Mengetahui
Dosen Pembimbing :
Potential revenues from e-commerce sector is a big one from the collection of
taxes on e-commerce transactions, that e-commerce has distinctive features and
characteristics that distinguish it from trading in general, such as digital content
(software, video, images, antivirus, etc). So the tax treatment of the transaction e-
commerce need to be specifically regulated. The government, through Circular of the
Director General of Taxation No. SE-62 / PJ / 2013 on the assertion of tax provisions
on e-commerce transactions confirms that for e-commerce transactions there isn’t
new taxes and their treatment are the same as the trade tax in general, but it should be
known that the properties of a Circular Letter is only binding to the inside (internal
only).
This thesis focus on the collection of tax on e-commerce transactions based on
the provisions of the tax legislation in force associated with rights disputes taxation
implications for the emergence of double taxation, so that the imposition of sanctions
against tax subject who does not perform tax obligations can not be applied.
Indonesia, which adheres to the principle of the source and principle of
domicile in the collection of income tax should be able to levy a tax on the subject of
foreign tax earning from Indonesia that carries on business through a permanent
establishment (PE), but e-commerce transactions that the transaction using the
website or websites under the provisions of the legislation in force regarding the tax
that the website is not qualified to say forming a permanent as well as with the
provision contained in a tax treaty between Indonesia with partner countries. Based
on the foreign e-commerce company that should be subject to foreign taxes due to
earn income from Indonesia can’t be charged to income tax as well as VAT as a
result of the regulation does not specifically about PE criteria in the current tax laws.
If forced unilaterally to levy income tax and VAT to foreign e-commerce companies,
it can lead to double taxation.
A. Latar Belakang
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang sangat besar,
penerimaan yang berasal dari sektor Pajaklah yang digunakan untuk membiayai
sebagian besar operasional pemerintah. Pajak dipungut harus berdasarkan
undang-undang sebagaimana diamanatkan oleh perintah Pasal 23A Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya ditulis
UUDRI 1945) yang berbunyi” pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa
untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Sejalan dengan ketentuan
tersebut pemahaman Pajak dari perspektif hukum, menurut Rochmat Soemitro
mengatakan bahwa suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang
yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga Negara untuk menyetorkan
sejumlah penghasilan tertentu kepada Negara, negara mempunyai kekuatan untuk
memaksa, dan uang pajak tersebut harus digunakan untuk penyelenggaraan
pemerintahan.1 Hal tersebut adalah untuk memberikan kepastian akan adanya
payung hukum atas suatu pungutan/iuran yang berupa pajak yang sah. Di inggris
terkenal dalil No taxation without representation dan di Amerika Taxation
without representation is robbery yang bermakna pungutan (pajak) yang tidak
berdasarkan undang-undang adalah perampokan/pemaksaan. Landasan konstitusi.
e-commerce (electronik commerce) merupakan sistem perdagangan tanpa
bertemu secara langsung dimana hanya dengan menggunakkan jaringan internet
maka seketika kita akan terhubung dengan pasar global dunia lewat dunia maya.
Dengan sistem perdagangan secara elektronik akan tercipta pasar yang universal
1
Adrian Sutedi, Hukum Pajak, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, h. 1.
yang mampu untuk menembus batas negara yang transaksinya dapat dilakukan
dalam waktu yang relatif lebih cepat. Transaksi e-commerce yang mulai
menggeser transaksi perdgangan offline ternyata juga berimbas kepada pengenaan
pajak terhadap pengusaha e-commerce yang berupa pajak penghasilan dan juga
pengenaan terhadap Pajak pertambahan Nilai dan penjualan atas barang mewah.
Pemerintah melalui surat edaram dirjen pajak SE nomor 62/PJ/2013 tentang
penegasan kembali tentang pengenaan pajak terhadap transaksi e-commerce
ditekankan bahwa pengenaan pajak terhadap transaksi e-commerce tetap mengacu
kepada peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku seperti Undang-
Undang tentang nomor 16 tahun 2009 tentang penetapan peraturan pemerntah
pengganti undang-undang nomor 5 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas
undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan Dan
Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (undang-undang KUP), undang-
undang nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan (undang-undang PPh)
dan undang-undang nomor 42 tahun 2009 tentang pajak pertambahan nilai dan
barang mewah (undang-undang PPN) yang terakhir.
Sistem perdagangan e-commerce yang meliputi pasar yang universal
melewati lintas Negara, tidak memerlukan kantor cabang, menyebabkan tidak
jarang terjadi ketersinggungan hak pemajakan antar negara yang menganut asas
yang berbeda. implikasi dari dianutnya asas pemungutan pajak yang berbeda dan
tidak adanya perjanian penghidaran pajak berganda (P3B) akan menimbulkan
pajak berganda .
B. Perumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang diatas muncul beberapa isu hukum yang
kemudian diuraikan dalam bentuk rumusan masalah dibawah ini :
1. Apakah pengaturan tentang PPN dan PPh yang berlaku saat ini dapat
dipergunakan juga terhadap transaksi e-commerce berdasarkan Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 ?
2. Apakah Status Perusahaan e-commerce asing berdasarkan peraturan
perpajakan di indonesia dan P3B, sanksi terhadap tidak dilakukannya
kewajiban perpajakan, serta penyelesaian sengketa hak pemajakan antar
negara dalam transaksi e-commerce ?
C. Pembahasan
1. Pemungutan PPN dan PPh Terhadap Transaksi E-commerce Dan Upaya
Penghindaran Pajak Berganda
Di dalam lampiran surat edaran Dirjen Pajak tentang Penegasan perpajakan
atas transaksi e-commerce dibedakan empat jenis model bisnis E-commerce yang
diadopsi dari transaksi e-commerce berdasrkan OECD antara lain :
1) Online marketplace, Jenis model bisni ini menyediakan tempat kegiatan usaha
seperti mall online sebagai tempat menjual barang dan jasa artinya penyedia
online marketplace hanya menyediakan tempat berjualan dan bukan
merupakan pemilik dari barang dan jasa yang dijajakan secara online, Contoh
dari online marketplace diantaranya : Lazada.co.id, Bhinneka.co.id,
Tokopedia.com.
2) Classified Ads, Classified Ads atau yang kita kenal sebagai iklan baris adalah
model bisnis e-commerce yang paling sederhana yang banyak digunakan di
negara-negara berkembang. Classified Ads menyediakan tempat bagi
pengiklan untuk memasang iklan..
3) Daily Deals, Daily deals merupakan kegiatan usaha berupa situs daily deals
sebagai tempat daily deals merchant menjual barang dan/atau jasa kepada
pembeli dengan menggunakan Voucher sebagai sarana pembayaran.
4) Online Retail, Online Retail adalah kegiatan menjual barang dan atau jasa
yang dilakukan oleh penyelenggara Online retail kepada pembeli di situs
Online Retail.
Electronic commerce (e-commerce) mempunyai karakter khas yang
membedakannya dengan pergadangan secara konvensional sebagai berikut :
1) Transaksi secara universal tanpa batas
2) Transaksi anonim
3) Produk yang dipasarkan hampir sama dengan perdagangan konvensional
4) Transaksi menggunakan media elektronik seperti adanya kuitasi elektronik
(invoice)
5) Penyerahan barang, beberapa barang di lakukan dengan cara download
(unduh)
6) Barang tidak berwujud
Perbandingan perdagangan secara online (e-commerce) dengan perdagangan
secara konvensional2
No Komponen Perdagangan online Perdagangan konvensional
1 Tempat usaha Website/situs, (virtual), Pasar, toko, banguna ruko
portal,blog
2 Gudang Berbentuk virtual dan tidak Bebentuk fisik (bangunan)
memerlukan gudang
3 Produk Berwujud tidak berwujud Berwujud
4 Tempat transaksi Virtual Lokasi geografis
5 Pembayaran Credit card, online banking, Cash, transfer bank, dan
e-money, paypal credit card
6 Penyerahan barang Diantar( offline), secara Diantar dan bisa diambil
online (download untuk langsung
software)
7 Pemasaran Online marketing Pemasaran langsung
8 Customer service Offline/online technical Kunjungan
support
2
Nufransa Wira Sakti, Buku Pintar Pajak E-commerce (dari mendaftar sampai membayar),
Visimedia, Jakarta, 2014. h. 28
3
Ibid, h. 271-274
1) Asas kewarganegaraan/ domisili pemegang saham, asas ini beranggapan
bahwa suatu status badan hukum ditentukan berdasarkan hukum dari tempat
di mana mayoritas pemegang sahamnya menjadi warga negara (lex patriae)
atau berdomisili (lex domicilii), asas atau doktrin ini dianggap sudah
ketinggalan zaman.
2) Asas centre of administration/business, asas ini beranggapan bahwa status dan
kewenangan yuridik suatu badan hukum harus tunduk pada kaidah-kaidah
hukum dari tempat yang merupakan pusat kegiatan administrasi badan hukum
tersebut. Tempat yang dianggap sebagai centre of business biasanya adalah
kantor pusat dari perusahaan tersebut, akibatnya adalah hukum dimana
perusahaan induk tersebut diberlakukan sehingga tidak memberikan keadilan
kepada negara dimana anak-anak perusahaan beroperasi.
3) Asas place of incorporation, asas ini beranggapan bahwa status dari
kewenangan badan hukum seyogyanya ditetapkan berdasrkan hukum dari
tempat badan hukum itu secara resmi didirikan/dibentuk.
4) Asas centre of exploitation, asas ini beranggapan bahwa status atau
kedudukan badan hukum harus diatur berdasarkan hukum dari tempat
perusahaan itu memusatkan kegiatan operasional, eksploitasi, atau kegiatan
produksi barang/jasanya. Teori ini tampak akan mengalami kesulitan jika
orang dihadapkan pada suatu perusahaan (multinasional) yang memiliki
berbagai bidang usaha/ bidang eksploitasi dan/atau memiliki berbeagai anak
perusahaan/cabang yang tersebar di berbagai tempat di dunia.
Pemungutan pajak penghasilan berdasarkan undang-undang pajak penghasilan
yang berlaku di indonesia mengadopsi asas sumber dan asas domisili dalam
pemungutan pajak penghasilan. kembali terhadap pengenaan pajak atas transaksi e-
commerce, jika ingin diterapkan terhadap transaksi e-commerce yang mencakup
lintas negara maka akan memberatkan pihak yang dikenai pajak, terlebih lagi apabila
atara negara kedua belah pihak tidak terdapat perjanjian penghindaran pajak berganda
(P3B).
secara garis besar ada 2 prinsip dalam pemungutan pajak pertambahan nilai
atas transaksi yang mecakup lintas batas negara ( Cross border) yaitu , prinsip tujuan
(destination principle) dan prinsip tempat asal (origin principle)
1) Prinsip Tujuan (destination principle), prinsip ini didasarkan atas dimana
suatu barang dikomsumsi, artinya pengenaan PPn terhadap prinsip ini
dikenakan terhadap di tempat mana suatu barang atau jasa dikomsumsi, dalam
hal ini PPN akan dibebankan dalam hal ada komsumsi barang atau jasa di
dalam negeri termasuk impor sedangkan dalam hal ekspor maka tidak akan
akan dikenakan pajak atau 0%.
2) Prinsip tempat asal (origin principle), prinsip ini mendasarkan pengenaan
PPN atas dimana suatu barang atau jasa berasal, artinya PPN akan dikenakan
dimana suatu barang atau jasa diproduksi atau berasal tanpa memperhatikan
apakah barang atau jasa tersebut akan di impor ataukah di ekspor, dalam hal
ini ekspor akan dikenaka PPN sedangakn Impor tidak akan dikenakan PPN.
4
Laporan Hasil Kajian, Tax Treaty dan Pengaruhnya Terhaap Arus Investasi antara
Indonesia dengan Negara-Negara Mitra, Pusat Kebijakan Regipnal dan Bilateral Badan Kebijakan
Fiskal Kementerian Keuangan, 2012. H. 10
beberapa negara, termasuk teh sixth directive yang digunakan oleh central and
eastern european countries, mengunakan istilah taxable person, yaitu : the
person who has to account for and remit VAT. Taxable person are liable to tax
on alll amounts recieved or receivable by them for taxable supplies made in the
course of business, trade, or similiar activity.5 Terminologi ini digunakan untuk
membedakan person dalam artian tax payer (wajib pajak), sedangkan Person
disini diartikan adalah yang meneima taxable supply (penyerahan kena pajak).6
Klasifikasi pengusaha kena pajak berdasarkan ketentuan Undang-Undang
PPN dalam Pasal 1 angka 15 undang-undang PPN disebutkan bahwa pengusaha
kena pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak
dan atau jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan undang-undang ini.
pengusaha yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi
pengusaha kena pajak berdasarkan ketentuan Pasal 3A ayat (1) undang-undang
PPn adalah :
1) Penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak di
dalam daerah pabean;dan/atau
2) Ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor jasa kena pajak, dan/atau
ekspor barang kena pajak tidak berwujud.
Setelah diauraikan diatas apakah kemudian pengusaha e-commerce asing
yang berdomisili di luar negeri dapat dikukuhkan menajadi pengusaha ken
pajak berdasarkan undang-undang PPN yang berlaku di indonesia apabila
melakukan kegiatan usaha di dalam yurisdiksi indonesia ?. apabila seperti yang
telah dielaskan di atas perusahaan e-commerce asing sebagai subjek pajak
berdasarkan BUT, apakah kemudian pengusaha e-commerce asing juga
otomatsi menjadi pengusaha kena pajak! berdasarkan undang-undang PPN
bahwa pengusaha e-commerce asing yang melakuka penyerahan barang
dan/atau jasa kena pajak wajib untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena
5
Value Added Taxes in Central and Eastern European Countries: A comparative Survey and
Evaluation: EC. OECD, 1998, h. 33
6
Haula Rosdiana, Edi Slamet Irianto, Titi Puswati Putranti, Teori Pajak Pertambahan Nilai,
(kebijakan dan implementasnya di indonesia), Ghalia Indonesia, Bogor, 2011, h. 205
pajak. jika mengambil sample seperti bukalapak.com bahwa pengusaha e-
commerce dalam melakukan usahanya di indonesia memberikan jasa untuk
melakukan penjualan barang lewat situs bukalapak.com, dengan omzet yang
besar dari bukalapak.com maka jasa yang ditawarkan oleh bukalapak.com
merupakan jasa kena pajak sehingga dikenakan PPN berdasarkan undang-
undang PPN. Contoh yang serupa juga dapat dilihat dalam katering online
dimana dewasa menu yang ditawarkan sudah include dengan PPN hal ini
menandakan bahwa pengenaan PPN terhadap pengusaha e-commerce tidak
terdapat banyak masalah seperti pengenaan PPh atas transaksi online terlebih
dalam pengenaan PPN secara universal berlaku asas destination principle atau
prinsip tujuan sebagaiman PPN atau VAT pengenaannya didasarkan atas
Comsumption Based Taxation.
7
Lihat Persetujuan antara pemeintahh Republik indoneesia dengan pemerintah amerika
serikat untuk penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak yang berkenaan dengan
pajak atas penghasilan
Jika merujuk pada persayaratan BUT dalam Pasal 5 P3B indonesia dan
amerika serikat, bahwa perusahaan e-commerce asing tidak dikatakan
membentuk suatu BUT. Implikasi tidak terbentuknya suatu BUT bahwa
berdasarkan pasal 8 P3B indonesia – AS mengenai laba usaha” laba usaha
penduduk salah satu negara pihak pada perjanjian akan dikecualikan dari
pengenaan pajak oleh negara pihak lainnya pada perjanjian kecuali jika
penduduk tersebut menjalankan usaha di negara pihak lainnya pada perjanjian
tersebut melalui suatu bentuk usaha tetap”
8
R Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Refika aditama, Bandung, 1998, h.
219-220
Kenyataan yang terjadi dalam poin-poin diatas bahwa apabila terjadi titik
pertautan taatbestand pada suatu negara, maka akan selalu ada kemungkinan
untuk setiap negara untuk melakukan klaim atas hak pemajakan yang kemudian
menimbulkan sengketa dan terkadang menjadi persaingan. Maka persinggungan
hak itu harus kemudian diatur dalam suatu perjanjian yang berisikan pembatasan
hak dalam bidang perpajakan.
9
Pengertian pajak berganda internasional, www.bukuilmu.weebly.com/pajak-
internasional.html diakses tanggal 12 agustus 2015
10
Ibid
4) identitas masa pajak;
5) identitas (atau kesamaan pajak).
11
Rochmat Soemitro, Dewi kania Sugiharti, Op.cit. h. 107
2) business income, penghasilan perusahaan;
3) penghasilan dari harta tak gerak;
4) penghasilan berupa bunga, deviden, dan royalti;
5) penghasilan dari permanent establishment;
6) penghasilan dari personal service, direktur, dan sebagainya;
7) penghasilan para mahasiswa;
8) penghasilan para olahragawan;dan sebagainya.
2. SARAN
a. Pajak atas atas transaksi e-commerce perlu untuk diatur lebih khusus dalam
peraturan perpajakan terlebih ketentuan mengenai klasifikasi perusahaan e-
commerce sebagai subjek pajak dalam negeri atau luar negeri, karena
berdasarkan klasifikasi tersebut akan memberikan kejelasan dan akan
memudahkan pemerintah untuk mengenakan sanksi atas tidak dilakukannya
kewajiban perpajakan.
b. Revisi terhadap perjanjian penghindaran pajak berganda antara indonesia
dengan negara partner perlu untuk dipertimbangkan mengingat transaksi e-
commerce yang semakin berkembang sehingga potensi pajaknya dapat
dimaksimalkan oleh pemerintah.
Daftar Pustaka
Sakti, Nufransa Wira, Buku Pintar Pajak E-Commerce dari mendaftar sampai
membayar, Visimedia, Jakarta, 2014.
Soemitro, Rochmat, Kania Sugiharti, Dewi, Asas dan Dasar Perpajakan 1 (edisi
revisi), Refika Aditama, Bandung, 2004.
Jurnal
Laporan Hasil Kajian, Tax Treaty dan Pengaruhnya Terhaap Arus Investasi antara
Indonesia dengan Negara-Negara Mitra, Pusat Kebijakan Regipnal dan Bilateral
Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, 2012.
Website
www.bukuilmu.weebly.com/pajak-internasional.html