & gangguan gastrointestinal), kewaspadaan mental
(iritabilita).
Gejala umum gangguan • Gangguan Panik di ICD-10
cemas : (F41.0) termasuk dalam sub
kategori gangguan cemas
• Berdebar diiringi detak
lainnya (F41) dimana
jantung cepat manifestasi cemas merupakan
• Rasa sakit atau nyeri gejala utama, dan kejadiannya
pada dada tidak terbatas situasi tertentu.
• Gangguan panik sendiri
• Rasa sesak napas
didefinisikan sebagai serangan
• Berkeringat secara berulang dari kecemasan yang
berlebihan berat (panik) yang tidak
• Kehilangan gairah terbatas situasi atau keadaan
sekitar dan tidak dapat
seksual diprediksi. Dan disertai
• Gangguan tidur dengan gejala somatik seperti
• Tubuh gemetar gejala serangan panik.
• Diagnosis definitif dari • Obat AntiAnxietas
gangguan panik bila serangan
• Diazepam,
panik terjadi beberapa kali
alprazolam,
dalam waktu 1 bulan:
buspirone, sulpiride,
• Tanpa ada bukti bahaya di hydroxyzine,
sekitar bromazepam,
• Tidak terbatas pada situasi lorazepam,
yang telah diketahui atau chlordiazepoxide
yang dapat diduga
sebelumnya
• Dengan keadaan yang relatif
bebas dari gejala-gejala
anxietas pada periode antara
serangan-serangan panik
89. Neuropsikiatri Skizofrenia
• Hipotesis Mesolimbik
dopamin
– Peningkatan aktivitas
dopamin pada daerah
mesolimbikgejala
positif
– Berperan penting pada
kontrol emosi,
perilakuhalusinasi
pendengaran, waham
dan gangguan pikiran
• Hipotesis Mesokortikal Dopamin
• Hipotesis Mesokortikal Dopamin
• Penurunan aktivitas dopamin pada jalur ini akan menyebabkan gejala kognitif,
gejala negatif dan gejala afektif
• Terutama pada daerah korteks prefrontal
90. Gangguan Kepribadian
Gangguan Kepribadian Keterangan
Antisosial/ dissosial Gangguan kepribadian ini biasanya
menjadi perhatian disebabkan adanya
perbedaan yang besar antara perilaku dan
norma sosial yang berlaku, Ditandai:
• Sikap tidak perduli perasaan orang lain
• Dikap tidak bertanggung jawab, tidak
peduli aturan
• Tidak mampu memelihara suatu
hubungan
• Toleransi terhadap frustasi rendah
• Sangat cenderung menyalahkan orang
lain
Histrionik • Ekspresi emosi dibuat – buat seperti
bersandiwara (thetrically)
• Mudah dipengaruhi orang lain atau
suatu keadaan
• Keadaan afektif yang dangkal dan labil
• Ingin jadi pusat perhatian
Paranoid • Kepekaan berlebih terhadap kegagalan dan penolakan
• Kecenderungan untuk menyimpan dendam/ menolak
memaafkan
• Kecurigaan berulang tanpa dasar
• Preokupasi dengan penjelasan – penjelasan yang
bersekongkol dan tidak substantif
Skizoid • Sedikit aktifitas yang memberikan kesenangan
• Emosi dingin, afek mendatar atau tak perduli
• Tidak mempunyai teman dekat atau hubungan pribadi
yang akrab dan tidak ingin untuk menjali hubungan
seperti itu

Narcissistic • Preokupasi dengan fantasi tanpa batas tentang


kesuksesan, kekuatan, keindahan, cinta yang ideal
• Adanya kekaguman berlebihan
• Kurang empathy
• arogant
• Pembahasan : Gangguan kepribadian adalah Kondisi yg tidak berkaitan
langsung degan kerusakan atau penyakit otak berat atau gangguan jiwa lain
• Memenuhi kriteria berikut :
• Disharmoni sikap dan perilaku yg cukup berat biasanya meliputi beberapa
bidang fungsi ( misalnya afek, kesiagaan, pengendalian impuls, cara
memandang dan berpikir, serta gaya berhubungan dengan orang lain)
• Pola perilaku abnormal berlangsung lama, jangka panjang, dan tidak
terbatas pd episode gangguan jiwa
• Pola perilaku abnormalnya bersifat pervasive ( mendalam) dan amaladaptif
yg jelas terhadap berbagai keadaan pribadi dan social yg luas
• Manifestasi di atas selalu muncul pd masa kanaka tau remaja dan berlanjut
sampai usia dewasa
• Gangguan ini menyebabkan penderitaan pribadi yg cukup berarti, tetapi
baru menjadi nyata setelah perjalanan yang lanjut
• Gangguan ini biasanya, tetapi tidak selalu, berkaitan secara bermakna
dengan masalah-masalah dalam pekerjaan dan kinerja social
91. Skizofrenia
Kriteria umum diagnosis skizofrenia:
• Harus ada minimal 1 gejala berikut:
– Thought echoisi pikirannya berulang dikepalanya
– Thought insertion or withdrawalisi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya
– Thought broadcastingisi pikirannya keluar sehingga orang lain/ umum mengetahuinya
– Delusion of controlwaham tentang dirinya dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya
– Delusion of influencewaham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar
– Delusion of passivitywaham tentang dirinya tak berdaya terhadap suatu kekuatan dari luar
– Delusion of perceptionpengalaman inderawi yang tidak wajar
– Halusinasi auditorik

• Atau minimal 2 gejala berikut:


– Halusinasi dari panca-indera apa saja
– Arus pikiran yang terputus
– Perilaku katatonik
– Gejala negatif: apatis, bicara jarang, respons emosi menumpul

• Gejala-gejala tersebut telah berlangsung minimal 1 bulan.


Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Skizofrenia Gangguan isi pikir, waham, halusinasi, minimal
1 bulan
Paranoid merasa terancam/dikendalikan
Hebefrenik 15-25 tahun, afek tidak wajar, perilaku tidak dapat diramalkan,
senyum sendiri
Katatonik stupor, rigid, gaduh, fleksibilitas cerea
Skizotipal perilaku/penampilan aneh, kepercayaan aneh, bersifat magik,
pikiran obsesif berulang
Waham menetap hanya waham
Psikotik akut gejala psikotik <2 minggu.
Skizoafektif gejala skizofrenia & afektif bersamaan
Residual Gejala negatif menonjol, ada riwayat psikotik di masa lalu yang
memenuhi skizofrenia
Simpleks Gejala negatif yang khas skizofrenia (apatis, bicara jarang, afek
tumpul/tidak wajar) tanpa didahului halusinasi/waham/gejala
psikotik lain. Disertai perubahan perilaku pribadi yang bermakna
(tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, penarikan diri).

PPDGJ
92. Gangguan Somatoform
Diagnosis Karakteristik
Gangguan somatisasi Banyak keluhan fisik (4 tempat nyeri, 2 GI tract, 1
seksual, 1 pseudoneurologis).
Hipokondriasis Keyakinan ada penyakit fisik.

Disfungsi otonomik Bangkitan otonomik: palpitasi, berkeringat, tremor,


somatoform flushing.

Nyeri somatoform Nyeri menetap yang tidak terjelaskan.

Gangguan Dismorfik Preokupasi adanya cacat pada tubuhnya


Tubuh Jika memang ada kelainan fisik yang kecil, perhatian
pasien pada kelainan tersebut akan dilebih-lebihkan

PPDGJ
Bedanya dengan Psikosomatis, Gangguan
Konversi, Malingering, Factitious disorder
Kelainan Karakteristik
Psikosomatis Pada gangguan psikosomatis, ada keluhan dan ditemukan
keabnormalan pada pemeriksaan. Namun penyebabnya adalah
masalah psikis.
Gangguan Konversi Adanya satu atau beberapa gejala neurologis (misalnya buta, lumpuh
anestesi, amnesia, dll) yang tidak dapat dijelaskan dengan penjelasan
medis maupun neurologis yang ada.

Malingering Berpura-pura sakit atau melebih-lebihkan kondisi fisik yang sudah ada
sebelumnya dengan tujuan untuk mendapatkan kompensasi tertentu
(misalnya untuk mendapatkan cuti kerja).
Factitious disorder/ Berpura-pura sakit atau membuat dirinya sakit. Namun hal ini
Munchhausen dilakukan semata-mata untuk mendapatkan perhatian/ simpati dari
syndrome orang lain saja.
93. Delirium
• Deliriumkesadaran fluktuatif, ditandai dengan kesulitan memfokuskan,
mempertahankan, dan mengalihkan perhatian
• Pedoman diagnostik:
– Gangguan kesadaran & perhatian
– Gangguan kognitif (distorsi persepsi, halusinasi, hendaya daya pikir, daya
ingat, disorientasi)
– Gangguan psikomotor: hipo/hiperaktivitas
– Gangguan siklus tidur-bangun
– Gangguan emosional: depresi, ansietas, lekas marah
– Onset cepat, hilang timbul, kurang dari 6 bulan
• Penyebab:
– SSP: kejang (postictal)
– Metabolik: gangguan elektrolit, hipo/hiperglikemia
– Penyakit sistemik: infeksi, trauma, dehidrasi/ovehidrasi
– Obat-obatan
Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition.
Delirium

Delirium. Ondria C, Gleason MD., University of Oklahoma College of Medicine, Tulsa, Oklahoma. Am Fam
Physician. 2003 Mar 1;67(5):1027-1034.
Delirium
• Subtypes of Delirium
– Hyperactive subtype
may be agitated, disoriented, and delusional, and may
experience hallucinations. This presentation can be
confused with that of schizophrenia, agitated
dementia, or a psychotic disorder.
– Hypoactive subtype
Subdued, quietly confused, disoriented, & apathetic.
Delirium in these patients may go unrecognized or be
confused with depression or dementia.
– Mixed subtype
Fluctuating between the hyperactive &hypoactive.
Delirium. Ondria C, Gleason MD., University of Oklahoma College of Medicine, Tulsa, Oklahoma. Am Fam
Physician. 2003 Mar 1;67(5):1027-1034.
Diagnosis Banding Delirium

Delirium. Ondria C, Gleason MD., University of Oklahoma College of Medicine, Tulsa, Oklahoma. Am Fam
Physician. 2003 Mar 1;67(5):1027-1034.
94. Acute Psychotic

Delirium. Ondria C, Gleason MD., University of Oklahoma College of Medicine, Tulsa, Oklahoma. Am Fam
Physician. 2003 Mar 1;67(5):1027-1034.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3160230/

• Acute schizophrenia is typically associated with severe agitation, which


can result from such symptoms as frightening delusions, hallucinations,
or suspiciousness, or from other causes, including stimulant abuse.
• Antipsychotics and benzodiazepines can result in relatively rapid calming
of patients.
• Benzodiazepine usually use combine with antipsychotic typical
– Lorazepam 1-2 mg IM
• Parenteral Antipsychotic atypical can also be used:
– Ziprasidone 20 mg
– Olanzapine (Zyprexa)
• With highly agitated patients, intramuscular administration of
antipsychotics produces a more rapid effect.
– Haloperidol IM (easier to do) or IV, initially 2-10 mg.
• Then every 4-8 hours, according to the response.
• The total maximum dose is 18 mg.
– Chlorpromazineif haloperidol not available
• not recommend for rapid tranquillization because
– Local irritant
– if given intramuscularly,risk of cardiovascular complications, in particular hypotension,
especially in the doses required for rapid tranquillization.
• Likely to be widely used because of its global accessibility, marked sedating effect,
and its ability to treat violent patients without causing stupor
http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/psychiatry-psychology/schizophrenia-acute-psychosis/
http://www.nel.edu/26-2005_4_pdf/NEL260405R03_Mohr.pdf
95. Crazy pavement dermatosis
• 10-20% anak dengan kwashiokor mengalami
kelainan kulit ini
• Ditandai dengan kulit yang menjadi gelap dan
kering, lalu mengalami peregangan sehingga
tampak daerah berwarna pucat dan pecah –
pecah
96. Furunkel
• Furunkel adalah peradangan folikel rambut
dan sekitarnyafolikel pilosebaseus
• Etiologi: staphylococcus aureus
• Karbunkelkumpulan furunkel (beberapa
furunkel beronfluens)
• Gejala klinis: Nyeri, nodus eritematosa
berbentuk kerucut, di tengah terdapat pustul
• Pengobatan: antibiotik topikal

Buku ajar ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI edisi kelima
97-98. Pemeriksaan Dermatofitosis

• Morfologi dermatofitosis khas:


• Penyakit jamur di Kelainan berbatas tegas
kulit oleh jamur Polimorfik (papul, vesikel,
dermatofita skuama, dll)
Tepi lebih aktif
• 3 genus: Disertai rasa gatal
• Penderita pria lebih sering gatal
1. Microsporum karena struktur anatominya
• Klasifikasi dermatofitosis
2. Tricophyton didasarkan pada lokalisasi
kelainan kulit
3. Epidermophyton
Diagnosis Dermatofitosis:
1. Anamnesa
2. Gambaran klinis
3. Sediaan langsung + lar KOH 10%Rambut dan
kulit, 20% untuk kuku
• Hifa sejatipanjang dan bersekat
4. Wood’s light (T.kapitis, T.kruris – eritrasma,
P.versicolor)
5. Biakan pada agar Sabouraud  spesies
penyebabnya
Terapi Dermatofitosis:
1. Griseofulvin (lini pertama),
2. ketokonazol, itrakonazol (golongan azol)
3. terbinafin
Drug of Choice Dermatofita

D E R M ATO F I TA DOC
Tinea Kapitis • Griseofulvin: DOC untuk spesies Microsporum
• Terbinafin: DOC untuk spesies Trichophyton

Tinea barbae, tinea manuum, • Mengenai struktur kulit bagian dalam  butuh terapi
Tinea korporis luas sistemik
• DOC: Terbinafin, itrakonazol, flukonazol

Tinea facialis, Tinea korporis, • Mengenai struktur kulit superfisial  terapi topikal
tinea kruris, tinea pedis • DOC: grup alilamin (terbinafin, naftifin)

Tinea Unguium • Oral lebih baik dibanding topikal


• DOC: Terbinafin
99. Filariasis
• Penyakit yang disebabkan cacing Filariidae, dibagi menjadi 3 berdasarkan
habitat cacing dewasa di hospes:
– Kutaneus: Loa loa, Onchocerca volvulus, Mansonella streptocerca
– Limfatik: Wuchereria bancroftii, Brugia malayi, Brugia timori
– Kavitas tubuh: Mansonella perstans, Mansonella ozzardi

• Fase gejala filariasis limfatik:


– Mikrofilaremia asimtomatik
– Adenolimfangitis akut: limfadenopati yang nyeri, limfangitis retrograde,
demam, tropical pulmonary eosinophilia (batuk, mengi, anoreksia, malaise,
sesak)
– Limfedema ireversibel kronik

• Grading limfedema (WHO, 1992):


– Grade 1 - Pitting edema reversible with limb elevation
– Grade 2 - Nonpitting edema irreversible with limb elevation
– Grade 3 - Severe swelling with sclerosis and skin changes

Wayangankar S. Filariasis. http://emedicine.medscape.com/article/217776-overview


WHO. World Health Organization global programme to eliminate lymphatic filariasis. WHO Press; 2010.
• Panjang: lebar kepala sama
WUCHERERIA
• Inti teratur
BANCROFTII
• Tidak terdapat inti di ekor

• Perbandingan
BRUGIA panjang:lebar kepala 2:1
M A L AY I • Inti tidak teratur
• Inti di ekor 2-5 buah

• Perbandingan
BRUGIA panjang:lebar kepala 3:1
TIMORI • Inti tidak teratur
• Inti di ekor 5-8 buah
Filariasis: Pemeriksaan dan Terapi
• Pemeriksaan penunjang:
– Deteksi mikrofilaria di darah
– Deteksi mikrofilaria di kiluria dan cairan hidrokel
– Antibodi filaria, eosinofilia
– Biopsi KGB

• Pengobatan:
– Tirah baring, elevasi tungkai, kompres
– Antihelmintik (ivermectin, DEC, albendazole)
– DEC: 6 mg/kgBB/hari selama 12 hari
– Ivermectin hanya membunuh mikrofilaria: 400 ug/kgBB SD/6 bln, atau /tahun
bila dikombinasi dengan DEC SD
– DEC + Albendazol 400 mg/tahun selama 5 tahun
– Suportif
– Pengobatan massal dengan albendazole + ivermectin (untuk endemik
Onchocerca volvulus) atau albendazole + DEC (untuk nonendemik
Onchocerca volvulus) guna mencegah transmisi
– Bedah (untuk kasus hidrokel/elefantiasis skrotal)
– Diet rendah lemak dalam kasus kiluria
Parasitologi Kedokteran, FKUI
100. Malaria
101. Gonorrhea
• Penyakit yang disebabkan infeksi Neisseria gonorrhoeae
• Masa tunas 2-5 hari
• Jenis infeksi:
– Pada pria: uretritis, tysonitis, parauretritis, littritis, cowperitis,
prostatitis, vesikulitis, funikulitis, epididimitis, trigonitis
– Gambaran uretritis: gatal, panas di uretra distal, disusul
disuria, polakisuria , keluar duh yang kadang disertai darah,
nyeri saat ereksi
– Pada wanita: uretritis, oarauretritis, servisitis, bartholinitis,
salpingitis, proktitis, orofaringitis, konjungtivitis (pada bayi
baru lahir), gonorrhea diseminata

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Gonorrhea
• Pemeriksaan:
– Sediaan langsung: diplokokus gram negatif
– Kultur: agar Thayer-Martin
Diagnosis Pilihan pengobatan
Uncomplicated gonococcal First line: Ceftriaxone (250 mg IM, single dose) or Cefixime
infection of the cervix, (400 mg PO, single dose)
urethra, pharynx, or rectum plus
Treatment for Chlamydia if chlamydial infection is not ruled
out: Azithromycin (1 g PO, single dose) or Doxycycline (100 mg
PO bid for 7 days)

Alternative: Ceftizoxime (500 mg IM, single dose) or


Cefotaxime (500 mg IM, single dose) or Spectinomycin (2 g IM,
single dose) or Cefotetan (1 g IM, single dose) plus probenecid
(1 g PO, single dose) or Cefoxitin (2 g IM, single dose) plus
probenecid (1 g PO, single dose)

Longo DL. Harrison’s principles of internal medicine, 18th ed. McGraw-Hill; 2012.
102. Erupsi akneiformis
103. Urinary Tract Infection (UTI)
Pathophysiology:
• Infection spreads from renal pelvis to renal cortex
• Kidney grossly edematous; localized abscesses in cortex
surface
• E. Coli responsible organism for 85% of acute
pyelonephritis; also Proteus, Klebsiella

Manifestations:
• Demam dan menggigil yang tiba-tiba
• Malaise
• muntah
• Nyeri pinggang
• Nyeri dan nyeri ketok Costovertebral
• Urinary frequency, dysuria
Mac Conkey Agar
• Selective medium that inhibits the
growth of Gram-positive
bacteria due to the presence of Lactose negative Lactose positive
crystal violet and bile salts Organisms Organisms
• Distinguishes those Gram-negative (Sulfide Indole Motility (Urease medium,
bacteria that can ferment the sugar medium, Oxidase Test) Citrate medium)
lactose (Lac+) from those that
cannot (Lac-).
• Lac+ bacteria such as Escherichia
coli, Enterobacter and Klebsiella will Pseudomonas
Escherichia coli
produce acid, which lowers the pH aeruginosa
of the agar below 6.8 and results in Urease (-), Citrate (-)
SIM (-), Oxidase (+)
the appearance of red/pink colonies
• Non-Lactose fermenting bacteria Proteus vulgaris Enterobacter aerogenes
such as Salmonella, Proteus
species, Pseudomonas SIM (+), Oxidase (-) Urease (-), Citrate (+)
aeruginosa and Shigella cannot
utilize lactose, and will Klebsiella pneumonia
use peptone instead Urease (+), Citrate (+)
E. coli
• Ada di GIT
• Patofisiologi:
– Infeksi endogen setelah menembus barier imun
– Sepsis dengan fokus infeksi pada traktus urinarius atau GIT,
merupakan bakteri gram negatif tersering penyebab sepsis
– Urinary tract infectionSebagian besar menginfeksi pasien
dalam komunitas, ditransmisikan dari GIT secara asenden,
beberapa serotipe menempel pada traktus urinarius
– Forms complex of numerous o-somatic, H- flagellar and K -
capsular antigens
• Kultur  Media Mc Conkey
– Koloni merah muda memfermentasi laktosa,
menghasilkan gas hidrogen (H2)
104. Morbus Hansen
Treatment of leprosy during pregnancy and
lactation
• Leprosy is exacerbated during pregnancy, so it is important that
the standard multidrug therapy be continued during pregnancy.
• The Action Programme for the Elimination of Leprosy, WHO,
Geneva has stated that the standard MDT regimens are
considered safe, both for the mother and the child, and
therefore, should be continued unchanged during pregnancy.
• A small quantity of antileprosy drugs is excreted through breast
milk but there is no report of adverse effects as a result of this
except for mild skin discolouration of the infant due to
clofazimine.
• The single dose treatment for patients with single lesion
paucibacillary leprosy should be deferred until after delivery.

http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Jh2988e/10.html
105. DERMATITIS NUMULARIS
• Sinonim:
– Ekzem numular
– Ekzem diskoid
• Etiopatogenesis:
– Tidak diketahui : Multi Faktor
– Peningkatan koloni Staphylococcus & Micrococcus
• Mekanisme → Hipersensitifitas, infeksi oleh bakteri
• Dermatitis kontak ( nikel, krom, kobalt )
• Trauma fisik / kimiawi
• Kelembaban kurang → kulit kering
• Stres emosional

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Gejala Klinis
• >> pada laki-laki
– awitan 55 th – 65 th/ 15 th – 25 th
• Subjektif : gatal hebat
• Objektif
• Lesi awal: vesikel / papulovesikel bergabung:
Coin berbatas tegas, edematosa & eritematosa
– vesikel pecah: krusta kekuningan
– melebar: ukuran ± 5 cm

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
• Lesi lama : likenifikasi, skuama
• Predileksi : tungkai bawah, lengan
bawah, badan dan
punggung
tangan
• Distribusi : bilateral, simetris
• Jumlah : 1 atau lebih tersebar
• Ukuran : bervariasi milier – plakat

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Dermatitis Numularis
• Perjalanan Penyakit
– Papula, makula, vesikula  bergabung menjadi
bulatan batas tegas, eritematosa  vesikel
pecah  eksudasi & krusta  likenifikasi &
skuama

Atlas Penyakit Kulit & Kelamin


Airlangga University Press
Pengobatan
UMUM
• Cari faktor provokasi
• Fokal infeksi
• Kulit kering
• Hindari bahan iritan / alergen

KHUSUS
• Sistemik : Antibiotika
Kortikosteroid
• Topikal : Kompres PK 1/10.000 (lesi basah)
Kortikosteroid (lesi kering)

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Diagnosis Banding
106. Kandidosis
• Kandidosis: penyakit jamur bisa bersifat akut/subakut
disebabkan oleh genus Candida
• Klasifikasi
– Kandidosis mukosa: kandidosis oral, perleche, vulvovaginitis,
balanitis, mukokutan kronik, bronkopulmonar
– Kandidosis kutis: lokalisata, generalisata, paronikia & onikomikosis,
granulomatosa
– Kandidosis sistemik: endokarditis, meningitis, pyelonefritis,
septikemia
– Reaksi id (kandidid)
• Faktor
– Endogen: perubahan fisiologik (kehamilan, obesitas, iatrogenik,
DM, penyakit kronik), usia (orang tua & bayi), imunologik
– Eksogen: iklim panas, kelembaban tinggi, kebiasaan berendam
kaki, kontak dengan penderita

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Kandidosis kutis
• Bentuk klinis:
– Kandidosis intertriginosa: Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat
paha, intergluteal, lipat payudara, sela jari, glans penis, dan
umbilikus berupa bercak berbatas tegas, bersisik, basah,
eritematosa. Dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan
pustul-pustul kecil atau bula
– Kandidosis perianal: Lesi berupa maserasi seperti dermatofit
tipe basah
– Kandidosis kutis generalisata: Lesi terdapat pada glabrous skin.
Sering disertai glossitis, stomatitis, paronikia
• Pemeriksaan: KOH (selragi, blastospora, hifa semu), kultur
di agar Sabouraud
• Pengobatan: hindari faktor predisposisi, antifungal (gentian
violet 0,5-1%, nistatin, amfoterisin B, grup azole)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
107. Virulensi C. albicans

• Mannoprotein:
– Mempunyai sifat imunosupresif  mempertinggi
pertahanan jamur terhadap imunitas hospes  C.
albicans tidak hanya menempel, namun juga
melakukan penetrasi ke dalam mukosa.

• Enzim yang berperan sebagai faktor virulensi


– Enzim-enzim hidrolitik: proteinase, lipase dan
fosfolipase.

• Tjampakasari, CR. Karakteristik Candida albicans. Cermin Dunia Kedokteran. 2006; 151: 33-36
• Fuberlin. Candida albicans Patogenicity. [Cited 2012 Jan 22].
108. Trikomoniasis
• Infeksi saluran urogenital bagian bawah oleh Trichomonas vaginalis,
bisa bersifat akut/kronik, penularan biasanya melalui hubungan
seksual (dapat juga melalui pakaian atau karena berenang)
• Gejala klinis:
– Pada wanita:
• Sekret vagina seropurulen berwana kekuningan, kuning-hijau, berbau tidak enak,
berbusa
• Dinding vagina kemerahan, terdapat abses yang tampak sebagai granulasi
berwarna merah (strawberry appearance), dispareunia, perdarahan pascakoitus,
perdarahan intermenstrual
– Pada laki-laki: gambaran klinis lebih ringan, mirip uretritis nongonore
• Pemeriksaan:
– Sediaan basah
– Pemeriksaan pewarnaan Giemsa
• Pengobatan:
– Topikal: cairan irigasi (H2O, asam laktat), supositoria/gel trikomoniasudal
– Sistemik: metronidazol (2 g single dose atau 500 mg x 7 hari), tinidazol

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Vaginal Discharge
Patologi Candida Trikomonas BV Gonorre Chlamydia

Warna Putih seperti Kuning keabuan Kuning Non spesifik,


santan kehijauan keruh (pus) ada darah

Bau Asam Seperti ikan Amis, ikan Purulen mukopurulen


busuk
Serviks Bercak putih Strawberry Putih homogen, Edema Edema serviks,
menempel cervix melekat serviks rapuh
pada serviks

Px/ Pseudohifa, Parasit Clue cell Diplokokus PMN > 30/LPB


blastospora berflagel gram (-)
intrasel
ILMU
K E S E H ATA N
ANAK
109-110. Congenital Hypothyroidism
Etiology
• Thyroid Function: • The fetal pituitary-thyroid axis is
– normal brain growth and believed to function independently
myelination and for normal of the maternal pituitary-thyroid
neuronal connections. axis.
– The most critical period fis the • The contributions of maternal
first few months of life. thyroid hormone levels to the fetus
are thought to be minimal, but
• The thyroid arises from the maternal thyroid disease can have
fourth branchial pouches. a substantial influence on fetal and
• The thyroid gland develops neonatal thyroid function.
between 4 and 10 weeks' – Immunoglobulin G (IgG)
gestation. autoantibodies, as in autoimmune
thyroiditis, can cross the placenta
• By 10-11 weeks' gestation, the and inhibit thyroid function
fetal thyroid is capable of (transient)
producing thyroid hormone. – Thioamides (PTU) can block fetal
thyroid hormone synthesis
• By 18-20 weeks' gestation, (transient)
blood levels of T4 have reached – Radioactive iodine administered to
term levels. T a pregnant woman can ablate the
fetus's thyroid gland permanently.
http://emedicine.medscape.com/article/919758-overview#aw2aab6b2b2aa
111. Atrial Septal Defect
ASD:
Pathophysiology & Clinical Findings
Ro:
Increased flow into right side of - enlargement of RV, RA, &
the heart & lungs pulmonary artery
- increased vasvular marking

Constant increased of Wide, fixed 2nd heart sound


ventricular diastolic volume splitting

Increased flow across tricuspid Mid-diastolic murmur at the lower


valve left sternal border

Increased flow across Thrill & systolic ejection murmur, best


heard at left middle & upper sternal
pulmonary valve border

Flow across the septal defect doesn’t produce murmur because the pressure gap
between LA & RA is not significant
1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.
112. Patent Ductus Arteriosus
113. THALASSEMIA
• Penyakit genetik dgn supresi produksi hemoglobin karena defek
pada sintesis rantai globin (pada orang dewasa rantai globin terdiri
dari komponen alfa dan beta)
• Diturunkan secara autosomal resesif
• Secara fenotip: mayor (transfusion dependent), intermedia (gejala
klinis ringan, jarang butuh transfusi), minor/trait (asimtomatik)
• Secara genotip:
– Thalassemia beta (kromosom 11, kelainan berupa mutasi)  yang
mayoritas ditemukan di Indonesia
• Tergantung tipe mutasi, bervariasi antara ringan (++, +) ke berat (0)
– Thalassemia alfa (Kromosom 16, kelainan berupa delesi)
• -thal 2 /silent carrier state: delesi 1 gen
• -thal 1 / -thal carrier: delesi 2 gen: anemia ringan
• Penyakit HbH: delesi 3 gen: anemia hemolitik sedang, splenomegali
• Hydrops foetalis / Hb Barts: delesi 4 gen, mati dalam kandungan

Wahidiyat PA. Thalassemia and hemoglobinopathy.


http://elcaminogmi.dnadirect.com/grc
/patient-site/alpha-thalassemia-

Pewarisan Genetik Thalassemia-β


carrier-screening/genetics-of-alpha-
thalassemia.html?6AC396EC1151986D
584C6C02B56BBCC0

Penurunan genetik
thalassemia beta jika kedua
orang tua merupakan
thalassemia trait

NB: need
two genes
(one from
each parent)
to make
enough beta
globin
protein
chains.
PATHOPHYSIOLOGY OF THALASSEMIA 
ANAMNESIS + TEMUAN KLINIS

• Pucat kronik
• Hepatosplenomegali
• Ikterik
• Perubahan penulangan
• Perubahan bentuk wajah
 facies cooley
• Hiperpigmentasi kulit
akibat penimbunan besi
• Riwayat keluarga +
• Riwayat transfusi
• Ruang traube terisi
• Osteoporosis
• “Hair on end” pd foto
kepala
Diagnosis thalassemia
(cont’d)
• Pemeriksaan darah
– CBC: Hb , MCV , MCH , MCHC , Rt ,
RDW  
– Apusan darah: mikrositik, hipokrom,
anisositosis, poikilositosis, sel target,
fragmented cell, normoblas +, nucleated
RBC, howell-Jelly body, basophilic
stippling
– Hiperbilirubinemia
– Tes Fungsi hati abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Tes fungsi tiroid abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Hiperglikemia (late findings krn overload
Fe)

• Analisis Hb peripheral blood smear of patient with homozygous beta

– HbF , HbA2 n/, Tidak ditemukan HbA, thalassemia with target cells, hypochromia, Howell-Jolly
bodies, thrombocytosis, and nucleated RBCs.Image from
Hb abnormal (HbE, HbO, dll), Jenis Hb Stanley Schrier@ 2001 in ASH Image Bank 2001;
doi:10.1182/ashimagebank-2001-100208)
kualitatif
Hepatosplenomegali & Ikterik

Pucat

Hair on End

Hair on End & Facies Skully

Excessive iron in a bone marrow preparation


Tata laksana thalassemia
• Transfusi darah, indikasi pertama kali • Splenektomi  jika memenuhi
jika: kriteria
– Hb<7 g/dL yg diperiksa 2x berurutan
dengan jarak 2 minggu • Splenomegali masif
– Hb>7 disertai gejala klinis spt facies • Kebutuhan transfusi PRC > 200-220
cooley, gangguan tumbuh kembang ml/kg/tahun
• Transfusi darah selanjutnya jika hb<8
g/dL SAMPAI kadar Hb 10-11 g/dL • Transplantasi (sumsum tulang,
(dlm bentuk PRC rendah Leukosit) darah umbilikal)
• Medikamentosa • Fetal hemoglobin inducer
– Asam folat (penting dalam
pembentukan sel) 2x 1mg/hari (meningkatkan Hgb F yg
– Kelasi besi  menurunkan kadar Fe membawa O2 lebih baik dari Hgb
bebas dan me<<< deposit hemosiderin).
Dilakukan Jika Ferritin level > 1000 A2)
ng/ul, atau 10-20xtransfusi, atau
menerima 5 L darah. • Terapi gen
– Vitamin E (antioksidan karena banyak
pemecahan eritrosit  stress oksidatif
>>)
– Vitamin C (dosis rendah, pada terapi
denga n deferoxamin)
• Nutrisi: kurangi asupan besi
• Support psikososial
114. Difteri
• Penyebab : toksin Corynebacterium diphteriae
• Organisme:
– Basil batang gram positif
– Pembesaran ireguler pada salah satu ujung (club shaped)
– Setelah pembelahan sel, membentuk formasi seperti huruf cina
atau palisade
• Gejala:
– Gejala awal nyeri tenggorok
– Bull-neck (bengkak pada leher)
– Pseudomembran purulen berwarna putih keabuan di faring,
tonsil, uvula, palatum. Pseudomembran sulit dilepaskan. Jaringan
sekitarnya edema.
– Edema dapat menyebabkan stridor dan penyumbatan sal.napas

Todar K. Diphtheria. http://textbookofbacteriology.net/diphtheria.html


Demirci CS. Pediatric diphtheria. http://emedicine.medscape.com/article/963334-overview
http://4.bp.blogspot.com/
Difteri
• Pemeriksaan :
– Pemeriksaan Gram & Kultur; sediaan berasal dari swab
tenggorok, jika bisa diambil dibawah selaput
pseudomembran
– Kultur bisa menggunakan medium cystine tellurite blood
agar (CTBA), medium hoyle dan medium tinsdale 
medium selektif untuk kultur Corynebacterium diphtheriae
– Untuk megisolasi Corynebacterium digunakan agar darah
telurit (Mc Leod), sebagai media selektif, setelah inkubasi
selama 24 jam koloni bakteri terlihat berwarna abu-abu tua-
hitam.
– Selanjutnya untuk biakan murni Corynebacterium digunakan
media perbenihan Loeffler dalam tabung

Todar K. Diphtheria. http://textbookofbacteriology.net/diphtheria.html


Demirci CS. Pediatric diphtheria. http://emedicine.medscape.com/article/963334-overview
• Pemeriksaan : Pemeriksaan Gram & Kultur;
sediaan berasal dari swab tenggorok, jika bisa
diambil dibawah selaput pseudomembran
• Obat:
– Antitoksin: 40.000 Unit ADS IM/IV, skin test
– Anbiotik: Penisillin prokain 50.000 Unit/kgBB IM per
hari selama 7 hari atau eritromisin 25-50 kgBB dibagi
3 dosis selama 14 hari
– Hindari oksigen kecuali jika terjadi obstruksi saluran
repirasi (Pemberian oksigen dengan nasal prongs
dapat membuat anak tidak nyaman dan mencetuskan
obstruksi)
– oksigen harus diberikan, jika mulai terjadi obstruksi
saluran respiratorik dan perlu dipertimbangkan
tindakan trakeostomi.
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.
Difteri
• Obat (cont…)
– Jika anak demam (≥ 39o C) beri parasetamol.
– Jika sulit menelan, beri makanan melalui pipa nasogastrik.
– Indikasi krikotirotomi/ trakeostomi/intubasi : Terdapat
tanda tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang
berat
– Belum terdapat persamaan pendapat mengenai kegunaan
kortikosteroid pada difteri.
• Dianjurkan pada kasus difteria yang disertai dengan gejala
obstruksi saluran nafas bagian atas (dapat disertai atau tidak
bullneck) dan bila terdapat penyulit miokarditis.
• Pemberian kortikosteroid untuk mencegah miokarditis ternyata
tidak terbukti.
• Dosis : Prednison 1,0-1,5 mg/kgBB/hari, po tiap 6-8 jam pada
kasus berat selama 14 hari.
Tindakan Kesehatan Masayarakat
• Rawat anak di ruangan isolasi
• Lakukan imunisasi pada anak serumah sesuai
dengan riwayat imunisasi
• Berikan eritromisin pada kontak serumah
sebagai tindakan pencegahan (12.5 mg/kgBB,
4xsehari, selama 3 hari)
• Lakukan biakan usap tenggorok pada keluarga
serumah

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.


115. Inverted Nipple
• Bentuk puting: normal (menonjol), flat nipple, inverted
nipple
• Derajat inverted/ terbenam bervariasi
• Grade inverted nipple:
– Grade 1 : Puting tertarik ke dalam, masih mudah untuk
ditarik dan dapat bertahan cukup lama tanpa perlu tarikan.
Namun tekanan lembut di sekitar areola pada kulit dapat
menyebabkan puting tertarik ke dalam kembali.
– Grade 2: Puting yang tertarik ke dalam dan masih bisa ditarik
keluar, tidak semudah grade 1. Setelah tarikan dilepas,
puting akan masuk ke dalam kembali
– Grade 3: posisinya sangat tertarik ke dalam dan sulit untuk
ditarik keluar apalagi untuk mempertahankan tetap terlihat.
(karena perlekatan jaringan puting di jaringan bawahnya)
• Utk bisa menyusu scr efektif, bayi harus bisa meraih puting
dan mereganggkannya ke atas menuju langit-langit
mulutnya
• Sebagian besar puting rata maupun terbenam tidak akan
menyebabkan kesulitan dalam menyusui
• 1/3 wanita bisa mengalami inverted nipple, tetapi selama
kehamilan terjadi perubahan kulit yg mjd lebih elastis.
Hanya 10% sisanya yg tetap mengalami inversi saat bayi
lahir
• “pinch” test (penekanan daerah areola sekitar 2 cm di luar
puting): utk menentukan apakah puting datar/ terbenam
– Kalau Flat  menjadi menonjol
– Kalau inverted  menjadi retraksi atau terbenam menghilang
Cara mengatasi inverted nipple
• Setelah beberapa kali menyusu, isapan bayi yg kuat akan
mengalahkan gaya yg menarik puting ke dalan dan
membuat puting menonjol  semakin bertambah besar
bayi, isapan semakin kuat, puting akan semakin keluar.
• Hoffman Technique: latihan manual untuk melepaskan
adhesi/ perlekatan yg terjadi di dasar puting
– Place the thumbs of both hands opposite each other at the base
of the nipple and gently but firmly pull the thumbs away from
each other. Do this up and down and sideways. Repeat this
exercise twice a day at first, then work up to five times a day.
You can do this during pregnancy to prepare your nipples, as
well as after your baby is born in order to draw them out.
Cara mengatasi inverted nipple
• After baby is born, a breast pump can be used
to draw out a flat or inverted nipple
immediately before putting your baby on the
breast.
– Pumping can also be useful in order to break the
adhesions under the skin by applying uniform
pressure from the center of the nipple.
• Jalan terkahir: rekonstruksi dengan tindakan
pembedahan (operasi).
116. Intoleransi Laktosa
• Laktosa diproduksi oleh kelenjar payudara dengan kadar
yang bervariasi diantara mamalia.
• Susu sapi mengandung 4% laktosa, sedangkan ASI
mengandung 7% laktosa.
• Laktosa adalah disakarida yang terdiri dari komponen
glukosa dan galaktosa.
• Manusia normal tidak dapat menyerap laktosa, oleh karena
itu laktosa harus dipecah dulu menjadi komponen-
komponennya.
• Hidrolisis laktosa memerlukan enzim laktase yang terdapat
di brush border sel epitel usus halus.
• Tidak terdapatnya atau berkurangnya aktivitas laktase akan
menyebabkan terjadinya malabsorpsi laktosa.
Defisiensi Laktase
• Defisiensi laktase dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu defisiensi
laktase primer dan defisiensi laktase sekunder
• Terdapat 3 bentuk defisiensi laktase primer, yaitu
– Developmental lactase deficiency
Terdapat pada bayi prematur dengan usia kehamilan 26-32 minggu. Kelainan
ini terjadi karena aktivitas laktase belum optimal.
– Congenital lactase deficiency
Kelainan dasarnya adalah tidak terdapatnya enzim laktase pada brush border
epitel usus halus. Kelainan ini jarang ditemukan dan menetap seumur hidup
– Genetical lactase deficiency
Kelainan ini timbul secara perlahan-lahan sejak anak berusia 2-5 tahun hingga
dewasa. Kelainan ini umumnya terjadi pada ras yang tidak mengkonsumsi susu
secara rutin dan diturunkan secara autosomal resesif
• Defisiensi laktase sekunder
– Akibat penyakit gastrointestinal yang menyebabkan kerusakan mukosa usus
halus, seperti infeksi saluran cerna.
– umumnya bersifat sementara dan aktivitas laktase akan normal kembali
setelah penyakit dasarnya disembuhkan.
Patogenesis
• Laktosa tidak dapat diabsorpsi sebagai disakarida,
tetapi harus dihidrolisis menjadi glukosa dan galaktosa
dengan bantuan enzim laktase di usus halus.
• Bila aktivitas laktase turun atau tidak ada  laktosa
tidak diabsorpsi dan mencapai usus bagian distal atau
kolon  tekanan osmotik meningkat  menarik air
dan elektrolit sehingga akan memperbesar volume di
dalam lumen usus  diare osmotik
• Keadaan ini akan merangsang peristaltik usus halus
sehingga waktu singgah dipercepat dan mengganggu
penyerapan.
Patogenesis
• Di kolon, laktosa akan difermentasi oleh bakteri kolon 
menghasilkan asam laktat dan asam lemak rantai pendek lainnya
seperti asam asetat, asam butirat, dan asam propionat 
Fenomena ini menerangkan feses yang cair, asam, berbusa dan
kemerahan pada kulit di sekitar dubur (eritema natum).
• Fermentasi laktosa oleh bakteri di kolon  menghasilkan beberapa
gas seperti hidrogen, metan dan karbondioksida  distensi
abdomen, nyeri perut, dan flatus.
• Selanjutnya, 80% dari gas tersebut akan dikeluarkan melalui rektum
dan sisanya akan berdifusi ke dalam sistem portal dan dikeluarkan
melalui sistem pernapasan.
• Feses sering mengapung karena kandungan gas yg tinggi dan juga
berbau busuk.
Gejala Klinis
• Intoleransi laktosa dapat bersifat • Gejala klinis yang diperlihatkan
asimtomatis atau dapat berupa rasa mual, muntah,
memperlihatkan berbagai gejala sakit perut, kembung dan sering
klinis flatus.
• Berat atau ringan gejala klinis • Rasa mual dan muntah
yang diperlihatkan tergantung merupakan gejala yang paling
dari aktivitas laktase di dalam sering ditemukan
usus halus, jumlah laktosa, cara • Pada uji toleransi laktosa rasa
mengkonsumsi laktosa, waktu penuh di perut dan mual timbul
pengosongan lambung, waktu dalam waktu 30 menit,
singgah usus, flora kolon, dan sedangkan nyeri perut, flatus dan
sensitifitas kolon terhadap diare timbul dalam waktu 1-2 jam
asidifikasi. setelah mengkonsumsi larutan
laktosa
Pemeriksaan Penunjang
• Analisis tinja, prinsipnya ditemukan asam dan bahan pereduksi
dalam tinja setelah makan yg mengandung laktosa, ada 3 metode:
– Metode klini test (detects all reducing substances in stool; of primary
interest are glucose, lactose, fructose, galactose, maltose, and
pentose)
– Kromatografi tinja
– pH tinja  tinja bersifat asam
• Uji toleransi laktosa: merupakan uji kuantitatif; memeriksa kadar
gula darah setelah konsumsi laktosa
• Pemeriksaan radiologis lactosa-barium meal
• Ekskresi galaktos pada urin
• Uji hidrogen napas  metode pilihan pada intoleransi laktosa
karena bersifat noninvasif, memiliki sensitivitas dan efektivitas yang
tinggi
• Biopsi usus dan pengukuran aktivitas laktase
Clinitest
Method Principle
• Clinitest is a reagent tablet based on • Copper sulfate in Clinitest reacts
the Benedict's copper reduction with reducing substances in
reaction, combining reactive urine/stools converting cupric
ingredients with an integral heat sulfate to cuprous oxide.
generating system. • The resultant color, which varies
• The test is used to determine the with the amount of reducing
amount of reducing substances substances present, ranges from
(generally glucose) in urine/stools. blue through green to orange.
• Clinitest provides clinically useful
information on carbohydrate
metabolism.
Clinitest
• The Clinitest® reaction detects all • Testing for reducing substances in
reducing substances in stool; of stool is used in diagnosing the cause
primary interest are glucose, lactose, of diarrhea in children.
fructose, galactose, maltose, and • Increased reducing substances in
pentose. stool are consistent with primary or
• Reference Range: secondary disaccharidase deficiency
Negative. A result of 0.25% to 0.5% is and intestinal monosaccharide
suspicious for a carbohydrate malabsorption.
absorption abnormality, >= 0.75% is • Similar intestinal absorption
abnormal. deficiencies are associated with short
• Test Limitations: bowel syndrome and necrotizing
Assay results have relevance for enterocolitis.
liquid stool samples; assay results • Stool reducing substances is also
have little relevance for formed stool helpful in diagnosing between
samples. osmotic diarrhea caused by
abnormal excretion of various sugars
as opposed to diarrhea caused by
viruses and parasites.
Intoleransi Laktosa VS Milk Allergy
Intoleransi Laktosa Milk Allergy
Definisi • Ketidakmampuan tubuh untuk • reaksi hipersensitivitas terhadap
mencerna “gula susu/laktosa” protein susu sapi. Dapat melalui 2
akibat defisiensi enzim laktase. mekanisme : 1). Diperantarai IgE ; 2).
• reaksi non – imunologis Non IgE (rx hipersensitivitas tipe IV)

Manifestasi • mual, keram perut, kembung, Manifestasi tidak hanya pada sal.
klinis nyeri perut, flatus dan diare cerna, tetapi juga pada mukosa, kulit,
• gejala muncul dalam waktu 15 hingga saluran napas
menit hingga beberapa jam
setelah mengkonsumsi laktosa
Pemeriksaan •Analisis tinja : •Double blind placebo controlled food
Klinis •Metode klini test challenge (DBPCFC)  gold standar 
•Kromatografi tinja lebih banyak untuk riset
•pH tinja  tinja bersifat • pemeriksaan lain yang resiko lebih
asam rendah namun memiliki efikasi yg
•Pemeriksaan radiologis lactosa- sama
barium meal • skin prick test, pengukuran
•Ekskresi galaktos pada urin antibodi IgE spesifik terhadap
•Uji hidrogen napas protein susu sapi, patch test
117. Jenis Susu Formula/ PASI
• PASI (Pengganti Air Susu Ibu) adalah alternatif terakhir bila memang ASI
tidak keluar, kurang atau karena sebab lainnya.
• PASI dapat dikelompokkan menjadi
1. susu formula awal (starting formula): Starting Formula biasanya
diberikan sejak lahir sebelum usia 6 bulan
2. susu lanjutan (Followup Formula): Followup Formula diberikan di atas
usia 6 bulan.
3. susu formula khusus (specific formula): Spesific formula merupakan
formula khusus yang diberikan pada bayi yang mengalami gangguan
malabsorbsi, alergi, intoleransi ataupun penyakit metabolik.
• susu hidrolisa protein ektensif
– termasuk yang paling aman karena komposisinya tanpa laktosa, mengandung banyak lemak
MCT (monochain trigliserida) dan protein susu yang lebih mudah dicerna.
– untuk penderita alergi susu sapi, alergi susu kedelai, malabsorspsi
• susu hidrolisat protein parsial: untuk bayi yang beresiko alergi atau untuk mencegah
gejala alergi agar tidak semakin memberat
• Susu formula khusus kedelai atau susu formula soya
– mengandung bahan dasar kedelai sebagai pengganti susu sapi.
• susu bebas atau rendah laktosa. Susu formula khusus ini digunakan untuk penderita
intoleransi laktosa
118. Pneumonia
• Tanda utama menurut WHO: fast breathing & lower chest indrawing
• Signs and symptoms :
– Non respiratory: fever, headache, fatigue, anorexia, lethargy, vomiting and
diarrhea, abdominal pain
– Respiratory: cough, chest pain, tachypnea , grunting, nasal flaring,
subcostal retraction (chest indrawing), cyanosis, crackles and rales (ronchi)

Fast breathing (tachypnea)


Respiratory thresholds
Age Breaths/minute
< 2 months 60
2 - 12 months 50
1 - 5 years 40
AGE COMMON ETIOLOGIES (as in order) LESS COMMON ETIOLOGIES
2 to 24 RSV Streptococcus Mycoplasma pneumoniae
months Human metapneumovirus pneumoniae Haemophilus influenzae (type B
Parainfluenza viruses Chlamydia and nontypable)
Influenza A and B trachomatis Chlamydophila pneumoniae
Rhinovirus
Adenovirus
Enterovirus
2 to 5 RSV S. pneumoniae Staphylococcus aureus (including
years Human metapneumovirus M. methicillin-resistant S. aureus)
Parainfluenza viruses pneumoniae Group A streptococcus
Influenza A and B H. influenzae (B
Rhinovirus and
Adenovirus nontypable)
Enterovirus C. pneumoniae

Older than Rhinovirus M. H. influenzae (B and nontypable)


5 years Adenovirus pneumoniae S. aureus (including methicillin-
Influenza A and B C. pneumoniae resistant S. aureus)
S. pneumoniae Group A streptococcus
Respiratory syncytial virus
Parainfluenza viruses
Human metapneumovirus
Klasifikasi Pneumonia (WHO) dan kriteria rawat inap
Diagnosis Pneumonia (WHO)
Di samping batuk Batuk dan/atau dyspnea Dalam keadaan yang
atau kesulitan ditambah min salah satu: sangat berat dapat
bernapas, hanya • Kepala terangguk-angguk
dijumpai:
terdapat napas • Tidak dapat menyusu
• Pernapasan cuping hidung
cepat saja. atau minum/makan,
• Tarikan dinding dada bagian

VERY SEVERE
PNEUMONIA

SEVERE PNEUMONIA

PNEUMONIA
bawah ke dalam atau memuntahkan
• Foto dada menunjukkan semuanya
infiltrat luas, konsolidasi • Kejang, letargis atau
tidak sadar
Selain itu bisa didapatkan pula • Sianosis
tanda berikut ini:
• Distres pernapasan
• takipnea berat
• Suara merintih (grunting)
pada bayi muda
• Pada auskultasi terdengar:
crackles (ronkii), Suara
pernapasan menurun, suara
napas bronkial
Kriteria rawat inap
Tatalaksana Pneumonia (WHO)
ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau
1. rawat jalan IM setiap 6 jam). Bila anak memberi respons yang
2. Kotrimoksasol (4 baik dlm 24-72 jam, lanjutkan selama 5 hari.
mg TMP/kg BB/kali) Selanjutnya dilanjutkan dgn amoksisilin PO (15
2 kali sehari selama mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari
3 hari atau berikutnya.

SEVERE-VERY SEVERE
PNEUMONIA

PNEUMONIA
Amoksisilin (25 Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam,
mg/kg BB/kali) 2 atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat
kali sehari selama 3 menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
hari. semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar,
sianosis, distres pernapasan berat) maka
ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM
atau IV setiap 8 jam).
Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat,
segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi
ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-
gentamisin. Sebagai alternatif, beri seftriakson
(80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter
nasofaringeal.
119. Glomerulonefritis akut
• Glomerulonefritis akut ditandai dengan edema, hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (sindrom nefritik) di mana
terjadi inflamasi pada glomerulus
• Acute poststreptococcal glomerulonephritis is the archetype of acute
GN
• GNA pasca streptokokus terjadi setelah infeksi GABHS nefritogenik →
deposit kompleks imun di glomerulus
• Diagnosis
– Anamnesis: Riwayat ISPA atau infeksi kulit 1-2 minggu sebelumnya,
hematuri nyata, kejang atau penurunan kesadaran, oliguri/anuri
– PF: Edema di kedua kelopak mata dan tungkai, hipertensi, lesi bekas
infeksi, gejala hipervolemia seperti gagal jantung atau edema paru
– Penunjang: Fungsi ginjal, komplemen C3, urinalisis, ASTO
• Terapi: Antibiotik (penisilin, eritromisin), antihipertensi, diuretik

Geetha D. Poststreptococcal glomerulonephritis. http://emedicine.medscape.com/article/240337 -overview


Nefrotik vs Nefritik
120. ISK: Pielonefritis
• 3 bentuk gejala UTI:
– Pyelonefritis (upper UTI): nyeri abdomen, demam, malaise, mual,
muntah, kadang-kadang diare
– Sistitis (lower UTI): disuria, urgency, frequency, nyeri suprapubik,
inkontinensia, urin berbau
– Bakteriuria asimtomatik: kultur urin (+) tetapi tidak disertai gejala
• Pemeriksaan Penunjang :
– Urinalisis : Proteinuria, leukosituria (>5/LPB), Hematuria
(Eritrosit>5/LPB)
– Biakan urin dan uji sensitivitas
– Kreatinin dan Ureum
– Pencitraan ginjal dan saluran kemih untuk mencari kelainan
anatomis maupun fungsional
• Diagnosa pasti : Bakteriuria bermakna pada biakan urin (>105 koloni
kuman per ml urin segar pancar tengah (midstream urine)

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. & PPM IDAI


Interpretasi Hasil Biakan Urin
121. Pediatric Airway Foreign Body
• 3% in the larynx LARYNGEAL FOREIGN BODY
• 13% in the trachea • Highest risk of death before
• 52% in the right main bronchus arrival to the hospital
• 6% in the right lower lobe • Additional history/physical:
bronchus – Complete airway obstruction
• fewer than 1% in the right – Hoarseness
middle lobe bronchus
– Stridor
• 18% in the left main bronchus
– dyspnea
• 5% in the left lower lobe
bronchus; 2% were bilateral. • Imaging Studies
• In a child in a supine position, – Neck X-Ray lateral and AP:
material is more likely to enter foreign body in larynx will be
the right main bronchus. in the anterior and sagittal
planes
– Direct Laryngoscopy:
diagnostic and therapeutic
Airway Foreign Body
TRACHEAL FOREIGN BODY BRONCHIAL FOREIGN BODY
• 80-90% of airway foreign
• Additional bodies
history/physical: • Right main stem most
common (controversial)
– Complete airway obstruction
• Additional history/physical:
– Audible slap – Diagnostic triad (<50% of
– Palpable thud cases):
• unilateral wheezing
– Asthmatoid wheeze • decreased breath sounds
• cough
– Chronic cough or asthma,
recurrent pneumonia, lung
abscess

http://emedicine.medscape.com/article/1001253-workup
122. Algoritme
Penanggulangan
dan Pencitraan
Anak dengan ISK
Tatalaksana UTI
• Tujuan : Memberantas kuman penyebab, mencegah dan menangani komplikasi dini, mencari
kelainan yang mendasari
• Umum (Suportif)
– Masukan cairan yang cukup
– Edukasi untuk tidak menahan berkemih
– Menjaga kebersihan daerah perineum dan periurethra
– Hindari konstipasi
• Khusus
– Sebelum ada hasil biakan urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empirik
selama 7-10 hari
– Obat rawat jalan : kotrimoksazol oral 24 mg/kgBB setiap 12 jam, alternatif ampisilin,
amoksisilin, kecuali jika :
• Terdapat demam tinggi dan gangguan sistemik
• Terdapat tanda pyelonefritis (nyeri pinggang/bengkak)
• Pada bayi muda
– Jika respon klinis kurang baik, atau kondisi anak memburuk berikan gentamisin (7.5
mg/kg IV sekali sehari) + ampisilin (50 mg/kg IV setiap 6 jam) atau sefalosporin gen-3
parenteral
– Antibiotik profilaksis diberikan pada ISK simpleks berulang, pielonefritis akut, ISK pada
neonatus, atau ISK kompleks (disertai kelainan anatomis atau fungsional)
– Pertimbangkan komplikasi pielonefritis atau sepsis
123. Skoring Tuberkulosis pada Anak
Kriteria Keterangan di soal Nilai
Kontak TB Kontak TB BTA (+) 3
Uji tuberkulin
Demam > 2 1 bulan 1
minggu
Batuk > 3 1 bulan 1
minggu
Kelainan sendi + - 0
tulang
Foto rontgen - 0
Pembesaran -
KGB
Status gizi BB turun tapi status 0
gizi tidak diketahui di
soal
JUMLAH 5
124. Pemberian Vaksin BCG
• Vaksin BCG diberikan pada umur <3 bulan, sebaiknya pada anak
dengan uji Mantoux (tuberkulin) negatif.
• Efek proteksi timbul 8–12 minggu setelah penyuntikan.
• Vaksin BCG diberikan secara intradermal 0,10 ml untuk anak, 0,05 ml
untuk bayi baru lahir.
• Diberikan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas pada insersio
M.deltoideus
• Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif pada umur lebih
dari 3 bulan.
• Pada bayi yang kontak erat dengan pasien TB dengan bakteri tahan
asam (BTA) +3 sebaiknya diberikan INH profilaksis dulu, apabila
pasien kontak sudah tenang bayi dapat diberi BCG.
125. Enkopresis
• involuntary discharge of feces (ie, • Diagnostic criteria (DSM 5):
fecal incontinence) – Repeated passage of feces into
• divided into 2 subtypes: encopresis inappropriate places, whether
with constipation (retentive involuntary or intentional
encopresis) and encopresis without – One such event occurs each
constipation (non retentive month for at least 3 months
encopresis)
– Occurs in children at least age
• Signs and symptoms 4 years (or of equivalent
– History of constipation or painful developmental level)
defecation (~80-95% of children
with encopresis) – The behavior is not attributable
– Inability to differentiate passing
to the physiologic effects of a
gas and passing feces in substance or another medical
underwear condition except through a
– Soiling episodes usually occurring mechanism involving
during the daytime (soiling during constipation
sleep is uncommon)
– With retentive encopresis,
intermittent passage of extremely
large bowel movements
progressive
rectal Soft or
distention liquid
and stool
Chronic con
stretching eventually
stipation du the child no longer
of both the leaks
e to habituates senses the
internal
irregular
anal
to chronic normal around
and rectal urge to the
sphincter
incomplete distention defecate retained
and the
evacuation fecal mass
external
anal —> fecal
sphincter soiling.
(EAS)
Konstipasi
Enuresis
• Eneuresis: mengompol
• Diagnostic criteria:
– Repeated voiding of urine into bed or clothes, whether
involuntary or intentional
– The behavior either (a) occurs at least twice a week for
at least 3 consecutive months or (b) results in clinically
significant distress or social, functional, or academic
impairment
– The behavior occurs in a child who is at least 5 years
old (or has reached the equivalent developmental
level)
– The behavior cannot be attributed to the physiologic
effects of a substance or other medical condition
126. Penyebab ikterik ec. Anemia Hemolisis
pada neonatus
Penyakit Keterangan
Inkompatibilitas ABO Adanya aglutinin ibu yang bersirkulasi di darah anak
terhadap aglutinogen ABO anak. Ibu dengan golongan darah
O, memproduksi antibodi IgG Anti-A/B terhadap gol. darah
anak (golongan darah A atau B). Biasanya terjadi pada anak
pertama. Pemeriksaan: Coomb’s Test

Inkompatibilitas Rh Rh+ berarti mempunyai antigen D, sedangkan Rh– berarti


tidak memiliki antigen D. Hemolisis terjadi karena adanya
antibodi ibu dgn Rh- yang bersirkulasi di darah anak
terhadap antigen Rh anak (berati anak Rh+). Jarang pada
anak pertama krn antibodi ibu terhadap antigen D anak yg
berhasil melewati plasenta belum banyak.
Ketika ibu Rh - hamil anak kedua dgn rhesus anak Rh +
antibodi yang terbentuk sudah cukup untuk menimbulkan
anemia hemolisis. Pemeriksaan: Coomb’s Test
Inkompatibilitas ABO
• Terjadi pada ibu dengan • Gejala yang timbul adalah
golongan darah O terhadap ikterik, anemia ringan, dan
janin dengan golongan peningkatan bilirubin
darah A, B, atau AB serum.
• Tidak terjadi pada ibu gol A • Lebih sering terjadi pada
dan B karena antibodi yg bayi dengan gol darah A
terbentuk adalah IgM yg dibanding B, tetapi
hemolisis pada gol darah
tdk melewati plasenta,
tipe B biasanya lebih parah.
sedangkan 1% ibu gol darah
O yang memiliki titer • Inkompatibilitas ABO jarang
sekali menimbulkan hidrops
antibody IgG terhadap
fetalis dan biasanya tidak
antigen A dan B, bisa separah inkompatibilitas Rh
melewati plasenta
127. Ikterus yang Berhubungan
dengan ASI
Breast Feeding Jaundice (BFJ) Breast Milk Jaundice (BMJ)
• Disebabkan oleh kurangnya • Berhubungan dengan pemberian
asupan ASI sehingga sirkulasi ASI dari ibu tertentu dan
bergantung pada kemampuan
enterohepatik meningkat (pada bayi mengkonjugasi bilirubin
hari ke-2 atau 3 saat ASI belum indirek
banyak) • Kadar bilirubin meningkat pada
• Timbul pada hari ke-2 atau ke-3 hari 4-7
• Dapat berlangsung 3-12 minggu
• Penyebab: asupan ASI kurang  tanpa penyabab ikterus lainnya
cairan & kalori kurang  • Penyebab: 3 hipotesis
penurunan frekuensi gerakan – Inhibisi glukuronil transferase
usus  ekskresi bilirubin oleh hasil metabolisme
progesteron yang ada dalam ASI
menurun
– Inhibisi glukuronil transferase
oleh asam lemak bebas
– Peningkatan sirkulasi
enterohepatik
Indikator BFJ BMJ
Awitan Usia 2-5 hari Usia 5-10 hari
Lama 10 hari >30 hari
Volume ASI asupan ASI kurang  cairan & Tidak tergantung dari volume ASI
kalori kurang  penurunan
frekuensi gerakan usus 
ekskresi bilirubin menurun
BAB Tertunda atau jarang Normal
Kadar Bilirubin Tertinggi 15 mg/dl Bisa mencapai >20 mg/dl
Pengobatan Tidak ada, sangat jarang Fototerapi, Hentikan ASI jika kadar
fototerapi Teruskan ASI bilirubin > 16 mg/dl selama lebih
disertai monitor dan evaluasi dari 24 jam (untuk diagnostik)
pemberian ASI AAP merekomendasikan
pemberian ASI terus menerus dan
tidak menghentikan
Gartner & Auerbach
merekomendasikan penghentian
ASI pada sebagian kasus
• For healthy term infants with breast milk or breastfeeding
jaundice and with bilirubin levels of 12 mg/dL to 17 mg/dL, the
following options are acceptable: Increase breastfeeding to 8-12
times per day and recheck the serum bilirubin level in 12-24
hours.
• Temporary interruption of breastfeeding is rarely needed and is
not recommended unless serum bilirubin levels reach 20 mg/dL.
• For infants with serum bilirubin levels from 17-25 mg/dL, add
phototherapy to any of the previously stated treatment options.
• The most rapid way to reduce the bilirubin level is to interrupt
breastfeeding for 24 hours, feed with formula, and use
phototherapy; however, in most infants, interrupting
breastfeeding is not necessary or advisable

Breast Milk Jaundice Treatment & Management. Medscape.com


128. Atresia Bilier
• Merupakan penyebab kolestasis tersering dan serius pada bayi
yang terjadi pada 1 per 10.000 kelahiran
• Ditandai dengan adanya obstruksi total aliran empedu karena
destruksi atau hilangnya sebagian atau seluruh duktus biliaris.
Merupakan proses yang bertahap dengan inflamasi progresif
dan obliterasi fibrotik saluran bilier
• Etiologi masih belum diketahui
• Tipe embrional 20% dari seluruh kasus atresia bilier,
– sering muncul bersama anomali kongenital lain seperti polisplenia,
vena porta preduodenum, situs inversus dan juga malrotasi usus.
– Ikterus dan feses akolik sudah timbul pada 3 minggu pertama
kehidupan
• tipe perinatal yang dijumpai pada 80% dari seluruh kasus
atresia bilier, ikterus dan feses akolik baru muncul pada minggu
ke-2 sampai minggu ke-4 kehidupan.
Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. Dept IKA RSCM. 2007
Atresia Bilier
• Gambaran klinis: biasanya terjadi pada bayi perempuan,
lahir normal, bertumbuh dengan baik pada awalnya, bayi
tidak tampak sakit kecuali sedikit ikterik. Tinja
dempul/akolil terus menerus. Ikterik umumnya terjadi
pada usia 3-6 minggu
• Laboratorium : Peningkatan SGOT/SGPT ringan-sedang.
Peningkatan GGT (gamma glutamyl transpeptidase) dan
fosfatase alkali progresif.
• Diagnostik: USG dan Biopsi Hati
• Terapi: Prosedur Kasai (Portoenterostomi)
• Komplikasi: Progressive liver disease, portal hypertension,
sepsis

Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. Dept IKA RSCM. 2007
129. Dehidrasi pada anak dgn diare
akut
130. Hipoglikemia pada Neonatus
• Hipoglikemia adalah kondisi bayi • Insulin dalam aliran darah fetus
dengan kadar glukosa darah <45 mg/dl tidak bergantung dari insulin ibu,
(2.6 mmol/L), baik bergejala atau tidak tetapi dihasilkan sendiri oleh
• Hipoglikemia berat (<25 mg/dl) dapat pankreas bayi
menyebabkan palsi serebral, retardasi • Pada Ibu DM terjadi hiperglikemia
mental, dan lain-lain dalam peredaran darah
• Etiologi uteroplasental bayi mengatasinya
– Peningkatan pemakaian glukosa melalui hiperplasia sel B langerhans
(hiperinsulin): Neonatus dari ibu yang menghasilkan insulin  insulin
tinggi
DM, Besar masa kehamilan,
eritroblastosis fetalis • Begitu lahir, aliran glukosa yang
– Penurunan produksi/simpanan menyebabkan hiperglikemia tidak
glukosa: Prematur, IUGR, asupan ada, sedangkan insulin bayi tetap
tidak adekuat tinggi  hipoglikemia
– Peningkatan pemakaian glukosa:
stres perinatal (sepsis, syok,
asfiksia, hipotermia), defek
metabolisme karbohidrat, defisiensi
endokrin, dsb
Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010
Diagnosis
– Anamnesis: tremor, iritabilitas, kejang/koma, letargi/apatis, sulit menyusui,
apneu, sianosis, menangis lemah/melengking
– PF: BBL >4000 gram, lemas/letargi/kejang beberapa saat sesudah lahir
– Penunjang: Pemeriksaan glukosa darah baik strip maupun darah vena, reduksi
urin, elektrolit darah
PPM IDAI jilid 1
131. Osteomielitis hematogen akut
• Osteomyelitis is strictly defined as any form of inflammation involving
bone and/or bone marrow, but it is almost exclusively the result of
infection.
• unlike the infection in adults, osteomyelitis in children is generally of
hematogenous origin and is most often acute
• Acute hematogenous osteomyelitis typically arises in the metaphysis of
long tubular bones, with approximately two-thirds of all cases involving
the femur, tibia or humerus
• Bacterial pathogens:
– S. aureus is the pre-eminent pathogen and is responsible for 70–90% of AHO
infections in children
– Other etiological agents, include Streptococcus pyogenes, Streptococcus
pneumoniae, Group B streptococci (in infants), coagulase-negative
staphylococci (especially in implant-associated infections), Kingella kingae,
enteric Gram-negative bacilli (especially Salmonella spp.
Osteomielitis hematogen akut
• Sign + symptoms
– Most children and adolescents with AHO present with a history of bone pain
for several days.
– The hallmark of AHO pain is its constant nature, with the level of pain
increasing gradually.
– Pain generally leads to restricted use of the involved limb.
– As the sites most often involved are the long bones of the lower limbs,
children frequently present with a limp.
– In all cases, localized bone pain and fever should raise the clinical suspicion of
AHO.
– The classic signs of inflammation (redness, warmth and swelling) do not
appear unless the infection has progressed through the metaphyseal cortex
into the subperiosteal space.
• Laboratory
– Elevated erythrocyte sedimentation rate (ESR), elevated C-reactive protein
(CRP) and leukocytosis
132. Status Gizi
• Berat Badan/Umur
– Parameter pertumbuhan yang paling sederhana, mudah
diukur dan diulang, dan merupakan indeks untuk status
nutrisi sesaat
• Tinggi Badan/Umur
– Memberikan informasi bermakna (menggambarkan status
nutrisi dan pertumbuhan fisik) apabila dikaitkan dengan
hasil pengukuran BB
• Berat Badan/Tinggi Badan
– Untuk penilaian status nutrisi, mencerminkan proporsi
tubuh serta dapat membedakan antara wasting dan stunting
atau perawakan pendek
Pemantauan Pertumbuhan
Interpretasi Pengukuran TB/U Interpretasi Pengukuran BB/U

• Z Score • Z Score
– > 2 SD : Memiliki masalah
– >2 SD : Tergolong sangat tinggi.
pertumbuhan, lebih baik dinilai
Rujuk anak jika dicurigai adanya
dari pengukuran berat terhadap
gangguan endokrin (tinggi tidak
tinggi atau BMI/U
sesuai perkiraan tinggi kedua
orang tua, atau cenderung terus – 2 sd (-2) SD : Normal
meningkat) – <-2 SD : Underweight
– 2 sd (-2) SD : Normal – <-3 SD : Severly underweight
– <-2 SD : Stunted • CDC-NCHS
– <-3 SD : Severly stunted – >120% : Gizi lebih
• CDC-NCHS – 80-120% : Gizi baik
– 90-110% : Baik/normal – 60-80% : Gizi kurang, buruk
– 70-89% : Tinggi kurang dengan edema
– <70% : Tinggi sangat kurang – <60% : Gizi buruk

Pedoman Pelayanan Medis Dept. IKA RSCM dan IDAI


Status Nutrisi BB/TB
• Cara penilaian status nutrisi:
– Z-score → menggunakan kurva WHO weight-for-height
• >3 – obesitas
• 2-3 – overweight
• 1-2 – possible overweight
• (-2) – (-1) -- normal
• (-2) – (-3) – moderate wasted
• <-3 – severe wasted
– BB/IBW (Ideal Body Weight) → menggunakan kurva CDC
• ≥120%  obesity
• ≥110 -120%  overweight
• ≥90-110%  normal
• ≥80-90%  mild malnutrition
• ≥70-80%  moderate malnutrition
• ≤70%  severe malnutrition.
133. KLASIFIKASI DBD
Derajat (WHO 1997):
• Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif.
• Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan
spontan dikulit atau perdarahan lain.
• Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu
nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/
hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan
pasien menjadi gelisah.
• Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak
teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
WHO. SEARO. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue hemorrhagic fever in
small hospitals. 1999.
Pemeriksaan Penunjang DBD
134. Sefalohematoma
• Definisi: perdarahan subperiosteal akibat trauma
persalinan; biasanya mengenai tulang parietal dan
oksipital
• Etiologi: partus lama/obstruksi, persalinan dengan
ekstraksi vakum
• Tanda dan gejala: massa yang teraba agak keras dan
berfluktuasi; pada palpasi ditemukan kesan suatu
kawah dangkal didalam tulang di bawah massa;
pembengkakan tidak meluas melewati batas sutura
yang terlibat
• Tatalaksana: dapat sembuh spontan setelah beberapa
minggu.
• Catatan: Jangan mengaspirasi sefalohematoma
meskipun teraba berfluktuasi
• Caput succedaneum
– Serosanguineous, subcutaneous, extraperiosteal fluid collection with
poorly defined margins
– Caused by the pressure of the presenting part against the dilating cervix
– Extends across the midline and over suture lines and is associated with
head molding
– Does not usually cause complications and usually resolves over the first
few days. Management consists of observation only
• Subgaleal hematoma
– Bleeding in the potential space between the skull periosteum and the
scalp galea aponeurosis. Result from a vacuum applied to the head at
delivery
– Fluctuant, boggy mass developing over the scalp (especially over the
occiput). The swelling may obscure the fontanelle and cross suture lines
– Patients with subgaleal hematoma may present with hemorrhagic shock.
Transfusion and phototherapy may be necessary

Nirupama Laroia. http://emedicine.medscape.com/article/980112-overview#aw2aab6b5


http://cdn.nursingcrib.com/wp-content/uploads/caput-and-cephal.jpg?9d7bd4
OBSTETRI
&
GINEKOLOGI
135. Hipertensi pada Kehamilan:
Patofisiologi
Faktor Risiko
– Kehamilan pertama
– Kehamilan dengan vili
korionik tinggi (kembar
atau mola)
– Memiliki penyakit KV
sebelumnya
– Terdapat riwayat
genetik hipertensi
dalam kehamilan

Cunningham FG, et al. William’s obstetrics. 22nd ed. McGraw-Hill.


Hipertensi pada Kehamilan: Jenis

• Hipertensi Kronik
• Hipertensi Gestasional
• Pre Eklampsia Ringan
• Pre Eklampsia Berat
• Superimposed Pre Eklampsia
• HELLP Syndrome
• Eklampsia

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik

• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum
kehamilan dan menetap setelah persalinan

• Diagnosis
– Tekanan darah ≥140/90 mmHg
– Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau
diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20
minggu
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata,
jantung, dan ginjal

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik: Tatalaksana
• Sebelum hamil sudah diterapi & terkontrol baik, lanjutkan pengobatan

• Sistolik >160 mmHg/diastolik > 110 mmHg  antihipertensi

• Proteinuria/ tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan superimposed


preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia

• Suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia
kehamilan 20 minggu

• Pantau pertumbuhan dan kondisi janin


• Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm
• Jika DJJ <100 kali/menit atau >180 kali/menit, tangani seperti gawat janin
• Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Gestasional
• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan
menghilang setelah persalinan
• Diagnosis
– TD ≥140/90 mmHg
– Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di
usia kehamilan <12 minggu
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati dan
trombositopenia
• Tatalaksana Umum
– Pantau TD, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu.
– Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan
– Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat,
rawat untuk penilaian kesehatan janin.
– Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan
eklampsia.
– Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia
• Preeklampsia Ringan
– Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam

• Preeklampsia Berat
– Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥2+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam; atau disertai
keterlibatan organ lain:
• Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
• Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
• Sakit kepala , skotoma penglihatan
• Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
• Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
• Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia
• Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik
– Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum
usia kehamilan 20 minggu)
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau
trombosit <100.000 sel/uL pada usia kehamilan > 20
minggu

• Eklampsia
– Kejang umum dan/atau koma
– Ada tanda dan gejala preeklampsia
– Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subarakhnoid, dan meningitis)

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana
• Tatalaksana umum
– Semua ibu dengan preeklampsia maupun eklampsia harus dirawat masuk
rumah sakit

• Pertimbangkan persalinan atau terminasi kehamilan


– PEB + janin belum viable/ tidak akan viable dalam 1-2 minggu  induksi
– PEB + janin sudah viable namun usia kehamilan < 34 minggu  manajemen
ekspektan dianjurkan bila tidak ada KI
– PEB 34 - 37 minggu  manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asal tidak
terdapat HT yang tidak terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin +
pengawasan ketat
– PEB dengan kehamilan aterm  persalinan dini dianjurkan
– PER atau HT gestasional ringan dengan kehamilan aterm  induksi

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana
• Antihipertensi
– Ibu dengan HT berat perlu mendapat terapi anti HT
– Ibu dengan terapi anti HT saat antenatal  lanjutkan hingga
persalinan
– Anti HT dianjurkan untuk HT berat pasca persalinan
– DOC: nifedipin, nikardipin, dan metildopa
– Kontra Indikasi: ARB inhibitor, ACE inhibitor dan klortiazid

• Pemeriksaan penunjang tambahan


– Hitung darah perifer lengkap
– Golongan darah ABO, Rh, dan uji pencocokan silang
– Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT)
– Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum)
– Fungsi koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)
– USG (terutama jika ada indikasi gawat janin atau pertumbuhan
janin terhambat)

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana Khusus

• Edema paru
– Edema paru: sesak napas, hipertensi, batuk berbusa, ronki basah
halus pada basal paru pada ibu dengan PEB
– Tatalaksana
• Posisikan ibu dalam posisi tegak
• Oksigen
• Furosemide 40 mg IV
• Bila produksi urin masih rendah (<30 ml/jam dalam 4 jam) pemberian
furosemid dapat diulang.
• Ukur Keseimbangan cairan. Batasi cairan yang masuk

• Sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes,


low platelets)  terminasi kehamilan

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Kejang
• Pencegahan dan Tatalaksana Kejang
– Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD
• MgSO4
– Eklampsia  untuk tatalaksana kejang
– PEB  pencegahan kejang

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
• Syarat pemberian MgSO4: Terdapat refleks patella, tersedia
kalsium glukonas, napas> 16x/menit, dan jumlah urin
minimal 0,5 ml/kgBB/jam
136.Kehamilan Ektopik
Kehamilan Ektopik
• Kehamilan ektopik yang mengalami ruptur disebut KET.
• Nyeri goyang serviks ditemukan pada ¾ wanita dengan
kehamilan tuba yang ruptur.
• Manifestasi klinis lain adalah adanya perdarahan per vaginam
yang dapatmenimbulkan penonjolan cavum Douglas, kesadaran
menurun, pucat, hipotensi, hipovolemia, nyeri abdomen, dan
serviks tertutup.
• Penegakkan diagnosis dibantu dengan pemeriksaan USG.
• Faktor predisposisi adalah adanya riwayat kehamilan ektopik,
operasi di daerah tuba, penggunaan AKDR, merokok, infertilitis,
riwaya abortus, dan riwayat persalinan sectio caesarea
137. Menentukan Usia Kehamilan dan Hari
Perkiraan Persalinan

• Dapat ditentukan dengan:


1. Rumus Naegle
2. Gerakan pertama fetus
3. Palpasi Abdomen
4. Perkiraan tinggi fundus uteri
5. Ultrasonografi
Rumus Naegle (Hari Perkiraan Lahir)
• Berlaku untuk wanita dengan siklus 28 hari sehingga ovulasi
terjadi pada hari ke 14
• Menghitung umur kehamilan berlangsung selama 288 hari
• Perhitungan kasar: HPHT + 288 hari  perkiraan kelahiran

• Perhitungan berdasarkan siklus 28 hari


– HPHT (hari pertama haid terakhir ) Hari +7, Bulan + 9, Tahun
tetap
– HPHT (hari pertama haid terakhir ) Hari +7, Bulan – 3, Tahun
+1

• Seorang wanita dengan siklus menstruasi 35 hari dari rumus


Naegele maka taksiran persalinannya tanggal + 14 hari bukan 7
dan untuk wanita dengan siklus menstruasi 21 hari maka
taksiran persalinannya tanggal tetap tidak perlu ditambah
Perkiraan Usia Kehamilan

• Gerakan Fetus
– Dirasakan saat usia kehamilan mencapai 16
minggu (tidak akurat)

• Palpasi Abdomen
– Palpasi abdomen dapat menggunakan :
1. Rumus Bartholomew
2. Rumus Mc Donald
3. Palpasi Leopold (letak janin, bukan menentukan usia)
138. Metritis
• Metritis adalah infeksi uterus pasca persalinan.
Keterlambatan terapi metritis dapat menyebabkan abses,
peritonitis, syok, trombosis vena, emboli paru, infeksi
panggul kronik, sumbatan tuba, dan infertilitas.
• Faktor predisposisi adalah kurangnya higiene pasien,
nutrisi, dan tindakan aseptik saat melakukan tindakan.
• Manifestasi klinis yang didapatkan adalah demam di atas
380C dapat disertai menggigil, nyeri perut bawah, lokia
berbau dan purulen, nyeri tekan uterus, subinvolusi
uterus, dan dapat disertai perdarahan per vaginam
hingga syok
Pemeriksaan Penunjang Metritis

• Pemeriksaan darah perifer lengkap


• Golongan darah AB0 dan jenis rhesus
• Glukosa darah sewaktu
• Analisis urin
• Kultur (cairan vagina, urin, dan darah)
• USG (untuk menyingkirkan kemungkinan sisa
plasenta)
Tatalaksana Metritis
• Berikan antibiotika sampai 48 jam bebas demam dengan
Ampisilin 2 gram IV tiap 6 jam ditambah gentamisin 5 mg/kgB
IV tiap 24 jam dan metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam. Bila
demam tidak menurun dalam 72 jam, lakukan kaji ulang
tatalaksana dan diagnosis.
• Cegah dehidrasi
• Pertimbangkan imunisasi TT bila dicurigai terpapar tetanus
• Periksa apakah ada kemungkinan sisa plasenta
• Jika tidak ada kemajuan dan ada peritonitis lakukan laparotomi
dan drainase abdomen bila terdapat pus
• Sumber: Buku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan
dasar dan rujukan.
139. Solusio
Plasenta
Sumber
http://emedicine.medscape.c
om/article/252810-overview
Solusio Plasenta
• Solusio plasenta adalah suatu keadaan di mana plasenta terlepas dari
uterus sebelum terjadinya persalinan
• Merupakan salah satu penyebab perdarahan antepartum.
• Gejala klinis yang sering didapatkan adalah perdarahan antepartum,
kontraksi uterus, dan gawat janin.
• Pemeriksaan fisis didapatkan adanya perdarahan antepartum,
kontraksi uterus, nyeri perut, tanda syok yang tidak sesuai dengan
jumlah darah yang keluar akibat adanya perdarahan tersembunyi,
kenaikan tinggi fundus uteri oleh karena adanya perdarahan
intrauterin, dan tanda gawat janin.
• Tatalaksana: resusitasi cairan, segera terminasi kehamilan
140. Fritsch or Asherman Syndrome
• Merupakan suatu kondisi yang memiliki ciri khas adanya
adesi atau fibrosis endometrium yang sering disebabkan
oleh proses dilatasi dan kuretase.
• Istilah lain yang sering digunakan: adesi intrauterin,
atresia uterine, atrofi uterine traumatika, sklerosis
endometrium, dan sinekia intrauterin
• Diagnosis: riwayat dilatasi dan kuretase ditunjang dengan
adanya jaringan parut pada uterus oleh histerosonografi
atau histerosalfingografi.
• Terapi: Bedah diikuti dengan hormonal untuk mencegah
timbulnya jaringan parut.
141. Hemorrhagia Post Partum

Etiologi (4T dan I) Pemeriksaan

• Tone (tonus) – atonia uteri • Palpasi uterus


– Bagaimana kontraksi uterus dan tinggi
fundus uterus.
• Trauma – trauma traktus • Memeriksa plasenta dan ketuban:
– lengkap atau tidak.
genital • Melakukan eksplorasi kavum uteri
untuk mencari :
– Sisa plasenta dan ketuban.
• Tissue (jaringan)- retensi – Robekan rahim.
plasenta – Plasenta suksenturiata.
• Inspekulo :
– untuk melihat robekan pada serviks,
• Thrombin – koagulopati vagina dan varises yang pecah.
• Pemeriksaan laboratorium :
– periksa darah, hemoglobin, clot
• Inversio Uteri observation test (COT), dan lain-lain.
Hemorrhagia Post Partum: Definisi
• Definisi Lama
– Kehilangan darah > 500 mL setelah persalinan pervaginam
– Kehilangan darah > 1000 mL setelah persalinan sesar (SC)

• Definisi Fungsional
– Setiap kehilangan darah yang memiliki potensial untuk
menyebabkan gangguan hemodinamik

• Insidens
– 5% dari semua persalinan
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
G E J A L A D A N TA N D A G E J A L A & TA N D A Y A N G DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG ADA
• Uterus tidak berkontraksi dan lembek • Syok Atonia uteri
• Perdarahan setelah anak lahir (perdarahan
pascapersalinan primer)

• Perdarahan segera • Pucat Robekan jalan


• Darah segar yang mengalir segera setelah bayi • Lemah lahir
lahir • Menggigil
• Uterus kontraksi baik
• Plasenta lengkap

• Plasenta belum lahir setelah 30 menit • Tali pusat putus akibat traksi Retensio plasenta
• Perdarahan segera (P3) berlebihan
• Uterus kontraksi baik • Inversio uteri akibat tarikan
• Perdarahan lanjutan

• Plasenta atau sebagian selaput (mengandung • Uterus berkontaksi tetapi tinggi Tertinggalnya
pembuluh darah) tidak lengkap • fundus tidak berkurang sebagian plasenta
• Perdarahan segera • (kontraksi hilang-timbul)
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
GEJALA DAN
G E J A L A D A N TA N D A TA N D A YA N G
DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG
ADA
• Uterus tidak teraba • Syok neurogenik Inversio uteri
• Lumen vagina terisi massa • Pucat dan limbung
• Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)
• Perdarahan segera
• Nyeri sedikit atau berat

• Sub-involusi uterus • Anemia Perdarahan


• Nyeri tekan perut bawah • Demam terlambat
• Perdarahan > 24 jam setelah persalinan. Perdarahan Endometritis atau
sekunder atau P2S. Perdarahan bervariasi (ringan atau sisa plasenta
berat, terus menerus atau tidak teratur) dan berbau (terinfeksi atau
(jika disertai infeksi) tidak)

• Perdarahan segera (Perdarahan intraabdominal dan / • Syok Robekan dinding


atau pervaginam • Nyeri tekan perut uterus (Ruptura
• Nyeri perut berat atau akut abdomen • Denyut nadi ibu cepat uteri
HPP: Tatalaksana

2 komponen utama:
1. Tatalaksana
perdarahan
obstetrik dan
kemungkinan syok
hipovolemik
2. Identifikasi dan
tatalaksana
penyebab utama
Hemorrhagia Post Partum: Inversio Uteri
• Etiologi
– Tonus otot rahim lemah
– Tekanan/tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan
dengan tangan, tarikan pada tali pusat)
– Kanalis servikalis yang longgar

• Jenis
– Complete: fundus uteri terdapat dalam vagina dengan selaput
lendirnya berada diluar
– Incomplete: fundus hanya menekuk ke dalam dan tidak keluar
ostium uteri

• Bila uterus yang berputar balik keluar dari vulva: inversio prolaps
Hemorrhagia Post Partum: Inversio Uteri
• Gejala
– Syok
– Fundus uteri tidak teraba/ teraba lekukan
– Kadang tampak massa merah di vulva atau teraba massa dalam
vagina dengan permukaan kasar
– Perdarahan

• Terapi
– Atasi syok
– Reposisi dalam anestesi
– Bila plasenta belum lepas: reposisi uterus baru dilepaskan karena
dapat memicu perdarahan >>
142. Kala Persalinan
PERSALINAN dipengaruhi 3 • PEMBAGIAN FASE / KALA
FAKTOR “P” UTAMA PERSALINAN
1. Power Kala 1
His (kontraksi ritmis otot polos Pematangan dan pembukaan
uterus), kekuatan mengejan ibu, serviks sampai lengkap (kala
keadaan kardiovaskular respirasi pembukaan)
metabolik ibu. Kala 2
2. Passage Pengeluaran bayi (kala
Keadaan jalan lahir pengeluaran)
Kala 3
3. Passanger Pengeluaran plasenta (kala uri)
Keadaan janin (letak, presentasi, Kala 4
ukuran/berat janin, ada/tidak Masa 1 jam setelah partus,
kelainan anatomik mayor) terutama untuk observasi
(++ faktor2 “P” lainnya :
psychology, physician, position)
Kala Persalinan: Sifat HIS
Kala 1 awal (fase laten)
• Tiap 10 menit, amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik. Serviks terbuka sampai 3 cm
• Frekuensi dan amplitudo terus meningkat

Kala 1 lanjut (fase aktif) sampai kala 1 akhir


• Terjadi peningkatan rasa nyeri, amplitudo makin kuat sampai 60 mmHg, frekuensi 2-4
kali / 10 menit, lama 60-90 detik (frekuensi setidaknya 2x/10 menit dan lama minimal
40 “). Serviks terbuka sampai lengkap (+10cm).

Kala 2
• Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit.
• Refleks mengejan akibat stimulasi tekanan bagian terbawah menekan anus dan rektum

Kala 3
• Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun.
Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap
menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
Kala Persalinan: Kala I
Fase Laten
• Pembukaan sampai mencapai 3 cm (8 jam)

Fase Aktif
• Pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung
sekitar 6 jam
• Fase aktif terbagi atas :
1. Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4
cm.
2. Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm
sampai 9 cm.
3. Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai
lengkap (+ 10 cm).
Kala Persalinan: Kala II
• Dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi

• Gejala dan tanda kala II persalinan


– Dor-Ran  Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan
terjadinya kontraksi
– Tek-Num  Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada
rektum dan/atau vagina
– Per-Jol Perineum menonjol
– Vul-Ka  Vulva-vagina dan sfingter ani membuka
– Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah

• Tanda pasti kala II ditentukan melalui periksa dalam


(informasi objektif)
– Pembukaan serviks telah lengkap, atau
– Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina
Kala Persalinan: Kala III
• Dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban

• Tanda pelepasan plasenta


– Semburan darah dengan tiba-tiba: Karena penyumbatan
retroplasenter pecah saat plasenta lepas
– Pemanjangan tali pusat: Karena plasenta turun ke segmen
uterus yang lebih bawah atau rongga vagina
– Perubahan bentuk uterus dari diskoid menjadi globular
(bulat): Disebabkan oleh kontraksi uterus
– Perubahan dalam posisi uterus, yaitu uterus didalam
abdomen: Sesaat setelah plasenta lepas TFU akan naik, hal ini
disebabkan oleh adanya pergerakan plasenta ke segmen
uterus yang lebih bawah
(Depkes RI. 2004. Buku Acuan Persalinan Normal. Jakarta: Departemen Kesehatan)
Manajemen Aktif Kala III

Peregangan Tali Massase


Uterotonika Pusat Terkendali Uterus
• 1 menit setelah bayi • Tegangkan tali pusat ke arah • Letakkan telapak
lahir bawah sambil tangan yang tangan di fundus 
• Oksitosin 10 unit IM di lain mendorong uterus ke masase dengan
sepertiga paha atas arah dorso-kranial secara gerakan melingkar
bagian distal lateral hati-hati secara lembut hingga
• Dapat diulangi setelah uterus berkontraksi
15 menit jika plasenta (fundus teraba keras).
belum lahir
Pelepasan Plasenta

• Pelepasan mulai pada pinggir plasenta. Darah mengalir keluar


antara selaput janin dan dinding rahim, jadi perdarahan sudah ada
sejak sebagian dari placenta terlepas dan terus berlangsung sampai
seluruh placenta lepas.

• Terutama terjadi pada placenta letak rendah


Pelepasan Plasenta

• Pelepasan dimulai pada bagian tengah placenta  hematoma retroplacenter


 plasenta terangkat dari dasar  Placenta dengan hematom di atasnya jatuh
ke bawah  menarik lepas selaput janin.

• Bagian placenta yang nampak dalam vulva: permukaan foetal  tidak ada
perdarahan sebelum placenta lahir atau sekurang-kurangnya terlepas
seluruhnya  plasenta terputar balik  darah sekonyong-konyong mengalir.
143. Infeksi Saluran Kemih pada
Kehamilan
• Merupakan kasus infeksi bakterial tersering pada kehamilan.
• Perubahan fisiologis kehamilan menyebabkan meningkatnya
risiko stasis urin dan refluks vesikoureteral. Dengan ukuran
uretra yang pendek dan perut membesar memberikan
tantangan tersendiri pada higiene dan sanitasi.
• Prinsip tatalaksana ISK pada kehamilan: pemberian
antibiotik, rehidrasi, rawat inap bila terdapat komplikasi.
• Tatalaksana ISK: higiene sanitasi pada saat sehabis buang air
kecil, antibiotik (ampisilin 4x500mg, nitrofurantoin 2x100 mg
(tdk pada trimester 2&3), sulfisoxazole 4x1 gram, selama 10-
14 hari)
144. Abortus
• Definisi: Ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan pada kehamilan < 20 minggu atau berat janin < 500 gram
• Klasifikasi:

• Diagnosis  dengan bantuan USG


– Perdarahan pervaginam (bercak hingga berjumlah banyak)
– Perut nyeri & kaku
– Pengeluaran sebagian produk konsepsi
– Serviks dapat tertutup/ terbuka
– Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya

• Faktor Predisposisi Abortus Spontan


– Faktor dari janin: kelainan genetik (kromosom)
– Faktor dari ibu: infeksi, kelainan hormonal (hipotiroidisme, DM), malnutrisi, obat-
obatan, merokok, konsumsi alkohol, faktor immunologis & defek anatomis seperti
uterus didelfis, inkompetensia serviks, dan sinekhiae uteri karena sindrom
Asherman
– Faktor dari ayah: Kelainan sperma

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
PERDARAHA BESAR
DIAGNOSIS SERVIKS GEJALA LAIN
N UTERUS
• Tes kehamilan +
Sesuai usia
Abortus imminens Sedikit-sedang Tertutup lunak • Nyeri perut
kehamilan
• Uterus lunak

Sesuai atau lebih • Nyeri perut >>


Abortus insipiens Sedang-banyak Terbuka lunak
kecil • Uterus lunak

• Nyeri perut >>


Lebih kecil dari usia
Abortus inkomplit Sedikit-banyak Terbuka lunak • Jaringan +
kehamilan
• Uterus lunak

• Sedikit atau tanpa


Tertutup atau Lebih kecil dari usia nyeri perut
Abortus komplit Sedikit-tidak ada
terbuka lunak kehamilan • Jaringan keluar ±
• Uterus kenyal

Perdarahan Membesar, nyeri • Demam


Abortus septik Lunak
berbau tekan • leukositosis
• Tidak terdapat gejala
nyeri perut
Lebih kecil dari usia
Missed abortion Tidak ada Tertutup • Tidak disertai
kehamilan
ekspulsi jaringan
konsepsi
Abortus Imminens Abortus Insipiens Abortus Inkomplit

Abortus Komplit Missed Abortion


Abortus: Tatalaksana Umum
• Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus
dengan komplikasi, berikan kombinasi antibiotika sampai
ibu bebas demam untuk 48 jam:

– Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam


– Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
– Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
– Segera rujuk ibu ke rumah sakit
– Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat
dukungan emosional dan konseling kontrasepsi pasca
keguguran
– Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus
Tatalaksana
Abortus Imminens Abortus Insipiens

• Pertahankan kehamilan. • Evakuasi isi uterus


• Tidak perlu pengobatan khusus. • Lakukan pemantauan pasca
• Jangan melakukan aktivitas fisik tindakan/30 menit selama 2
berlebihan atau hubungan jam. Bila kondisi ibu baik,
seksual pindahkan ibu ke ruang rawat.
• Jika perdarahan berhenti, • Pemeriksaan PA jaringan
pantau kondisi ibu selanjutnya • Evaluasi tanda vital, perdarahan
pada pemeriksaan antenatal pervaginam, tanda akut
(kadar Hb dan USG panggul abdomen, dan produksi urin
serial setiap 4 minggu) setiap 6 jam selama 24 jam.
• Jika perdarahan tidak berhenti, • Periksa kadar Hb setelah 24 jam.
nilai kondisi janin dengan USG. Bila hasil pemantauan baik dan
Nilai kemungkinan adanya kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat
penyebab lain. diperbolehkan pulang.
Tatalaksana
Abortus Inkomplit Abortus Komplit
• Evakuasi isi uterus (dengan jari atau • Tidak diperlukan evakuasi lagi.
AVM)
• Konseling untuk memberikan
• Kehamilan > 16 minggu  infus 40 IU
dukungan emosional dan
oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau RL
dengan kecepatan 40 tpm untuk menawarkan KB pasca keguguran.
membantu pengeluaran hasil konsepsi. • Observasi keadaan ibu.
• Evaluasi tanda vital pasca tindakan • Apabila terdapat anemia sedang,
setiap 30 menit selama 2 jam. Bila berikan tablet sulfas ferosus 600
kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang
rawat. mg/hari selama 2 minggu, jika
• Pemeriksaan PA jaringan
anemia berat berikan transfusi darah.
• Evaluasi tanda vital, perdarahan • Evaluasi keadaan ibu setelah 2
pervaginam, tanda akut abdomen, dan minggu.
produksi urin/6 jam selama 24 jam.
Periksa kadar hemoglobin setelah 24
jam. BIla hasil pemantauan baik dan
kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat
diperbolehkan pulang.
Missed Abortion: Tatalaksana
• Usia Kehamilan:
– <12 minggu: evakuasi dengan AVM atau sendok kuret.
– Antara 12-16 minggu: pastikan serviks terbuka, bila perlu lakukan
pematangan serviks sebelum dilakukan dilatasi dan kuretase. Lakukan
evakuasi dengan tang abortus dan sendok kuret.
– 16-22 minggu: Lakukan pematangan serviks. Lakukan evakuasi dengan
infus oksitosin 20 U dalam 500 ml NaCl 0,9%/RL dengan kecepatan 40 tpm
hingga terjadi ekspulsi hasil konsepsi

• Evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila
kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat

• Pemeriksaan PA jaringan

• Evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan


produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar Hb setelah 24
jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat
diperbolehkan pulang.

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
145. Ekstraksi Vakum
• Indikasi: Kala II memanjang, ibu tidak memiliki tenaga untuk
meneran, dan terdapat kontraindikasi medis bagi ibu untuk
meneran.
• Kontraindikasi: didapatkan kelainan anatomi pada bayi,
cephalopelvic disproportion, malpresentasi fetal, selapit
amnion belum pecah.
• Syarat: Letak bayi harus berada di hodge III-IV, pembukaan
lengkap, janin cukup bulan, presentasi kepala
• Komplikasi: perdarahan intrakranial, edema skalp,
sefalhematoma, aberasi, dan laserasi kulit kepala pada janin,
laserasi perineum, laserasi anal, maupun laserasi jalan lahir
pada ibu.
146. Hipertensi pada Kehamilan:
Patofisiologi
Faktor Risiko
– Kehamilan pertama
– Kehamilan dengan vili
korionik tinggi (kembar
atau mola)
– Memiliki penyakit KV
sebelumnya
– Terdapat riwayat
genetik hipertensi
dalam kehamilan

Cunningham FG, et al. William’s obstetrics. 22nd ed. McGraw-Hill.


Hipertensi pada Kehamilan: Jenis

• Hipertensi Kronik
• Hipertensi Gestasional
• Pre Eklampsia Ringan
• Pre Eklampsia Berat
• Superimposed Pre Eklampsia
• HELLP Syndrome
• Eklampsia

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik

• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum
kehamilan dan menetap setelah persalinan

• Diagnosis
– Tekanan darah ≥140/90 mmHg
– Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau
diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20
minggu
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata,
jantung, dan ginjal

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik: Tatalaksana
• Sebelum hamil sudah diterapi & terkontrol baik, lanjutkan pengobatan

• Sistolik >160 mmHg/diastolik > 110 mmHg  antihipertensi

• Proteinuria/ tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan superimposed


preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia

• Suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia
kehamilan 20 minggu

• Pantau pertumbuhan dan kondisi janin


• Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm
• Jika DJJ <100 kali/menit atau >180 kali/menit, tangani seperti gawat janin
• Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Gestasional
• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan
menghilang setelah persalinan
• Diagnosis
– TD ≥140/90 mmHg
– Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di
usia kehamilan <12 minggu
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati dan
trombositopenia
• Tatalaksana Umum
– Pantau TD, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu.
– Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan
– Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat,
rawat untuk penilaian kesehatan janin.
– Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan
eklampsia.
– Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia
• Preeklampsia Ringan
– Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam

• Preeklampsia Berat
– Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥2+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam; atau disertai
keterlibatan organ lain:
• Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
• Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
• Sakit kepala , skotoma penglihatan
• Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
• Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
• Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia
• Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik
– Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum
usia kehamilan 20 minggu)
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau
trombosit <100.000 sel/uL pada usia kehamilan > 20
minggu

• Eklampsia
– Kejang umum dan/atau koma
– Ada tanda dan gejala preeklampsia
– Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subarakhnoid, dan meningitis)

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
147. Menopause
• Klimakterium adalah masa yang bermula dari akhir masa reproduksi
sampai awal masa senium dan terjadi pada wanita berumur 40-65
tahun.

• Masa-masa klimakterium:
– Pramenopause
– Perimenopause: fase peralihan antara pramenopause dan paska
menopause.
– Menopause adalah henti haid seorang wanita.
– Pasca menopause
.
• Diagnosis menopause ditegakkan setelah 12 bulan amenorea

• Gejala Klinis menopause


– Hot flashes, peningkatan BB, insomnia, kembung, perubahan mood,
menstruasi tidak teratur, mastodinia, depresi, sakit kepala
1. Premenopause, adalah masa sekitar usia 40 tahun dengan dimulainya
siklus haid yang tidak teratur, memanjang, sedikit atau banyak, kadang-
kadang disertai nyeri.
– Pada analisa hormonal ditemukan kadar Folicel Stimulating Hormon (FSH) dan
estrogen yang tinggi, atau normal sedangkan fase luteal stabil.
2. Perimenopause, adalah fase peralihan antara pramenopause dan paska
menopause. WHO (1996) dan North American Menopause Society (2000)
mendefinisikan perimenopause sebagai dua hingga delapan tahun
sebelum menopause dan satu tahun setelah menstruasi yang terakhir
(Cheung, et al., 2004). Fase ini ditandai dengan siklus haid yang tidak
teratur.
– Sebagian besar wanita mengalami siklus haid lebih dari 38 hari, yang lain siklus
haidnya kurang dari 18 hari. Kadar FSH, LH, dan estrogen sangat bervariasi
(normal, tinggi, atau rendah).
3. Menopause. Bila seorang wanita tidak haid selama 12 bulan dan kadar
FSH darah >35 mIU/ml dan kadar estradiol < 30 pg/ml maka wanita
tersebut telah mengalami menopause.
4. Paska menopause, masa setelah menopause sampai dengan senium
yang dimulai setelah 12 bulan amenorea. Kadar FSH dan LH sangat tinggi
(> 35 mIU/ml), dan kadar estradiol sangat rendah (< 30 pg/ml).
Menopause: Fisiologi

• Premenopause
• Pada akhir premenopause: respon ovarium terhadap FSH <<  kadar estrogen mulai <<
• Perimenopause
• Kadar estrogen menurun drastis  gejala premenopause: hot flashes, vagina kering,
keringat malam, dan libido <<
• Menopause
• Gejala: hot flashes, keringat malam, vagina kering, mood swing, libido <<, BB >>, nyeri
kepala, keriput, depresi, menstruasi tidak teratur/berhenti
http://www.menopause-faq.com/premenopause-signs-and-symptoms.htm
Perubahan pada Menopause
• Efek penurunan hormon gonadal
– Estrogen <<  epitelium vagina menjadi memerah karena epitel menipis dan kapiler
lebih terlihat  atrofi epitel vagina  vagina memucat dan rugae <<  dispareunia
– Uterus mengecil
– Efek urogenital: << pH urin  perubahan flora bakteri  keputihan yang berbau dan
gatal

• Marker Menopause
– >> FSH (penanda kegagalan ovarium) dan << estradiol dan inhibin

• Perubahan Endometrium
– Kearah atrofi, tidak ada fase sekretorik
– Hiperplasia endometrial: akibat hipertimulasi estrogen dari luar atau HRT  ketebalan
endometrium via USG > 5 mm

• Osteoporosis
148. Trichomonas Vaginalis

• Merupakan salah satu etiologi dari keputihan pada


perempuan
• Penularan melalui hubungan seksual.
• Gejala: vaginitis, keputihan yang berbuih, berwarna
hijau, berbau khas, uretritis pada pria.
• Tanda khas: “strawberry cervix” atau colpitis
macularis oleh karena dilatasi kapiler oleh karena
inflamasi
• Tatalaksana: Metronidazole 2x500 mg selama 5-7
hari
149. Hemorrhagia Post Partum

Etiologi (4T dan I) Pemeriksaan

• Tone (tonus) – atonia uteri • Palpasi uterus


– Bagaimana kontraksi uterus dan tinggi
fundus uterus.
• Trauma – trauma traktus • Memeriksa plasenta dan ketuban:
– lengkap atau tidak.
genital • Melakukan eksplorasi kavum uteri
untuk mencari :
– Sisa plasenta dan ketuban.
• Tissue (jaringan)- retensi – Robekan rahim.
plasenta – Plasenta suksenturiata.
• Inspekulo :
– untuk melihat robekan pada serviks,
• Thrombin – koagulopati vagina dan varises yang pecah.
• Pemeriksaan laboratorium :
– periksa darah, hemoglobin, clot
• Inversio Uteri observation test (COT), dan lain-lain.
Hemorrhagia Post Partum: Definisi
• Definisi Lama
– Kehilangan darah > 500 mL setelah persalinan pervaginam
– Kehilangan darah > 1000 mL setelah persalinan sesar (SC)

• Definisi Fungsional
– Setiap kehilangan darah yang memiliki potensial untuk
menyebabkan gangguan hemodinamik

• Insidens
– 5% dari semua persalinan
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
G E J A L A D A N TA N D A G E J A L A & TA N D A Y A N G DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG ADA
• Uterus tidak berkontraksi dan lembek • Syok Atonia uteri
• Perdarahan setelah anak lahir (perdarahan
pascapersalinan primer)

• Perdarahan segera • Pucat Robekan jalan


• Darah segar yang mengalir segera setelah bayi • Lemah lahir
lahir • Menggigil
• Uterus kontraksi baik
• Plasenta lengkap

• Plasenta belum lahir setelah 30 menit • Tali pusat putus akibat traksi Retensio plasenta
• Perdarahan segera (P3) berlebihan
• Uterus kontraksi baik • Inversio uteri akibat tarikan
• Perdarahan lanjutan

• Plasenta atau sebagian selaput (mengandung • Uterus berkontaksi tetapi tinggi Tertinggalnya
pembuluh darah) tidak lengkap • fundus tidak berkurang sebagian plasenta
• Perdarahan segera • (kontraksi hilang-timbul)
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
GEJALA DAN
G E J A L A D A N TA N D A TA N D A YA N G
DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG
ADA
• Uterus tidak teraba • Syok neurogenik Inversio uteri
• Lumen vagina terisi massa • Pucat dan limbung
• Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)
• Perdarahan segera
• Nyeri sedikit atau berat

• Sub-involusi uterus • Anemia Perdarahan


• Nyeri tekan perut bawah • Demam terlambat
• Perdarahan > 24 jam setelah persalinan. Perdarahan Endometritis atau
sekunder atau P2S. Perdarahan bervariasi (ringan atau sisa plasenta
berat, terus menerus atau tidak teratur) dan berbau (terinfeksi atau
(jika disertai infeksi) tidak)

• Perdarahan segera (Perdarahan intraabdominal dan / • Syok Robekan dinding


atau pervaginam • Nyeri tekan perut uterus (Ruptura
• Nyeri perut berat atau akut abdomen • Denyut nadi ibu cepat uteri
HPP: Tatalaksana

2 komponen utama:
1. Tatalaksana
perdarahan
obstetrik dan
kemungkinan syok
hipovolemik
2. Identifikasi dan
tatalaksana
penyebab utama
Tatalaksana Umum
• Nilai tanda vital pasien, bila terdapat syok segera lakukan
tatalaksana syok.
• Berikan oksigen
• Pasang infus intravena dengan kanula besar dan berikan
kristaloid.
• Jika fasilitas tersedia, lakukan pemeriksaan darah
lengkap, golongan darah, dan profil hemostasis.
• Evaluasi tanda vital
• Lakukan pemeriksaan abdomen, jalan lahir, kelengkapan
plasenta untuk mencari penyebab perdarahan.
150. Kondiloma Akuminata
• Ialah vegetasi oleh human papilloma virus, bertangkai, dan
permukaannya berjonjot
• Merupakan penyakit akibat hubungan seksual. Biasanya
disebabkan oleh serotipe 6 dan 11
• Serotipe 16 dan 18 memiliki asosiasi terhadap keganasan cervix
• Tempat predileksi
– Pria: di perineum, sekitar anus, glans penis, muara uretra
eksterna, korpus, pangkal penis.
– Wanita: di vulva,introitus vagina
• Vegetasi yang bertangkai dan berwarna kemerahan (lesi baru)
dan kehitaman bila telah lama. Permukaannya berjonjot
• Manifestasi klinis: adanya benjolan yang tidak nyeri, perdarahan
pada saat berhubungan badan.
Tatalaksana Kondiloma Akuminata
• Kemoterapi :
– Podofilin 25%
– Asam triklorasetat
– Podofilox
• Elektrokauterisasi (bedah listrik)
• Bedah beku
• Bedah skalpel
• Laser karbondioksida
• Interferon
• Imunoterapi
151. Kontrasepsi Pil KB
• Pil KB sebaiknya dikonsumsi setiap hari pada saat yang sama
• Pil pertama dimulai pada hari pertama sampai hari ke tujuh
siklus haid (dianjurkan diminum pada hari pertama).
• Aturan Pil lupa. Bila lupa minum 1 pil, setelah ingat segera
minum 2 pil pada hari yang sama. Bila lupa minum 2 pil
sebaiknya minum 2 pil sampai 2 hari kemudian gunakan
metode kontrasepsi lain atau tidak melakukan hubungan
seksual sampai pil habis.
• Untuk pasien post partum yang tidak menyusui sebaiknya
diminum 3 minggu setelah post partum atau menunggu haid.
• Untuk pasien post partum yang menyusui sama dengan
aturan umum maupun aturan lupa.
Sumber: Buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi; mayoclinic.com/health/best-birth-control-
pill/MY00996/rss=1
152. Kala Persalinan
PERSALINAN dipengaruhi 3 • PEMBAGIAN FASE / KALA
FAKTOR “P” UTAMA PERSALINAN
1. Power Kala 1
His (kontraksi ritmis otot polos Pematangan dan pembukaan
uterus), kekuatan mengejan ibu, serviks sampai lengkap (kala
keadaan kardiovaskular respirasi pembukaan)
metabolik ibu. Kala 2
2. Passage Pengeluaran bayi (kala
Keadaan jalan lahir pengeluaran)
Kala 3
3. Passanger Pengeluaran plasenta (kala uri)
Keadaan janin (letak, presentasi, Kala 4
ukuran/berat janin, ada/tidak Masa 1 jam setelah partus,
kelainan anatomik mayor) terutama untuk observasi
(++ faktor2 “P” lainnya :
psychology, physician, position)
Kala Persalinan: Sifat HIS
Kala 1 awal (fase laten)
• Tiap 10 menit, amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik. Serviks terbuka sampai 3 cm
• Frekuensi dan amplitudo terus meningkat

Kala 1 lanjut (fase aktif) sampai kala 1 akhir


• Terjadi peningkatan rasa nyeri, amplitudo makin kuat sampai 60 mmHg, frekuensi 2-4
kali / 10 menit, lama 60-90 detik (frekuensi setidaknya 2x/10 menit dan lama minimal
40 “). Serviks terbuka sampai lengkap (+10cm).

Kala 2
• Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit.
• Refleks mengejan akibat stimulasi tekanan bagian terbawah menekan anus dan rektum

Kala 3
• Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun.
Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap
menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
Kala Persalinan: Kala I
Fase Laten
• Pembukaan sampai mencapai 3 cm (8 jam)

Fase Aktif
• Pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung
sekitar 6 jam
• Fase aktif terbagi atas :
1. Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4
cm.
2. Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm
sampai 9 cm.
3. Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai
lengkap (+ 10 cm).
Kala Persalinan: Kala II
• Dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi

• Gejala dan tanda kala II persalinan


– Dor-Ran  Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan
terjadinya kontraksi
– Tek-Num  Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada
rektum dan/atau vagina
– Per-Jol Perineum menonjol
– Vul-Ka  Vulva-vagina dan sfingter ani membuka
– Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah

• Tanda pasti kala II ditentukan melalui periksa dalam


(informasi objektif)
– Pembukaan serviks telah lengkap, atau
– Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina
Kala Persalinan: Kala III
• Dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban

• Tanda pelepasan plasenta


– Semburan darah dengan tiba-tiba: Karena penyumbatan
retroplasenter pecah saat plasenta lepas
– Pemanjangan tali pusat: Karena plasenta turun ke segmen
uterus yang lebih bawah atau rongga vagina
– Perubahan bentuk uterus dari diskoid menjadi globular
(bulat): Disebabkan oleh kontraksi uterus
– Perubahan dalam posisi uterus, yaitu uterus didalam
abdomen: Sesaat setelah plasenta lepas TFU akan naik, hal ini
disebabkan oleh adanya pergerakan plasenta ke segmen
uterus yang lebih bawah
(Depkes RI. 2004. Buku Acuan Persalinan Normal. Jakarta: Departemen Kesehatan)
Manajemen Aktif Kala III

Peregangan Tali Massase


Uterotonika Pusat Terkendali Uterus
• 1 menit setelah bayi • Tegangkan tali pusat ke arah • Letakkan telapak
lahir bawah sambil tangan yang tangan di fundus 
• Oksitosin 10 unit IM di lain mendorong uterus ke masase dengan
sepertiga paha atas arah dorso-kranial secara gerakan melingkar
bagian distal lateral hati-hati secara lembut hingga
• Dapat diulangi setelah uterus berkontraksi
15 menit jika plasenta (fundus teraba keras).
belum lahir
Pelepasan Plasenta

• Pelepasan mulai pada pinggir plasenta. Darah mengalir keluar


antara selaput janin dan dinding rahim, jadi perdarahan sudah ada
sejak sebagian dari placenta terlepas dan terus berlangsung sampai
seluruh placenta lepas.

• Terutama terjadi pada placenta letak rendah


Pelepasan Plasenta

• Pelepasan dimulai pada bagian tengah placenta  hematoma retroplacenter


 plasenta terangkat dari dasar  Placenta dengan hematom di atasnya jatuh
ke bawah  menarik lepas selaput janin.

• Bagian placenta yang nampak dalam vulva: permukaan foetal  tidak ada
perdarahan sebelum placenta lahir atau sekurang-kurangnya terlepas
seluruhnya  plasenta terputar balik  darah sekonyong-konyong mengalir.
153. Anemia pada Kehamilan
• Anemia adalah suatu kondisi di mana terdapat
kekurangan sel darah merah atau hemoglobin.
• Diagnosis ditegakkan dengan kadar Hb < 11
gram/dL (trimester I dan III) atau < 10,5
gram/dL (pada trimester II)
• Faktor predisposisi
– Diet rendah zat besi, B12, dan asam folat
– Kelainan gastrointestinal
– Penyakit kronis
– Adanya riwayat keluarga
Tatalaksana Anemia
• Tatalaksana umum anemia
– Lakukan pemeriksaan apusan darah tepi untuk melihat
morfologi sel darah merah.
– Bila fasilitas tidak tersedia berikan tablet 60 mg besi
elemental dan 250 µg asam folat, 3 kali sehari evaluasi 90
hari.
• Tatalaksana khusus anemia
– Bila terdapat pemeriksaan apusan darah tepi, lakukan
pengobatan sesuai hasil apusan darah tepi.
– Anemia defisiensi besi (hipokromik mikrositer): 180 mg besi
elemental per hari
– Anemia defisiensi asam folat dan vitamin B12: asam folat 1 x
2 mg, dan vitamin B12 1 x 250-1000µg
– Transfusi dilakukan bila Hb < 7 g/dL atau hematokrit < 20%
atau Hb > 7 g/dL dengan gejala klinis pusing, pandangan
berkunang-kunang atau takikardia
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
154. Bakterial Vaginosis
• Bakterial vaginosis atau nonspesifik vaginitis adalah suatu istilah
yang menjelaskan adanya infeksi bakteri sebagai penyebab
inflamasi pada vagina.
• Bakteri yang sering didapatkan adalah Gardnerella vaginalis,
Mobiluncus, Bacteroides, Peptostreptococcus, Mycoplasma
hominis, Ureaplasma urealyticum , Eubacterium,
Fusobacterium, Veilonella, Streptococcus viridans, dan
Atopobium vaginae
• Gejala klinis yang sering dijumpai adalah keputihan, vagina
berbau, iritasi vulva, disuria, dan dispareuni
• Faktor risiko yang meningkatkan BV adalah penggunaan
antibiotik, penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim,
promiskuitas, douching, penurunan estrogen.
Pemeriksaan Bakterial Vaginosis
• Didapatkan keputihan yang homogen
• Labia, introitas, serviks dapat normal maupun didapatkan tanda
servisitis.
• Keputihan biasanya terdapat banyak di fornix posterior
• Dapat ditemukan gelembung pada keputihan
• Pemeriksaan mikroskopis cairan keputihan harus memenuhi 3 dari 4
kriteria Amsel untuk menegakkan diagnosis bakterial vaginosis
– Didapatkan clue cell.
– pH > 4,5
– Keputihan bersifat thin, gray, and homogenous
– Whiff test + (pemeriksaan KOH 10% didapatkan fishy odor sebagai akibat
dari pelepasan amina yang merupakan produk metabolisme bakteri)
155. Abortus
• Definisi: Ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan pada kehamilan < 20 minggu atau berat janin < 500 gram
• Klasifikasi:

• Diagnosis  dengan bantuan USG


– Perdarahan pervaginam (bercak hingga berjumlah banyak)
– Perut nyeri & kaku
– Pengeluaran sebagian produk konsepsi
– Serviks dapat tertutup/ terbuka
– Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya

• Faktor Predisposisi Abortus Spontan


– Faktor dari janin: kelainan genetik (kromosom)
– Faktor dari ibu: infeksi, kelainan hormonal (hipotiroidisme, DM), malnutrisi, obat-
obatan, merokok, konsumsi alkohol, faktor immunologis & defek anatomis seperti
uterus didelfis, inkompetensia serviks, dan sinekhiae uteri karena sindrom
Asherman
– Faktor dari ayah: Kelainan sperma

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
PERDARAHA BESAR
DIAGNOSIS SERVIKS GEJALA LAIN
N UTERUS
• Tes kehamilan +
Sesuai usia
Abortus imminens Sedikit-sedang Tertutup lunak • Nyeri perut
kehamilan
• Uterus lunak

Sesuai atau lebih • Nyeri perut >>


Abortus insipiens Sedang-banyak Terbuka lunak
kecil • Uterus lunak

• Nyeri perut >>


Lebih kecil dari usia
Abortus inkomplit Sedikit-banyak Terbuka lunak • Jaringan +
kehamilan
• Uterus lunak

• Sedikit atau tanpa


Tertutup atau Lebih kecil dari usia nyeri perut
Abortus komplit Sedikit-tidak ada
terbuka lunak kehamilan • Jaringan keluar ±
• Uterus kenyal

Perdarahan Membesar, nyeri • Demam


Abortus septik Lunak
berbau tekan • leukositosis
• Tidak terdapat gejala
nyeri perut
Lebih kecil dari usia
Missed abortion Tidak ada Tertutup • Tidak disertai
kehamilan
ekspulsi jaringan
konsepsi
Abortus Imminens Abortus Insipiens Abortus Inkomplit

Abortus Komplit Missed Abortion


Abortus: Tatalaksana Umum
• Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus
dengan komplikasi, berikan kombinasi antibiotika sampai
ibu bebas demam untuk 48 jam:

– Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam


– Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
– Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
– Segera rujuk ibu ke rumah sakit
– Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat
dukungan emosional dan konseling kontrasepsi pasca
keguguran
– Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus
Missed Abortion: Tatalaksana
• Usia Kehamilan:
– <12 minggu: evakuasi dengan AVM atau sendok kuret.
– Antara 12-16 minggu: pastikan serviks terbuka, bila perlu lakukan
pematangan serviks sebelum dilakukan dilatasi dan kuretase. Lakukan
evakuasi dengan tang abortus dan sendok kuret.
– 16-22 minggu: Lakukan pematangan serviks. Lakukan evakuasi dengan
infus oksitosin 20 U dalam 500 ml NaCl 0,9%/RL dengan kecepatan 40 tpm
hingga terjadi ekspulsi hasil konsepsi

• Evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila
kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat

• Pemeriksaan PA jaringan

• Evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan


produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar Hb setelah 24
jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat
diperbolehkan pulang.

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
156. Kehamilan Ektopik Terganggu
• Kehamilan yang
terjadi diluar kavum
uteri

• Gejala/Tanda:
– Riwayat terlambat
haid/gejala &
tanda hamil
– Akut abdomen
– Perdarahan
pervaginam (bisa
tidak ada)
– Keadaan umum:
bisa baik hingga
syok
– Kadang disertai
febris
KET: Patofisiologi Nyeri

KET
KET
Darah mengiritasi
peritoneum
Mendesak struktur
sekitar
Saraf simpatis bekerja

Nyeri
Nyeri
KET: Kuldosentesis

• Teknik untuk mengidentifikasi hemoperitoneum

• Serviks ditarik kearah simfisis menggunakan


tenakulum  jarum 16-18 G dimasukkan lewat
forniks posterior kearah cul-de-sac

• Cairan yang mengandung gumpalan darah, atau


cairan bercampur darah sesuai dengan diagnosis
hemoperitoneum akibat kehamilan ektopik
KET: Tatalaksana
Tatalaksana Umum
• Restorasi cairan tubuh dengan cairan kristaloid NaCl 0,9% atau RL (500 mL
dalam 15 menit pertama) atau 2 L dalam 2 jam pertama
• Segera rujuk ibu ke RS

Tatalaksana Khusus
• Laparotomi: eksplorasi kedua ovarium dan tuba fallopii
• Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi (eksisi bagian tuba yang
mengandung hasil konsepsi)
• Jika terjadi kerusakan ringan pada tuba, usahakan melakukan salpingostomi untuk
mempertahankan tuba (hasil konsepsi dikeluarkan, tuba dipertahankan)
• Sebelum memulangkan pasien, berikan konseling untuk penggunaan
kontrasepsi. Jadwalkan kunjungan ulang setelah 4 minggu
• Atasi anemia dengan pemberian tablet besi sulfas ferosus 60 mg/hari
selama 6 bulan
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
157. Laserasi Perineum
• First-degree tear: laceration is limited to the fourchette and
superficial perineal skin or vaginal mucosa
• Second-degree tear: laceration extends beyond fourchette, perineal
skin and vaginal mucosa to perineal muscles and fascia, but not the
anal sphincter
• Third-degree tear: fourchette, perineal skin, vaginal mucosa, muscles,
and anal sphincter are torn; third-degree tears may be further
subdivided into three subcategories:
– 3a: partial tear of the external anal sphincter involving less than 50%
thickness
– 3b: greater than 50% tear of the external anal sphincter
– 3c: internal sphincter is torn
• Fourth-degree tear: fourchette, perineal skin, vaginal mucosa,
muscles, anal sphincter, and rectal mucosa are torn
158. Hemorrhagia Antepartum
• Definisi
– Pendarahan yang terjadi setelah usia kehamilan
> 28 minggu (Mochtar, 2002)

• Etiologi
– Plasenta previa, solusio plasenta, penyebab lain
Plasenta Previa
• Implantasi pada tempat abnormal sehingga
menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir (OUI)

• Etiologi dan Faktor Risiko


– Endometrium di fundus belum siap menerima implantasi,
endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan plasenta
untuk mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis
pada chorion leave yang persisten -Manuaba (1998)-
• Belum diketahui pasti tetapi
meningkat pada grademultipara,
primigravida tua, bekas SC, bekas
operasi, kelainan janin dan
leiomioma uteri -Mansjoer (2001)-
Plasenta Previa
Klasifikasi Berdasarkan terabanya jaringan plasenta
melalui pembukaan jalan lahir (Chalik, 2002):

Totalis: menutupi seluruh OUI

Partialis: menutupi sebagian OUI

Marginalis: tepinya agak jauh letaknya


dan menutupi sebagian OUI
Plasenta Previa
• Gejala dan Tanda
• Perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri serta berulang
• Darah: merah segar
• Bagian terbawah janin belum masuk PAP dan atau disertai dengan
kelainan letak karena letak plasenta previa berada di bawah janin
(Winkjosastro, 2002).
• Pemeriksaan
• Risiko plasenta akreta >> pada
kehamilan dengan plasenta
previa
• USG: >> lakuna plasenta pada 15-
20 minggu  gambaran moth-
eaten atau swiss cheese = plasenta
akreta
http://www.acog.org/Resources-And-Publications/Committee-Opinions/Committee-on-
Obstetric-Practice/Placenta-Accreta
Plasenta
Plasenta Previa: Tatalaksana
Previa: Tatalaksana

Inspekulo + USG + Koreksi cairan dengan infus (NaCl 0,9% atau RL)

Lihat Jumlah Perdarahan

SC tanpa melihat Waktu menuju 37 minggu


masih lama  rawat jalan
usia kehamilan  kembali ke RS jika
terjadi perdarahan

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Plasenta Previa: Tatalaksana
Syarat terapi ekspektatif – Rawat inap, tirah baring dan
– Kehamilan preterm dengan berikan antibiotika profilaksis
perdarahan sedikit yang
kemudian berhenti dengan – Tokolitik bila ada kontraksi:
atau tanpa pengobatan MgSO4 4 g IV dosis awal
tokolitik dilanjutkan 4 g setiap 6 jam,
atau Nifedipin 3 x 20 mg/hari +
– Belum ada tanda inpartu betamethasone 12 mg IV SD
untuk pematangan paru janin
– Keadaan umum ibu cukup baik
(kadar Hb dalam batas normal)
– Janin masih hidup dan kondisi – Anemia: sulfas ferosus / ferous
janin baik fumarat 60 mg PO selama 1
bulan

– Bila janin cukup bulan,


mati/anomali, perdarahan aktif
tanpa melihat usia kehamilan
 terminasi kehamilan

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
159. Manajemen Kala III
• Setelah bayi dilahirkan, berikan suntikan oksitosin 10 unit
IM di bagian paha atas bagian distal lateral agar kontraksi
uterus baik
• Jika tidak ada oksitosin, dapat dilakukan:
– Merangsang puting payudara ibu atau minta ibu untuk
menyusui agar menghasilkan oksitosin alamiah.
– Terapi farmakologi yang dapat diberikan adalah injeksi
ergometrin 0,2 mg IM namun tidak boleh dilakukan pada
pasien dengan preeklampsia, eklampsia, dan hipertensi
karena dapat memicu penyakit serebrovaskular.
• Lakukan peregangan tali pusat terkendali
Buku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan
160. Hipertensi pada Kehamilan:
Patofisiologi
Faktor Risiko
– Kehamilan pertama
– Kehamilan dengan vili
korionik tinggi (kembar
atau mola)
– Memiliki penyakit KV
sebelumnya
– Terdapat riwayat
genetik hipertensi
dalam kehamilan

Cunningham FG, et al. William’s obstetrics. 22nd ed. McGraw-Hill.


Hipertensi pada Kehamilan: Jenis

• Hipertensi Kronik
• Hipertensi Gestasional
• Pre Eklampsia Ringan
• Pre Eklampsia Berat
• Superimposed Pre Eklampsia
• HELLP Syndrome
• Eklampsia

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik

• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum
kehamilan dan menetap setelah persalinan

• Diagnosis
– Tekanan darah ≥140/90 mmHg
– Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau
diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20
minggu
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata,
jantung, dan ginjal

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik: Tatalaksana
• Sebelum hamil sudah diterapi & terkontrol baik, lanjutkan pengobatan

• Sistolik >160 mmHg/diastolik > 110 mmHg  antihipertensi

• Proteinuria/ tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan superimposed


preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia

• Suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia
kehamilan 20 minggu

• Pantau pertumbuhan dan kondisi janin


• Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm
• Jika DJJ <100 kali/menit atau >180 kali/menit, tangani seperti gawat janin
• Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Gestasional
• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan
menghilang setelah persalinan
• Diagnosis
– TD ≥140/90 mmHg
– Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di
usia kehamilan <12 minggu
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati dan
trombositopenia
• Tatalaksana Umum
– Pantau TD, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu.
– Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan
– Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat,
rawat untuk penilaian kesehatan janin.
– Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan
eklampsia.
– Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia
• Preeklampsia Ringan
– Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam

• Preeklampsia Berat
– Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥2+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam; atau disertai
keterlibatan organ lain:
• Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
• Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
• Sakit kepala , skotoma penglihatan
• Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
• Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
• Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia
• Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik
– Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum
usia kehamilan 20 minggu)
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau
trombosit <100.000 sel/uL pada usia kehamilan > 20
minggu

• Eklampsia
– Kejang umum dan/atau koma
– Ada tanda dan gejala preeklampsia
– Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subarakhnoid, dan meningitis)

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana
• Tatalaksana umum
– Semua ibu dengan preeklampsia maupun eklampsia harus dirawat masuk
rumah sakit

• Pertimbangkan persalinan atau terminasi kehamilan


– PEB + janin belum viable/ tidak akan viable dalam 1-2 minggu  induksi
– PEB + janin sudah viable namun usia kehamilan < 34 minggu  manajemen
ekspektan dianjurkan bila tidak ada KI
– PEB 34 - 37 minggu  manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asal tidak
terdapat HT yang tidak terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin +
pengawasan ketat
– PEB dengan kehamilan aterm  persalinan dini dianjurkan
– PER atau HT gestasional ringan dengan kehamilan aterm  induksi

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana
• Antihipertensi
– Ibu dengan HT berat perlu mendapat terapi anti HT
– Ibu dengan terapi anti HT saat antenatal  lanjutkan hingga persalinan
– Anti HT dianjurkan untuk HT berat pasca persalinan
– DOC: nifedipin, nikardipin, dan metildopa
– Kontra Indikasi: ARB inhibitor, ACE inhibitor dan klortiazid

• Pemeriksaan penunjang tambahan


– Hitung darah perifer lengkap
– Golongan darah ABO, Rh, dan uji pencocokan silang
– Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT)
– Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum)
– Fungsi koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)
– USG (terutama jika ada indikasi gawat janin atau pertumbuhan janin
terhambat)
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana Khusus

• Edema paru
– Edema paru: sesak napas, hipertensi, batuk berbusa, ronki basah
halus pada basal paru pada ibu dengan PEB
– Tatalaksana
• Posisikan ibu dalam posisi tegak
• Oksigen
• Furosemide 40 mg IV
• Bila produksi urin masih rendah (<30 ml/jam dalam 4 jam) pemberian
furosemid dapat diulang.
• Ukur Keseimbangan cairan. Batasi cairan yang masuk

• Sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes,


low platelets)  terminasi kehamilan

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Kejang
• Pencegahan dan Tatalaksana Kejang
– Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD
• MgSO4
– Eklampsia  untuk tatalaksana kejang
– PEB  pencegahan kejang

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
• Syarat pemberian MgSO4: Terdapat refleks patella, tersedia
kalsium glukonas, napas> 16x/menit, dan jumlah urin
minimal 0,5 ml/kgBB/jam
IKM &
FORENSIK
161. EUTHANASIA
• Berdasarkan cara pelaksanaanya dibagi menjadi:
– Euthanasia aktif: perbuatan yang dilakukan secara
aktif oleh dokter untuk mengakhiri hidup seorang
(pasien) yang dilakukan secara medis. Biasanya
dilakukan dengan penggunaan obat-obatan yang
bekerja cepat dan mematikan.
– Euthanasia pasif: perbuatan menghentikan atau
mencabut segala tindakan atau pengobatan yang
perlu untuk mempertahankan hidup manusia,
sehingga pasien diperkirakan akan meninggal setelah
tindakan pertolongan dihentikan.
Euthanasia
• Berdasarkan pengambil keputusannya dibagi
menjadi:
– Euthanasia volunter: penghentian tindakan
pengobatan atau mempercepat kematian atas
permintaan pasien sendiri.
– Euthanasia involunter: jenis euthanasia yang
dilakukan pada pasien dalam keadaan tidak sadar
yang tidak mungkin untuk menyampaikan
keinginannya. Dalam hal ini dianggap famili pasien
yang bertanggung jawab atas penghentian bantuan
pengobatan.
162.Badan Kelengkapan IDI
PELANGGARAN DALAM PELAYANAN
KEDOKTERAN
• Pelanggaran dapat berupa:
– Pelanggaran etik
– Pelanggaran disiplin
– Pelanggaran hukum (pidana dan perdata)
Pelanggaran Etik
• Dasar: Kode Etik Dokter Indonesia (KODEKI),
yang berisi kewajiban umum, kewajiban
terhadap pasien, dan kewajiban terhadap
teman sejawat.

• Alur: Laporan dari institusi pelayanan 


komite etik di institusi pelayanan  MKEK 
ditentukan sanksi ringan/ sedang/ berat
Intisari KODEKI
KEWAJIBAN UMUM KEWAJIBAN THD PASIEN KEWAJIBAN THD DIRI SENDIRI & TS

menjunjung tinggi, menghayati dan ..wajib merujuk jika tidak setiap dokter harus memelihara
mengamalkan sumpah dokter (pasal mampu, atas persetujuan kesehatannya supaya dapat
1) pasien(pasal 14) bekerja dengan baik (pasal 20)

Seorang dokter wajib selalu setiap dokter wajib merahasiakan setiap dokter harus senantiasa
melakukan pengambilan keputusan segala sesuatu yang diketahuinya mengikuti perkembangan ilmu
profesional secara independen, dan tentang seorang pasien , bahkan pengetahuan dan teknologi
mempertahankan perilaku juga setelah pasien itu meninggal kedokteran/kesehatan (psl 21)
profesional dalam ukuran yang dunia (pasal 16)
tertinggi. (pasal 2) setiap dokter memperlakukan
setiap dokter wajib melakukan teman sejawat nya sebagaimana
dalam melakukan pekerjaannya pertolongan darurat sbg suatu ia sendiri ingin diperlakukan
seorang dokter tidak boleh tugas perikemanusiaan, kecuali (pasal 18)
dipengaruhi oleh sesuatu yang bila ia yakin ada orang lain
mengakibatkan hilangnya bersedia dan mampu
kebebasan & kemandirian profesi memberikannya (pasal 17)
(pasal 3)

seorang dokter hanya memberi


surat keterangan dan pendapat yang
telah diperiksa sendiri kebenarannya
(pasal7)
Pelanggaran Disiplin
• Pelanggaran terhadap standar profesi
kedokteran.

• Alur: delik aduan  MKDKI  sanksi.

• Sanksi Disiplin (Pasal 69 ayat 3, UUPK):


1. Pemberian peringatan tertulis
2. Rekomendasi pencabutan STR atau SIP
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di
institusi pendidikan kedokteran
Pelanggaran Hukum
• Dokter adalah bagian dari komunitas (publik)
sehingga berlaku kepadanya HUKUM PUBLIK.

• Hukum publik dapat berupa pidana atau


perdata.
Sanksi Pidana dalam UU No.29 Th 2004 Tentang
Praktik Kedokteran
• Pasal 75  Praktik tanpa STR
• Pasal 76  praktik tanpa SIP
• Pasal 77  menggunakan gelar seolah-olah
dr/drg yang memiliki STR
• Pasal 79  tidak memasang papan praktik,
tidak membuat rekam medik, tidak sesuai
standar profesi (rasional,merujuk,dll)
• Pasal 80  mempekerjakan dr/drg tanpa STR
& SIP
Sanksi Perdata Menurut KUH Perdata
• Wan Prestasi, jika hubungan yuridis dokter-pasien adalah perjanjian
membawa hasil (resultaatverbintenis) dengan memakai pasal 1239
KUH Perdata,

• Perbuatan melawan hukum, jika hubungan yuridis dokter-pasien


adalah perjanjian memasang tekad (inspanningsverbintenissen)
atau perjanjian teraupetik dengan memakai pasal 1365 KUH
Perdata.

• Melalaikan pekerjaan sebagai penanggungjawab. Artinya, dokter


bertanggungjawab atas kesalahan yang dibuat bawahannya
(perawat, paramedis) yang secara langsung diawasinya dalam
melaksanakan perintah atau petunjuk dokter. Bawahan dokter
tersebut merupakan perpanjangan tangan dokter (verlengende arm
van de geneesher) dalam melakukan tindakan medik. Pasal yang
digunakan adalah pasal 1367 ayat (3) KUH Perdata,
163. Jenis Autopsi
• Otopsi Anatomi, dilakukan untuk keperluan pendidikan
mahasiswa fakultas kedokteran.
– Bahan yang dipakai adalah mayat yang dikirim ke rumah sakit yang
setelah disimpan 2 x 24 jam di laboratorium ilmu kedokteran kehakiman
tidak ada ahli waris yang mengakuinya.
– Setelah diawetkan di laboratorium anatomi, mayat disimpan sekurang-
kurangnya satu tahun sebelum digunakan untuk praktikum anatomi.
• Otopsi Klinik, dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga
terjadi akibat suatu penyakit.
– Tujuannya untuk menentukan penyebab kematian yang pasti,
menganalisa kesesuaian antara diagnosis klinis dan diagnosis
postmortem, pathogenesis penyakit, dan sebagainya.
– Otopsi klinis dilakukan dengan persetujuan tertulis ahli waris, ada kalanya
ahli waris sendiri yang memintanya.
• Otopsi Forensik/Medikolegal, dilakukan terhadap mayat
seseorang yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang
tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan,
maupun bunuh diri. Otopsi ini dilakukan atas permintaan
penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu
perkara. Tujuan dari otopsi medikolegal adalah :
– Untuk memastikan identitas seseorang yang tidak
diketahui atau belum jelas.
– Untuk menentukan sebab pasti kematian, mekanisme
kematian, dan saat kematian.
– Untuk mengumpulkan dan memeriksa tanda bukti untuk
penentuan identitas benda penyebab dan pelaku
kejahatan.
– Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan
fakta dalam bentuk visum et repertum.
164. Asfiksia Mekanik
• Asfiksia mekanik : Mati lemas yang terjadi bila
udara pernapasan terhalang oleh berbagai
kekerasan (yang bersifat mekanik)
• Meliputi : Pembekapan, penyumbatan,
pencekikan, penjeratan, gantung diri, serta
penekanan pada dada
Tanda Kematian akibat Asfiksia
• Sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku
• Lebam mayat yang gelap dan luas
• Perbendungan pada bola mata
• Busa halus pada lubang hidung, mulut, dan saluran
pernapasan, perbendungan pada alat-alat dalam
• Bintik perdarahan (Tardieu’s spot) pada konjungtiva
bulbi, mukosa usus halus, epikardium, subpleura
visceralis
• Perbendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi
jantung kanan (lorgan lebih berat, gelap, pada
pengirisan banyak mengeluarkan darah)
PENGGANTUNGAN (HANGING)
• Penggantungan (Hanging) adalah suatu keadaan
dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat penjerat
yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau
sebagian.

• Alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat badan


sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi pada
leher. Umumnya penggantungan melibatkan tali, tapi
hal ini tidaklah perlu. Penggantungan yang terjadi
akibat kecelakaan bisa saja tidak terdapat tali.
PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM VS POSTMORTEM
NO PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM PENGGANTUNGAN POSTMORTEM

Tanda-tanda penggantungan ante-mortem


Tanda-tanda post-mortem menunjukkan kematian
1 bervariasi. Tergantung dari cara kematian
yang bukan disebabkan penggantungan
korban

Tanda jejas jeratan miring, berupa lingkaran Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk lingkaran utuh
2 terputus (non-continuous) dan letaknya pada (continuous), agak sirkuler dan letaknya pada bagian
leher bagian atas leher tidak begitu tinggi

Simpul tali biasanya tunggal, terdapat pada Simpul tali biasanya lebih dari satu, diikatkan dengan
3
sisi leher kuat dan diletakkan pada bagian depan leher

Ekimosis pada salah satu sisi jejas penjeratan tidak


Ekimosis tampak jelas pada salah satu sisi dari
ada atau tidak jelas. Lebam mayat terdapat pada
4 jejas penjeratan. Lebam mayat tampak di atas
bagian tubuh yang menggantung sesuai dengan posisi
jejas jerat dan pada tungkai bawah
mayat setelah meninggal

Pada kulit di tempat jejas penjeratan teraba


5 seperti perabaan kertas perkamen, yaitu Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak begitu jelas
tanda parchmentisasi
PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM VS POSTMORTEM
NO PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM PENGGANTUNGAN POSTMORTEM

Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dan lain-


Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga dan lain-lain
6 lain sangat jelas terlihat terutama jika
tergantung dari penyebab kematian
kematian karena asfiksia

Wajah membengkak dan mata mengalami


Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak terdapat,
kongesti dan agak menonjol, disertai dengan
7 kecuali jika penyebab kematian adalah pencekikan
gambaran pembuluh dara vena yang jelas
(strangulasi) atau sufokasi
pada bagian dahi

Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus kematian


8 Lidah bisa terjulur atau tidak sama sekali
akibat pencekikan
Penis. Ereksi penis disertai dengan keluarnya
cairan sperma sering terjadi pada korban pria. Penis. Ereksi penis dan cairan sperma tidak
9
Demikian juga sering ditemukan keluarnya ada.Pengeluaran feses juga tidak ada
feses

Air liur. Ditemukan menetes dari sudut mulut,


dengan arah yang vertikal menuju dada. Hal Air liur tidak ditemukan yang menetes pad kasus
10
ini merupakan pertanda pasti penggantungan selain kasus penggantungan.
ante-mortem
GANTUNG DIRI VS PEMBUNUHAN
NO PENGGANTUNGAN PADA BUNUH DIRI PENGGANTUNGAN PADA PEMBUNUHAN

Usia. Gantung diri lebih sering terjadi pada


Tidak mengenal batas usia, karena tindakan
remaja dan orang dewasa. Anak-anak di bawah
1 pembunuhan dilakukan oleh musuh atau lawan dari
usia 10 tahun atau orang dewasa di atas usia 50
korban dan tidak bergantung pada usia
tahun jarang melakukan gantung diri

Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak terputus,


Tanda jejas jeratan, bentuknya miring, berupa
mendatar, dan letaknya di bagian tengah leher,
2 lingkaran terputus (non-continuous) dan
karena usaha pelaku pembunuhan untuk membuat
terletak pada bagian atas leher
simpul tali

Simpul tali, biasanya hanya satu simpul yang Simpul tali biasanya lebih dari satu pada bagian
3
letaknya pada bagian samping leher depan leher dan simpul tali tersebut terikat kuat

Riwayat korban. Biasanya korban mempunyai


Sebelumnya korban tidak mempunyai riwayat untuk
4 riwayat untuk mencoba bunuh diri dengan cara
bunuh diri
lain

Cedera. Luka-luka pada tubuh korban yang bisa


Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban
5 menyebabkan kematian mendadak tidak
biasanya mengarah kepada pembunuhan
ditemukan pada kasus bunuh diri
GANTUNG DIRI VS PEMBUNUHAN
NO PENGGANTUNGAN PADA BUNUH DIRI PENGGANTUNGAN PADA PEMBUNUHAN

Racun. Adanya racun dalam lambung korban,


Terdapatnya racun berupa asam opium hidrosianat atau kalium
misalnya arsen, sublimat korosif, dll tidak
sianida tidak sesuai pada kasus pembunuhan, karena untuk hal ini
6 bertentangan dengan kasus gantung diri. Rasa
perlu waktu dan kemauan dari korban itu sendiri. Dengan demikian
nyeri yang disebabkan racun tersebut mungkin
maka kasus penggantungan tersebut adalah karena bunuh diri
mendorong korban untuk gantung diri

Tangan tidak dalam keadaan terikat, karena sulit Tangan yang dalam keadaan terikat mengarahkan dugaan pada
7
untuk gantung diri dalam keadaan tangan terikat kasus pembunuhan

Kemudahan. Pada kasus bunuhdiri, biasanya


tergantung pada tempat yang mudah dicapai Pada kasus pembunuhan, mayat ditemukan tergantung pada
8 oleh korban atau di sekitarnya ditemukan alat tempat yang sulit dicapai oleh korban dan alat yang digunakan
yang digunakan untuk mencapai tempat untuk mencapai tempat tersebut tidak ditemukan
tersebut

Tempat kejadian. Jika kejadian berlangsung di


dalam kamar, dimana pintu, jendela ditemukan
Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada ruangan ditemukan terkunci
9 dalam keadaan tertutup dan terkunci dari
dari luar, maka penggantungan adalah kasus pembunuhan
dalam, maka kasusnya pasti merupakan bunuh
diri

Tanda-tanda perlawanan, tidak ditemukan pada Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali jika korban
10
kasus gantung diri sedang tidur, tidak sadar atau masih anak-anak.
165. Kejahatan seksual
• Pemeriksaan Umum
– Lukiskan penampilannya  rambut dan wajah, rapi
atau kusut, keadaan emosional, tenang, sedih atau
gelisah, tanda – tanda hilang kesadaran, needle marks
– Tanda bekas kekerasan, memar atau luka lecet pada
mulut, leher, pergelangan tangan, lengan, paha bagian
dalam dan pinggang
– Tanda perkembangan alat kelamin sekunder, refleks
cahaya pupil, status generalis umum
Pemeriksaan genitalia
• Vulva • Selaput dara
– Rambut kemaluan yang – Ruptur atau tidak  baru
saling melekat menjadi atau lama, lokasi, sampai
satu karena air mani ke insersio atau tidak
mengering – Tentukan besar orifisum
– Bercak air mani di sekitar (perawan 2,5 cm 
alat kelamin persetubuhan 9 cm
– Tanda – tanda kekerasan – Pengambilan cairan mani
(hiperemi, edema, memar, dan sel mani dalam lendir
dan luka lecet) vagina diambil dengan
– Edema atau hiperemi pada swab pada forniks
introitus vagina posterior
166. RAHASIA MEDIS
• Segala temuan pada diri pasien dapat dikatakan sebagai
rahasia medik atau rahasia kedokteran dan rahasia ini
sepenuhnya milik pasien.

• Dasar wajib simpan rahasia kedokteran:


– Sumpah dokter (Sumpah Hipocrates)
– KODEKI pasal 12
– PP No. 10 tahun 1966
– Permenkes No.269 tahun 2008; Permenkes no 36 thn 2012

• Rahasia medis harus tetap dijaga, bahkan setelah pasien


meninggal dunia (KODEKI pasal 12; Permenkes no 36 th
2012 bab 3 pasal 4 ayat 3).
Siapa Saja Yang Wajib Menyimpan
Rahasia Medis?
• Yang diwajibkan menyimpan rahasia medis
ialah:
– Dokter/Dokter ahli
– Mahasiswa Kedokteran
– Perawat/Bidan
– Petugas Administrasi Kedokteran
– Forensik/kamar jenazah

Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1966


Kapan Rahasia Medis Dapat Dibuka?
• Atas persetujuan/izin pasien
• untuk kepentingan kesehatan pasien
• Mendesak/membahayakan kepentingan umum atau
membahayakan orang lain
• Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam
rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan;
• Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan
perundang-undangan; dan
• Untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis,
sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien.

Pasal 10 ayat (2) Permenkes No. 269/2008


UU No.36 Tahun 2009
Permenkes no 36 th 2012
Permenkes no 36 th 2012
Permenkes no 36 th 2012
Permenkes no 36 th 2012
167. Jenis Autopsi
• Otopsi Anatomi, dilakukan untuk keperluan pendidikan
mahasiswa fakultas kedokteran.
– Bahan yang dipakai adalah mayat yang dikirim ke rumah sakit yang
setelah disimpan 2 x 24 jam di laboratorium ilmu kedokteran kehakiman
tidak ada ahli waris yang mengakuinya.
– Setelah diawetkan di laboratorium anatomi, mayat disimpan sekurang-
kurangnya satu tahun sebelum digunakan untuk praktikum anatomi.
• Otopsi Klinik, dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga
terjadi akibat suatu penyakit.
– Tujuannya untuk menentukan penyebab kematian yang pasti,
menganalisa kesesuaian antara diagnosis klinis dan diagnosis
postmortem, pathogenesis penyakit, dan sebagainya.
– Otopsi klinis dilakukan dengan persetujuan tertulis ahli waris, ada kalanya
ahli waris sendiri yang memintanya.
• Otopsi Forensik/Medikolegal, dilakukan terhadap mayat
seseorang yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang
tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan,
maupun bunuh diri. Otopsi ini dilakukan atas permintaan
penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu
perkara. Tujuan dari otopsi medikolegal adalah :
– Untuk memastikan identitas seseorang yang tidak
diketahui atau belum jelas.
– Untuk menentukan sebab pasti kematian, mekanisme
kematian, dan saat kematian.
– Untuk mengumpulkan dan memeriksa tanda bukti untuk
penentuan identitas benda penyebab dan pelaku
kejahatan.
– Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan
fakta dalam bentuk visum et repertum.
168. PEMERIKSAAN PADA KASUS
KEJAHATAN SEKSUAL
• Persetubuhan yang diancam pidana oleh KUHP :
– pemerkosaan, persetubuhan pada wanita tidak berdaya,
– persetubuhan dengan wanita yang belum cukup umur

• Setiap pemeriksaan untuk pengadilan harus


berdasarkan permintaan tertulis dari penyidik yang
berwenang
• Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban
merupakan benda bukti. Jika korban datang sendiri
dengan membawa surat permintaan dari polisi, jangan
diperiksa, minta korban kembali kepada polisi.
• Setiap visum et repertum harus dibuat berdasarkan
keadaan yang didapatkan pada tubuh korban pada
waktu permintaan VeR diterima oleh dokter.
Kesimpulan VeR berisi :
• Ada/tidaknya bukti persetubuhan, dan kapan perkiraan
terjadinya
• Ada/tidaknya kekerasan pada perineum dan daerah lain
(termasuk pemberian racun/obat/zat agar menjadi tidak
berdaya) → toksikologi
• Usia korban (berdasarkan haid, dan tanda seks sekunder)
• Penyakit hubungan seksual, kehamilan, dan kelainan
• kejiwaan sebagai akibat dari tindak pidana

Dokter tidak melakukan pembuktian adanya pemerkosaan


PEMERIKSAAN DALAM KASUS
KEJAHATAN SEKSUAL
PEMERIKSAAN
SEMEN
Pemeriksaan Pada pakaian, bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap
visual daripada sekitarnya. Dan Bercak yang sudah agak tua berwarna
kekuningan.

Perabaan dan Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap,
penciuman bila tidak teraba kaku, masih dapat dikenali dari permukaan bercak yang
teraba kasar. Pada penciuman, bau air mani seperti klorin (pemutih) atau
bau ikan
Ultraviolet (UV) Semen kering (bercak semen) berfluoresensi (bluish-white) putih
kebiruan di bawah iluminasi UV dan menunjukkan warna yang
sebelumnya tak nampak. Namun Pemeriksaan ini tidak spesifik,sebab
nanah, fluor albus, bahan makanan, urin, dan serbuk deterjen yang
tersisa pada pakaian sering berflouresensi juga.
PEMERIKSAAN
KIMIAWI
Metode Florence Cairan vaginal atau bercak mani yang
sudah dilarutkan, ditetesi larutan yodium
(larutan Florence) di atas objek glass
Hasil yang diharapkan: kristal-kristal
kholin peryodida tampak berbentuk
jarum-jarum / rhomboid yang berwarna
coklat gelap
Metode Berberio Cairan vagina atau bercak semen yang
sudah dilarutkan, diteteskan pada objek
glass, lalu ditambahkan asam pikrat dan
diamati di bawah mikroskop.
Hasil yang diharapkan: Kristal spermin
pikrat akan terbentuk rhomboik atau
jarum yang berwarna kuning kehijauan.

Fosfatase asam Dapat dilakukan pada cairan vagina dan


pada bercak semen di pakaian.
Hasil yang diharapkan: warna ungu
timbul dalam waktu kurang dari 30 detik,
berarti asam fosfatase berasal dari
prostat.
PEMERIKSAAN
KIMIAWI
Metode PAN Bercak pada pakaian diekstraksi dengan cara
menempelkan kertas saring Whatman no.2 yang
dibasahi dengan aquadest, selama 10 menit.
Hasil positif menunjukkan warna merah jambu.
PEMERIKSAAN CAIRAN MANI
Sampel :
1. Forniks posterior vagina
Fosfatase asam, PAN, Berberio, Florence

2. Bercak pada pakaian


Pemeriksaan Taktil, Visual, Sinar UV,
Fosfatase asam, PAN, Berberio, Florence
Pemeriksaan Sperma
• Pemeriksaan Sperma tanpa pewarnaan
– Tujuan: Untuk melihat motilitas spermatozoa.
Pemeriksaan ini paling bermakna untuk
memperkirakan saat terjadinya persetubuhan.
– Sperma didalam liang vagina masih dapat
bergerak dalam waktu 4 – 5 jam post-coitus;
sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak
sampai sekitar 24-36 jam post coital dan bila
wanitanya mati masih akan dapat ditemukan 7-8
hari.
Pemeriksaan Sperma
• Pemeriksaan dengan pewarnaan
– Bila sediaan dari cairan vagina, dapat diperiksa
dengan Pulas dengan pewarnaan gram, giemsa
atau methylene blue atau dengan pengecatan
Malachite-green.
– Bila berasal dari bercak semen (misalnya dari
pakaian), diperiksa dengan pemeriksaan Baechii.
Hasil: spermatozoa dengan kepala berwarna
merah dan ekor berwarna biru muda terlihat
banyak menempel pada serabut benang
Pewarnaan Malachite Green
• Keuntungan dengan pulasan
ini adalah inti sel epitel dan
leukosit tidak terdiferensiasi,
sel epitel berwarna merah
muda merata dan leukosit
tidak terwarnai. Kepala
spermatozoa tampak
berwarna ungu, bagian hidung
merah muda.

• Dikatakan positif, apabila


ditemukan sperma paling
sedikit satu sperma yang utuh.
Pewarnaan Baechii
• Reagen dapat dibuat dari : Acid
fuchsin 1 % (1 ml), Methylene
blue 1 % (1 ml), Asam klorida 1
% (40 ml).

• Hasil : Serabut pakaian tidak


berwarna, spermatozoa dengan
kepala berwarna merah dan ekor
berwarna biru muda terlihat
banyak menempel pada serabut
benang.
169. PELANGGARAN DALAM PELAYANAN
KEDOKTERAN
• Pelanggaran dapat berupa:
– Pelanggaran etik
– Pelanggaran disiplin
– Pelanggaran hukum (pidana dan perdata)
Pelanggaran Etik
• Dasar: Kode Etik Dokter Indonesia (KODEKI),
yang berisi kewajiban umum, kewajiban
terhadap pasien, dan kewajiban terhadap
teman sejawat.

• Alur: Laporan dari institusi pelayanan 


komite etik di institusi pelayanan  MKEK 
ditentukan sanksi ringan/ sedang/ berat
Intisari KODEKI
KEWAJIBAN UMUM KEWAJIBAN THD PASIEN KEWAJIBAN THD DIRI SENDIRI & TS

menjunjung tinggi, menghayati dan ..wajib merujuk jika tidak setiap dokter harus memelihara
mengamalkan sumpah dokter (pasal mampu, atas persetujuan kesehatannya supaya dapat
1) pasien(pasal 14) bekerja dengan baik (pasal 20)

Seorang dokter wajib selalu setiap dokter wajib merahasiakan setiap dokter harus senantiasa
melakukan pengambilan keputusan segala sesuatu yang diketahuinya mengikuti perkembangan ilmu
profesional secara independen, dan tentang seorang pasien , bahkan pengetahuan dan teknologi
mempertahankan perilaku juga setelah pasien itu meninggal kedokteran/kesehatan (psl 21)
profesional dalam ukuran yang dunia (pasal 16)
tertinggi. (pasal 2) setiap dokter memperlakukan
setiap dokter wajib melakukan teman sejawat nya sebagaimana
dalam melakukan pekerjaannya pertolongan darurat sbg suatu ia sendiri ingin diperlakukan
seorang dokter tidak boleh tugas perikemanusiaan, kecuali (pasal 18)
dipengaruhi oleh sesuatu yang bila ia yakin ada orang lain
mengakibatkan hilangnya bersedia dan mampu
kebebasan & kemandirian profesi memberikannya (pasal 17)
(pasal 3)

seorang dokter hanya memberi


surat keterangan dan pendapat yang
telah diperiksa sendiri kebenarannya
(pasal7)
Pelanggaran Disiplin
• Pelanggaran terhadap standar profesi
kedokteran.

• Alur: delik aduan  MKDKI  sanksi.

• Sanksi Disiplin (Pasal 69 ayat 3, UUPK):


1. Pemberian peringatan tertulis
2. Rekomendasi pencabutan STR atau SIP
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di
institusi pendidikan kedokteran
Pelanggaran Hukum
• Dokter adalah bagian dari komunitas (publik)
sehingga berlaku kepadanya HUKUM PUBLIK.

• Hukum publik dapat berupa pidana atau


perdata.
Sanksi Pidana dalam UU No.29 Th 2004 Tentang
Praktik Kedokteran
• Pasal 75  Praktik tanpa STR
• Pasal 76  praktik tanpa SIP
• Pasal 77  menggunakan gelar seolah-olah
dr/drg yang memiliki STR
• Pasal 79  tidak memasang papan praktik,
tidak membuat rekam medik, tidak sesuai
standar profesi (rasional,merujuk,dll)
• Pasal 80  mempekerjakan dr/drg tanpa STR
& SIP
Sanksi Perdata Menurut KUH Perdata
• Wan Prestasi, jika hubungan yuridis dokter-pasien adalah perjanjian
membawa hasil (resultaatverbintenis) dengan memakai pasal 1239
KUH Perdata,

• Perbuatan melawan hukum, jika hubungan yuridis dokter-pasien


adalah perjanjian memasang tekad (inspanningsverbintenissen)
atau perjanjian teraupetik dengan memakai pasal 1365 KUH
Perdata.

• Melalaikan pekerjaan sebagai penanggungjawab. Artinya, dokter


bertanggungjawab atas kesalahan yang dibuat bawahannya
(perawat, paramedis) yang secara langsung diawasinya dalam
melaksanakan perintah atau petunjuk dokter. Bawahan dokter
tersebut merupakan perpanjangan tangan dokter (verlengende arm
van de geneesher) dalam melakukan tindakan medik. Pasal yang
digunakan adalah pasal 1367 ayat (3) KUH Perdata,
170. TANATOLOGI FORENSIK
• Livor mortis atau lebam mayat terjadi akibat pengendapan eritrosit
sesudah kematian akibat berentinya sirkulasi dan adanya gravitasi bumi .
Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan dan terjadi pada bagian
yang bebas dari tekanan. Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam.
Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap 8-12 jam.

• Rigor mortis atau kaku mayat terjadi akibat hilangnya ATP. Rigor mortis
akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin bertambah hingga
mencapai maksimal pada 12 jam postmortem. Kemudian dipertahankan
selama 12 jam, setelah itu akan berangsur-angsur menghilang sesuai
dengan kemunculannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
kaku jenazah adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan. Makin
tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah. Rigor mortis diperiksa
dengan cara menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh
persendian tubuh.
• Pada saat sesudah mati, terjadi proses pemindahan panas dari
badan ke benda-benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi,
konduksi, evaporasi dan konveksi. Penurunan suhu badan
dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan pakaian.
Bila suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan pakaiannya tipis
maka suhu badan akan menurun lebih cepat. Lama kelamaan suhu
tubuh akan sama dengan suhu lingkungan.

• Pembusukan mayat (dekomposisi) terjadi akibat proses degradasi


jaringan karena autolisis dan kerja bakteri. Mulai muncul 24 jam
postmortem, berupa warna kehijauan dimulai dari daerah sekum
menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau busuk karena
terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lain-lain.
– Bergantung pada faktor lingkungan  RUMUS CASPER untuk
perbedaan kecepatan pembusukan udara:air:tanah = 1:2:8
Kekakuan Mayat
Keterangan
Cadaveric Kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap.
Spasm Muncul akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang
bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau
emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal. Contoh :
menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam

Heat stiffening Kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas.
Dijumpai pada mayat mati terbakar. Pugilistic attitude

Cold Stiffening Kekakuan tubuh akibat lingkungan dingingi, sehingga terjadi


pembekuan cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan
dan otot, sehingga bila sendi ditekuk akan tedengar bunyi
pecahnya es dalam rongga sendi
171. Kekerasan dalam Rumah Tangga
• Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan,
yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan,atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga.

• Korban adalah orang yang mengalami kekerasan


dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah
tangga
172. Thanatologi

Livor mortis
Livor mortis mulai lengkap dan
muncul menetap

20 30 2 6 8 12 24 36
0 mnt mnt jam jam jam jam jam jam

Rigor mortis Rigor mortis Pembusukan Pembusuk


mulai lengkap (8- mulai an tampak
muncul 10 jam) tampak di di seluruh
caecum tubuh

Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
173. ASFIKSIA MEKANIK
• Penutupan lubang saluran pernafasan bagian atas:
– Pembekapan (smothering)
– Penyumbatan/ penyumpalan (gagging , choking)
• Penekanan dinding saluran pernafasan:
– Penjeratan (strangulation)
– Pencekikan (manual strangulation)
– Gantung (hanging)
• External pressure of the chest yaitu penekanan dinding
dada dari luar.
• Drowning (tenggelam) yaitu saluran napas terisi air.
• Inhalation of suffocating gases.
Penyumbatan/ Penyumpalan
(Gagging, Choking)
• Asfiksia mekanik yang terjadi akibat tertutupnya
rongga mulut oleh benda asing, misalnya sapu tangan,
tissue, makanan, dan sebagainya.

• Pemeriksaan luar yang ditemukan pada kasus


penyumpalan:
– Pemeriksaan luar menunjukkan hipoksia akibat asfiksia
secara umum.
– Memar atau lecet pada bagian tubuh akibat perkelahian
dengan pelaku dapat ditemukan
– Luka memar atau robek di rongga mulut dapat ditemukan
– Lengan atau tungkai kadang ditemukan dalam keadaan
terikat
Penjeratan
JENIS PENJERATAN:
• Manual Strangulation: dilakukan dengan tangan dan tangan tidak
perlu melingkari leher korban.

• Palmar Strangulation: dilakukan dengan kedua tangan, dimana


tangan kanan pelaku ditekan horizontal pada mulut korban dibantu
tangan kiri yang menekan vertikal sehingga telapak tangan kiri
menekan leher korban bagian depannya.

• Garroting atau penjeratan dengan alat: dilakukan dengan


menyerang korban dari belakang dan menjeratnya dengan alat
perjerat.
Ciri Penjeratan Dengan Alat
• Alat penjerat yang biasanya dibawa oleh pelaku seperti tali, kawat, dll.
Sedang, alat yang biasa dibawa korban seperti selendang, dasi, stocking atau
kain lainnya.
• Jumlah lilitan satu dengan simpul mati.
• Alat penjerat berjalan mendatar, luka lecet umumnya melingkari leher secara
keseluruhan.
• Dapat ditemukan luka bulan sabit, yang disebabkan oleh kuku (baik kuku
penjerat atau kuku korban)
• Patah tulang lidah (os. hyoid) tidak lazim kecuali didahului dengan
pencekikan.
• Bila mekanisme kematiannya asfiksia, akan ditemukan kelainan mayat akibat
mati lemas (lebam mayat yg lebih gelap dan luas, sianosis, bintik pendarahan
di mata, busa halus putih keluar dari mulut, darah tetap cair , dan sembabnya
organ dalam tubuh)
• Bila mekanisme kematiannya refleks vagal, maka kelainan yang ditemukan
terbatas pada alat penjerat dengan luka lecet tekan akibat alat penjerat.
Ciri Penjeratan Dengan Tangan
(Pencekikan)
• Manual Strangulation biasa dilakukan bila korbanya lebih lemah dari si
pelaku, seperti orang tua, anak-anak, wanita gemuk.
• Adanya luka lecet pada bahu si pelaku berbentuk bulan sabit yang
disebabkan oleh kuku si pelaku.
• Patahnya tulang lidah disertai dengan resapan darah di jaringan ikat dan
otot sekitarnya.
• Sembabnya kutub pangkal tenggorokan (epiglotis) dan jaringan longgar di
sekitarnya dengan bintik-bintik pendarahan.
• Jika mekanisme kematiannya oleh asfiksia maka akan dijumpai tanda-
tanda asfiksia
• Jika mekanisme kematiannya inhibisi vagal, kelainan terbatas pada bagian
leher disertai tanda-tanda asfiksia.
• Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pencekikan sekitar 30 detik-
beberapa menit.
Pembekapan
• Obstruksi mekanik aliran udara dari
lingkungan sekitar ke dalam mulut dan atau
rongga hidung, yang menghambat pemasukan
udara ke paru-paru, dengan cara menutup
mulut dan hidung. Penutupan lubang hidung
dan mulut bisa menggunakan tangan, bantal,
atau kantong plastik.
Pemeriksaan Forensik pada Kasus
Pembekapan
• Kekerasan yang mungkin dapat ditemukan adalah luka lecet jenis tekan
atau geser, jejas bekas jari/kuku di sekitar wajah, dagu, pinggir rahang,
hidung, lidah dan gusi, yang mungkin terjadi akibat korban melawan.

• Luka memar atau lecet dapat ditemukan pada bagian/permukaan dalam


bibir akibat bibir yang terdorong dan menekan gigi, gusi dan lidah. Ujung
lidah juga dapat mengalami memar atau cedera.

• Bila pembekapan terjadi dengan benda yang lunak, misal dengan bantal,
maka pada pemeriksaan luar jenazah mungkin tidak ditemukan tanda-
tanda kekerasan.

• Ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada pemeriksaan luar maupun pada


pembedahan jenazah. Perlu pula dilakukan pemeriksaan kerokan bawah
kuku korban, adakah darah atau epitel kulit si pelaku.
174. Ukuran Epidemiologi
• Rasio: nilai relatif yang dihasilkan dari perbandingan dua nilai kuantitif yang
pembilangnya bukan bagian dari penyebut
Contoh: Kejadian Luar Biasa(KLB) diare sebanyak 30 orang di suatu daerah. 10
diantaranya adalah jenis kelamin pria. Maka rasio pria terhadap wanita
adalah R=10/20=1/2
• Proporsi: perbandingan dua nilai kuantitatif yang pembilangnya merupakan
bagian dari penyebut. Penyebaran proporsi adalah suatu penyebaran
persentasi yang meliputi proporsi dari jumlah peristiwa-peristiwa dalam
kelompok data yang mengenai masing-masing kategori atau subkelompok
dari kelompok itu.
Pada contoh di atas, proporsi pria terhadap perempuan adalah
P= 10/30=1/3
• Rate: Rate atau angka merupakan proporsi dalam bentuk khusus
perbandingan antara pembilang dengan penyebut atau kejadian dalam suatu
populasi teterntu dengan jumlah penduduk dalam populasi tersebut dalam
batas waktu tertentu
Ukuran dalam Epidemiologi
Insidens Rate (IR)
• Insidens : jumlah kasus baru yang timbul pada suatu periode waktu
dalam populasi tertentu gambaran tentang frekuensi penderita
baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu waktu tertentu di
suatu kelompok masyarakat
• Contoh : Pada suatu daerah dengan jumlah penduduk tgl 1 Juli 2005
sebanyak 100.000 orang semua rentan terhadap penyakit diare
ditemukan laporan penderita baru sebagai berikut bulan januari
50 orang, Maret 100o rang, Juni 150 orang, September 10 orang
dan Desember 90 orang

• IR = ( 50+ 100+150+10 +90) /100.000 X 100 % = 0,4 %


Ukuran dalam Epidemiologi
Attack rate (AR)
• Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan
pada suatu saat dibandingkan dengan jumlah penduduk
yang mungkin terkena penyakit tersebut pada saat yang
sama dalam % atau permil.
• Contoh: Dari 500 orang murid yang tercatat pada SD X
ternyata 100 orang tiba-tiba menderita muntaber
setelah makan nasi bungkus di kantin sekolah
• AR = 100 / 500 X 100% = 20 %
• AR hanya dignkan pada kelompok masyarakat terbatas
dan periode terbatas,misalnya KLB.
Ukuran dalam Epidemiologi
Prevalens rate
• Gambaran tentang frekuensi penderita lama dan baru yang
ditemukan pada jangka waktu tertentu disekelompok masyarakat
tertentu.
• Ada dua Prevalen:
Period Prevalence
• Contoh : Pada suatu daerah penduduk pada 1 juli 2005 100.000
orang, dilaporkan keadaan penyakit A sbb: Januari 50 kasus lama dan
100 kasus baru, Maret 75 kasus lama dan 75 kasus baru, Juli 25 kasus
lama dan 75 kasus baru; September 50 kasus lama dan 50 kasus
baru, dan Desember 200 kasus lama dan 200 kasus baru.
• Period Prevalens rate :
(50+100)+(75+75)+(25+75)+(50+50)+(200+200) /100.000 X 100 % =
0,9 %
Ukuran dalam Epidemiologi
Point Prevalence Rate
• Jumlah penderita lama dan baru pada satu
saat, dibagi dengan jumlah penduduk saat
itu dalam persen atau permil.
• Contoh: Satu sekolah dengan murid 100
orang, kemarin 5 orang menderita penyakit
campak, dan hari ini 5 orang lainnya
menderita penyakit campak
• Point Prevalence rate = 10/100 x 1000 ‰=
100 ‰
175. Proses Penelitian (Emory dan Cooper, 1991)
176. Tabel Uji Hipotesis
TABEL UJI HIPOTESIS
VARIABEL
U J I S TAT I S T I K U J I A LT E R N AT I F
INDEPENDEN DEPENDEN

Fisher (digunakan untuk tabel


Kategorik Kategorik Chi square 2x2)*
Kolmogorov-Smirnov
(digunakan untuk tabel bxk)*

Kategorik T-test independen Mann-Whitney**


Numerik
(2 kategori)
T-test berpasangan Wilcoxon**

One Way Anova (tdk


Kruskal Wallis**
Kategorik berpasangan)
Numerik
(>2 kategori) Repeated Anova
Friedman**
(berpasangan)
Numerik Numerik Korelasi Pearson Korelasi Spearman**
Regresi Linier
Keterangan:
* : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi
**: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal
Langkah Menentukan Uji Statistik
• Tentukan sifat variabel yang diuji (numerik atau kategorik)

• Bila ada variabel yang bersifat numerik, tentukan apakah


variabel tersebut terdistribusi normal atau tidak. Atau bila
kedua variabel bersifat kategorik, tentukan apakah
memenuhi persyaratan uji chi square. Untuk mengerjakan
soal UKDI, bila tidak disebutkan, maka diasumsikan bahwa
variabel tersebut terdistribusi normal atau memenuhi
persyaratan chi square.

• Lihat tabel untuk menentukan uji hipotesis apa yang sesuai.


Korelasi Pearson vs Regresi Linier
• Penelitian yang meneliti hubungan antara dua
variabel, di mana kedua variabel bersifat
numerik, dapat menggunakan korelasi Pearson
dan regresi linier.

• Korelasi pearson digunakan untuk mengetahui


arah dan kekuatan hubungan antara kedua
variabel. Sedangkan regresi linier digunakan
untuk memprediksi nilai variabel dependen
melalui variabel independen (dinyatakan dalam
persamaan Y = a + bX).
Korelasi Pearson vs Regresi Linier
• Contohnya penelitian ingin mengetahui
hubungan berat badan dan tekanan darah.
– Hasil uji korelasi Pearson didapatkan r =+0,8, artinya
terdapat hubungan kuat bahwa semakin tinggi berat
badan, semakin tinggi pula tekanan darah. Sebaliknya,
bila didapatkan nilai r=-(0,8), artinya terdapat
hubungan kuat bahwa semakin tinggi berat badan,
semakin rendah tekanan darah.
– Bila menggunakan regresi linier, akan didapatkan
persamaan untuk memprediksi nilai tekanan darah
melalui berat badan. Misalnya tekanan darah sistolik =
20 + (2 x berat badan).
Regresi Linier (RL) vs Regresi Logistik
(RG)
1. Dalam RL variabel respon (dependen) berskala metrik dan
prediktor (independen) dapat berskala interval
atau kategori, sebaliknya, dalam RG var.respon (dependen)
berskala non-metrik (kategorik) dan prediktor (independen)
dapat berskala interval atau kategori (mixed/bebas).
2. Regresi logistik digunakan pada kasus dimana variabel
dependent bersifat dikotomi dan kategori dengan dua atau
lebih kemungkinan
3. Dalam RL asumsi normalitas, homogenitas varians,
linieritas harus terpenuhi (masing2 dibuktikan melalui uji
statistik tersendiri)
177. Teknik pengumpulan data
Teknik Keterangan
Wawancara proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara
tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian

Teknik Keterangan
Observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data
partisipasi penelitian melalui pengamatan dan penginderaan di mana peneliti terlibat
dalam keseharian informan
observasi non- yaitu peneliti melakukan penelitian dengan cara tidak melibatkan dirinya dalam
partisipan interaksi dengan objek penelitian. Sehingga, peneliti tidak memposisikan
dirinya sebagai anggota kelompok yang diteliti
Observasi tidak ialah pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi,
terstruktur sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya berdasarkan
perkembangan yang terjadi di lapangan
Observasi ialah pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok tim peneliti terhadap
kelompok sebuah isu yang diangkat menjadi objek penelitian

Teknik Keterangan
Focus Group yaitu upaya menemukan makna sebuah isu oleh sekelompok orang yang
Discussion dianggap mewakili sejumlah publik yang berbeda lewat diskusi untuk
menghindari diri pemaknaan yang salah oleh seorang peneliti
optimized
Hariwijaya, M, Metodologi dan teknik penulisan skripsi, tesis,bydan
optima
disertasi, elMatera Publishing, Yogyakarta, 2007
178. Desain penelitian

Exposure
assignment (+)

Exposure and
outcome analyzed
prospectively (+)

Kohort
Relative risk
• Risiko munculnya penyakit pada populasi yang
terpajan risiko (relatif terhadap populasi yang tidak terpajan risiko)
179. Jarak Septic tank-Sumur
• Jarak 10 meter sumur dan tangki septic bermula dari bakteri Coli
patogen (bersifat anaerob) yg bertahan hidup selama tiga hari.
• Kecepatan aliran air dalam tanah berkisar 3 meter per hari (rata-rata
kecepatan aliran air dalam tanah di Pulau Jawa tiga meter/hari),
sehingga jarak ideal antara tangki septic dengan sumur sejauh tiga
meter per hari dikali tiga hari yang menghasilkan 9 meter + 1 meter
sebagai jarak pengaman = 10 meter
180. Identifikasi Masalah dalam
Program Puskesmas

Standar.
Bandingk OUTPUT
an
Masalah (Pendekatan Standar
Keluaran
Sistem ) adalah dengan HASIL
Kesenjangan antara Hasil Output..
Keluaran
Tolok ukur dengan Kalau
Hasil pencapaian, pada ada
Kesenjan
unsur Keluaran / gan,
Output. MASALAH. artinya
ada
Masalah.
http://www.scribd.com/doc/53054543/kebijakan-promkes-2010-2014

Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan


• Strategi dasar promosi kesehatan
– Gerakan pemberdayaan
• upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasi, memelihara,
melindungi, dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri
– Bina suasana
• Menciptakan lingkungan yang kondusif
– Advokasi
• pendekatan kepada para pimpinan atau pengambil kebijakan agar dapat
memberikan dukungan maksimal, kemudahan perlindungan pada upaya
kesehatan
• Diperkuat
– Kemitraan
• kerjasama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau
organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu
– Metode sarana komunikasi yang tepat

http://isnopugel.wordpress.com/2011/03/28/strategi-promosi-kesehatan/
181. Sumber-sumber bias
1. Proses seleksi atau partisipasi subyek (
bias seleksi)
2. Proses pengumpulan data ( bias informasi)
3. Tercampurnya efek pajanan utama dengan
efek faktor risiko eksternal lainnya (
kerancuan/ confounding)
Bias seleksi
• Distorsi efek berkaitan dengan cara pemilihan
subyek kedalam populasi studi
• Bisa terjadi bila status penyakit pada studi
kohort (retrospektif), atau status exposure
pada kasus kontrol atau kedua-duanya pada
studi kros-seksional mempengaruhi pemilihan
subyek pada kelompok-kelompok yang
diperbandingkan
Bias informasi
• Bias informasi (information bias) atau bias observasi
(observation bias) atau bias pengukuran (measurement
bias) adalah bias yang terjadi karena perbedaan
sistematik dalam mutu dan cara pengumpulan data
• (misalnya karena menggunakan kriteria atau metode
pengukuran yang tidak sahih) tentang pajanan atau
penyakit/masalah kesehatan dari kelompok-kelompok
studi.
• Ascertainment Bias disebut juga Information Bias.
Merupakan penyimpangan dalam memperkirakan efek
atau pengaruh karena kesalahan pengukuran atau
kesalahan pengelompokan subyek penelitian menurut
satu atau lebih variabel.
Types of bias
1. Sample (subject selection) biases
• which may result in the subjects in the sample being
unrepresentative of the population which you are
interested in
2. Measurement (detection) biases
• which include issues related to how the outcome of
interest was measured
3. Intervention (performance) biases
• which involve how the treatment itself was carried
out.
Selection Bias
• Volunteer or referral bias
– People who volunteer to participate in a study (or who are referred to
it) are often different than non-volunteers/non-referrals. This bias
usually, but not always, favors the treatment group, as volunteers tend
to be more motivated and concerned about their health.
• Non-response bias
– When those who do not respond to a survey differ in important ways
from those who respond or participate. This bias can work in either
direction.
• Self-selection bias
– Arises in any situation in which individuals select themselves into
a group
• Prevalence-incidence bias
– Happens when mild or asymptomatic cases as well as fatal short
disease episodes are missed when studies are performed late in
disease process
http://www.umdnj.edu/idsweb/shared/biases.htm
Measurement Bias
• Instrument bias. Calibration errors lead to inaccurate measurements being
recorded
• Insensitive measure bias. When the measurement tool(s) used are not
sensitive enough to detect what might be important differences in the
variable of interest.
• Expectation bias. Occurs in the absence of masking or blinding, when
observers may measuring data toward the expected outcome.
• Recall or memory bias. If outcomes being measured require that subjects
recall past events. Often a person recalls positive events more than
negative ones.
• Attention bias. Occurs because people who are part of a study are usually
aware of their involvement, and as a result of the attention received may
give more favorable responses or perform better than people who are
unaware of the study’s intent.
• Verification or work-up bias. Associated mainly with test validation
studies. In

http://www.umdnj.edu/idsweb/shared/biases.htm
Intervention Bias
• Contamination bias. When members of the 'control' group
inadvertently receive the treatment or are exposed to the
intervention
• Co-intervention bias. When some subjects are receiving other
(unaccounted for) interventions at the same time as the study
treatment.
• Timing bias(es). If an intervention is provided over a long period of
time, maturation alone could be the cause for improvement. If
treatment is very short in duration, there may not have been
sufficient time for a noticeable effect in the outcomes of interest.
• Compliance bias. When differences in subject adherence to the
planned treatment regimen or intervention affect the study
outcomes.
• Withdrawal bias. When subjects who leave the study (drop-outs)
differ significantly from those that remain.
• Proficiency bias. When the interventions or treatments are not
applied equally to subjects. This may be due to skill or training
differences among personnel and/or differences in resources
http://www.umdnj.edu/idsweb/shared/biases.htm
182. Tabel Uji Hipotesis
TABEL UJI HIPOTESIS
VARIABEL
U J I S TAT I S T I K U J I A LT E R N AT I F
INDEPENDEN DEPENDEN

Fisher (digunakan untuk tabel


Kategorik Kategorik Chi square 2x2)*
Kolmogorov-Smirnov
(digunakan untuk tabel bxk)*

Kategorik T-test independen Mann-Whitney**


Numerik
(2 kategori)
T-test berpasangan Wilcoxon**

One Way Anova (tdk


Kruskal Wallis**
Kategorik berpasangan)
Numerik
(>2 kategori) Repeated Anova
Friedman**
(berpasangan)
Numerik Numerik Korelasi Pearson Korelasi Spearman**
Regresi Linier
Keterangan:
* : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi
**: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal
Langkah Menentukan Uji Statistik
• Tentukan sifat variabel yang diuji (numerik atau kategorik)

• Bila ada variabel yang bersifat numerik, tentukan apakah


variabel tersebut terdistribusi normal atau tidak. Atau bila
kedua variabel bersifat kategorik, tentukan apakah
memenuhi persyaratan uji chi square. Untuk mengerjakan
soal UKDI, bila tidak disebutkan, maka diasumsikan bahwa
variabel tersebut terdistribusi normal atau memenuhi
persyaratan chi square.

• Lihat tabel untuk menentukan uji hipotesis apa yang sesuai.


183. Penelitian Diagnostik

• Positive predictive value (a/a+b)


adalah probabilitas adanya
penyakit pada seseorang yang
hasil testnya positif
• Negative predictive value (d/c+d)
adalah probabilitas seseorang
bebas dari penyakit karena hasil
test negative
optimized by optima
Sukardi. (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta : Bumi aksara.
184. Keberhasilan Posyandu
• Cakupan SKDN
– S : Semua balita diwilayah kerja Posyandu
– K : Semua balita yang memiliki KMS
– D : Balita yang ditimbang
– N : Balita yang naik berat badannya

• D / S : baik/kurangnya peran serta masyarakat


• N / D : Berhasil tidaknya Program posyandu
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN POSYANDU. Kementerian Kesehatan
RI dan Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL POSYANDU). 2011
• Tingkat partisipasi masyarakat
– (D/S x 100%)
– minimal mencapai 80 %
– <80 % partisipasi mayarakat untuk kegiatan pemantauan
pertumbuhan dan perkembangan berat badan sangatlah rendah
• Tingkat Liputan Program
– (K/S x 100%)
– Mencapai 100 %.
– Apabila tidak digunakan atau tidak dapat KMS
• program Posyandu tersebut mempunyai liputan yang sangat rendah
• Balita kehilangan kesempatan untuk mendapat pelayanan dalam KMS
– Tingkat Kehilangan Kesempatan{(S-K)/S x 100%)
• Tingkat Keberhasilan Program Posyandu
– (N/D x 100%)
• Indikator Drop Out
– balita yang sudah mempunyai KMS dan pernah datang menimbang
berat badannya tetapi kemudian tidak pernah datang lagi di posyandu
untuk selalu mendapatkan pelayanan kesehatan
– (K-D)/K x 100%

PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN POSYANDU. Kementerian Kesehatan


RI dan Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL POSYANDU). 2011
185. Observational Study
• Case Control
– Menganalisa faktor risiko dengan
menentukan dua kelompok yang
memiliki perbedaan outcome
(penyakit), kemudian dihubungkan
dengan causal attribute- nya
– Keuntungan : Membutuhkan sumber
daya, dana yang lebih sedikit, serta
waktu yang lebih singkat. Good for
rare cases, long latent period, ethical
related cases
– Useful when epidemiologists
investigate an outbreak of a disease
– Kelemahan : provide less evidence
for causal inference
Case control

optimized by optima
Tabel 2x2
Cara yang paling umum dan sederhana untuk
menghitung ukuran asosiasi.

Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d

Odds ratio (OR):


Odds penyakit pada kelompok terpapar (a/b) dibandingkan dengan
odds penyakit pada kelompok tidak terpapar (c/d)

Rumus OR: a/b = ad


c/d bc
186. PENENTUAN PRIORITAS MASALAH DENGAN
PAHO (PAN-AMERICAN HEALTH ORGANIZATION)
• Dipergunakan beberapa kriteria untuk menentukan prioritas
masalah kesehatan di suatu wilayah berdasarkan:
– Luasnya masalah (magnitude)
– Beratnya kemgian yang timbul (Severity)
– Tersedianya sumberdaya untuk mengatasi masalah kesehatan tersebut
(Vulnerability)
– Kepedulian/dukungan politis dan dukungan masyarakat (Community
andpolitical concern)
– Ketersediaan data (Affordability)

• Diberi skor antara 1-10 oleh panel expert yang memahami masalah
kesehatan dalam forum curah pendapat (brain storming). Setelah
diberi skor, masing-masing penyakit dihitung nilai skor dengan
perkalian.

• Skor tertinggi  prioritas masalah utama.


Cara Lain Dalam Menentukan
Prioritas Masalah
Teknik yang Digunakan Definisi

Metode Hanlon/ Sistem Dasar Penilaian Memperhitungkan Ukuran/Besarnya


Prioritas (BPRS) masalah, tingkat keseriusan masalah,
perkiraan efektivitas solusi, PEARL faktor
(propriety, economic feasibility,
acceptability, resource availability,
legality). Semua komponen tersebut
dirata-rata untuk memberikan prioritas
utama penyakit / kondisi dengan skor
tertinggi.
Fish-bone diagram Menganalisa cause-effect, dimana bagian
kepala (sebagai effect) dan bagian tubuh
ikan berupa rangka serta duri-durinya
digambarkan sebagai penyebab (cause)
suatu permasalahan yang timbul.
Brainstorming Metode curah pendapat yang digunakan yang
secara efektif melibatkan seluruh anggota kelompok untuk
menentukan priioritas masalah.
Metode Delpie Penetapan prioritas masalah dilakukan melalui kesepakatan
sekelompok orang yang sama keahliannya. Pemilihan prioritas
masalah dilakukan melalui pertemuan khusus. Setiap peserta
yang sama keahliannya dimintakan untuk mengemukakan
beberapa masalah pokok, masalah yang paling banyak
dikemukakan adalah prioritas masalah yang dicari.

Metode Delbecq Penetapan prioritas masalah dilakukan melalui kesepakatan


sekelompok orang yang tidak sama keahliannya. Sehingga
diperlukan penjelasan terlebih dahulu untuk meningkatkan
pengertian dan pemahaman peserta tanpa mempengaruhi
peserta. Lalu diminta untuk mengemukakan beberapa masalah.
Masalah yang banyak dikemukakan adalah prioritas.

Nominal group technique Suatu metode untuk mencapai konsensus dalam suatu
(NGT) kelompok, dengan cara mengumpulkan ide-ide dari tiap
peserta, yang kemudian memberikan voting dan ranking
terhadap ide-ide yang mereka pilih. Ide yang dipilih adalah yang
paling banyak skor-nya, yang berarti merupakan konsensus
bersama.
187. Tonsillitis
• Acute tonsillitis:
– Viral: similar with acute rhinits +
sore throat
– Bacterial: GABHS, pneumococcus, S.
viridan, S. pyogenes.
• Detritus  follicular tonsillitits
• Detritus coalesce  lacunar tonsillitis.
• Sore throat, odinophagia, fever, malaise,
otalgia.
• Th: penicillin or erythromicin

• Chronic tonsillitis
– Persistent sore throat, anorexia, dysphagia, &
pharyngotonsillar erythema
– Lymphoid tissue is replaced by scar  widened
crypt, filled by detritus.
– Foul breath, throat felt dry.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Sore Throats
Diagnosis Clinical Features

Tonsillar neoplasm Tonsillar asymmetry associated with rapid enlargement,


constitutional symptoms, atypical tonsillar appearance,
ipsilateral cervical lymphadenopathy, and a history of
previous malignant growths
Acute tonsillitis Sore throat & dysphagia, earache, headache & malaise.
Fever, enlarged, hyperaemic tonsil, inflamed pharynx.

Parapharyngeal abscess Can be caused by spread of infection from peritonsilllar,


retropharyngeal, or submandibular space.
Trismus, induration or swelling around angulus
mandibularis, high fever, swelling of pharyngeal lateral
wall.
Submandibular abscess Infection is originated from teeth, mouth floor, pharynx,
salivary gland, submandibular lymph node.
Fever, neck pain, swelling below the mandible or tongue.
1) Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. 3) Cummings otolaryngology. 4th ed. Mosby; 2005.
188. Polip Nasi
Nasal Congestion
189. Rinitis
Diagnosis Clinical Findings
Rinitis alergi Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa
edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.

Rinitis Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin.


vasomotor Pemicu: asap/rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres.
Tanda: mukosa edema, konka hipertrofi merah gelap.
Rinitis hipertrofi Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan
oleh infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor.
Gejala: hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak
& mukopurulen.
Rinitis atrofi / Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa
ozaena pada pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau,
hidung tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media
& inferior, sekret & krusta hijau.
Rinitis Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan
medikamentosa vasokonstriktor topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma
edema,hipersekresi mukus. Rinoskopi: edema/hipertrofi konka
dengan sekret hidung yang berlebihan.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Diagnosis Clinical Findings
Acute rhinitis Warm, dry, & itchy followed by sneezing, congestion, & serous secrete
(rhinovirus) along with fever & headache.
Rhinoscopy: reddened & swollen mucous membrane.

Foreign bodies Nasal obstruction, unilateral rhinorrea, thick & foul smell secrete.
Edema, inflammation, sometimes ulceration.
Removal: hook for round smooth object, crocodile forceps if object
can be grasped, or suction for many object.

Rhinosinusitis •Two or more symptoms, included nasal obstruction or nasal


discharge as one of them and: facial pain/pressure or
hyposmia/anosmia.

Nasal septal Nasal obstruction, unilateral or bilateral, headache or pain around


deviation eyes, hyposmia if deviation located at upper septum.

Polip white-greyish/pale soft tissue containing fluid at meatus medius.


Symptoms: nasal obstruction, nasal discharge, hyposmia, sneezing,
pain, frontal headache.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Rinitis Alergi

Allergic rhinitis management pocket reference 2008


Rhinitis
• Atopic sign:
– Allergic shiner
• Dark shadow below the eyes due to nasal obstruction
causing secondary vein stasis
– Allergic crease
• Horizontal line at the lower third dorsum nasi caused by
repeted rub
– Facies adenoid
• Mouth open with high arch palate  disrupted teeth growth
– Cobblestone appearance at posterior pharyngeal wall
– Geographic tongue

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


190. Vertigo
Peripheral Vertigo Central Vertigo
Involving Inner ear, vestibular nerve Brainstem, cerebellum,
cerebrum
Onset Sudden Gradual
Nausea, vomitting Severe Varied
Hearing symptom Often Seldom
Neurologic symptom - Often
Compensation/resolution Fast Slow
Spontaneous nystagmus Horizontal, rotatoir Vertical
Positional nystagmus Latency (+), fatigue (+) Latency (-), no fatigue (-)
Calory nystagmus Paresis Normal
• Vertigo of peripheral origin
Condition Details
BPPV Brief, position-provoked vertigo episodes caused by
abnormal presence of particles in semisircular canal
Meniere’s disease An excess of endolymph, causing distension of
endolymphatic system (vertigo, tinnitus, sensorineural
deafness)
Vestibular neuronitis Vestibular nerve inflammation, most likely due to virus
Acute labyrinthitis Labyrinth inflammation caused by viral or bacterial
infection
Labyinthine infarct Compromises blood flow to labyrinthine
Labyrinthine concussion Damage after head trauma
Perylimnph fistula Labyrinth membrane damage resultin in perylimph
leakage into middle ear
Diagnosis Vertigo
Dix Hallpike Maneuver
Treatment of BPPV
canalith repositioning maneuvre
• Office treatment fo BPPV: Epley Maneuver
(canalith repositioning)
• Home treatment
for BPPV: Brandt
Daroff maneuver
– 3 sets x 5
repetitions/day
for 2 weeks
– Success rate 95%
– Mostly complete
relief after 30 sets
(10 days)
• Symptomatic treatment:
– Antivertigo (vestibular suppressant)
• Ca channel blocker: flunarizin
• Histaminic: betahistine mesilat
• Antihistamin: difenhidramine, sinarisin
– Antiemetic:
• prochlorperazine, metoclopramide
– Psycoaffective:
• Clonazepam, diazepam for anxiety & panic
attack
191. Epistaksis
• Epistaksis Posterior
– Perdarahan berasal dari a.
ethmoidalis posterior atau a.
Sphenopalatina, sering sulit
dihentikan.
– Terjadi pada pasien dengan
hipertensi atau arteriosklerosis.
– Terapi: tampon bellocq/posterior
• Epistaksis anterior: selama 2-3 hari.
– Sumber: pleksus kisselbach plexus
atau a. ethmoidalis anterior
– Dapat terjadi karena infeksi &
trauma ringan, mudah dihentikan.
– Penekanan dengan jari selama 10-
15 menit akan menekan pembuluh
darah & menghentikan perdarahan.
– Jika sumber perdarahan terlihat 
kauter dengan AgNO3, jika tidak
berhenti  tampon anterior 2 x 24
jam.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
192. Sore Throats
Peritonsillar abscess
Inadequately treated tonsillitis  spread of infection  pus formation between the
tonsil bed & tonsillar capsule

Symptoms & Signs


Quite severe pain with referred otalgia
Odynophagia & dysphagia  drooling
Irritation of pterygoid musculature by pus & inflammation  trismus
unilateral swelling of the palate & anterior pillar  displace the tonsil downward & medially 
uvula toward the opposite side

Therapy
Needle aspiration: if pus (-)  cellulitis  antibiotic. If pus (+)  abscess .
If pus is found on needle aspirate, pus is drained as much as possible.
Abses Leher Dalam

Peritonsillar abscess Parapharyngeal abscess

Retropharyngeal abscess
Submandibular abscess
193. Sore Throats

1) Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. 3) Cummings otolaryngology. 4th ed. Mosby; 2005.
193. Otitis Media
Acute Otitis Media
• The bacteria responsible:
Streptococcus pneumoniae 35%,
Haemophilus influenzae 25%,
Moraxella catarrhalis 15%.

 The sequence of events in acute otitis media:


1. Tubal occlusion: retracted tympanic membrane or dull.
2. Hyperemic/presuppuration: redness & edema.
3. Suppuration: painful, fever, exudate in middle ear, bulging tympanic
membrane, sometimes flattening of the manubrium mallei
4. Perforation: rupture of tympanic membrane, fever subsides.
5. Resolution: if there is no perforation  tympanic membrane return
to normal. Perforated membrane  secrete diminish.
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Media
Acute otitis media
• Therapy:
– Occlusion tubal: topical decongestan (ephedrin HCl)
– Presuppuration: AB for at least 7 days
(ampicylin/amoxcylin/ erythromicin) & analgetic.
– Suppuration: AB, myringotomy.
– Perforation: ear wash H2O2 3% & AB.
– Resolution: if secrete isn’t stopped  AB is continued until
3 weeks.

1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Otitis Media
• Miringotomi:
– Tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar terjadi drainase
sekret dari telinga tengah ke telinga luar.
• Miringoplasti:
– Timpanoplasti tipe 1 (paling ringan), hanya merekonstruksi membran
timpani.
– Tujuan: mencegah berulangnya infeksi pada OMSK tipe aman dengan
perforasi menetap.
• Timpanoplasti:
– Rekonstruksi membran timpani sering disertai dengan rekonstruksi
tulang pendengaran.
– Tujuan: menyembuhkan penyakit & memperbaiki pendengaran.
• Timpanosentesis:
– Pungsi pada membran timpani untuk mendapatkan sekret guna
pemeriksaan mikrobiologik.

Buku ajar THT-KL. 6th ed. FKUI.


194. Otitis Media Supuratif Kronik
• Benign/mucosal type/tubotympanic:
– Tidak mengenai tulang.
– Jenis perforasi: sentral.
– Th: ear wash with H2O2 3% for 3-5 days, ear
drops AB & steroid, systemic AB

Large central perforation


• Malignant/bony type/aticoantral:
– Mengenai tulang atau kolesteatoma.
– Jenis perforasi: marjinal atau attic.
– Tahap lanjut: abses atau fistel retroaurikel,
polip/jaringan granulasi, terlihat
kolesteatoma pad atelinga tengah, sekret
bentuk nanah & berbau khas
– Th: mastoidektomi.

Cholesteatoma at attic
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
type perforation
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

OMSK Tipe Benigna


• Fase aktif Tatalaksana
– terdapat sekret pada telinga dan • Fase Tenang
tuli – Tidak memerlukan pengobatan,
– Didahului oleh perluasan infeksi – Edukasi
saluran nafas atas melalui tuba
• tidak mengorek telinga,
eutachius, atau setelah berenang
• air jangan masuk ke telinga sewaktu
dimana kuman masuk melalui liang mandi,
telinga luar • dilarang berenang
– Sekret bervariasi dari mukoid • segera berobat bila menderita infeksi
sampai mukopurulen saluran nafas atas
• Fase Tenang • sebaiknya dilakukan operasi
rekonstruksi (miringoplasti,
– Tampak perforasi total yang kering timpanoplasti) untuk mencegah
dengan mukosa telinga tengah infeksi berulang serta gangguan
yang pucat pendengaran.
– Gejala yang dijumpai berupa tuli • Fase Aktif
konduktif ringan – Membersihkan liang telinga dan
– Gejala lain yang dijumpai seperti kavum timpaniBila sekret keluar
vertigo, tinitus,atau suatu rasa terus menerus diberikan H2O2 3%
penuh dalam telinga. selama 3 – 5 hari.
– Pemberian antibiotika : topikal
antibiotik ( antimikroba) dan
sistemik.
195. Trauma Laring
Etiologi menurut Ballenger : Gejala Klinik :
• Trauma mekanik eksternal • Stridor perlahan sampai kuat.
(trauma tumpul, tajam, • Disfoni/afoni
komplikasi • Emfisema subkutan
• trakeostomi/krikotirotomi) • Hemoptisis
dan internal (endoskopi,
intubasi endotrakea atau • Disfagi/odinofagi
pemasangan NGT).
• Akibat luka bakar oleh panas
dan kimia (alkohol, amonia,
Natrium hipoklorit, lisol) yang
terhirup.
• Akibat radioterapi
• Trauma otogen akibat vocal
abuse
Tatalaksana
Konservatif :
• Istirahat suara
• Humidifikasi
• Kortikosteroid bila mukosa edem, hematom atau laserasi
ringan tanpa sumbatan laring.

Indikasi eksplorasi :
• Sumbatan nafas yg perlu trakeostomi
• Emfisema subkutis yg progresif
• Laserasi mukosa yg luas
• Terbukanya tlg rawan krikoid
• Paralisis bilateral pita suara
Luka Terbuka
• Diagnosis gelembung udara di daerah luka
keluar dari trakea.
• Tatalaksana
– ditujukan utk perbaikan sal nafas dan mencegah
aspirasi ke paru.
– Tindakan segera : Trakeostomi dgn kanul yang
memakai balon.
– Eksplorasi mencari dan mengikat pembuluh darah
– Antibiotika dan serum ATS.
• Komplikasi : aspirasi darah, paralisis pita suara
dan stenosis laring.
Luka Tertutup ( closed injury)
• Diagnosis lebih sulit
• Tatalaksana
– Endoskopi dgn fiber opticbila fasilitas
memungkinkan
– Laringoskopi direk atau indirek
– foto jaringan lunak leher, foto toraks, CT-scan.
– Tindakan eksplorasi dan konservatif tergantung
diagnosa diatas
• After a complete trauma evaluation, flexible fiberoptic
laryngoscopy is performed to carefully evaluate the
airway
196. Tuli
• Cocktail party deafness
– The sign for choclear deafness, the patient is disturbed by background
noise  difficult to hear in noisy environment.
– found in presbikusys & noice induced hearing loss.

• Presbikusys • Noise induced hearing loss


₋ Occur in elderly >65 yo. ₋ Long term exposure with noise
₋ Bilateral  cochlear sensorineural
deafness with/wo tinnitus.
₋ Bilateral
197. Audiometri
Tes Bisik Semi kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara kasar. Hal yang perlu
diperhatikan ialah ruangan cukup tenang, panjang minimal 6 meter. Pada
nilai normal tes berbisik : 5/6 – 6/6
Tes Garpu Tala Pemeriksaan kualitatif, Jenis pemeriksaan ini adalah tes rinne, schwabach,
dan weber.
Tes Audiometri Untuk menilai kemampuan pasien dalam pembicaraan sehari-hari, dan
tutur untuk menilai pemberian alat bantu dengar. Pada tes ini dipakai kata-kata
yang sudah disusun dalam silabus (suku kata). Pasien diminta untuk
mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape recorder.

Tes Audiometri Diperiksa kelenturan membran timpani dengan tekanan tertentu pada
impedans meatus akustikus eksternus. Pada lesi di koklea, ambang rangsang refleks
stapedius menurun, sedangkan pada lesi di retrokoklea, ambang itu naik.
Tes Audiometri Dilakukan dengan menggunakan audiometer, dan hasil pencatatannya
Nada Murni disebut audiogram. Dapat dilakukan pada anak berusia lebih dari 4 tahun
yang kooperatif. Sebagai sumber suara digunakan nada murni yaitu bunyi
yang hanya terdiri dari 1 frekuensi. Menilai hantaran suara melalui udara
(air conduction) dengan headphone beda frekuensi, serta menilai hantaran
tulang (bone conduction) dengan bone vibrator pada prosesus mastoid.
Audiologi dasar
Audiometri nada murni:
• Pada interpretasi audiogram harus ditulis (a) telinga yang mana, (b)
apa jenis ketuliannya, (c) bagaimana derajat ketuliannya, misalnya:
telinga kiri tuli campur sedang
• Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang
dengar hantaran udaranya (AC) saja.
• Ambang Dengar (AD): bunyi nada murni terlemah pada frekuensi
tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang.
• Perhitungan derajat ketulian:
(AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz) / 4
• Derajat ketulian:
– 0-25 dB : normal
– >25-40 dB : tuli ringan
– >40-55 dB : tuli sedang
– >55-70 dB : tuli sedang berat
– >70-90 dB : tuli berat
– >90 dB : tuli sangat berat
Audiologi Khusus
• Audiometri impedans
– Memeriksa kelenturan membran timpani dengan tekanan
tertentu pada meatus akustikus eksterna, meliputi
timpanometri, fungsi tuba, & refleks tapedius

• Audiometri tutur
– Menilai kemampuan pasien dalam pembicaraan sehari-hari
– Pasien mengulangi kata-kata yang didengar melalui tape
– Jumlah kata yang benar  speech discrimination score:
• 90-100%: normal
• 75-90%: tuli ringan
• 60-75%: tuli sedang
• 50-60%: sukar mengikuti pembicaraan seharihari
• <50%: tuli berat
198. Laringomalasia

• Laringomalasia merupakan suatu kelainan dimana terjadi kelemahan


struktur supraglotik sehingga terjadi kolaps dan obstruksi saluran nafas.
Sedangkan padatrakeomalasia, kelemahan terjadi pada dinding trakea.
• Laringomalasia dapat terjadi di epiglotis, kartilago aritenoid, maupun
pada keduanya. Jika mengenai epiglotis, biasanya terjadi elongasi dan
bagian dindingnya terlipat. Epiglotis yang bersilangan membentuk
omega, dan lesi ini dikenal sebagai epiglotis omega (omega-shaped
epiglottis).
• Jika mengenai kartilago aritenoid, tampak terjadi pembesaran. Pada
kedua kasus, kartilago tampak terkulai dan pada pemeriksaan endoskopi
tampak terjadi prolaps di atas laring selama inspirasi. Obstruksi
inspiratoris ini menyebabkan stridor inspiratoris, yang terdengar sebagai
suara dengan nada yang tinggi
• Tiga gejala yang terjadi pada berbagai tingkat dan kombinasi pada
anak dengan kelainan laring kongenital adalah obstruksi jalan
napas, tangis abnormal yang dapat berupa tangis tanpa suara
(muffle) atau disertai stridor inspiratoris serta kesulitan menelan
yang merupakan akibat dari anomali laring yang dapat menekan
esofagus
• Riwayat stridor inspiratoris diketahui mulai 2 bulan awal kehidupan.
Suara biasa muncul pada minggu 4-6 awal.
• Stridor berupa tipe inspiratoris dan terdengar seperti kongesti
nasal, yang biasanya membingungkan. Namun demikian stridornya
persisten dan tidak terdapat sekret nasal.
• Stridor bertambah jika bayi dalam posisi terlentang, ketika
menangis, ketika terjadi infeksi saluran nafas bagian atas, dan pada
beberapa kasus, selama dan setelah makan.
• Tangisan bayi biasanya normal
• Biasanya tidak terdapat intoleransi ketika diberi makanan, namun
bayi kadang tersedak atau batuk ketika diberi makan jika ada refluks
pada bayi
• Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laring
dengan menggunakan serat fiber fleksibel selama
periode pernapasan spontan.
• Penemuan endoskopik yang paling sering adalah
kolapsnya plika ariepiglotik dan kartilago kuneiform ke
sebelah dalam.
• Laringoskopi langsung merupakan cara yang terbaik
untuk memastikan diagnosis. Bilah laringoskop
dimasukkan ke valekula dengan tekanan yang minimal
pada epiglotis untuk menegakkan diagnosis.
• Pada inspirasi, struktur sekitar vestibulum, terutama
plika ariepiglotik, epiglotis, dan kartilago aritenoid akan
tampak turun ke saluran nafas, disertai stridor yang
sinkron. Visualisasi langsung memperlihatkan epiglotis
berbentuk omega selama inspirasi
199. Otitis Media
Acute Otitis Media
• The bacteria responsible:
Streptococcus pneumoniae 35%,
Haemophilus influenzae 25%,
Moraxella catarrhalis 15%.

 The sequence of events in acute otitis media:


1. Tubal occlusion: retracted tympanic membrane or dull.
2. Hyperemic/presuppuration: redness & edema.
3. Suppuration: painful, fever, exudate in middle ear, bulging tympanic
membrane, sometimes flattening of the manubrium mallei
4. Perforation: rupture of tympanic membrane, fever subsides.
5. Resolution: if there is no perforation  tympanic membrane return
to normal. Perforated membrane  secrete diminish.
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
OMA
Stadium Gejala klinis Terapi
Oklusi tuba Retraksi membran timpani Antibiotik
Hiperemis/ MT hiperemis dan edema Antibiotik
presupurasi

Supurasi MT bulging/ bombans, supurasi telinga tengah Miringotomi


Anak sangat kesakitan, nadi dan suhu Antibiotik
menigkat, nyeri hebat di telinga Analgetik

Perforasi MT perforasi, sekret mengalir Antibiotik


Anak tenang , suhu badan turun, bisa tidur Analgetik
Cuci telinga

Resolusi Sekret berkurang Antibiotik


optimized by optima
Sumber: Buku ajar ilmu THT 2007
200. Rinitis Alergi
Deskripsi
Batasan Penyakit inflamasi karena reaksi alergi pada pasien atopi
WHO ARIA: kelainan pada hidung dengan gejala bersin, rinore, gatal
dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapan alergen yang
diperantarai Ig E
Patofisiologi Reaksi alergi fase cepat : berlangsung sejak kontak sampai 1 jam
Reaksi lergi fase lambat: berlangsung 2 – 4 jam dengan puncak 6 – 8
jam setelah pemaparan dan berlangsung 1 – 2 hari.
Histamin merangang reseptor H1 pada saraf vidianus sehingga timbul
rasa gatal, bersin dan hipersekresi kelenjar mukosa dan sel goblet
Klasifikasi Berdasarkan sifat
Intermitten: gejala < 4 hari/minggu atau < 4 minggu
Persisten: gejala > 4 hari/minggu dan > 4 minggu
Berdasarkan tingkat
Ringan : tidak ditemukan gangguan aktivitas dan tidur
Berat: terdapat gangguan aktivitas
optimized by optima
Pemeriksaan penunjang
in vitro didapatkan hitung
eosinofil dalam darah tepi
meningkat. Pemeriksaan
IgE dengan RAST juga
dapat menunjukkan hasil
bermakna. Sedangkan
untuk pemeriksaan
penunjang in vivo, alergen
penyebab dapat dicari
dengan cara pemeriksaan
skin prick test, uji
intrakutan/intradermal
tunggal atau berseri.

ARIA 2007. optimized by optima


http://www.whiar.org/docs/ARIA_PG_0

Anda mungkin juga menyukai