ORYZA
DR. REZA | DR. RESTHIE | DR. CEMARA
OFFICE ADDRESS:
Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan Medan :
(belakang pasaraya manggarai) Jl. Setiabudi no. 65 G, medan
phone number : 021 8317064 Phone number : 061 8229229
pin BB D3506D3E / 5F35C3C2 Pin BB : 24BF7CD2
WA 081380385694 / 081314412212 Www.Optimaprep.Com
ILMU
P E N YA K I T
DALAM
1. Syok Anafilaktik
www.resus.org.uk/pages/reaction.pdf
2012.
2. Intoksikasi Kadmium
• Etiologi
– Digunakan dalam industri baterai, fotografi,
TV tabung dll
• Patogenesis:
– Dalam tubuh terakumulasi dalam ginjal dan
hati terikat sebagai metalothionein
– Lebih beracun bila terhisap melalui saluran
pernafasan daripada saluran pencernaan
(Cappellini,2008)
Patogenesis defisiensi G6PD
• Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) enzim pengkatalisis reaksi
pertama jalur pentosa fosfat dan memberikan efek reduksi pada semua
sel dalam bentuk NADPH
• NADPH memungkinkan sel-sel bertahan dari stres oksidatif yang dapat
dipicu oleh beberapa bahan oksidan dan menyediakan glutathione
dalam bentuk tereduksi
• Eritrosit tidak memiliki mitokondria jalur pentosa fosfat merupakan
satu-satunya sumber NADPH pertahanan terhadap kerusakan
oksidatif tergantung pada G6PD
What happens in G6PD deficiency?
Defisiensi G6PD
• Diagnosis
– Penilaian aktivitas enzim,secara kuantitatif dengan analisa
spektrofotometri dari produksi NADPH dari NADP
(Cappellini,2008)
– Dipikirkan juga jika ditemukan hemolisis akut pada laki-laki ras
afrika
• Terapi
– hemolisis terjadi self-limited sehingga tidak perlu terapi khusus
kecuali terapi untuk infeksi yang mendasari dan hindari zat
oksidan yang mencetuskan hemolisis serta mempertahankan
aliran ginjal yang adekuat karena adanya hemoglobinuria saat
hemolisis akut. Pada hemolisis berat mungkin diperlukan transfusi
darah
(Rinaldi,2009)
4. Acute Mountain Sickness
• Patogenesis:
– Atmosfer yang lebih tinggi tekanan barometrik ↓ Tiap
1x nafas: O2 menjadi lebih sedikit di setiap ketinggian
Nafas lebih cepat & dalam menyebabkan ↓ CO2
darah rangsangan untuk bernafas <<
• Proses aklimatisasi:
– Proses di mana tubuh seseorang menyesuaikan dengan
ketersediaan oksigen yang menurun di daerah dataran
tinggi. Seseorang yang akan pergi ke dataran tinggi
dianjurkan untuk pelan-pelan menapaki ketinggiannya,
bukan langsung mendarat di ketinggian tertentu sehingga
membuat badan kaget gejala AMS.
http://www.alma.nrao.edu/memos/html-memos/alma162/memo162.html#4 http://www.webmd.com/a-to-z-
guides/altitude-sickness-topic-overview?page=2 http://www.traveldoctor.co.uk/altitude.htm
Acute Mountain Sickness
• High altitude: 1500 –
3500 meter di atas
permukaan air laut.
• Very high altitude: 3500
– 5500 meter di atas
permukaan air laut.
• Extremely high altitude:
>5500 meter di atas
permukaan air laut.
• AMS:
• insomnia, fatigue, dizziness, anorexia, and nausea.
• High altitude cerebral edema (HACE):
• impaired mental capacity, drowsiness, stupor, & ataxia
J Korean Med Assoc. 2007 Nov;50(11):1005-1015. Korean.
Acute Mountain Sickness
http://pharmaceuticalintelligence.com/tag/acute-high-altitude-sickness/
Acute Mountain Sickness
High altitude pulmonary edema
• In the setting of a recent gain in altitude, the presence of
the following:
– Symptoms: at least two of:
- dyspnea at rest
- cough
- weakness or decreased exercise performance
- chest tightness or congestion
• GERD
– Kondisi patologis dan cedera pada esofagus akibat
naiknya isi lambung/ GI
– Gejala
• Nyeri ulu hati; rasa terbakar yang menjalar dari
kerongkongan,regurgitasi, disfagia
• Terapi
– Modifikasi gaya hidup dan terapi farmakologis
GI-Liver secrets
5. Barrett’s Esophagitis
Diagnosis Karakteristik
Crohn Diare tidak berdarah; nyeri perut tumpul pada
disease kuadran kanan bawah, dipicu atau diperparah
seteah makan, penurunan BB
Colitis Diare dengan atau tanpa darah di feses. Bila
ulcerative inflamasi mengenai rektum, darah terlihat
melapisi feses, tnesmus, urgensi, nyeri rektal,
BAB lendir
Fauci et al. Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2012.
6. Inflammatory Bowel Disease
• Faktor risiko kanker
pada kolitis ulseratif
– kronik
– meluas
– Riwayat Ca pada
keluarga
– Kolangitis sklerosis
primer
– Striktur kolom
– Adanya pseudopolip
pada kolonoskopi
Fauci et al. Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2012.
IBD
IBD
Histopatologi Endoskopi
IBD
• Manifestasi sistemik
IBD:
– Eritema nodosum
– Artritis perifer,
asimetrik,
poliartikular, sendi
besar, ankylosing
spondylitis
– Uveitis/iritis,
episkleritis
– Steatosis hepatik
– Nefrolitiasis
– Low bone mass
– Tromboembolik
7. Algoritma Terapi Hipertensi
Anti Hipertensi
• Efek samping
– Pusing sementara atau pingsan, palpitasi, dan bahkan sinkop 1 -3 jam
setelah dosis pertama.
– Dapat juga terjadi pada kenaikan dosis
– Diatasi dengan meminum dosis pertama dan kenaikan dosis
berikutnya menjelang tidur.
– Hati-hati pada pasien lansia: α-1 bloker melewati hambatan darah
otak dan dapat menyebabkan efek samping CNS seperti kehilangan
tenaga, letih, dan depresi.
In Health Gazzette Divisi Pelayanan Obat
JNC VIII
Hipertensi
• Gejala
– Demam, nyeri kepala, nafsu makan menurun selama 3-4 hari, yang diikuti
peradangan kelenjar parotis (parotitis) dalam waktu 48 jam dan dapat
berlangsung selama 7-10 hari
– Penularan terjadi 24 jam sebelum sampai 3 hari setelah terlihatnya
pembengkakan kelenjar parotis.
– Satu minggu setelah terjadi pembengkakan kelenjar parotis pasien
dianggap sudah tidak menular
Masarani M, Wazait H, Dinneen M. Parotitis epidemica orchitis. J R Soc Med 2006;99:573-5.
9. Manson, AL. Parotitis epidemica orchitis. Urology 1990;36:355.
Orkhitis Pasca Parotitis
• Reaksi inflamasi testis akibat infeksi virus mumps yang
ditandai dengan pembengkakan testis yang disertai rasa
nyeri.
• Patogenesis
– Terjadi satu sampai dua minggu setelah pembengkakan kelenjar
parotis.
– Muncul tiba-tiba, dapat disertai kenaikan suhu, nyeri kepala,
mual, dan nyeri pada abdomen bagian bawah.
– Testis yang terkena terasa nyeri, bengkak, dan kulit disekitarnya
menjadi merah dan edematous.
– Umumnya terjadi selama 4 hari.
– Orkitis juga dapat terjadi tanpa tanda-tanda parotitis.
Masarani M, Wazait H, Dinneen M. Parotitis epidemica orchitis. J R Soc Med 2006;99:573-5.
9. Manson, AL. Parotitis epidemica orchitis. Urology 1990;36:355.
9. Aksis Hipotalamus - Pituitari
10. Tipe-Tipe Demam
1. Continued fever: Suhu tubuh terus-menerus di atas normal
2. Remittent fever: Suhu tubuh tiap hari turun naik tanpa
kembali ke normal
3. Intermittent fever: Suhu tubuh tiap hari kembali ke (bawah)
normal, kemudian naik lagi
4. Hectic fever: Memiliki fluktuasi temperatur yang jauh lebih
besar daripada remittent fever, mencapai 2°C - 4° C. Hal ini
ditandai dengan menurunnya temperatur dengan cepat ke
normal atau di bawah normal, biasanya disertai dengan
pengeluaran keringat yang berlebihan.
7. Irreguler fever: Variasi diurnal yang tidak teratur dalam selang waktu
yang berbeda
8. Inverted fever: Suhu tubuh pagi hari lebih tinggi daripada malam hari
TBC paru-paru, sepsis dan bruselosis.
9. Demam siklik : Kenaikan suhu badan selama beberapa hari, diikuti oleh
periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh
kenaikan suhu seperti semula.
• Temuan klinis, tes laboratorium, dan roentgen toraks tidak banyak membantu
untuk membedakan M. pneumoniae dari kuman penyebab lain.
• Pemeriksaan cold agglutinin dapat memberi hasil positif, tapi tidak spesifik untuk
infeksi M. pneumoniae.
• Formation of cold agglutinins is the first humoral response to M. pneumoniae.
They occur at the end of the first week and at the beginning of the second week,
and disappear two to three months later. Present in only 50%-60% of cases.
• Epstein-Barr virus, cytomegalovirus, Klebisella pneumoniae, Treponema
pallidum, influenza, adenovirus, and infection by Legionella pneumophila can lead
to cross-reactions. Cold agglutinins are also found in hemolytic anemia and
malignancies of lymphoid cells and autoimmune diseases.
• Cold agglutinin is autoantibodies produced by a person's immune system
mistakenly target RBCs, with optimum reaction in cold temperature.
Pneumonia Atipik
• EBV pneumonia:
– is characterized by mononuclear infiltrates in bronchovascular
bundles and interlobular septa and also in alveolar exudates.
– Radiology finding: splenomegaly, hilar lymph node enlargement,
a diffuse reticular pattern indicating interstitial disease, &
bilateral or unilateral pleural effusions.
• Influenza
– Chest radiographic changes in influenza pneumonia range from
mild interstitial prominence to poorly defined, 1- to 2-cm patchy
areas of consolidation, to extensive airspace disease due to
hemorrhagic pulmonary edema.
– Alveolar hemorrhage can be seen as small centrilobular
nodules.
Pneumonia Atipik
• Penularan
– Sekret tubuh pasien
• Terapi
– β laktam tidak efektif
– DOC: Makrolid atau fluorokuinolon
Mycoplasma
• M. pneumoniae is transmitted (spread) from
person-to-person when small droplets of
water that contain the bacteria get into the air
• Outbreaks occur mostly in crowded settings
like schools, college dormitories, military
barracks, nursing homes, and hospitals.
• Atypical Pneumonia may be caused by
Legionella pneumophila bacteria, which can
grow in water bodies, such as water tanks. The
use of this contaminated water in air
conditioning units and humidifiers, can result
in infecting individuals, who breathe in the
infected humidified air
https://www.cdc.gov/pneumonia/atypical/mycoplasma/about/causes-transmission.html
13. Hipoparatiroid
• Pada proses tiroidektomi
maka kelenjar paratiroid
dapat ikut terambil.
• Terdapat 4 kelenjar paratiorid
yang terletak pada bagian
psoterior kelenjar tiroid
• Kelenjar parathyorid
bertanggungjawab pada
menjada keseimbangan
kalsium:
– Tulang: menstimulasi
pelepasan kalsium, resorpsi
kalsium oleh osteoklas
– Ginjal: menstimulasi absorpsi
kalsium, meningkatkan
absorbsi kalsium di usus
Gejala Hipokalsemia
• Sistemik • Kardiak
– Prolonged QT interval
– Confusion – Perubahan gelombang T
– kelemahan • Okular
• Neuromuskular – katarak
• Dental
– Paresthesia – Hipoplasia enamel gigi
– Psikosis • Pernafasan
– Kejang – Laryngospasm
– Chovstek sign – Bronkospasm
– stridor
– Depresi
Tatalaksana
http://www.msdmanuals.com/home/liver-and-gallbladder-disorders/hepatitis/chronic-hepatitis
Chronic Hepatitis
• Physical examination:
– do not have abnormal physical examination
• Chronic hepatitis can result in cirrhosis
• Diagnosis:
– Liver function testabnormally high or normal level
– A biopsy is done to confirm the diagnosis.
• In many people, chronic hepatitis does not progress
for years. In others, it gradually worsens. The outlook
depends partly on which virus is the cause
http://emedicine.medscape.com/article/177632-workup#c7
16. Hepatoma
• Gejala
– ↑ɑ-fetoprotein pada > 50% kasus
– Hati teraba keras, bisa terdapat nodul
– Adanya bruit atau friction rub pada perabaan hati
• Kehamilan
– WHO: hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali
streptomisin.
– Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat
permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta
gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi
yang akan dilahirkan.
TUBERKULOSIS: PEDOMAN DIAGNOSIS & PENATALAKSANAAN DI INDONESIA. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2006
Pengobatan TB pada Keadaan Khusus
• Penderita TB dengan kelainan hati kronik
– Kecurigaan gangguan faal hati: Pemeriksaan faal hati sebelum
pengobatan TB
– SGOT & SGPT ↑ > 3x OAT tidak diberikan dan bila telah dalam
pengobatan, harus dihentikan.
– ↑< 3x, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan
pengawasan ketat.
– Penderita dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan.
– Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE
TUBERKULOSIS: PEDOMAN DIAGNOSIS & PENATALAKSANAAN DI INDONESIA. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2006
Pengobatan TB pada Keadaan Khusus
• Penderita TB dengan Diabetes Melitus
– Rifampisin mengurangi efektifitas sulfonil urea dosis obat anti
diabetes perlu ditingkatkan.
– Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai
pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral.
– Pada penderita Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopati
diabetik hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat
memperberat kelainan tersebut.
TUBERKULOSIS: PEDOMAN DIAGNOSIS & PENATALAKSANAAN DI INDONESIA. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2006
19. Teh
• Polifenol
– Sebagai anti oksidan bebas
– Menghambat penyerapan vitamin B1
mengurangi metabolisme karbohidrat ↓BB
• Tannin
– Mengurangi penyerapan zat besi
ACLS 2015
• Kompresi 100-120
kali
• Kedalaman
minimal 5 cm
maksimal 6 cm
22&23. ACS
ACS
24. Obat-Obatan dalam SKA: Nitrat
DIREKTORAT BINA FARMASI KOMUNITAS DAN KLINIK DITJEN BINA KEFARMASIAN DAN ALAT
KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN 2006: PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PASIEN PENYAKIT
JANTUNG KORONER : FOKUS SINDROM KORONER AKUT
25. Gagal ginjal kronik
Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar penyakit dan tatalaksana
derajat penjelasan LFG tatalaksana
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal ≥90 Terapi penyakit dasar,kondisi
atau↑ komorbid
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ 60-89 Menghambat pemburukan
ringan funsi ginjal
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi
sedang
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ 15-29 Persiapan untuk terapi
berat pengganti ginjal
5 Gagal ginjal <15 HD atau terapi pengganti
ginjal
Indikasi Hemodialisa cito :
LFG = (140-umur)xBB -Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
-K serum > 6 mEq/L
72xCreatinin
-Ur darah > 200mg/dL
-pH darah < 7,1
-Anuria
-Fluid overload
PENYAKIT GINJAL
26. Hipoglikemia
• Hipoglikemia
menurunnya kadar glukosa
darah < 70 mg/dL dengan
atau tanpa gejala otonom
• Whipple triad
– Gejala hipoglikemia
– Kadar glukosa darah rendah
– Gejala berkurang dengan
pengobatan
• Penurunan kesadaran pada
DM harus dipikirkan
hipoglikemia terutama yang
sedang dalam pengobatan
Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015
Hipoglikemia
Tanda Gejala
Autonomik Rasa lapar, berkeringat, gelisah, Pucat, takikardia, widened
paresthesia, palpitasi, Tremulousness pulse pressure
Neuroglikopenik Lemah, lesu, dizziness, pusing, Cortical-blindness,
confusion, perubahan sikap, gangguan hipotermia, kejang, koma
kognitif, pandangan kabur, diplopia
Lipoma
29. The Breast
Tumors Onset Feature
Breast cancer 30-menopause Invasive Ductal Carcinoma , Paget’s disease (Ca Insitu),
Peau d’orange , hard, Painful, not clear border,
infiltrative, discharge/blood, Retraction of the
nipple,Axillary mass
Fibroadenoma < 30 years They are solid, round, rubbery lumps that move freely in
mammae the breast when pushed upon and are usually painless.
Fibrocystic 20 to 40 years lumps in both breasts that increase in size and
mammae tenderness just prior to menstrual bleeding.occasionally
have nipple discharge
Mastitis 18-50 years Localized breast erythema, warmth, and pain. May be
lactating and may have recently missed feedings.fever.
Philloides 30-55 years intralobular stroma . “leaf-like”configuration.Firm,
Tumors smooth-sided, bumpy (not spiky). Breast skin over the
tumor may become reddish and warm to the touch.
Grow fast.
Duct Papilloma 45-50 years occurs mainly in large ducts, present with a serous or
bloody nipple discharge
Pemeriksaan Radiologis Payudara
Mammography
• Skrening wanita usia 50thn atau lebih yang
asimptomatik
• Skrening wanita usia 35 thn atau lebih yang
asimtomatik dan memiliki resiko tinggi terkena
kanker payudara :
– Wanita yang memiliki saudara dengan kanker
payudara yang terdiagnosis premenopaus
– Wanita dengan temuan histologis yang memiliki resiko
ganas pada operasi sebelumnya, spt atypical ductal
hyperplasia
• Untuk pemeriksaan wanita usia 35 thn atau lebih
yang simptomatik dengan adanya massa pada
payudara atau gejala klinis kanker payudara
yang lain
www.rad.washington.edu
• USG Mamae
– Tujuan utama USG mamae adalah untuk
membedakan massa solid dan kistik
– Sebagai pelengkap pemeriksaan klinis dan
mamografi
– Merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk
wanita usia muda (<35) dan berperan dalam
penilaian hasil mamografi ‘ dense’ breast
30&31. Batu Uretra
• Berasal dari batu kandung kemih yang turun ke uretra
– Sangat jarang batu uretra primerkecuali pada keadaan stasis urin yang
kronis dan infeksi seperti pada striktur uretra atau divertikel uretra
• Batu uretra:
– 2/3 batu uretra terletak di uretra posterior
– 1/3 batu uretra terletak di uretra anterior
• Gejalatidak spesifik, terdapat gejala-gejala obstruksi
– Asimptomatik
– Riwayat sering nyeri pinggang sebelumnya
– Retensi urinKeluhan tersering
– Disuria
– Aliran mengecil
– Frequency
– Dribbling
– Hematuria
– Mengeluar batu kecil saat kencing atau kencing berpasir
– Batu uretra posteriorNyeri yang menjalar ke perineum atau rectum
– Batu uretra anteriornyeri pada daerah tempat batu berada atau menjalar ke
penis http://www.bjui.org/ContentFullItem.aspx?id=840&SectionType=1&title=Ob
structing-Calculi-within-the-Male-Urethra
• Pemeriksaan fisik:
– Teraba massa batu pada penis • Tata laksana:
atau peno-scrotal junction – Batu uretra posterior:
– RT: teraba massa kerasbatu • Push-back lalu diterapi seperti batu
uretra posterior kandung kemihlitotripsi/open
bladder
• Pemeriksaan Penunjang:
– batu uretra anterior
– USGSkrinning batu radiolisen
• Lubrikasi anterior
– CT-scan UroGold standar • Push-back lalu diterapi seperti batu
untuk kasus urolitiasis kandung kemih
• Belum ada penelitian tentang • Uretrotomi terbuka
sensitivitasnya terhadap batu
uretra
– batu di Fossa navikularis/meatus
eksterna
– Cystourethroscopymelihat
• Uretrotomi terbuka:meatotomi
langsung dgn endoskopi
• Tujuan tatalaksana: • Komplikasi:
– postobstructive renal failure
– Analgetik
– long term urethral damage
– Relieve the outflow obstruction
• Punksi suprapubik – urethrocutaneous fistulas
– remove the stone without – incontinence and impotence
damaging the urethra. Case Reports: A stone down below: a urethral stone causing acute urinary
retention and renal failure. Hanna Bielawska, MD; Norman L. Epstein, MD.
CJEM 2010;12(4):377-380 in http://cjem-online.ca/v12/n4/p377
32. Urinary obstruction
Etiology
• Types of obstruction
– Mechanical blockade
• Intrinsic
• extrinsic
– Functional defects
– Congenital
• Common sites Obstructions:
– ureteropelvic and ureterovesical junctions
– bladder neck
– urethral meatus
• When blockage is above the level of the
bladder
– unilateral dilatation of the ureter
(hydroureter) and renal pyelocalyceal system
(hydronephrosis)
• Lesions at or below the level of the
bladderbilateral Hydronephrosis
Ureter Bladder Outlet Urethra
Acquired Intrinsic Defects
Calculi Benign prostatic stricture
hyperplasia
Uric acid
crystals
Hydronephrosis
• Tanda adanya hidronefrosis:
• Palpable kidney or bladder
• Hydronephrosis on USG
• Non visualized bladder
• evidence of a dilated urinary
collection system
• No bladder visualization
– bilateral ureter obstruction
• Bilateral ureteral obstruction
– always asymmetric process
– One ureter obstructed not
diagnosed because urine
production not decreased.
– The next ureter obstructed
symptomatic
Derajat Hidronefrosis
• I Dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks
• Kaliks berbentuk blunting/tumpul
• II Dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor
• Kaliks berbentuk flattening/mendatar
• III Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor, tanpa adanya penipisan
korteks
• Kaliks berbentuk clubbing/menonjol
• IV Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor, adanya penipisan korteks
• Calices berbentuk ballooning/menggembung
• Management
– mid to proximal ureter – percutaneous nephrostomy
– Distal obstruction – cystoscopic placement of ureteral stent
– Intrarenal obstruction secondary to crystals or protein casts -
hydration
• Acute obstruction require prompt release
– emergency nephrostomy
– In order to save functioning kidney
33. Acute Urinary retention
• Painful inability to void, with relief of pain
following drainage of the bladder by
catheterization.
• Pathophysiology:
– Increased urethral resistance, i.e., bladder outlet
obstruction (BOO)
– Low bladder pressure, i.e., impaired bladder
contractility
– Interruption of sensory or motor innervations of
the bladder
Non traumatic
Acute urinary retention… emergency
http://www.sharinginhealth.ca/clinical_assessment/abdominal_exam.html
36. Peritonitis
• Peritonitis
– Peradangan dari peritoneum
– Disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur atau reaksi
inflamasi peritoneum terhadap darah(pada kasus
trauma abdomen)
• Jenis:
– Peritonitis Primer
• Disebabkan oleh penyebaran infeksi dari peradaran darah dan
pembuluh limfe ke peritoneumpenyakit hati
• Cairaan terkumpul pada rongga peritoneum, menghasilkan
lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan bakteri
• Jarang terjadi kurang dari 1% dari seluruh kasus peritonitis
– Peritonitis Sekunder
• Lebih sering terjadi
• Terjadi ketika infeksi menyebar dari traktus bilier atau GIT
http://www.umm.edu/altmed/articles/peritonitis-000127.htm#ixzz28YAqqYSG
• Peritonitis Sekunder
– Bakteri, enzim, atau cairan empedu
mencapai peritoneum dari suatu robekan
yang berasal dari traktus bilier atau GIT
– Robekan tersebut dapat disebabkan oleh:
• Pancreatitis
• Perforasi appendiks
• Ulkus gaster
• Crohn's disease
• Diverticulitis
• Komplikasi Tifoid
Gejala dan Tanda
• Distensi dan nyeri pada Tanda
abdomen • BU berkurang atau
• Demam, menggigil absenusus tidak dapat
• Nafsu makan berkurang berfungsi
• Mual dan muntah • Perut seperti papan
• Peningkatan frekuensi • Peritonitis primerasites
napas dan nadi
• Nafas pendek
• Hipotensi
• Produksi urin berkurang
• Tidak dapat kentut atau BAB
Perforasi Gaster
• Faktor RisikoUlkus
Peptikum e.c NSAID
• Gejala klasik:
– Nyeri seluruh lapang perut
yang timbul mendadak
– Menjalar sampai ke bahu
– Tanda peritonitis
• Peneriksaan Fisik
– Nyeri tekan seluruh lapang
perut
– rigid abdomen; with rebound
and percussion tenderness,
and guarding (a characteristic
‘drum-like’ tender abdomen)
– Pekak hepar menghilang
• Radiologic Findings
– Plain radiograph of abdomen
(AP)
• Air under diaphragm
37. Fisura Ani
38. Hemoroid
http://www.traumaburn.org/referring/fluid.shtml
Indikasi resusitasi cairan
• American Burn • Unit Luka Bakar RSCM
Association – LB derajat II > 10 % ( <
– LB derajat II > 10 % ( < 10 tahun / > 50 tahun ).
10 tahun / > 50 tahun ). – LB derajat II > 15% ( 10 –
– LB derajat II > 20 % ( 10 – 50 tahun )
50 tahun )
• Cairan RL 4cc x BB (Kg)x
% luas luka bakar
(Baxter) dibagi 8 jam
pertama dan 16 jam
berikutnya
http://emedicine.medscape.com/article/1277360
SOP Unit Pelayanan Khusus Luka Bakar RSUPNCM 2011
43. Breast Cancer
I T1N0
T1N1
IIA
T2N0 • Localized breast cancer
T2N1 – Surgery is mainstay
IIB
T3N0 – Halsted, 1882, radical
T1N2 mastectomy
T2N2 • John Hopkins
IIIA
T3N1
T3N2
• Metastatic breast
T4N0
cancer
IIIB T4N1
– Systemic treatment
T4N2
IIIC N3
IV M1
Mastectomy
Breast Sparing Surgery: Lumpectomy & Partial
Mastectomy
Lumpectomy vs. Mastectomy
/VENTRAL HERNIA
Tipe Hernia Definisi
•Congenital ~ indirect
•Acquired ~ direct or indirect
•Indirect Hernia
•has peritoneal sac
•lateral to epigastric vessels
•Direct Hernia
•usually no peritoneal sac
•through Hasselbach triangle,
medial to epigastric vessels
45. HYDROPNEUMOTHORAKS
• Akumulasi dari cairan dan
udara bebas pada rongga
pleura
• Menyebabkan tekanan
positif pada rongga
pekuraparu-paru
kolaps
• Karena trauma
Biasanya darah
hematopneumothorax
• X-RaysAir fluid
http://emedicine.medscape.com/article/ http://en.wikipedia.org/wiki/
HERNIA SKROTALIS
48. Ankle Sprain
Diagnosis
• History of trauma
• Swelling/discoloration
• Pain/tenderness
• Eversion restriction
• Anterior drawer test www.uwec.edu/kin/majors/AT/aidil/images
/Ankle.JPG
for ankle
• X-ray
Rehabilitation
• After 5 to7 days (after inflammation subside)
– start restoring motion to the hindfoot by turning
the heel in and out (Active Range of motion)
• After 60 to70 percent of the ankle’s normal
motion has returned
– begin strengthening exercises using a rubber tube
for resistance
• Balance is restored by standing on the injured
leg
Ankle Sprain Tx BIG-THREE
• PROTECTION (BRACE)
• STRENGTH EXERCISE
• PRIPRIOCEPTION TRAINING
49. Volume Perdarahan Fraktur Femur
• Anatomi Os Femur
– Terletak dekat dengan
pembuluh darah besar
(femoral artery)
• Perdarahan akibat
fraktur femur dapat
mencapai 1,500 ml per
femur
50. Pemeriksaan Penunjang Trauma Wajah
Schedel/AP view
soundnet.cs.princeton.edu
51. Posterior Hip
Dislocation
Gejala
• Nyeri lutut
• Nyeri pada sendi
panggul bag.
belakang
• Sulit
menggerakkan
ekstremitas
bawah
• Kaki terlihat
memendek dan
dalam posisi
fleksi, endorotasi
dan adduksi
Risk Factor
• Kecelakaan
• Improper seating
adjustment
• sudden break in
the car
netterimages.com
http://www.aaos.org/
Treatment
• Survei primer (ABC) selalu
didahulukan
• Setelah pasien stabil dan
diamankanperiksa
fraktur/dislokasi yang dialami
• Tatalaksana terpenting untuk
fraktur dan
dislokasiPembidaian,
terutama sebelum transport
Tatalaksana Definitif Dislokasi Sendi
Panggul: Reposisi
• Bila pasien tidak memiliki komplikasi lain:
– Berikan Anestetic atau sedative dan manipulasi
tulang sehingga kembali pada posisi yang
seharusnya reduction/reposisi
• Pada beberapa kasus, reduksi harus dilakukan
di OK dan diperlukan pembedahan
• Setelah tindakan, harus dilakukan
pemeriksaan radiologis ulang atau CT-scan
untuk mengetahui posisi dari sendi.
http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00352
Anterior reduction/reposition
Posterior reduction/reposition
52. Breast Mass Diagnostic Algorithm
I L M U
P E N YA K I T
M ATA
Vaughn DG, Oftalmologi Umum, ed.14
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
Ablasio Retina
• Anamnesis: • Funduskopi : adanya
– Riwayat trauma
robekan retina, retina
– Riwayat operasi mata
– Riwayat kondisi mata yang terangkat
sebelumnya (cth: uveitis, berwarna keabu-
perdarahan vitreus, miopia
berat) abuan, biasanya ada
– Durasi gejala visual & fibrosis vitreous atau
penurunan penglihatan fibrosis preretinal bila
• Gejala & Tanda:
– Fotopsia (kilatan cahaya)
ada traksi. Bila tidak
gejala awal yang sering ditemukan robekan
– Defek lapang pandang kemungkinan suatu
bertambah seiring waktu
– Floaters
ablasio
nonregmatogen
54. Perdarahan subkonjungtiva
• Perdarahan subkonjungtiva • Perdarahan
adalah perdarahan akibat subkonjungtiva akan
rupturnya pembuluh darah hilang atau diabsorpsi
dibawah lapisan konjungtiva dalam 1- 2 minggu
yaitu pembuluh darah tanpa diobati.
konjungtivalis atau episklera.
• Pengobatan penyakit
• Dapat terjadi secara spontan yang mendasari bila
atau akibat trauma. ada.
55. Dakrioadenitis
• Peradangan dari kelenjar • Gejala: nyeri, kemerahan, dan
lakrimalis gejala penekanan pada unilateral
• Kelenjar lakrimalis berada supratemporal orbita
di supratemporal orbita + • Tanda: Khemosis
lobus palpebral – Injeksi konjungtiva
• Patofisiologi masih belum – Sekret mukopurulent
dimengerti, diperkirakan – Kelopak merah
akibat ascending infection – Limfadenopati submandibular
kuman dari duktus – Bengkak pada 1/3 lateral kelopak
lakrimalis ke dalam kelenjar mata (S-shaped lid)
• Lobus palpebral biasanya – Proptosis
juga ikut terkena – Gangguan gerak bola mata
– Pembesaran kelenjar parotis
• Penyebab: mumps, EBV,
– Demam
stafilokokus, GO
– ISPA
– Malaise
DAKRIOSISTITIS – ANATOMI DUKTUS LAKRIMALIS
Tatalaksana
• Viral (paling sering) - Self-
limiting, tx suportif
(kompres hangat, NSAID
oral)
• Bacterial – 1st generation
cephalosporins
• Protozoa / fungal –
antiamoebic/ antifungal
• Inflammatory
(noninfectious) – cek
penyebab sistemik,
tatalaksana berdasarkan
penyebabnya.
56. DAKRIOSISTITIS
• Partial or complete obstruction of the nasolacrimal duct
with inflammation due to infection (Staphylococcus aureus
or Streptococcus B-hemolyticus), tumor, foreign bodies,
after trauma or due to granulomatous diseases.
• Clinical features : epiphora, acute, unilateral, painful
inflammation of lacrimal sac, pus from lacrimal punctum,
fever, general malaise, pain radiates to forehead and teeth
• Diagnosis : Anel test(+) :not dacryocystitis, probably skin
abcess; (-) or regurgitation (+) : dacryocystitis. Swab and
culture
• Treatment : Systemic and topical antibiotic, irrigation of
lacrimal sac, Dacryocystorhinotomy
• Evaluasi Sistem Lakrimal-Drainase Lakrimal :
• Uji Anel : Dengan melakukan uji anel, dapat diketahui apakah fungsi
dari bagian eksresi baik atau tidak.
• Cara melakukan uji anel :
– Lebarkan pungtum lakrimal dengan dilator pungtum
– Isi spuit dengan larutan garam fisiologis. Gunakan jarum lurus atau
bengkok tetapi tidak tajam
– Masukkan jarum ke dalam pungtum lakrimal dan suntikkan cairan melalui
pungtum lakrimal ke dalam saluran eksresi , ke rongga hidung
• Uji anel (+): terasa asin di tenggorok atau ada cairan yang masuk
hidung. Uji anel (-) jika tidak terasa asinberarti ada kelainan di
dalam saluran eksresi.
• Jika cairan keluar dari pungtum lakrimal superior, berarti ada obstruksi
di duktus nasolakrimalis. Jika cairan keluar lagi melalui pungtum
lakrimal inferior berarti obstruksi terdapat di ujung nasal kanalikuli
lakrimal inferior, maka coba lakukan uji anel pungtum lakrimal
superior.
http://emedicine.medscape.com/articl e/1206147
Ilyas, Sidarta., 2004. Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
59. Glaukoma
• Mekanisme : Gangguan aliran keluar humor akueus akibat
kelainan sitem drainase sudut kamera anterior (sudut
terbuka) atau gangguan akses humor akueus ke sistem
drainase (sudut tertutup)
• Pemeriksaan :
Tonometri : mengukur tekanan Intraokuler (TIO): perpalpasi,
dengan schiotz, atau cara lain spt anaplasi
Penilaian diskus optikus : pembesaran cekungan diskus optikus
dan pemucatan diskus
Lapang pandang: kampimetri/perimetri
Gonioskopi : menilai sudut kamera anterior sudut terbuka
atau sudut tertutup
• Pengobatan : menurunkan TIO obat-obatan
(asetazolamide, timolol, pilokarpin), terapi bedah atau laser
60-62. Konjungtivitis Alergi
• Allergic conjunctivitis may be divided into 5
major subcategories.
• Seasonal allergic conjunctivitis (SAC) and
perennial allergic conjunctivitis (PAC) are
commonly grouped together.
• Vernal keratoconjunctivitis (VKC), atopic
keratoconjunctivitis (AKC), and giant papillary
conjunctivitis (GPC) constitute the remaining
subtypes of allergic conjunctivitis.
Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis Atopi Konjungtivitis Vernal
• Nama lain: spring catarrh/ seasonal
• Biasanya ada riwayat atopi conjunctivitis/ warm weather conjunctivitis
• Gejala + Tanda: sensasi • Etiologi: reaksi hipersensitivitas bilateral (alergen
terbakar, sekret mukoid mata sulit diidentifikasi)
merah, fotofobia • Epidemiologi:
• Terdapat papila-papila halus – Dimulai pada masa prepubertal, bertahan selama
5-10 tahun sejak awitan
yang terutama ada di tarsus
– Laki-laki > perempuan
inferior
• Gejala & tanda:
• Jarang ditemukan papila – Rasa gatal yang hebat, dapat disertai fotofobia
raksasa – Sekret ropy
• Karena eksaserbasi datang – Riwayat alergi pada RPD/RPK
berulanga kali – Tampilan seperti susu pada konjungtiva
neovaskularisasi kornea, – Gambaran cobblestone (papila raksasa
sikatriks berpermukaan rata pada konjungtiva tarsal)
– Tanda Maxwell-Lyons (sekret menyerupai benang
& pseudomembran fibrinosa halus pada tarsal atas,
pada pajanan thdp panas)
– Bercak Trantas (bercak keputihan pada limbus saat
fase aktif penyakit)
– Dapat terjadi ulkus kornea superfisial
Tatalaksana Konjungtivitis Alergi
• Self-limiting • Jangka panjang & prevensi
sekunder:
• Akut: • Antihistamin topikal
• Steroid topikal (+sistemik • Stabilisator sel mast Sodium
kromolin 4%: sebagai pengganti
bila perlu), jangka steroid bila gejala sudah dapat
pendek mengurangi dikontrol
gatal (waspada efek • Tidur di ruangan yang sejuk
dengan AC
samping: glaukoma, • Siklosporin 2% topikal (kasus
katarak, dll.) berat & tidak responsif)
• Desensitisasi thdp antigen (belum
• Vasokonstriktor topikal
menunjukkan hasil baik)
• Kompres dingin & ice
pack
http://www.ivo.gr/files/items/1/145/51044.jpg
64. Post Partum Bloodshot Eye
• During delivery, women are told to push in order to
pass their baby through the vaginal canal and into the
world
• While pushes should be centered in the lower region of
the body, the pressure may feel like the same pushing
associated with a bowel movement.
• Out of embarrassment and extreme effort, some
women push with their face instead of their lower
body and this can cause the blood vessels in the eyes
to burst resulting in bloodshot eyes.
• Can be resolved in 1-2 weeks
65-66. HORDEOLUM
• Peradangan supuratif kelenjar kelopak mata • 2 bentuk :
• Infeksi staphylococcus pada kelenjar sebasea Hordeolum internum: infeksi kelenjar
• Gejala: kelopak bengkak dengan rasa sakit Meibom di dalam tarsus. Tampak
dan mengganjal, merah, nyeri bila ditekan, penonjolan ke daerah kulit kelopak, pus
ada pseudoptosis/ptosis akibat bertambah dapat keluar dari pangkal rambut
berat kelopak Hordeolum eksternum: infeksi kelenjar
• Gejala Zeiss atau Moll. Penonjolan terutama ke
– nampak adanya benjolan pada kelopak daerah konjungtiva tarsal. Ebih banyak
mata bagian atas atau bawah ditemukan
– berwarna kemerahan. • Pengobatan
– Pada hordeolum interna, benjolan akan – Self-limited dlm 1-2 mingu
nampak lebih jelas dengan membuka – Kompres hangat selama sekitar 10-15
kelopak mata. menit, 4x/hari
– Rasa mengganjal pada kelopak mata – Antibiotik topikal (salep, tetes mata),
– Nyeri takan dan makin nyeri saat misalnya: Gentamycin, Neomycin,
menunduk. Polimyxin B, Chloramphenicol
– Kadang mata berair dan peka terhadap – Jika tidak menunjukkan perbaikan :
sinar. Antibiotika oral (diminum), misalnya:
Ampisilin, Amoksisilin, Eritromisin,
Doxycyclin
– Insisi bila pus tidak dapat keluar
Gilmore B, Michael B. Treatment of Acute Migrain. AAFP Volume 83, Number 3 . 2011
Penatalaksanaan Migrain
• Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi
sensoris berlebihan.
• Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan
dikompres dingin
Pengobatan Abortif :
1. Analgesik spesifik analgesik khusus untuk nyeri kepala.
– Lebih bermanfaat untuk kasus yang berat atau respon buruk dengan NSAID.
Contoh: Ergotamin, Dihydroergotamin, dan golongan Triptan (agonis selektif
reseptor serotonin / 5-HT1)
– Ergotamin dan DHE migren sedang sampai berat apabila analgesik non
spesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi efek samping.
– Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi
ergotamin sebagai analgesik. Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak
terkendali, penyakit serebrovaskuler serta gagal ginjal.
IDI. Panduan praktik klinis bagia dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Ed I.2013
2. Analgesik non-spesifik
Yakni: analgesik yang dapat digunakan pada nyeri selain nyeri kepala
Respon terapi dalam 2 jam (nyeri kepala residual ringan atau hilang
dalam 2 jam)
• Aspirin 600-900 mg + metoclopramide
• Asetaminofen 1000 mg
• Ibuprofen 200-400 mg
Gangguan fobik Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi, antara lain:
hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan kematian.
Gangguan penyesuaian Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku dalam waktu <3 bulan
dari awitan stresor. Tidak berhubungan dengan duka cita akibat kematian orang
lain.
Gangguan cemas Ansietas berlebih terus menerus berlangsung setiap hari sampai bbrp minggu
menyeluruh disertai Kecemasan (khawatir akan nasib buruk), ketegangan motorik (gemetar,
sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas otonomik (sesak napas,
berkeringat, palpitasi, & gangguan gastrointestinal), kewaspadaan mental
(iritabilita).
PEDOMAN DIAGNOSIS
GANGGUAN CEMAS MENYELURUH (PPDGJ-III)
• Penderita harus menunjukan anxietas sebagai gejala primer yg
harus berlangsung setiap hari untuk beberapa minggu sampai
beberapa bulan.
Gangguan
bentuk pikir
Gangguan Gangguan
proses pikir isi pikir
Gangguan
arus pikir
Gangguan Bentuk Pikir
Jenis Karakteristik
Autistik Pikiran yang timbul dari fantasi, berokupasi pada sebuah ide.
Secara emosional terlepas dari orang lain.
Pikiran konkrit Pikiran terbatas pada satu dimensi arti, pasien mengartikan
kata/kalimat apa adanya, tidak mampu berpikir secara metafora.
Contoh: meja hijau = meja yang berwarna hijau.
Gangguan Isi Pikir
Jenis Karakteristik
Waham Keyakinan yang salah, tidak dapat dikoreksi, dihayati oleh penderita
sebagai hal yang nyata, tidak sesuai dengan sosiokultural di mana
penderita tinggal.
Obsesi Gagasan (ide), bayangan, atau impuls yang berulang dan persisten.
Kompulsi Perilaku/perbuatan berulang yang bersifat stereotipik, biasanya
menyertai obsesi.
Fobia Ketakutan irasional yang menetap dan tidak rasional terhadap suatu
objek, aktifitas, atau situasi spesifik yang menimbulkan keinginan yang
mendesak untuk menghindarinya.
Anosognosis Pasien menolak kenyataan bahwa ia mengalami gangguan fisik, hal ini
terjadi pada pasien yang mengalami luka/trauma dan kerusakan otak
yang luas. Contoh: penderita buta mengatakan bahwa ia dapat
melihat.
Gangguan Arus Pikir
Jenis Karakteristik
Neologisme Pembentukan kata-kata baru yang memiliki arti khusus bagi
penderita, sering terdapat pada pasien skizofrenia. Neologisme
dapat pula akibat halusinasi akustik sehingga sering merupakan
kata yang diulang
Sirkumstansial Gangguan asosiasi karena terlalu banyak ide yang disampaikan.
Pada umumnya pasien dapat mencapai tujuannya, tetapi harus
secara bertahap.
Tangensial Pembicaraan pasien terlepas sama sekali dari pokok pembicaraan
dan tidak kembali ke pokok pembicaraan tersebut, sehingga tujuan
tidak pernah tercapai
Asosiasi longgar Pasien berbicara dengan kalimat-kalimat yang tidak berhubungan,
namun masih dapat dimengerti.
Flight of ideas Melompat-lompat dari satu topik ke topik lain tanpa terputus,
dimana masih terdapat benang merah.
Inkoherensi/ asosiasi longgar yang berat, kata yang satu tidak berhubungan
word salad dengan kata yang lain.
83. Transexualism
• Merupakan suatu kelainan pengenalan
identitas jenis kelamin yang dicirikan dengan
keinginan untuk merubah jenis kelamin
• Faktor resiko terjadinya kelainan ini:
– Kedekatan yang berlebihan dengan ibu
– Ketidakadaan ayah
– Dinamika parenteral (ibu yang menginginkan anak
perempuan)
The Nature of Gender Identity
Disorder
• Clinical Overview
– Pasien merasa terjebak di tubuh yang salah
– Ingin mengganti identitas seksual namun bukan untuk
kepuasaan seksuall
• Causes are Unclear
– Timbul antara usia 18 bulan-3 tahun
• Operasi ganti kelamin terapi dari gangguan identitas
seksual
– Who is a candidate? – Some basic prerequisites before surgery
– 75% report satisfaction with new identity
– Female-to-male conversions adjust better than male-to-female
Fetishism and Transvestic Fetishism
• Fetishism
– Mendapatkan kepuasaan seksual dari benda-benda mati
(i.e., inanimate and/or tactile)
– Numerous targets of fetishistic arousal, fantasy, urges, and
desires
• Transvestic Fetishism
– Mendapatkan rangsangan seksual dengan memakai
pakaian dari lawan jenis
– Laki-laki yang mengalami gangguan ini biasa menunjukkan
perilaku yang lebih maskulin sebagai kompensasi
– Sebagian besar tidak didapatkan perilaku kompensasi
– Many are married and the behavior is known to spouse
Transvestic Fetishism
• Juga dikenal sebagai transvestism atau cross-dressing
• Karakteristik:
– Fantasi, kebutuhan (urges), atau perilaku yang melibatkan
memakai baju dari lawan jenis untuk mendapatkan rangsangan
atau kepuasaan seksual
• Tipikal pasien dengan transvestism laki-laki heteroseksual
yang mulai memakai baju lawan jenis saat anak-anak atau
remaja
• Sering salah diagnosis dengan gangguan identitas gender
(transsexualism)keduanya memiliki pola yang berbeda
• The development of the disorder seems to follow the
behavioral principles of operant conditioning
PPDGJ
88. Gangguan Cemas
• Kecemasan merupakan reaksi umum terhadap
stress.
• Menyimpang bila individu tidak dapat meredam
(merepresikan) rasa cemas tersebut dalam situasi
dimana kebanyakan orang mampu menanganinya
tanpa adanya kesulitan yang berarti.
• Gangguan kecemasan muncul bila rasa cemas
tersebut terus berlangsung lama, terjadi perubahan
perilaku, atau terjadinya perubahan metabolisme
tubuh.
ANSIETAS (GANGGUAN CEMAS)
Diagnosis Characteristic
Gangguan panik Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan datangnya
kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya provokasi dari
stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas dari gejala di antara serangan
panik.
Tanda fisis:Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang melebihi 1 jam.
Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.
Gangguan fobik Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi, antara lain:
hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan kematian.
Gangguan penyesuaian Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku dalam waktu <3 bulan
dari awitan stresor. Tidak berhubungan dengan duka cita akibat kematian orang
lain.
Gangguan cemas Ansietas berlebih terus menerus berlangsung setiap hari sampai bbrp minggu
menyeluruh disertai Kecemasan (khawatir akan nasib buruk), ketegangan motorik (gemetar,
sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas otonomik (sesak napas,
berkeringat, palpitasi, & gangguan gastrointestinal), kewaspadaan mental
(iritabilita).
Gejala umum gangguan • Gangguan Panik di ICD-10
cemas : (F41.0) termasuk dalam sub
kategori gangguan cemas
• Berdebar diiringi detak
lainnya (F41) dimana
jantung cepat manifestasi cemas merupakan
• Rasa sakit atau nyeri gejala utama, dan kejadiannya
pada dada tidak terbatas situasi tertentu.
• Gangguan panik sendiri
• Rasa sesak napas
didefinisikan sebagai serangan
• Berkeringat secara berulang dari kecemasan yang
berlebihan berat (panik) yang tidak
• Kehilangan gairah terbatas situasi atau keadaan
sekitar dan tidak dapat
seksual diprediksi. Dan disertai
• Gangguan tidur dengan gejala somatik seperti
• Tubuh gemetar gejala serangan panik.
• Diagnosis definitif dari • Obat AntiAnxietas
gangguan panik bila serangan
• Diazepam,
panik terjadi beberapa kali
alprazolam,
dalam waktu 1 bulan:
buspirone, sulpiride,
• Tanpa ada bukti bahaya di hydroxyzine,
sekitar bromazepam,
• Tidak terbatas pada situasi lorazepam,
yang telah diketahui atau chlordiazepoxide
yang dapat diduga
sebelumnya
• Dengan keadaan yang relatif
bebas dari gejala-gejala
anxietas pada periode antara
serangan-serangan panik
89. Neuropsikiatri Skizofrenia
• Hipotesis Mesolimbik
dopamin
– Peningkatan aktivitas
dopamin pada daerah
mesolimbikgejala
positif
– Berperan penting pada
kontrol emosi,
perilakuhalusinasi
pendengaran, waham
dan gangguan pikiran
• Hipotesis Mesokortikal Dopamin
• Hipotesis Mesokortikal Dopamin
• Penurunan aktivitas dopamin pada jalur ini akan menyebabkan gejala kognitif,
gejala negatif dan gejala afektif
• Terutama pada daerah korteks prefrontal
90. Gangguan Kepribadian
Gangguan Kepribadian Keterangan
Antisosial/ dissosial Gangguan kepribadian ini biasanya
menjadi perhatian disebabkan adanya
perbedaan yang besar antara perilaku dan
norma sosial yang berlaku, Ditandai:
• Sikap tidak perduli perasaan orang lain
• Dikap tidak bertanggung jawab, tidak
peduli aturan
• Tidak mampu memelihara suatu
hubungan
• Toleransi terhadap frustasi rendah
• Sangat cenderung menyalahkan orang
lain
Histrionik • Ekspresi emosi dibuat – buat seperti
bersandiwara (thetrically)
• Mudah dipengaruhi orang lain atau
suatu keadaan
• Keadaan afektif yang dangkal dan labil
• Ingin jadi pusat perhatian
Paranoid • Kepekaan berlebih terhadap kegagalan dan penolakan
• Kecenderungan untuk menyimpan dendam/ menolak
memaafkan
• Kecurigaan berulang tanpa dasar
• Preokupasi dengan penjelasan – penjelasan yang
bersekongkol dan tidak substantif
Skizoid • Sedikit aktifitas yang memberikan kesenangan
• Emosi dingin, afek mendatar atau tak perduli
• Tidak mempunyai teman dekat atau hubungan pribadi
yang akrab dan tidak ingin untuk menjali hubungan
seperti itu
PPDGJ
92. Gangguan Somatoform
Diagnosis Karakteristik
Gangguan somatisasi Banyak keluhan fisik (4 tempat nyeri, 2 GI tract, 1
seksual, 1 pseudoneurologis).
Hipokondriasis Keyakinan ada penyakit fisik.
PPDGJ
Bedanya dengan Psikosomatis, Gangguan
Konversi, Malingering, Factitious disorder
Kelainan Karakteristik
Psikosomatis Pada gangguan psikosomatis, ada keluhan dan ditemukan
keabnormalan pada pemeriksaan. Namun penyebabnya adalah
masalah psikis.
Gangguan Konversi Adanya satu atau beberapa gejala neurologis (misalnya buta, lumpuh
anestesi, amnesia, dll) yang tidak dapat dijelaskan dengan penjelasan
medis maupun neurologis yang ada.
Malingering Berpura-pura sakit atau melebih-lebihkan kondisi fisik yang sudah ada
sebelumnya dengan tujuan untuk mendapatkan kompensasi tertentu
(misalnya untuk mendapatkan cuti kerja).
Factitious disorder/ Berpura-pura sakit atau membuat dirinya sakit. Namun hal ini
Munchhausen dilakukan semata-mata untuk mendapatkan perhatian/ simpati dari
syndrome orang lain saja.
93. Delirium
• Deliriumkesadaran fluktuatif, ditandai dengan kesulitan memfokuskan,
mempertahankan, dan mengalihkan perhatian
• Pedoman diagnostik:
– Gangguan kesadaran & perhatian
– Gangguan kognitif (distorsi persepsi, halusinasi, hendaya daya pikir, daya
ingat, disorientasi)
– Gangguan psikomotor: hipo/hiperaktivitas
– Gangguan siklus tidur-bangun
– Gangguan emosional: depresi, ansietas, lekas marah
– Onset cepat, hilang timbul, kurang dari 6 bulan
• Penyebab:
– SSP: kejang (postictal)
– Metabolik: gangguan elektrolit, hipo/hiperglikemia
– Penyakit sistemik: infeksi, trauma, dehidrasi/ovehidrasi
– Obat-obatan
Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition.
Delirium
Delirium. Ondria C, Gleason MD., University of Oklahoma College of Medicine, Tulsa, Oklahoma. Am Fam
Physician. 2003 Mar 1;67(5):1027-1034.
Delirium
• Subtypes of Delirium
– Hyperactive subtype
may be agitated, disoriented, and delusional, and may
experience hallucinations. This presentation can be
confused with that of schizophrenia, agitated
dementia, or a psychotic disorder.
– Hypoactive subtype
Subdued, quietly confused, disoriented, & apathetic.
Delirium in these patients may go unrecognized or be
confused with depression or dementia.
– Mixed subtype
Fluctuating between the hyperactive &hypoactive.
Delirium. Ondria C, Gleason MD., University of Oklahoma College of Medicine, Tulsa, Oklahoma. Am Fam
Physician. 2003 Mar 1;67(5):1027-1034.
Diagnosis Banding Delirium
Delirium. Ondria C, Gleason MD., University of Oklahoma College of Medicine, Tulsa, Oklahoma. Am Fam
Physician. 2003 Mar 1;67(5):1027-1034.
94. Acute Psychotic
Delirium. Ondria C, Gleason MD., University of Oklahoma College of Medicine, Tulsa, Oklahoma. Am Fam
Physician. 2003 Mar 1;67(5):1027-1034.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3160230/
Buku ajar ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI edisi kelima
97-98. Pemeriksaan Dermatofitosis
D E R M ATO F I TA DOC
Tinea Kapitis • Griseofulvin: DOC untuk spesies Microsporum
• Terbinafin: DOC untuk spesies Trichophyton
Tinea barbae, tinea manuum, • Mengenai struktur kulit bagian dalam butuh terapi
Tinea korporis luas sistemik
• DOC: Terbinafin, itrakonazol, flukonazol
Tinea facialis, Tinea korporis, • Mengenai struktur kulit superfisial terapi topikal
tinea kruris, tinea pedis • DOC: grup alilamin (terbinafin, naftifin)
• Perbandingan
BRUGIA panjang:lebar kepala 2:1
M A L AY I • Inti tidak teratur
• Inti di ekor 2-5 buah
• Perbandingan
BRUGIA panjang:lebar kepala 3:1
TIMORI • Inti tidak teratur
• Inti di ekor 5-8 buah
Filariasis: Pemeriksaan dan Terapi
• Pemeriksaan penunjang:
– Deteksi mikrofilaria di darah
– Deteksi mikrofilaria di kiluria dan cairan hidrokel
– Antibodi filaria, eosinofilia
– Biopsi KGB
• Pengobatan:
– Tirah baring, elevasi tungkai, kompres
– Antihelmintik (ivermectin, DEC, albendazole)
– DEC: 6 mg/kgBB/hari selama 12 hari
– Ivermectin hanya membunuh mikrofilaria: 400 ug/kgBB SD/6 bln, atau /tahun
bila dikombinasi dengan DEC SD
– DEC + Albendazol 400 mg/tahun selama 5 tahun
– Suportif
– Pengobatan massal dengan albendazole + ivermectin (untuk endemik
Onchocerca volvulus) atau albendazole + DEC (untuk nonendemik
Onchocerca volvulus) guna mencegah transmisi
– Bedah (untuk kasus hidrokel/elefantiasis skrotal)
– Diet rendah lemak dalam kasus kiluria
Parasitologi Kedokteran, FKUI
100. Malaria
101. Gonorrhea
• Penyakit yang disebabkan infeksi Neisseria gonorrhoeae
• Masa tunas 2-5 hari
• Jenis infeksi:
– Pada pria: uretritis, tysonitis, parauretritis, littritis, cowperitis,
prostatitis, vesikulitis, funikulitis, epididimitis, trigonitis
– Gambaran uretritis: gatal, panas di uretra distal, disusul
disuria, polakisuria , keluar duh yang kadang disertai darah,
nyeri saat ereksi
– Pada wanita: uretritis, oarauretritis, servisitis, bartholinitis,
salpingitis, proktitis, orofaringitis, konjungtivitis (pada bayi
baru lahir), gonorrhea diseminata
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Gonorrhea
• Pemeriksaan:
– Sediaan langsung: diplokokus gram negatif
– Kultur: agar Thayer-Martin
Diagnosis Pilihan pengobatan
Uncomplicated gonococcal First line: Ceftriaxone (250 mg IM, single dose) or Cefixime
infection of the cervix, (400 mg PO, single dose)
urethra, pharynx, or rectum plus
Treatment for Chlamydia if chlamydial infection is not ruled
out: Azithromycin (1 g PO, single dose) or Doxycycline (100 mg
PO bid for 7 days)
Longo DL. Harrison’s principles of internal medicine, 18th ed. McGraw-Hill; 2012.
102. Erupsi akneiformis
103. Urinary Tract Infection (UTI)
Pathophysiology:
• Infection spreads from renal pelvis to renal cortex
• Kidney grossly edematous; localized abscesses in cortex
surface
• E. Coli responsible organism for 85% of acute
pyelonephritis; also Proteus, Klebsiella
Manifestations:
• Demam dan menggigil yang tiba-tiba
• Malaise
• muntah
• Nyeri pinggang
• Nyeri dan nyeri ketok Costovertebral
• Urinary frequency, dysuria
Mac Conkey Agar
• Selective medium that inhibits the
growth of Gram-positive
bacteria due to the presence of Lactose negative Lactose positive
crystal violet and bile salts Organisms Organisms
• Distinguishes those Gram-negative (Sulfide Indole Motility (Urease medium,
bacteria that can ferment the sugar medium, Oxidase Test) Citrate medium)
lactose (Lac+) from those that
cannot (Lac-).
• Lac+ bacteria such as Escherichia
coli, Enterobacter and Klebsiella will Pseudomonas
Escherichia coli
produce acid, which lowers the pH aeruginosa
of the agar below 6.8 and results in Urease (-), Citrate (-)
SIM (-), Oxidase (+)
the appearance of red/pink colonies
• Non-Lactose fermenting bacteria Proteus vulgaris Enterobacter aerogenes
such as Salmonella, Proteus
species, Pseudomonas SIM (+), Oxidase (-) Urease (-), Citrate (+)
aeruginosa and Shigella cannot
utilize lactose, and will Klebsiella pneumonia
use peptone instead Urease (+), Citrate (+)
E. coli
• Ada di GIT
• Patofisiologi:
– Infeksi endogen setelah menembus barier imun
– Sepsis dengan fokus infeksi pada traktus urinarius atau GIT,
merupakan bakteri gram negatif tersering penyebab sepsis
– Urinary tract infectionSebagian besar menginfeksi pasien
dalam komunitas, ditransmisikan dari GIT secara asenden,
beberapa serotipe menempel pada traktus urinarius
– Forms complex of numerous o-somatic, H- flagellar and K -
capsular antigens
• Kultur Media Mc Conkey
– Koloni merah muda memfermentasi laktosa,
menghasilkan gas hidrogen (H2)
104. Morbus Hansen
Treatment of leprosy during pregnancy and
lactation
• Leprosy is exacerbated during pregnancy, so it is important that
the standard multidrug therapy be continued during pregnancy.
• The Action Programme for the Elimination of Leprosy, WHO,
Geneva has stated that the standard MDT regimens are
considered safe, both for the mother and the child, and
therefore, should be continued unchanged during pregnancy.
• A small quantity of antileprosy drugs is excreted through breast
milk but there is no report of adverse effects as a result of this
except for mild skin discolouration of the infant due to
clofazimine.
• The single dose treatment for patients with single lesion
paucibacillary leprosy should be deferred until after delivery.
http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Jh2988e/10.html
105. DERMATITIS NUMULARIS
• Sinonim:
– Ekzem numular
– Ekzem diskoid
• Etiopatogenesis:
– Tidak diketahui : Multi Faktor
– Peningkatan koloni Staphylococcus & Micrococcus
• Mekanisme → Hipersensitifitas, infeksi oleh bakteri
• Dermatitis kontak ( nikel, krom, kobalt )
• Trauma fisik / kimiawi
• Kelembaban kurang → kulit kering
• Stres emosional
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Gejala Klinis
• >> pada laki-laki
– awitan 55 th – 65 th/ 15 th – 25 th
• Subjektif : gatal hebat
• Objektif
• Lesi awal: vesikel / papulovesikel bergabung:
Coin berbatas tegas, edematosa & eritematosa
– vesikel pecah: krusta kekuningan
– melebar: ukuran ± 5 cm
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
• Lesi lama : likenifikasi, skuama
• Predileksi : tungkai bawah, lengan
bawah, badan dan
punggung
tangan
• Distribusi : bilateral, simetris
• Jumlah : 1 atau lebih tersebar
• Ukuran : bervariasi milier – plakat
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Dermatitis Numularis
• Perjalanan Penyakit
– Papula, makula, vesikula bergabung menjadi
bulatan batas tegas, eritematosa vesikel
pecah eksudasi & krusta likenifikasi &
skuama
KHUSUS
• Sistemik : Antibiotika
Kortikosteroid
• Topikal : Kompres PK 1/10.000 (lesi basah)
Kortikosteroid (lesi kering)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Diagnosis Banding
106. Kandidosis
• Kandidosis: penyakit jamur bisa bersifat akut/subakut
disebabkan oleh genus Candida
• Klasifikasi
– Kandidosis mukosa: kandidosis oral, perleche, vulvovaginitis,
balanitis, mukokutan kronik, bronkopulmonar
– Kandidosis kutis: lokalisata, generalisata, paronikia & onikomikosis,
granulomatosa
– Kandidosis sistemik: endokarditis, meningitis, pyelonefritis,
septikemia
– Reaksi id (kandidid)
• Faktor
– Endogen: perubahan fisiologik (kehamilan, obesitas, iatrogenik,
DM, penyakit kronik), usia (orang tua & bayi), imunologik
– Eksogen: iklim panas, kelembaban tinggi, kebiasaan berendam
kaki, kontak dengan penderita
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Kandidosis kutis
• Bentuk klinis:
– Kandidosis intertriginosa: Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat
paha, intergluteal, lipat payudara, sela jari, glans penis, dan
umbilikus berupa bercak berbatas tegas, bersisik, basah,
eritematosa. Dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan
pustul-pustul kecil atau bula
– Kandidosis perianal: Lesi berupa maserasi seperti dermatofit
tipe basah
– Kandidosis kutis generalisata: Lesi terdapat pada glabrous skin.
Sering disertai glossitis, stomatitis, paronikia
• Pemeriksaan: KOH (selragi, blastospora, hifa semu), kultur
di agar Sabouraud
• Pengobatan: hindari faktor predisposisi, antifungal (gentian
violet 0,5-1%, nistatin, amfoterisin B, grup azole)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
107. Virulensi C. albicans
• Mannoprotein:
– Mempunyai sifat imunosupresif mempertinggi
pertahanan jamur terhadap imunitas hospes C.
albicans tidak hanya menempel, namun juga
melakukan penetrasi ke dalam mukosa.
• Tjampakasari, CR. Karakteristik Candida albicans. Cermin Dunia Kedokteran. 2006; 151: 33-36
• Fuberlin. Candida albicans Patogenicity. [Cited 2012 Jan 22].
108. Trikomoniasis
• Infeksi saluran urogenital bagian bawah oleh Trichomonas vaginalis,
bisa bersifat akut/kronik, penularan biasanya melalui hubungan
seksual (dapat juga melalui pakaian atau karena berenang)
• Gejala klinis:
– Pada wanita:
• Sekret vagina seropurulen berwana kekuningan, kuning-hijau, berbau tidak enak,
berbusa
• Dinding vagina kemerahan, terdapat abses yang tampak sebagai granulasi
berwarna merah (strawberry appearance), dispareunia, perdarahan pascakoitus,
perdarahan intermenstrual
– Pada laki-laki: gambaran klinis lebih ringan, mirip uretritis nongonore
• Pemeriksaan:
– Sediaan basah
– Pemeriksaan pewarnaan Giemsa
• Pengobatan:
– Topikal: cairan irigasi (H2O, asam laktat), supositoria/gel trikomoniasudal
– Sistemik: metronidazol (2 g single dose atau 500 mg x 7 hari), tinidazol
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Vaginal Discharge
Patologi Candida Trikomonas BV Gonorre Chlamydia
Flow across the septal defect doesn’t produce murmur because the pressure gap
between LA & RA is not significant
1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.
112. Patent Ductus Arteriosus
113. THALASSEMIA
• Penyakit genetik dgn supresi produksi hemoglobin karena defek
pada sintesis rantai globin (pada orang dewasa rantai globin terdiri
dari komponen alfa dan beta)
• Diturunkan secara autosomal resesif
• Secara fenotip: mayor (transfusion dependent), intermedia (gejala
klinis ringan, jarang butuh transfusi), minor/trait (asimtomatik)
• Secara genotip:
– Thalassemia beta (kromosom 11, kelainan berupa mutasi) yang
mayoritas ditemukan di Indonesia
• Tergantung tipe mutasi, bervariasi antara ringan (++, +) ke berat (0)
– Thalassemia alfa (Kromosom 16, kelainan berupa delesi)
• -thal 2 /silent carrier state: delesi 1 gen
• -thal 1 / -thal carrier: delesi 2 gen: anemia ringan
• Penyakit HbH: delesi 3 gen: anemia hemolitik sedang, splenomegali
• Hydrops foetalis / Hb Barts: delesi 4 gen, mati dalam kandungan
Penurunan genetik
thalassemia beta jika kedua
orang tua merupakan
thalassemia trait
NB: need
two genes
(one from
each parent)
to make
enough beta
globin
protein
chains.
PATHOPHYSIOLOGY OF THALASSEMIA
ANAMNESIS + TEMUAN KLINIS
• Pucat kronik
• Hepatosplenomegali
• Ikterik
• Perubahan penulangan
• Perubahan bentuk wajah
facies cooley
• Hiperpigmentasi kulit
akibat penimbunan besi
• Riwayat keluarga +
• Riwayat transfusi
• Ruang traube terisi
• Osteoporosis
• “Hair on end” pd foto
kepala
Diagnosis thalassemia
(cont’d)
• Pemeriksaan darah
– CBC: Hb , MCV , MCH , MCHC , Rt ,
RDW
– Apusan darah: mikrositik, hipokrom,
anisositosis, poikilositosis, sel target,
fragmented cell, normoblas +, nucleated
RBC, howell-Jelly body, basophilic
stippling
– Hiperbilirubinemia
– Tes Fungsi hati abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Tes fungsi tiroid abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Hiperglikemia (late findings krn overload
Fe)
– HbF , HbA2 n/, Tidak ditemukan HbA, thalassemia with target cells, hypochromia, Howell-Jolly
bodies, thrombocytosis, and nucleated RBCs.Image from
Hb abnormal (HbE, HbO, dll), Jenis Hb Stanley Schrier@ 2001 in ASH Image Bank 2001;
doi:10.1182/ashimagebank-2001-100208)
kualitatif
Hepatosplenomegali & Ikterik
Pucat
Hair on End
Manifestasi • mual, keram perut, kembung, Manifestasi tidak hanya pada sal.
klinis nyeri perut, flatus dan diare cerna, tetapi juga pada mukosa, kulit,
• gejala muncul dalam waktu 15 hingga saluran napas
menit hingga beberapa jam
setelah mengkonsumsi laktosa
Pemeriksaan •Analisis tinja : •Double blind placebo controlled food
Klinis •Metode klini test challenge (DBPCFC) gold standar
•Kromatografi tinja lebih banyak untuk riset
•pH tinja tinja bersifat • pemeriksaan lain yang resiko lebih
asam rendah namun memiliki efikasi yg
•Pemeriksaan radiologis lactosa- sama
barium meal • skin prick test, pengukuran
•Ekskresi galaktos pada urin antibodi IgE spesifik terhadap
•Uji hidrogen napas protein susu sapi, patch test
117. Jenis Susu Formula/ PASI
• PASI (Pengganti Air Susu Ibu) adalah alternatif terakhir bila memang ASI
tidak keluar, kurang atau karena sebab lainnya.
• PASI dapat dikelompokkan menjadi
1. susu formula awal (starting formula): Starting Formula biasanya
diberikan sejak lahir sebelum usia 6 bulan
2. susu lanjutan (Followup Formula): Followup Formula diberikan di atas
usia 6 bulan.
3. susu formula khusus (specific formula): Spesific formula merupakan
formula khusus yang diberikan pada bayi yang mengalami gangguan
malabsorbsi, alergi, intoleransi ataupun penyakit metabolik.
• susu hidrolisa protein ektensif
– termasuk yang paling aman karena komposisinya tanpa laktosa, mengandung banyak lemak
MCT (monochain trigliserida) dan protein susu yang lebih mudah dicerna.
– untuk penderita alergi susu sapi, alergi susu kedelai, malabsorspsi
• susu hidrolisat protein parsial: untuk bayi yang beresiko alergi atau untuk mencegah
gejala alergi agar tidak semakin memberat
• Susu formula khusus kedelai atau susu formula soya
– mengandung bahan dasar kedelai sebagai pengganti susu sapi.
• susu bebas atau rendah laktosa. Susu formula khusus ini digunakan untuk penderita
intoleransi laktosa
118. Pneumonia
• Tanda utama menurut WHO: fast breathing & lower chest indrawing
• Signs and symptoms :
– Non respiratory: fever, headache, fatigue, anorexia, lethargy, vomiting and
diarrhea, abdominal pain
– Respiratory: cough, chest pain, tachypnea , grunting, nasal flaring,
subcostal retraction (chest indrawing), cyanosis, crackles and rales (ronchi)
VERY SEVERE
PNEUMONIA
SEVERE PNEUMONIA
PNEUMONIA
bawah ke dalam atau memuntahkan
• Foto dada menunjukkan semuanya
infiltrat luas, konsolidasi • Kejang, letargis atau
tidak sadar
Selain itu bisa didapatkan pula • Sianosis
tanda berikut ini:
• Distres pernapasan
• takipnea berat
• Suara merintih (grunting)
pada bayi muda
• Pada auskultasi terdengar:
crackles (ronkii), Suara
pernapasan menurun, suara
napas bronkial
Kriteria rawat inap
Tatalaksana Pneumonia (WHO)
ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau
1. rawat jalan IM setiap 6 jam). Bila anak memberi respons yang
2. Kotrimoksasol (4 baik dlm 24-72 jam, lanjutkan selama 5 hari.
mg TMP/kg BB/kali) Selanjutnya dilanjutkan dgn amoksisilin PO (15
2 kali sehari selama mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari
3 hari atau berikutnya.
SEVERE-VERY SEVERE
PNEUMONIA
PNEUMONIA
Amoksisilin (25 Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam,
mg/kg BB/kali) 2 atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat
kali sehari selama 3 menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
hari. semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar,
sianosis, distres pernapasan berat) maka
ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM
atau IV setiap 8 jam).
Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat,
segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi
ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-
gentamisin. Sebagai alternatif, beri seftriakson
(80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter
nasofaringeal.
119. Glomerulonefritis akut
• Glomerulonefritis akut ditandai dengan edema, hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (sindrom nefritik) di mana
terjadi inflamasi pada glomerulus
• Acute poststreptococcal glomerulonephritis is the archetype of acute
GN
• GNA pasca streptokokus terjadi setelah infeksi GABHS nefritogenik →
deposit kompleks imun di glomerulus
• Diagnosis
– Anamnesis: Riwayat ISPA atau infeksi kulit 1-2 minggu sebelumnya,
hematuri nyata, kejang atau penurunan kesadaran, oliguri/anuri
– PF: Edema di kedua kelopak mata dan tungkai, hipertensi, lesi bekas
infeksi, gejala hipervolemia seperti gagal jantung atau edema paru
– Penunjang: Fungsi ginjal, komplemen C3, urinalisis, ASTO
• Terapi: Antibiotik (penisilin, eritromisin), antihipertensi, diuretik
http://emedicine.medscape.com/article/1001253-workup
122. Algoritme
Penanggulangan
dan Pencitraan
Anak dengan ISK
Tatalaksana UTI
• Tujuan : Memberantas kuman penyebab, mencegah dan menangani komplikasi dini, mencari
kelainan yang mendasari
• Umum (Suportif)
– Masukan cairan yang cukup
– Edukasi untuk tidak menahan berkemih
– Menjaga kebersihan daerah perineum dan periurethra
– Hindari konstipasi
• Khusus
– Sebelum ada hasil biakan urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empirik
selama 7-10 hari
– Obat rawat jalan : kotrimoksazol oral 24 mg/kgBB setiap 12 jam, alternatif ampisilin,
amoksisilin, kecuali jika :
• Terdapat demam tinggi dan gangguan sistemik
• Terdapat tanda pyelonefritis (nyeri pinggang/bengkak)
• Pada bayi muda
– Jika respon klinis kurang baik, atau kondisi anak memburuk berikan gentamisin (7.5
mg/kg IV sekali sehari) + ampisilin (50 mg/kg IV setiap 6 jam) atau sefalosporin gen-3
parenteral
– Antibiotik profilaksis diberikan pada ISK simpleks berulang, pielonefritis akut, ISK pada
neonatus, atau ISK kompleks (disertai kelainan anatomis atau fungsional)
– Pertimbangkan komplikasi pielonefritis atau sepsis
123. Skoring Tuberkulosis pada Anak
Kriteria Keterangan di soal Nilai
Kontak TB Kontak TB BTA (+) 3
Uji tuberkulin
Demam > 2 1 bulan 1
minggu
Batuk > 3 1 bulan 1
minggu
Kelainan sendi + - 0
tulang
Foto rontgen - 0
Pembesaran -
KGB
Status gizi BB turun tapi status 0
gizi tidak diketahui di
soal
JUMLAH 5
124. Pemberian Vaksin BCG
• Vaksin BCG diberikan pada umur <3 bulan, sebaiknya pada anak
dengan uji Mantoux (tuberkulin) negatif.
• Efek proteksi timbul 8–12 minggu setelah penyuntikan.
• Vaksin BCG diberikan secara intradermal 0,10 ml untuk anak, 0,05 ml
untuk bayi baru lahir.
• Diberikan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas pada insersio
M.deltoideus
• Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif pada umur lebih
dari 3 bulan.
• Pada bayi yang kontak erat dengan pasien TB dengan bakteri tahan
asam (BTA) +3 sebaiknya diberikan INH profilaksis dulu, apabila
pasien kontak sudah tenang bayi dapat diberi BCG.
125. Enkopresis
• involuntary discharge of feces (ie, • Diagnostic criteria (DSM 5):
fecal incontinence) – Repeated passage of feces into
• divided into 2 subtypes: encopresis inappropriate places, whether
with constipation (retentive involuntary or intentional
encopresis) and encopresis without – One such event occurs each
constipation (non retentive month for at least 3 months
encopresis)
– Occurs in children at least age
• Signs and symptoms 4 years (or of equivalent
– History of constipation or painful developmental level)
defecation (~80-95% of children
with encopresis) – The behavior is not attributable
– Inability to differentiate passing
to the physiologic effects of a
gas and passing feces in substance or another medical
underwear condition except through a
– Soiling episodes usually occurring mechanism involving
during the daytime (soiling during constipation
sleep is uncommon)
– With retentive encopresis,
intermittent passage of extremely
large bowel movements
progressive
rectal Soft or
distention liquid
and stool
Chronic con
stretching eventually
stipation du the child no longer
of both the leaks
e to habituates senses the
internal
irregular
anal
to chronic normal around
and rectal urge to the
sphincter
incomplete distention defecate retained
and the
evacuation fecal mass
external
anal —> fecal
sphincter soiling.
(EAS)
Konstipasi
Enuresis
• Eneuresis: mengompol
• Diagnostic criteria:
– Repeated voiding of urine into bed or clothes, whether
involuntary or intentional
– The behavior either (a) occurs at least twice a week for
at least 3 consecutive months or (b) results in clinically
significant distress or social, functional, or academic
impairment
– The behavior occurs in a child who is at least 5 years
old (or has reached the equivalent developmental
level)
– The behavior cannot be attributed to the physiologic
effects of a substance or other medical condition
126. Penyebab ikterik ec. Anemia Hemolisis
pada neonatus
Penyakit Keterangan
Inkompatibilitas ABO Adanya aglutinin ibu yang bersirkulasi di darah anak
terhadap aglutinogen ABO anak. Ibu dengan golongan darah
O, memproduksi antibodi IgG Anti-A/B terhadap gol. darah
anak (golongan darah A atau B). Biasanya terjadi pada anak
pertama. Pemeriksaan: Coomb’s Test
Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. Dept IKA RSCM. 2007
129. Dehidrasi pada anak dgn diare
akut
130. Hipoglikemia pada Neonatus
• Hipoglikemia adalah kondisi bayi • Insulin dalam aliran darah fetus
dengan kadar glukosa darah <45 mg/dl tidak bergantung dari insulin ibu,
(2.6 mmol/L), baik bergejala atau tidak tetapi dihasilkan sendiri oleh
• Hipoglikemia berat (<25 mg/dl) dapat pankreas bayi
menyebabkan palsi serebral, retardasi • Pada Ibu DM terjadi hiperglikemia
mental, dan lain-lain dalam peredaran darah
• Etiologi uteroplasental bayi mengatasinya
– Peningkatan pemakaian glukosa melalui hiperplasia sel B langerhans
(hiperinsulin): Neonatus dari ibu yang menghasilkan insulin insulin
tinggi
DM, Besar masa kehamilan,
eritroblastosis fetalis • Begitu lahir, aliran glukosa yang
– Penurunan produksi/simpanan menyebabkan hiperglikemia tidak
glukosa: Prematur, IUGR, asupan ada, sedangkan insulin bayi tetap
tidak adekuat tinggi hipoglikemia
– Peningkatan pemakaian glukosa:
stres perinatal (sepsis, syok,
asfiksia, hipotermia), defek
metabolisme karbohidrat, defisiensi
endokrin, dsb
Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010
Diagnosis
– Anamnesis: tremor, iritabilitas, kejang/koma, letargi/apatis, sulit menyusui,
apneu, sianosis, menangis lemah/melengking
– PF: BBL >4000 gram, lemas/letargi/kejang beberapa saat sesudah lahir
– Penunjang: Pemeriksaan glukosa darah baik strip maupun darah vena, reduksi
urin, elektrolit darah
PPM IDAI jilid 1
131. Osteomielitis hematogen akut
• Osteomyelitis is strictly defined as any form of inflammation involving
bone and/or bone marrow, but it is almost exclusively the result of
infection.
• unlike the infection in adults, osteomyelitis in children is generally of
hematogenous origin and is most often acute
• Acute hematogenous osteomyelitis typically arises in the metaphysis of
long tubular bones, with approximately two-thirds of all cases involving
the femur, tibia or humerus
• Bacterial pathogens:
– S. aureus is the pre-eminent pathogen and is responsible for 70–90% of AHO
infections in children
– Other etiological agents, include Streptococcus pyogenes, Streptococcus
pneumoniae, Group B streptococci (in infants), coagulase-negative
staphylococci (especially in implant-associated infections), Kingella kingae,
enteric Gram-negative bacilli (especially Salmonella spp.
Osteomielitis hematogen akut
• Sign + symptoms
– Most children and adolescents with AHO present with a history of bone pain
for several days.
– The hallmark of AHO pain is its constant nature, with the level of pain
increasing gradually.
– Pain generally leads to restricted use of the involved limb.
– As the sites most often involved are the long bones of the lower limbs,
children frequently present with a limp.
– In all cases, localized bone pain and fever should raise the clinical suspicion of
AHO.
– The classic signs of inflammation (redness, warmth and swelling) do not
appear unless the infection has progressed through the metaphyseal cortex
into the subperiosteal space.
• Laboratory
– Elevated erythrocyte sedimentation rate (ESR), elevated C-reactive protein
(CRP) and leukocytosis
132. Status Gizi
• Berat Badan/Umur
– Parameter pertumbuhan yang paling sederhana, mudah
diukur dan diulang, dan merupakan indeks untuk status
nutrisi sesaat
• Tinggi Badan/Umur
– Memberikan informasi bermakna (menggambarkan status
nutrisi dan pertumbuhan fisik) apabila dikaitkan dengan
hasil pengukuran BB
• Berat Badan/Tinggi Badan
– Untuk penilaian status nutrisi, mencerminkan proporsi
tubuh serta dapat membedakan antara wasting dan stunting
atau perawakan pendek
Pemantauan Pertumbuhan
Interpretasi Pengukuran TB/U Interpretasi Pengukuran BB/U
• Z Score • Z Score
– > 2 SD : Memiliki masalah
– >2 SD : Tergolong sangat tinggi.
pertumbuhan, lebih baik dinilai
Rujuk anak jika dicurigai adanya
dari pengukuran berat terhadap
gangguan endokrin (tinggi tidak
tinggi atau BMI/U
sesuai perkiraan tinggi kedua
orang tua, atau cenderung terus – 2 sd (-2) SD : Normal
meningkat) – <-2 SD : Underweight
– 2 sd (-2) SD : Normal – <-3 SD : Severly underweight
– <-2 SD : Stunted • CDC-NCHS
– <-3 SD : Severly stunted – >120% : Gizi lebih
• CDC-NCHS – 80-120% : Gizi baik
– 90-110% : Baik/normal – 60-80% : Gizi kurang, buruk
– 70-89% : Tinggi kurang dengan edema
– <70% : Tinggi sangat kurang – <60% : Gizi buruk
• Hipertensi Kronik
• Hipertensi Gestasional
• Pre Eklampsia Ringan
• Pre Eklampsia Berat
• Superimposed Pre Eklampsia
• HELLP Syndrome
• Eklampsia
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik
• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum
kehamilan dan menetap setelah persalinan
• Diagnosis
– Tekanan darah ≥140/90 mmHg
– Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau
diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20
minggu
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata,
jantung, dan ginjal
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik: Tatalaksana
• Sebelum hamil sudah diterapi & terkontrol baik, lanjutkan pengobatan
• Suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia
kehamilan 20 minggu
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Gestasional
• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan
menghilang setelah persalinan
• Diagnosis
– TD ≥140/90 mmHg
– Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di
usia kehamilan <12 minggu
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati dan
trombositopenia
• Tatalaksana Umum
– Pantau TD, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu.
– Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan
– Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat,
rawat untuk penilaian kesehatan janin.
– Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan
eklampsia.
– Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia
• Preeklampsia Ringan
– Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam
• Preeklampsia Berat
– Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥2+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam; atau disertai
keterlibatan organ lain:
• Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
• Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
• Sakit kepala , skotoma penglihatan
• Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
• Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
• Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia
• Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik
– Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum
usia kehamilan 20 minggu)
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau
trombosit <100.000 sel/uL pada usia kehamilan > 20
minggu
• Eklampsia
– Kejang umum dan/atau koma
– Ada tanda dan gejala preeklampsia
– Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subarakhnoid, dan meningitis)
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana
• Tatalaksana umum
– Semua ibu dengan preeklampsia maupun eklampsia harus dirawat masuk
rumah sakit
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana
• Antihipertensi
– Ibu dengan HT berat perlu mendapat terapi anti HT
– Ibu dengan terapi anti HT saat antenatal lanjutkan hingga
persalinan
– Anti HT dianjurkan untuk HT berat pasca persalinan
– DOC: nifedipin, nikardipin, dan metildopa
– Kontra Indikasi: ARB inhibitor, ACE inhibitor dan klortiazid
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana Khusus
• Edema paru
– Edema paru: sesak napas, hipertensi, batuk berbusa, ronki basah
halus pada basal paru pada ibu dengan PEB
– Tatalaksana
• Posisikan ibu dalam posisi tegak
• Oksigen
• Furosemide 40 mg IV
• Bila produksi urin masih rendah (<30 ml/jam dalam 4 jam) pemberian
furosemid dapat diulang.
• Ukur Keseimbangan cairan. Batasi cairan yang masuk
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Kejang
• Pencegahan dan Tatalaksana Kejang
– Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD
• MgSO4
– Eklampsia untuk tatalaksana kejang
– PEB pencegahan kejang
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
• Syarat pemberian MgSO4: Terdapat refleks patella, tersedia
kalsium glukonas, napas> 16x/menit, dan jumlah urin
minimal 0,5 ml/kgBB/jam
136.Kehamilan Ektopik
Kehamilan Ektopik
• Kehamilan ektopik yang mengalami ruptur disebut KET.
• Nyeri goyang serviks ditemukan pada ¾ wanita dengan
kehamilan tuba yang ruptur.
• Manifestasi klinis lain adalah adanya perdarahan per vaginam
yang dapatmenimbulkan penonjolan cavum Douglas, kesadaran
menurun, pucat, hipotensi, hipovolemia, nyeri abdomen, dan
serviks tertutup.
• Penegakkan diagnosis dibantu dengan pemeriksaan USG.
• Faktor predisposisi adalah adanya riwayat kehamilan ektopik,
operasi di daerah tuba, penggunaan AKDR, merokok, infertilitis,
riwaya abortus, dan riwayat persalinan sectio caesarea
137. Menentukan Usia Kehamilan dan Hari
Perkiraan Persalinan
• Gerakan Fetus
– Dirasakan saat usia kehamilan mencapai 16
minggu (tidak akurat)
• Palpasi Abdomen
– Palpasi abdomen dapat menggunakan :
1. Rumus Bartholomew
2. Rumus Mc Donald
3. Palpasi Leopold (letak janin, bukan menentukan usia)
138. Metritis
• Metritis adalah infeksi uterus pasca persalinan.
Keterlambatan terapi metritis dapat menyebabkan abses,
peritonitis, syok, trombosis vena, emboli paru, infeksi
panggul kronik, sumbatan tuba, dan infertilitas.
• Faktor predisposisi adalah kurangnya higiene pasien,
nutrisi, dan tindakan aseptik saat melakukan tindakan.
• Manifestasi klinis yang didapatkan adalah demam di atas
380C dapat disertai menggigil, nyeri perut bawah, lokia
berbau dan purulen, nyeri tekan uterus, subinvolusi
uterus, dan dapat disertai perdarahan per vaginam
hingga syok
Pemeriksaan Penunjang Metritis
• Definisi Fungsional
– Setiap kehilangan darah yang memiliki potensial untuk
menyebabkan gangguan hemodinamik
• Insidens
– 5% dari semua persalinan
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
G E J A L A D A N TA N D A G E J A L A & TA N D A Y A N G DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG ADA
• Uterus tidak berkontraksi dan lembek • Syok Atonia uteri
• Perdarahan setelah anak lahir (perdarahan
pascapersalinan primer)
• Plasenta belum lahir setelah 30 menit • Tali pusat putus akibat traksi Retensio plasenta
• Perdarahan segera (P3) berlebihan
• Uterus kontraksi baik • Inversio uteri akibat tarikan
• Perdarahan lanjutan
• Plasenta atau sebagian selaput (mengandung • Uterus berkontaksi tetapi tinggi Tertinggalnya
pembuluh darah) tidak lengkap • fundus tidak berkurang sebagian plasenta
• Perdarahan segera • (kontraksi hilang-timbul)
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
GEJALA DAN
G E J A L A D A N TA N D A TA N D A YA N G
DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG
ADA
• Uterus tidak teraba • Syok neurogenik Inversio uteri
• Lumen vagina terisi massa • Pucat dan limbung
• Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)
• Perdarahan segera
• Nyeri sedikit atau berat
2 komponen utama:
1. Tatalaksana
perdarahan
obstetrik dan
kemungkinan syok
hipovolemik
2. Identifikasi dan
tatalaksana
penyebab utama
Hemorrhagia Post Partum: Inversio Uteri
• Etiologi
– Tonus otot rahim lemah
– Tekanan/tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan
dengan tangan, tarikan pada tali pusat)
– Kanalis servikalis yang longgar
• Jenis
– Complete: fundus uteri terdapat dalam vagina dengan selaput
lendirnya berada diluar
– Incomplete: fundus hanya menekuk ke dalam dan tidak keluar
ostium uteri
• Bila uterus yang berputar balik keluar dari vulva: inversio prolaps
Hemorrhagia Post Partum: Inversio Uteri
• Gejala
– Syok
– Fundus uteri tidak teraba/ teraba lekukan
– Kadang tampak massa merah di vulva atau teraba massa dalam
vagina dengan permukaan kasar
– Perdarahan
• Terapi
– Atasi syok
– Reposisi dalam anestesi
– Bila plasenta belum lepas: reposisi uterus baru dilepaskan karena
dapat memicu perdarahan >>
142. Kala Persalinan
PERSALINAN dipengaruhi 3 • PEMBAGIAN FASE / KALA
FAKTOR “P” UTAMA PERSALINAN
1. Power Kala 1
His (kontraksi ritmis otot polos Pematangan dan pembukaan
uterus), kekuatan mengejan ibu, serviks sampai lengkap (kala
keadaan kardiovaskular respirasi pembukaan)
metabolik ibu. Kala 2
2. Passage Pengeluaran bayi (kala
Keadaan jalan lahir pengeluaran)
Kala 3
3. Passanger Pengeluaran plasenta (kala uri)
Keadaan janin (letak, presentasi, Kala 4
ukuran/berat janin, ada/tidak Masa 1 jam setelah partus,
kelainan anatomik mayor) terutama untuk observasi
(++ faktor2 “P” lainnya :
psychology, physician, position)
Kala Persalinan: Sifat HIS
Kala 1 awal (fase laten)
• Tiap 10 menit, amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik. Serviks terbuka sampai 3 cm
• Frekuensi dan amplitudo terus meningkat
Kala 2
• Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit.
• Refleks mengejan akibat stimulasi tekanan bagian terbawah menekan anus dan rektum
Kala 3
• Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun.
Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap
menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
Kala Persalinan: Kala I
Fase Laten
• Pembukaan sampai mencapai 3 cm (8 jam)
Fase Aktif
• Pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung
sekitar 6 jam
• Fase aktif terbagi atas :
1. Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4
cm.
2. Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm
sampai 9 cm.
3. Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai
lengkap (+ 10 cm).
Kala Persalinan: Kala II
• Dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi
• Bagian placenta yang nampak dalam vulva: permukaan foetal tidak ada
perdarahan sebelum placenta lahir atau sekurang-kurangnya terlepas
seluruhnya plasenta terputar balik darah sekonyong-konyong mengalir.
143. Infeksi Saluran Kemih pada
Kehamilan
• Merupakan kasus infeksi bakterial tersering pada kehamilan.
• Perubahan fisiologis kehamilan menyebabkan meningkatnya
risiko stasis urin dan refluks vesikoureteral. Dengan ukuran
uretra yang pendek dan perut membesar memberikan
tantangan tersendiri pada higiene dan sanitasi.
• Prinsip tatalaksana ISK pada kehamilan: pemberian
antibiotik, rehidrasi, rawat inap bila terdapat komplikasi.
• Tatalaksana ISK: higiene sanitasi pada saat sehabis buang air
kecil, antibiotik (ampisilin 4x500mg, nitrofurantoin 2x100 mg
(tdk pada trimester 2&3), sulfisoxazole 4x1 gram, selama 10-
14 hari)
144. Abortus
• Definisi: Ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan pada kehamilan < 20 minggu atau berat janin < 500 gram
• Klasifikasi:
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
PERDARAHA BESAR
DIAGNOSIS SERVIKS GEJALA LAIN
N UTERUS
• Tes kehamilan +
Sesuai usia
Abortus imminens Sedikit-sedang Tertutup lunak • Nyeri perut
kehamilan
• Uterus lunak
• Evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila
kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat
• Pemeriksaan PA jaringan
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
145. Ekstraksi Vakum
• Indikasi: Kala II memanjang, ibu tidak memiliki tenaga untuk
meneran, dan terdapat kontraindikasi medis bagi ibu untuk
meneran.
• Kontraindikasi: didapatkan kelainan anatomi pada bayi,
cephalopelvic disproportion, malpresentasi fetal, selapit
amnion belum pecah.
• Syarat: Letak bayi harus berada di hodge III-IV, pembukaan
lengkap, janin cukup bulan, presentasi kepala
• Komplikasi: perdarahan intrakranial, edema skalp,
sefalhematoma, aberasi, dan laserasi kulit kepala pada janin,
laserasi perineum, laserasi anal, maupun laserasi jalan lahir
pada ibu.
146. Hipertensi pada Kehamilan:
Patofisiologi
Faktor Risiko
– Kehamilan pertama
– Kehamilan dengan vili
korionik tinggi (kembar
atau mola)
– Memiliki penyakit KV
sebelumnya
– Terdapat riwayat
genetik hipertensi
dalam kehamilan
• Hipertensi Kronik
• Hipertensi Gestasional
• Pre Eklampsia Ringan
• Pre Eklampsia Berat
• Superimposed Pre Eklampsia
• HELLP Syndrome
• Eklampsia
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik
• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum
kehamilan dan menetap setelah persalinan
• Diagnosis
– Tekanan darah ≥140/90 mmHg
– Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau
diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20
minggu
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata,
jantung, dan ginjal
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik: Tatalaksana
• Sebelum hamil sudah diterapi & terkontrol baik, lanjutkan pengobatan
• Suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia
kehamilan 20 minggu
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Gestasional
• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan
menghilang setelah persalinan
• Diagnosis
– TD ≥140/90 mmHg
– Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di
usia kehamilan <12 minggu
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati dan
trombositopenia
• Tatalaksana Umum
– Pantau TD, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu.
– Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan
– Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat,
rawat untuk penilaian kesehatan janin.
– Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan
eklampsia.
– Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia
• Preeklampsia Ringan
– Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam
• Preeklampsia Berat
– Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥2+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam; atau disertai
keterlibatan organ lain:
• Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
• Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
• Sakit kepala , skotoma penglihatan
• Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
• Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
• Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia
• Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik
– Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum
usia kehamilan 20 minggu)
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau
trombosit <100.000 sel/uL pada usia kehamilan > 20
minggu
• Eklampsia
– Kejang umum dan/atau koma
– Ada tanda dan gejala preeklampsia
– Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subarakhnoid, dan meningitis)
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
147. Menopause
• Klimakterium adalah masa yang bermula dari akhir masa reproduksi
sampai awal masa senium dan terjadi pada wanita berumur 40-65
tahun.
• Masa-masa klimakterium:
– Pramenopause
– Perimenopause: fase peralihan antara pramenopause dan paska
menopause.
– Menopause adalah henti haid seorang wanita.
– Pasca menopause
.
• Diagnosis menopause ditegakkan setelah 12 bulan amenorea
• Premenopause
• Pada akhir premenopause: respon ovarium terhadap FSH << kadar estrogen mulai <<
• Perimenopause
• Kadar estrogen menurun drastis gejala premenopause: hot flashes, vagina kering,
keringat malam, dan libido <<
• Menopause
• Gejala: hot flashes, keringat malam, vagina kering, mood swing, libido <<, BB >>, nyeri
kepala, keriput, depresi, menstruasi tidak teratur/berhenti
http://www.menopause-faq.com/premenopause-signs-and-symptoms.htm
Perubahan pada Menopause
• Efek penurunan hormon gonadal
– Estrogen << epitelium vagina menjadi memerah karena epitel menipis dan kapiler
lebih terlihat atrofi epitel vagina vagina memucat dan rugae << dispareunia
– Uterus mengecil
– Efek urogenital: << pH urin perubahan flora bakteri keputihan yang berbau dan
gatal
• Marker Menopause
– >> FSH (penanda kegagalan ovarium) dan << estradiol dan inhibin
• Perubahan Endometrium
– Kearah atrofi, tidak ada fase sekretorik
– Hiperplasia endometrial: akibat hipertimulasi estrogen dari luar atau HRT ketebalan
endometrium via USG > 5 mm
• Osteoporosis
148. Trichomonas Vaginalis
• Definisi Fungsional
– Setiap kehilangan darah yang memiliki potensial untuk
menyebabkan gangguan hemodinamik
• Insidens
– 5% dari semua persalinan
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
G E J A L A D A N TA N D A G E J A L A & TA N D A Y A N G DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG ADA
• Uterus tidak berkontraksi dan lembek • Syok Atonia uteri
• Perdarahan setelah anak lahir (perdarahan
pascapersalinan primer)
• Plasenta belum lahir setelah 30 menit • Tali pusat putus akibat traksi Retensio plasenta
• Perdarahan segera (P3) berlebihan
• Uterus kontraksi baik • Inversio uteri akibat tarikan
• Perdarahan lanjutan
• Plasenta atau sebagian selaput (mengandung • Uterus berkontaksi tetapi tinggi Tertinggalnya
pembuluh darah) tidak lengkap • fundus tidak berkurang sebagian plasenta
• Perdarahan segera • (kontraksi hilang-timbul)
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
GEJALA DAN
G E J A L A D A N TA N D A TA N D A YA N G
DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG
ADA
• Uterus tidak teraba • Syok neurogenik Inversio uteri
• Lumen vagina terisi massa • Pucat dan limbung
• Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)
• Perdarahan segera
• Nyeri sedikit atau berat
2 komponen utama:
1. Tatalaksana
perdarahan
obstetrik dan
kemungkinan syok
hipovolemik
2. Identifikasi dan
tatalaksana
penyebab utama
Tatalaksana Umum
• Nilai tanda vital pasien, bila terdapat syok segera lakukan
tatalaksana syok.
• Berikan oksigen
• Pasang infus intravena dengan kanula besar dan berikan
kristaloid.
• Jika fasilitas tersedia, lakukan pemeriksaan darah
lengkap, golongan darah, dan profil hemostasis.
• Evaluasi tanda vital
• Lakukan pemeriksaan abdomen, jalan lahir, kelengkapan
plasenta untuk mencari penyebab perdarahan.
150. Kondiloma Akuminata
• Ialah vegetasi oleh human papilloma virus, bertangkai, dan
permukaannya berjonjot
• Merupakan penyakit akibat hubungan seksual. Biasanya
disebabkan oleh serotipe 6 dan 11
• Serotipe 16 dan 18 memiliki asosiasi terhadap keganasan cervix
• Tempat predileksi
– Pria: di perineum, sekitar anus, glans penis, muara uretra
eksterna, korpus, pangkal penis.
– Wanita: di vulva,introitus vagina
• Vegetasi yang bertangkai dan berwarna kemerahan (lesi baru)
dan kehitaman bila telah lama. Permukaannya berjonjot
• Manifestasi klinis: adanya benjolan yang tidak nyeri, perdarahan
pada saat berhubungan badan.
Tatalaksana Kondiloma Akuminata
• Kemoterapi :
– Podofilin 25%
– Asam triklorasetat
– Podofilox
• Elektrokauterisasi (bedah listrik)
• Bedah beku
• Bedah skalpel
• Laser karbondioksida
• Interferon
• Imunoterapi
151. Kontrasepsi Pil KB
• Pil KB sebaiknya dikonsumsi setiap hari pada saat yang sama
• Pil pertama dimulai pada hari pertama sampai hari ke tujuh
siklus haid (dianjurkan diminum pada hari pertama).
• Aturan Pil lupa. Bila lupa minum 1 pil, setelah ingat segera
minum 2 pil pada hari yang sama. Bila lupa minum 2 pil
sebaiknya minum 2 pil sampai 2 hari kemudian gunakan
metode kontrasepsi lain atau tidak melakukan hubungan
seksual sampai pil habis.
• Untuk pasien post partum yang tidak menyusui sebaiknya
diminum 3 minggu setelah post partum atau menunggu haid.
• Untuk pasien post partum yang menyusui sama dengan
aturan umum maupun aturan lupa.
Sumber: Buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi; mayoclinic.com/health/best-birth-control-
pill/MY00996/rss=1
152. Kala Persalinan
PERSALINAN dipengaruhi 3 • PEMBAGIAN FASE / KALA
FAKTOR “P” UTAMA PERSALINAN
1. Power Kala 1
His (kontraksi ritmis otot polos Pematangan dan pembukaan
uterus), kekuatan mengejan ibu, serviks sampai lengkap (kala
keadaan kardiovaskular respirasi pembukaan)
metabolik ibu. Kala 2
2. Passage Pengeluaran bayi (kala
Keadaan jalan lahir pengeluaran)
Kala 3
3. Passanger Pengeluaran plasenta (kala uri)
Keadaan janin (letak, presentasi, Kala 4
ukuran/berat janin, ada/tidak Masa 1 jam setelah partus,
kelainan anatomik mayor) terutama untuk observasi
(++ faktor2 “P” lainnya :
psychology, physician, position)
Kala Persalinan: Sifat HIS
Kala 1 awal (fase laten)
• Tiap 10 menit, amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik. Serviks terbuka sampai 3 cm
• Frekuensi dan amplitudo terus meningkat
Kala 2
• Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit.
• Refleks mengejan akibat stimulasi tekanan bagian terbawah menekan anus dan rektum
Kala 3
• Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun.
Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap
menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
Kala Persalinan: Kala I
Fase Laten
• Pembukaan sampai mencapai 3 cm (8 jam)
Fase Aktif
• Pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung
sekitar 6 jam
• Fase aktif terbagi atas :
1. Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4
cm.
2. Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm
sampai 9 cm.
3. Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai
lengkap (+ 10 cm).
Kala Persalinan: Kala II
• Dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi
• Bagian placenta yang nampak dalam vulva: permukaan foetal tidak ada
perdarahan sebelum placenta lahir atau sekurang-kurangnya terlepas
seluruhnya plasenta terputar balik darah sekonyong-konyong mengalir.
153. Anemia pada Kehamilan
• Anemia adalah suatu kondisi di mana terdapat
kekurangan sel darah merah atau hemoglobin.
• Diagnosis ditegakkan dengan kadar Hb < 11
gram/dL (trimester I dan III) atau < 10,5
gram/dL (pada trimester II)
• Faktor predisposisi
– Diet rendah zat besi, B12, dan asam folat
– Kelainan gastrointestinal
– Penyakit kronis
– Adanya riwayat keluarga
Tatalaksana Anemia
• Tatalaksana umum anemia
– Lakukan pemeriksaan apusan darah tepi untuk melihat
morfologi sel darah merah.
– Bila fasilitas tidak tersedia berikan tablet 60 mg besi
elemental dan 250 µg asam folat, 3 kali sehari evaluasi 90
hari.
• Tatalaksana khusus anemia
– Bila terdapat pemeriksaan apusan darah tepi, lakukan
pengobatan sesuai hasil apusan darah tepi.
– Anemia defisiensi besi (hipokromik mikrositer): 180 mg besi
elemental per hari
– Anemia defisiensi asam folat dan vitamin B12: asam folat 1 x
2 mg, dan vitamin B12 1 x 250-1000µg
– Transfusi dilakukan bila Hb < 7 g/dL atau hematokrit < 20%
atau Hb > 7 g/dL dengan gejala klinis pusing, pandangan
berkunang-kunang atau takikardia
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
154. Bakterial Vaginosis
• Bakterial vaginosis atau nonspesifik vaginitis adalah suatu istilah
yang menjelaskan adanya infeksi bakteri sebagai penyebab
inflamasi pada vagina.
• Bakteri yang sering didapatkan adalah Gardnerella vaginalis,
Mobiluncus, Bacteroides, Peptostreptococcus, Mycoplasma
hominis, Ureaplasma urealyticum , Eubacterium,
Fusobacterium, Veilonella, Streptococcus viridans, dan
Atopobium vaginae
• Gejala klinis yang sering dijumpai adalah keputihan, vagina
berbau, iritasi vulva, disuria, dan dispareuni
• Faktor risiko yang meningkatkan BV adalah penggunaan
antibiotik, penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim,
promiskuitas, douching, penurunan estrogen.
Pemeriksaan Bakterial Vaginosis
• Didapatkan keputihan yang homogen
• Labia, introitas, serviks dapat normal maupun didapatkan tanda
servisitis.
• Keputihan biasanya terdapat banyak di fornix posterior
• Dapat ditemukan gelembung pada keputihan
• Pemeriksaan mikroskopis cairan keputihan harus memenuhi 3 dari 4
kriteria Amsel untuk menegakkan diagnosis bakterial vaginosis
– Didapatkan clue cell.
– pH > 4,5
– Keputihan bersifat thin, gray, and homogenous
– Whiff test + (pemeriksaan KOH 10% didapatkan fishy odor sebagai akibat
dari pelepasan amina yang merupakan produk metabolisme bakteri)
155. Abortus
• Definisi: Ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan pada kehamilan < 20 minggu atau berat janin < 500 gram
• Klasifikasi:
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
PERDARAHA BESAR
DIAGNOSIS SERVIKS GEJALA LAIN
N UTERUS
• Tes kehamilan +
Sesuai usia
Abortus imminens Sedikit-sedang Tertutup lunak • Nyeri perut
kehamilan
• Uterus lunak
• Evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila
kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat
• Pemeriksaan PA jaringan
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
156. Kehamilan Ektopik Terganggu
• Kehamilan yang
terjadi diluar kavum
uteri
• Gejala/Tanda:
– Riwayat terlambat
haid/gejala &
tanda hamil
– Akut abdomen
– Perdarahan
pervaginam (bisa
tidak ada)
– Keadaan umum:
bisa baik hingga
syok
– Kadang disertai
febris
KET: Patofisiologi Nyeri
KET
KET
Darah mengiritasi
peritoneum
Mendesak struktur
sekitar
Saraf simpatis bekerja
Nyeri
Nyeri
KET: Kuldosentesis
Tatalaksana Khusus
• Laparotomi: eksplorasi kedua ovarium dan tuba fallopii
• Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi (eksisi bagian tuba yang
mengandung hasil konsepsi)
• Jika terjadi kerusakan ringan pada tuba, usahakan melakukan salpingostomi untuk
mempertahankan tuba (hasil konsepsi dikeluarkan, tuba dipertahankan)
• Sebelum memulangkan pasien, berikan konseling untuk penggunaan
kontrasepsi. Jadwalkan kunjungan ulang setelah 4 minggu
• Atasi anemia dengan pemberian tablet besi sulfas ferosus 60 mg/hari
selama 6 bulan
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
157. Laserasi Perineum
• First-degree tear: laceration is limited to the fourchette and
superficial perineal skin or vaginal mucosa
• Second-degree tear: laceration extends beyond fourchette, perineal
skin and vaginal mucosa to perineal muscles and fascia, but not the
anal sphincter
• Third-degree tear: fourchette, perineal skin, vaginal mucosa, muscles,
and anal sphincter are torn; third-degree tears may be further
subdivided into three subcategories:
– 3a: partial tear of the external anal sphincter involving less than 50%
thickness
– 3b: greater than 50% tear of the external anal sphincter
– 3c: internal sphincter is torn
• Fourth-degree tear: fourchette, perineal skin, vaginal mucosa,
muscles, anal sphincter, and rectal mucosa are torn
158. Hemorrhagia Antepartum
• Definisi
– Pendarahan yang terjadi setelah usia kehamilan
> 28 minggu (Mochtar, 2002)
• Etiologi
– Plasenta previa, solusio plasenta, penyebab lain
Plasenta Previa
• Implantasi pada tempat abnormal sehingga
menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir (OUI)
Inspekulo + USG + Koreksi cairan dengan infus (NaCl 0,9% atau RL)
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Plasenta Previa: Tatalaksana
Syarat terapi ekspektatif – Rawat inap, tirah baring dan
– Kehamilan preterm dengan berikan antibiotika profilaksis
perdarahan sedikit yang
kemudian berhenti dengan – Tokolitik bila ada kontraksi:
atau tanpa pengobatan MgSO4 4 g IV dosis awal
tokolitik dilanjutkan 4 g setiap 6 jam,
atau Nifedipin 3 x 20 mg/hari +
– Belum ada tanda inpartu betamethasone 12 mg IV SD
untuk pematangan paru janin
– Keadaan umum ibu cukup baik
(kadar Hb dalam batas normal)
– Janin masih hidup dan kondisi – Anemia: sulfas ferosus / ferous
janin baik fumarat 60 mg PO selama 1
bulan
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
159. Manajemen Kala III
• Setelah bayi dilahirkan, berikan suntikan oksitosin 10 unit
IM di bagian paha atas bagian distal lateral agar kontraksi
uterus baik
• Jika tidak ada oksitosin, dapat dilakukan:
– Merangsang puting payudara ibu atau minta ibu untuk
menyusui agar menghasilkan oksitosin alamiah.
– Terapi farmakologi yang dapat diberikan adalah injeksi
ergometrin 0,2 mg IM namun tidak boleh dilakukan pada
pasien dengan preeklampsia, eklampsia, dan hipertensi
karena dapat memicu penyakit serebrovaskular.
• Lakukan peregangan tali pusat terkendali
Buku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan
160. Hipertensi pada Kehamilan:
Patofisiologi
Faktor Risiko
– Kehamilan pertama
– Kehamilan dengan vili
korionik tinggi (kembar
atau mola)
– Memiliki penyakit KV
sebelumnya
– Terdapat riwayat
genetik hipertensi
dalam kehamilan
• Hipertensi Kronik
• Hipertensi Gestasional
• Pre Eklampsia Ringan
• Pre Eklampsia Berat
• Superimposed Pre Eklampsia
• HELLP Syndrome
• Eklampsia
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik
• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum
kehamilan dan menetap setelah persalinan
• Diagnosis
– Tekanan darah ≥140/90 mmHg
– Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau
diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20
minggu
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata,
jantung, dan ginjal
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik: Tatalaksana
• Sebelum hamil sudah diterapi & terkontrol baik, lanjutkan pengobatan
• Suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia
kehamilan 20 minggu
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Gestasional
• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan
menghilang setelah persalinan
• Diagnosis
– TD ≥140/90 mmHg
– Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di
usia kehamilan <12 minggu
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati dan
trombositopenia
• Tatalaksana Umum
– Pantau TD, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu.
– Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan
– Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat,
rawat untuk penilaian kesehatan janin.
– Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan
eklampsia.
– Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia
• Preeklampsia Ringan
– Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam
• Preeklampsia Berat
– Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥2+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam; atau disertai
keterlibatan organ lain:
• Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
• Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
• Sakit kepala , skotoma penglihatan
• Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
• Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
• Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia
• Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik
– Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum
usia kehamilan 20 minggu)
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau
trombosit <100.000 sel/uL pada usia kehamilan > 20
minggu
• Eklampsia
– Kejang umum dan/atau koma
– Ada tanda dan gejala preeklampsia
– Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subarakhnoid, dan meningitis)
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana
• Tatalaksana umum
– Semua ibu dengan preeklampsia maupun eklampsia harus dirawat masuk
rumah sakit
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana
• Antihipertensi
– Ibu dengan HT berat perlu mendapat terapi anti HT
– Ibu dengan terapi anti HT saat antenatal lanjutkan hingga persalinan
– Anti HT dianjurkan untuk HT berat pasca persalinan
– DOC: nifedipin, nikardipin, dan metildopa
– Kontra Indikasi: ARB inhibitor, ACE inhibitor dan klortiazid
• Edema paru
– Edema paru: sesak napas, hipertensi, batuk berbusa, ronki basah
halus pada basal paru pada ibu dengan PEB
– Tatalaksana
• Posisikan ibu dalam posisi tegak
• Oksigen
• Furosemide 40 mg IV
• Bila produksi urin masih rendah (<30 ml/jam dalam 4 jam) pemberian
furosemid dapat diulang.
• Ukur Keseimbangan cairan. Batasi cairan yang masuk
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Kejang
• Pencegahan dan Tatalaksana Kejang
– Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD
• MgSO4
– Eklampsia untuk tatalaksana kejang
– PEB pencegahan kejang
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
• Syarat pemberian MgSO4: Terdapat refleks patella, tersedia
kalsium glukonas, napas> 16x/menit, dan jumlah urin
minimal 0,5 ml/kgBB/jam
IKM &
FORENSIK
161. EUTHANASIA
• Berdasarkan cara pelaksanaanya dibagi menjadi:
– Euthanasia aktif: perbuatan yang dilakukan secara
aktif oleh dokter untuk mengakhiri hidup seorang
(pasien) yang dilakukan secara medis. Biasanya
dilakukan dengan penggunaan obat-obatan yang
bekerja cepat dan mematikan.
– Euthanasia pasif: perbuatan menghentikan atau
mencabut segala tindakan atau pengobatan yang
perlu untuk mempertahankan hidup manusia,
sehingga pasien diperkirakan akan meninggal setelah
tindakan pertolongan dihentikan.
Euthanasia
• Berdasarkan pengambil keputusannya dibagi
menjadi:
– Euthanasia volunter: penghentian tindakan
pengobatan atau mempercepat kematian atas
permintaan pasien sendiri.
– Euthanasia involunter: jenis euthanasia yang
dilakukan pada pasien dalam keadaan tidak sadar
yang tidak mungkin untuk menyampaikan
keinginannya. Dalam hal ini dianggap famili pasien
yang bertanggung jawab atas penghentian bantuan
pengobatan.
162.Badan Kelengkapan IDI
PELANGGARAN DALAM PELAYANAN
KEDOKTERAN
• Pelanggaran dapat berupa:
– Pelanggaran etik
– Pelanggaran disiplin
– Pelanggaran hukum (pidana dan perdata)
Pelanggaran Etik
• Dasar: Kode Etik Dokter Indonesia (KODEKI),
yang berisi kewajiban umum, kewajiban
terhadap pasien, dan kewajiban terhadap
teman sejawat.
menjunjung tinggi, menghayati dan ..wajib merujuk jika tidak setiap dokter harus memelihara
mengamalkan sumpah dokter (pasal mampu, atas persetujuan kesehatannya supaya dapat
1) pasien(pasal 14) bekerja dengan baik (pasal 20)
Seorang dokter wajib selalu setiap dokter wajib merahasiakan setiap dokter harus senantiasa
melakukan pengambilan keputusan segala sesuatu yang diketahuinya mengikuti perkembangan ilmu
profesional secara independen, dan tentang seorang pasien , bahkan pengetahuan dan teknologi
mempertahankan perilaku juga setelah pasien itu meninggal kedokteran/kesehatan (psl 21)
profesional dalam ukuran yang dunia (pasal 16)
tertinggi. (pasal 2) setiap dokter memperlakukan
setiap dokter wajib melakukan teman sejawat nya sebagaimana
dalam melakukan pekerjaannya pertolongan darurat sbg suatu ia sendiri ingin diperlakukan
seorang dokter tidak boleh tugas perikemanusiaan, kecuali (pasal 18)
dipengaruhi oleh sesuatu yang bila ia yakin ada orang lain
mengakibatkan hilangnya bersedia dan mampu
kebebasan & kemandirian profesi memberikannya (pasal 17)
(pasal 3)
Tanda jejas jeratan miring, berupa lingkaran Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk lingkaran utuh
2 terputus (non-continuous) dan letaknya pada (continuous), agak sirkuler dan letaknya pada bagian
leher bagian atas leher tidak begitu tinggi
Simpul tali biasanya tunggal, terdapat pada Simpul tali biasanya lebih dari satu, diikatkan dengan
3
sisi leher kuat dan diletakkan pada bagian depan leher
Simpul tali, biasanya hanya satu simpul yang Simpul tali biasanya lebih dari satu pada bagian
3
letaknya pada bagian samping leher depan leher dan simpul tali tersebut terikat kuat
Tangan tidak dalam keadaan terikat, karena sulit Tangan yang dalam keadaan terikat mengarahkan dugaan pada
7
untuk gantung diri dalam keadaan tangan terikat kasus pembunuhan
Tanda-tanda perlawanan, tidak ditemukan pada Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali jika korban
10
kasus gantung diri sedang tidur, tidak sadar atau masih anak-anak.
165. Kejahatan seksual
• Pemeriksaan Umum
– Lukiskan penampilannya rambut dan wajah, rapi
atau kusut, keadaan emosional, tenang, sedih atau
gelisah, tanda – tanda hilang kesadaran, needle marks
– Tanda bekas kekerasan, memar atau luka lecet pada
mulut, leher, pergelangan tangan, lengan, paha bagian
dalam dan pinggang
– Tanda perkembangan alat kelamin sekunder, refleks
cahaya pupil, status generalis umum
Pemeriksaan genitalia
• Vulva • Selaput dara
– Rambut kemaluan yang – Ruptur atau tidak baru
saling melekat menjadi atau lama, lokasi, sampai
satu karena air mani ke insersio atau tidak
mengering – Tentukan besar orifisum
– Bercak air mani di sekitar (perawan 2,5 cm
alat kelamin persetubuhan 9 cm
– Tanda – tanda kekerasan – Pengambilan cairan mani
(hiperemi, edema, memar, dan sel mani dalam lendir
dan luka lecet) vagina diambil dengan
– Edema atau hiperemi pada swab pada forniks
introitus vagina posterior
166. RAHASIA MEDIS
• Segala temuan pada diri pasien dapat dikatakan sebagai
rahasia medik atau rahasia kedokteran dan rahasia ini
sepenuhnya milik pasien.
Perabaan dan Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap,
penciuman bila tidak teraba kaku, masih dapat dikenali dari permukaan bercak yang
teraba kasar. Pada penciuman, bau air mani seperti klorin (pemutih) atau
bau ikan
Ultraviolet (UV) Semen kering (bercak semen) berfluoresensi (bluish-white) putih
kebiruan di bawah iluminasi UV dan menunjukkan warna yang
sebelumnya tak nampak. Namun Pemeriksaan ini tidak spesifik,sebab
nanah, fluor albus, bahan makanan, urin, dan serbuk deterjen yang
tersisa pada pakaian sering berflouresensi juga.
PEMERIKSAAN
KIMIAWI
Metode Florence Cairan vaginal atau bercak mani yang
sudah dilarutkan, ditetesi larutan yodium
(larutan Florence) di atas objek glass
Hasil yang diharapkan: kristal-kristal
kholin peryodida tampak berbentuk
jarum-jarum / rhomboid yang berwarna
coklat gelap
Metode Berberio Cairan vagina atau bercak semen yang
sudah dilarutkan, diteteskan pada objek
glass, lalu ditambahkan asam pikrat dan
diamati di bawah mikroskop.
Hasil yang diharapkan: Kristal spermin
pikrat akan terbentuk rhomboik atau
jarum yang berwarna kuning kehijauan.
menjunjung tinggi, menghayati dan ..wajib merujuk jika tidak setiap dokter harus memelihara
mengamalkan sumpah dokter (pasal mampu, atas persetujuan kesehatannya supaya dapat
1) pasien(pasal 14) bekerja dengan baik (pasal 20)
Seorang dokter wajib selalu setiap dokter wajib merahasiakan setiap dokter harus senantiasa
melakukan pengambilan keputusan segala sesuatu yang diketahuinya mengikuti perkembangan ilmu
profesional secara independen, dan tentang seorang pasien , bahkan pengetahuan dan teknologi
mempertahankan perilaku juga setelah pasien itu meninggal kedokteran/kesehatan (psl 21)
profesional dalam ukuran yang dunia (pasal 16)
tertinggi. (pasal 2) setiap dokter memperlakukan
setiap dokter wajib melakukan teman sejawat nya sebagaimana
dalam melakukan pekerjaannya pertolongan darurat sbg suatu ia sendiri ingin diperlakukan
seorang dokter tidak boleh tugas perikemanusiaan, kecuali (pasal 18)
dipengaruhi oleh sesuatu yang bila ia yakin ada orang lain
mengakibatkan hilangnya bersedia dan mampu
kebebasan & kemandirian profesi memberikannya (pasal 17)
(pasal 3)
• Rigor mortis atau kaku mayat terjadi akibat hilangnya ATP. Rigor mortis
akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin bertambah hingga
mencapai maksimal pada 12 jam postmortem. Kemudian dipertahankan
selama 12 jam, setelah itu akan berangsur-angsur menghilang sesuai
dengan kemunculannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
kaku jenazah adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan. Makin
tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah. Rigor mortis diperiksa
dengan cara menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh
persendian tubuh.
• Pada saat sesudah mati, terjadi proses pemindahan panas dari
badan ke benda-benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi,
konduksi, evaporasi dan konveksi. Penurunan suhu badan
dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan pakaian.
Bila suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan pakaiannya tipis
maka suhu badan akan menurun lebih cepat. Lama kelamaan suhu
tubuh akan sama dengan suhu lingkungan.
Heat stiffening Kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas.
Dijumpai pada mayat mati terbakar. Pugilistic attitude
Livor mortis
Livor mortis mulai lengkap dan
muncul menetap
20 30 2 6 8 12 24 36
0 mnt mnt jam jam jam jam jam jam
Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
173. ASFIKSIA MEKANIK
• Penutupan lubang saluran pernafasan bagian atas:
– Pembekapan (smothering)
– Penyumbatan/ penyumpalan (gagging , choking)
• Penekanan dinding saluran pernafasan:
– Penjeratan (strangulation)
– Pencekikan (manual strangulation)
– Gantung (hanging)
• External pressure of the chest yaitu penekanan dinding
dada dari luar.
• Drowning (tenggelam) yaitu saluran napas terisi air.
• Inhalation of suffocating gases.
Penyumbatan/ Penyumpalan
(Gagging, Choking)
• Asfiksia mekanik yang terjadi akibat tertutupnya
rongga mulut oleh benda asing, misalnya sapu tangan,
tissue, makanan, dan sebagainya.
• Bila pembekapan terjadi dengan benda yang lunak, misal dengan bantal,
maka pada pemeriksaan luar jenazah mungkin tidak ditemukan tanda-
tanda kekerasan.
Teknik Keterangan
Observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data
partisipasi penelitian melalui pengamatan dan penginderaan di mana peneliti terlibat
dalam keseharian informan
observasi non- yaitu peneliti melakukan penelitian dengan cara tidak melibatkan dirinya dalam
partisipan interaksi dengan objek penelitian. Sehingga, peneliti tidak memposisikan
dirinya sebagai anggota kelompok yang diteliti
Observasi tidak ialah pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi,
terstruktur sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya berdasarkan
perkembangan yang terjadi di lapangan
Observasi ialah pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok tim peneliti terhadap
kelompok sebuah isu yang diangkat menjadi objek penelitian
Teknik Keterangan
Focus Group yaitu upaya menemukan makna sebuah isu oleh sekelompok orang yang
Discussion dianggap mewakili sejumlah publik yang berbeda lewat diskusi untuk
menghindari diri pemaknaan yang salah oleh seorang peneliti
optimized
Hariwijaya, M, Metodologi dan teknik penulisan skripsi, tesis,bydan
optima
disertasi, elMatera Publishing, Yogyakarta, 2007
178. Desain penelitian
Exposure
assignment (+)
Exposure and
outcome analyzed
prospectively (+)
Kohort
Relative risk
• Risiko munculnya penyakit pada populasi yang
terpajan risiko (relatif terhadap populasi yang tidak terpajan risiko)
179. Jarak Septic tank-Sumur
• Jarak 10 meter sumur dan tangki septic bermula dari bakteri Coli
patogen (bersifat anaerob) yg bertahan hidup selama tiga hari.
• Kecepatan aliran air dalam tanah berkisar 3 meter per hari (rata-rata
kecepatan aliran air dalam tanah di Pulau Jawa tiga meter/hari),
sehingga jarak ideal antara tangki septic dengan sumur sejauh tiga
meter per hari dikali tiga hari yang menghasilkan 9 meter + 1 meter
sebagai jarak pengaman = 10 meter
180. Identifikasi Masalah dalam
Program Puskesmas
Standar.
Bandingk OUTPUT
an
Masalah (Pendekatan Standar
Keluaran
Sistem ) adalah dengan HASIL
Kesenjangan antara Hasil Output..
Keluaran
Tolok ukur dengan Kalau
Hasil pencapaian, pada ada
Kesenjan
unsur Keluaran / gan,
Output. MASALAH. artinya
ada
Masalah.
http://www.scribd.com/doc/53054543/kebijakan-promkes-2010-2014
http://isnopugel.wordpress.com/2011/03/28/strategi-promosi-kesehatan/
181. Sumber-sumber bias
1. Proses seleksi atau partisipasi subyek (
bias seleksi)
2. Proses pengumpulan data ( bias informasi)
3. Tercampurnya efek pajanan utama dengan
efek faktor risiko eksternal lainnya (
kerancuan/ confounding)
Bias seleksi
• Distorsi efek berkaitan dengan cara pemilihan
subyek kedalam populasi studi
• Bisa terjadi bila status penyakit pada studi
kohort (retrospektif), atau status exposure
pada kasus kontrol atau kedua-duanya pada
studi kros-seksional mempengaruhi pemilihan
subyek pada kelompok-kelompok yang
diperbandingkan
Bias informasi
• Bias informasi (information bias) atau bias observasi
(observation bias) atau bias pengukuran (measurement
bias) adalah bias yang terjadi karena perbedaan
sistematik dalam mutu dan cara pengumpulan data
• (misalnya karena menggunakan kriteria atau metode
pengukuran yang tidak sahih) tentang pajanan atau
penyakit/masalah kesehatan dari kelompok-kelompok
studi.
• Ascertainment Bias disebut juga Information Bias.
Merupakan penyimpangan dalam memperkirakan efek
atau pengaruh karena kesalahan pengukuran atau
kesalahan pengelompokan subyek penelitian menurut
satu atau lebih variabel.
Types of bias
1. Sample (subject selection) biases
• which may result in the subjects in the sample being
unrepresentative of the population which you are
interested in
2. Measurement (detection) biases
• which include issues related to how the outcome of
interest was measured
3. Intervention (performance) biases
• which involve how the treatment itself was carried
out.
Selection Bias
• Volunteer or referral bias
– People who volunteer to participate in a study (or who are referred to
it) are often different than non-volunteers/non-referrals. This bias
usually, but not always, favors the treatment group, as volunteers tend
to be more motivated and concerned about their health.
• Non-response bias
– When those who do not respond to a survey differ in important ways
from those who respond or participate. This bias can work in either
direction.
• Self-selection bias
– Arises in any situation in which individuals select themselves into
a group
• Prevalence-incidence bias
– Happens when mild or asymptomatic cases as well as fatal short
disease episodes are missed when studies are performed late in
disease process
http://www.umdnj.edu/idsweb/shared/biases.htm
Measurement Bias
• Instrument bias. Calibration errors lead to inaccurate measurements being
recorded
• Insensitive measure bias. When the measurement tool(s) used are not
sensitive enough to detect what might be important differences in the
variable of interest.
• Expectation bias. Occurs in the absence of masking or blinding, when
observers may measuring data toward the expected outcome.
• Recall or memory bias. If outcomes being measured require that subjects
recall past events. Often a person recalls positive events more than
negative ones.
• Attention bias. Occurs because people who are part of a study are usually
aware of their involvement, and as a result of the attention received may
give more favorable responses or perform better than people who are
unaware of the study’s intent.
• Verification or work-up bias. Associated mainly with test validation
studies. In
http://www.umdnj.edu/idsweb/shared/biases.htm
Intervention Bias
• Contamination bias. When members of the 'control' group
inadvertently receive the treatment or are exposed to the
intervention
• Co-intervention bias. When some subjects are receiving other
(unaccounted for) interventions at the same time as the study
treatment.
• Timing bias(es). If an intervention is provided over a long period of
time, maturation alone could be the cause for improvement. If
treatment is very short in duration, there may not have been
sufficient time for a noticeable effect in the outcomes of interest.
• Compliance bias. When differences in subject adherence to the
planned treatment regimen or intervention affect the study
outcomes.
• Withdrawal bias. When subjects who leave the study (drop-outs)
differ significantly from those that remain.
• Proficiency bias. When the interventions or treatments are not
applied equally to subjects. This may be due to skill or training
differences among personnel and/or differences in resources
http://www.umdnj.edu/idsweb/shared/biases.htm
182. Tabel Uji Hipotesis
TABEL UJI HIPOTESIS
VARIABEL
U J I S TAT I S T I K U J I A LT E R N AT I F
INDEPENDEN DEPENDEN
optimized by optima
Tabel 2x2
Cara yang paling umum dan sederhana untuk
menghitung ukuran asosiasi.
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d
• Diberi skor antara 1-10 oleh panel expert yang memahami masalah
kesehatan dalam forum curah pendapat (brain storming). Setelah
diberi skor, masing-masing penyakit dihitung nilai skor dengan
perkalian.
Nominal group technique Suatu metode untuk mencapai konsensus dalam suatu
(NGT) kelompok, dengan cara mengumpulkan ide-ide dari tiap
peserta, yang kemudian memberikan voting dan ranking
terhadap ide-ide yang mereka pilih. Ide yang dipilih adalah yang
paling banyak skor-nya, yang berarti merupakan konsensus
bersama.
187. Tonsillitis
• Acute tonsillitis:
– Viral: similar with acute rhinits +
sore throat
– Bacterial: GABHS, pneumococcus, S.
viridan, S. pyogenes.
• Detritus follicular tonsillitits
• Detritus coalesce lacunar tonsillitis.
• Sore throat, odinophagia, fever, malaise,
otalgia.
• Th: penicillin or erythromicin
• Chronic tonsillitis
– Persistent sore throat, anorexia, dysphagia, &
pharyngotonsillar erythema
– Lymphoid tissue is replaced by scar widened
crypt, filled by detritus.
– Foul breath, throat felt dry.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Sore Throats
Diagnosis Clinical Features
Foreign bodies Nasal obstruction, unilateral rhinorrea, thick & foul smell secrete.
Edema, inflammation, sometimes ulceration.
Removal: hook for round smooth object, crocodile forceps if object
can be grasped, or suction for many object.
Therapy
Needle aspiration: if pus (-) cellulitis antibiotic. If pus (+) abscess .
If pus is found on needle aspirate, pus is drained as much as possible.
Abses Leher Dalam
Retropharyngeal abscess
Submandibular abscess
193. Sore Throats
1) Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. 3) Cummings otolaryngology. 4th ed. Mosby; 2005.
193. Otitis Media
Acute Otitis Media
• The bacteria responsible:
Streptococcus pneumoniae 35%,
Haemophilus influenzae 25%,
Moraxella catarrhalis 15%.
Cholesteatoma at attic
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
type perforation
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Indikasi eksplorasi :
• Sumbatan nafas yg perlu trakeostomi
• Emfisema subkutis yg progresif
• Laserasi mukosa yg luas
• Terbukanya tlg rawan krikoid
• Paralisis bilateral pita suara
Luka Terbuka
• Diagnosis gelembung udara di daerah luka
keluar dari trakea.
• Tatalaksana
– ditujukan utk perbaikan sal nafas dan mencegah
aspirasi ke paru.
– Tindakan segera : Trakeostomi dgn kanul yang
memakai balon.
– Eksplorasi mencari dan mengikat pembuluh darah
– Antibiotika dan serum ATS.
• Komplikasi : aspirasi darah, paralisis pita suara
dan stenosis laring.
Luka Tertutup ( closed injury)
• Diagnosis lebih sulit
• Tatalaksana
– Endoskopi dgn fiber opticbila fasilitas
memungkinkan
– Laringoskopi direk atau indirek
– foto jaringan lunak leher, foto toraks, CT-scan.
– Tindakan eksplorasi dan konservatif tergantung
diagnosa diatas
• After a complete trauma evaluation, flexible fiberoptic
laryngoscopy is performed to carefully evaluate the
airway
196. Tuli
• Cocktail party deafness
– The sign for choclear deafness, the patient is disturbed by background
noise difficult to hear in noisy environment.
– found in presbikusys & noice induced hearing loss.
Tes Audiometri Diperiksa kelenturan membran timpani dengan tekanan tertentu pada
impedans meatus akustikus eksternus. Pada lesi di koklea, ambang rangsang refleks
stapedius menurun, sedangkan pada lesi di retrokoklea, ambang itu naik.
Tes Audiometri Dilakukan dengan menggunakan audiometer, dan hasil pencatatannya
Nada Murni disebut audiogram. Dapat dilakukan pada anak berusia lebih dari 4 tahun
yang kooperatif. Sebagai sumber suara digunakan nada murni yaitu bunyi
yang hanya terdiri dari 1 frekuensi. Menilai hantaran suara melalui udara
(air conduction) dengan headphone beda frekuensi, serta menilai hantaran
tulang (bone conduction) dengan bone vibrator pada prosesus mastoid.
Audiologi dasar
Audiometri nada murni:
• Pada interpretasi audiogram harus ditulis (a) telinga yang mana, (b)
apa jenis ketuliannya, (c) bagaimana derajat ketuliannya, misalnya:
telinga kiri tuli campur sedang
• Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang
dengar hantaran udaranya (AC) saja.
• Ambang Dengar (AD): bunyi nada murni terlemah pada frekuensi
tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang.
• Perhitungan derajat ketulian:
(AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz) / 4
• Derajat ketulian:
– 0-25 dB : normal
– >25-40 dB : tuli ringan
– >40-55 dB : tuli sedang
– >55-70 dB : tuli sedang berat
– >70-90 dB : tuli berat
– >90 dB : tuli sangat berat
Audiologi Khusus
• Audiometri impedans
– Memeriksa kelenturan membran timpani dengan tekanan
tertentu pada meatus akustikus eksterna, meliputi
timpanometri, fungsi tuba, & refleks tapedius
• Audiometri tutur
– Menilai kemampuan pasien dalam pembicaraan sehari-hari
– Pasien mengulangi kata-kata yang didengar melalui tape
– Jumlah kata yang benar speech discrimination score:
• 90-100%: normal
• 75-90%: tuli ringan
• 60-75%: tuli sedang
• 50-60%: sukar mengikuti pembicaraan seharihari
• <50%: tuli berat
198. Laringomalasia