Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE) DENGAN ANURIA DAN


HEMODIALISA
Di Ruang HEMODIALISA RSUD Dr. SAIFUL ANWAR
MALANG

Disusun oleh :

LAYLA VIARA RIZKY

176410024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA

JOMBANG

2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan Asuhan keperawatan Medikal Bedah dengan


masalah CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE) DENGAN ANURIA DAN
HEMODIALISA di ruang Hemodialisa rumah sakit Dr. SAIFUL ANWAR
MALANG sesuai praktik program studi pendidikan profesi ners yang di lakukan
oleh :
Nama : Layla Viara Rizky
Nim : 17.641.0024
Insitusi : STIKES Insan Cendekia Medika Jombang
Sebagai syarat pemenuhan praktika klinik yang di setujui dan di sahkan pada :
Hari :
Tanggal :

Malang………..……….2018

Mahasiswa

Layla Viara Rizky

Menyetujui

Pembimbing akademik pembimbing ruangan

( ) ( )

Kepala ruangan

( )
BAB I
CKD (Chronic Kidney Disease)
a. Definisi
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik
uremik) di dalam darah. Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu
mengangkut sampah metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulasinya. Suatu
bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat
gangguan eksresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan
metabolik, cairan, elektrolit serta asam-basa. Gagal ginjal merupakan penyakit
sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai peyakit urinary tract
dan ginjal (Arif Muttaqin, 2011)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit,menyebabkan retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah.
(Brunner & Suddarth, 2001).
b. Klasifikasi
Terdapat 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis yang ditentukan melalui
penghitungan nilai Glumerular Filtration Rate (GFR) dengan melihat kadar
kretatinin. Kreatinin adalah produk sisa yang berasal dari aktivitas otot yang
seharusnya disaring dari dalam darah oleh ginjal yang sehat.

Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin


Test) dapat digunakan dengan rumus:

Dibawah ini 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis sebagai berikut :


a. Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/min)
Pada stadium 1 gagal ginjal kronik (GGK) biasanya belum merasakan
gejala yang mengindikasikan adanya kerusakan pada ginjalnya. Hal ini
disebabkan ginjal tetap berfungsi secara normal meskipun tidak lagi dalam
kondisi tidak lagi 100 persen, sehingga banyak penderita yang tidak
mengetahui kondisi ginjalnya dalam stadium.

b. Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min)


Pada stadium 2 juga dapat tidak merasakan gejala yang aneh karena
ginjal tetap dapat berfungsi dengan baik.
c. Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat ( 30 s/d 59 ml/min )
Pada tingkat ini akumulasi sisa – sisa metabolisme akan menumpuk
dalam darah yang disebut uremia. Gejala- gejala juga terkadang
mulai dirasakan seperti :
• Fatique : rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh
anemia.
• Kelebihan cairan: Hal ini membuat penderita akan mengalami
pembengkakan
sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga
dapat mengalami sesak nafas akaibat teralu banyak cairan yang
berada dalam tubuh.
• Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang
menandakan adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin
juga mengalami perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah
apabila bercampurdengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau
berkurang dan terkadang penderita sering trbangun untuk buang air
kecil di tengah malam.
• Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat
ginjal beradandapat dialami oleh sebagian penderita yang
mempunyai masalah ginjal seperti polikistik dan infeksi.
• Sulit tidur : Sebagian penderita akan mengalami kesulitan
untuk tidur disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupun restless
legs.
d. Stadium 4, dengan penurunan GFR parah ( 15 s.d 29 ml/min)
Apabila seseorang berada pada stadium ini maka sangat mungkin
dalam waktu dekat diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal /
dialisis atau melakukan transplantasi. Kondisi dimana terjadi
penumpukan racun dalam darah atau uremia biasanya muncul pada
stadium ini.
Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 adalah:
 Fatique, Kelebihan cairan, perubahan pada urin, sakit pada
ginjal, sulit tidur
 Nausea : muntah atau rasa ingin muntah.
 Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan
yang dikonsumsi tidak terasa seperti biasanya.
 Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat
dideteksi melalui bau pernafasan yang tidak enak.
e. Stadium 5, penyakit ginjal stadium akhir/ terminal (>15 ml/min)
Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya
untuk bekerja secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi
pengganti ginjal (dialisis) atau transplantasi agar penderita dapat
bertahan hidup.
Gejala yang dapat timbul pada stadium 5 antara lain :
• Kehilangan napsu makan
• Nausea.
• Sakit kepala.
• Merasa lelah.
• Tidak mampu berkonsentrasi.
• Gatal – gatal.
• Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.
• Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan
kaki.
• Keram otot
• Perubahan warna kulit
c. Etiologi dan faktor resiko
Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan gagal ginjal kronis
bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan dari luar ginjal (Arif Muttaqin, 2011) :
 Penyakit dari ginjal
 Glomerulonefritis
 Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis
 Batu ginjal: nefrolitiasis
 Kista di Ginjal: polcystis kidney
 Trauma langsung pada ginjal
 Keganasan pada ginjal
 Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/struktur.
 Penyakit tubulus primer: hiperkalemia primer, hipokalemia kronik,
keracunan logam berat seperti tembaga, dan kadmium.
 Penyakit vaskuler: iskemia ginjal akibat kongenital atau stenosis arteri
ginjal, hipertensi maligna atau hipertensi aksekrasi.
 Obstruksi: batu ginjal, fobratis retroperi toneal, pembesaran prostat
striktur uretra, dan tumor.
 Menurut David Rubenstein dkk. (2007), penyebab GGK diantaranya:
Penyakit ginjal herediter, Penyakit ginjal polikistik, dan Sindrom Alport
(terkait kromosom X ditandai dengan penipisan dan pemisahan membrane
basal glomerulus)
 Penyakit dari Luar Ginjal
 DM, hipertensi, kolesterol tinggi
 Dyslipidemia
 SLE
 TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
 Preeklamsi
 Obat-obatan
 Luka bakar
 Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
 Diabetes : Diabetes tipe 2 merupakan penyebab nomor satu. Dengan
mengendalikan kadar gula darah risiko terjadinya kerusakan ginjal dapat
dicegah.
 Tekanan darah tinggi (hipertensi) : Hipertensi yang berkelanjutan dapat
merusak atau mengganggu pembuluh darah halus dalam ginjal yang lama
kelamaan dapat mengganggu kemampuan ginjal untuk menyaring darah.
Dengan menjaga berat badan tetap ideal, berolahraga teratur, dan
menggunakan obat yang sudah diresepkan dokter dapat membantu
mencegah atau memperlambat perkembangan penyakit ginjal menjadi
gagal ginjal.
 Mengkonsumsi obat pereda rasa nyeri yang mengandung ibuprofen
berlebihan maupun dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan
timbulnya nefritis intersitialis, yaitu peradangan ginjal yang dapat
mengarah pada gagal ginjal. Jika Anda mengalami gangguan fungsi ginjal
dan sedang mengkonsumsi obat secara rutin, coba konsultasikan ke
dokter. Untuk obat baru, konsultasikan dengan dokter bila Anda
mengalami gejala tertentu. Penyalahgunaan obat / zat tertentu Pemakaian
obat terlarang, seperti heroin atau kokain, dapat menyebabkan kerusakan
fungsi ginjal yang dapat mengarah pada gagal ginjal.
 Agent : NTA akibattoksikterjadiakibatmenelanzat-zatnefrotoksik. Ada
banyaksekalizatatauobat-obat yang
dapatmerusakepiteltubulusdanmenyebabkan GGA, yaituseperti :Antibiotik
: aminoglikosoid, penisilin, tetrasiklin, amfotersisin B, sulfonamida, dan
lain-lainnya. Obat-obatdanzatkimialain :fenilbutazon, zat-zatanestetik,
fungisida, pestisida, dankalsiumnatriumadetat. Pelarutorganik
:karbontetraklorida, etilonglikol, fenol, dan metal alkohol. Logamberat :
Hg, arsen, bismut, kadmium, emas, timah, talium, dan uranium.
Pigmenheme : Hemoglobin danmioglobin
 Radang : Penyakit tertentu, seperti glomerulonefritis (radang pada
glomerulus/unit penyaring ginjal) dapat merusak ginjal, sehingga ginjal
tidak bisa lagi menyaring zat-zat sisa metabolisme tubuh. Untuk
mengetahui lebih lanjut, biasanya dokter akan meminta Anda melakukan
serangkaian pemeriksaan di laboratorium.
 Pekerjaan : Orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan bahan-
bahan kimia akan dapat mempengaruhi kesehatan ginjal. Bahan-bahan
kimia yang berbahaya jika terpapar dan masuk kedalam tubuh dapat
menyebabkan penyakit ginjal. Misalnya pada pekerja di pabrik atau
industri.
 Perilaku minum : Air merupakan cairan yang sangat penting di dalam
tubuh. Lebih kurang 68% berat tubuh terdiri dari air. Minum air putih
dalam jumlah cukup setiap hari adalah cara perawatan tubuh terbaik. Air
ini sebagai simpanan cairan dalam tubuh. Sebab bila tubuh tidak
menerima air dalam jumlah yang cukup, tubuh akan mengalami dehidrasi.
Di mulai dengan simpanan air tubuh yang menurunan dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan. Organ-organ tubuh yang vital juga
sangat peka terhadap kekurangan air, salah satunya adalah ginjal. Ginjal
tidak dapat berfungsi dengan baik bila tidak cukup air. Pada proses
penyaringan zat-zat racun, ginjal melakukannya lebih dari 15 kali setiap
jam, hal ini membutuhkan jumlah air yang banyak sebelum diedarkan ke
dalam darah. Bila tidak cukup cairan atau kurang minum, ginjal tidak
dapat bekerja dengan sempurna maka bahan-bahan yang beredar dalam
tubuh tidak dapat dikeluarkan dengan baik sehingga dapat menimbulkan
keracunan darah dan menyebabkan penyakit ginjal.
 Environment : Cuaca panas dapat mempengaruhi terjadinya penyakit
ginjal. Jika seseorang bekerja di dalam ruangan yang bersuhu panas, hal
ini dapat mempengaruhi kesehatan ginjalnya. Yang terjadi adalah
berkurangnya aliran atau peredaran darah ke ginjal dengan akibat
gangguan penyediaan zat-zat yang diperlukan oleh ginjal dan pada ginjal
yang rusak hal ini akan membahayakan.

 Beberapa faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, adalah:


 Riwayat Keluarga Penyakit Ginjal : Jika ada anggota keluarga
menderita GGK, atau yang sedang menjalani dialisis, atau transplantasi
ginjal, Anda memiliki risiko mengalami penyakit ini. Salah satu jenis
penyakit yang bersifat diturunkan adalah penyakit ginjal polikistik, yaitu
penyakit ketika jaringan normal ginjal secara perlahan digantikan oleh
kista-kista berisi cairan.
 Kelahiran Premature : Bayi prematur (lahir kurang dari 32 minggu
kehamilan) berisiko memiliki penumpukan endapan kalsium di bagian
nefron ginjal, yang dikenal dengan nefrokalsinosis. Hal ini mungkin
disebabkan oleh menurunnya kemampuan menghambat proses
penggumpalan kristal akibat beban kalsium yang disaring meningkat dan
ekskresi sitrat berkurang. Bila tidak diatasi, bayi yang memiliki kondisi
seperti ini memiliki risiko untuk menderita gangguan fungsi ginjal di
kemudian hari.
 Usia : Seiring dengan pertambahan usia, fungsi ginjal pun dapat menurun.
Usia penderita gagal ginjal berkisar antara 40-50 tahun, tetapi hampir
semua usia dapat terkena penyakit ini. Menurut penelitian D.W. Bates
penyakit gagal ginjal paling banyak pada penderita yang berumur 45
tahun.
 Jenis kelamin : Kejadian pada laki-laki dan wanita hampir sama. Menurut
penelitian Orfeas Liangas dkk (2001), dari 558.032 penderita gagal ginjal
51,8% adalah laki-laki, sedangkan perempuan sebesar 48,2%.
 Ras/etnik : (African-American, Hispanic, American Indian,Asian)
 Trauma atau Kecelakaan : Kecelakaan, cedera, beberapa jenis operasi,
juga dapat mengganggu atau merusak ginjal.
 Jenis Penyakit Tertentu dapat meningkatkan risiko terjadinya GGK.
Penyakit ini antara lain penyakit lupus, anemia sel sabit (sickle cell
anemia), kanker, AIDS, hepatitis C dan gagal jantung berat. (Bahan dari
Koesh-Bandung).

d. Manifestasi
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac
dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan
edema.
b. Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning
feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor,
miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.
e. Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrin
g. Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi
dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan
vitamin D.
h. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium
dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
i. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga
terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.
e. Patofisiologi
Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari, namun
perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. pada akhirnya akan terjadi
kerusakan nefron sehingga menyebabkan penurunan GFR (Glomelular Filtration
Rate) dan menyebabkan CKD (cronic kidney disease), yang mana ginjal
mengalami gangguan dalam fungsi eksresi dan dan fungsi non-eksresi. Fungsi
renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap
sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan
semakin berat (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448) dari proses sindrom uremia
terjadi pruritus, perubahan warna kulit. Sindrom uremia juga bisa menyebabkan
asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu menyekresi asam (H+ ) yang
berlebihan. Penurunan sekrsi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu menyekresi
ammonia (NH3 - ) dan megapsorbsi natrium bikarbonat (HCO3 - ). Penurunan
eksresi fosfat dan asam organik yang terjadi, maka muntah dan muntah tidak
dapat dihindarkan. Sekresi kalsium mengalami penurunan sehingga hiperkalemia,
penghantaran listrik dalam jantung terganggu akibatnya terjadi penurunan COP
(cardiac output), suplai O2 dalam otak dan jaringan terganggu. Penurunan sekresi
eritropoetin sebagai faktor penting dalam stimulasi produksi sel darah merah oleh
sumsum tulang menyebabkan produk hemoglobin berkurang dan terjadi anemia
sehingga peningkatan oksigen oleh hemoglobin (oksihemoglobin) berkurang
maka tubuh akan mengalami keadaan lemas dan tidak bertenaga.
Gangguan clerence renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang
berfungsi. Penurunan laju filtrasi glomerulus di deteksi dengan memeriksa
clerence kretinin dalam darah yang menunjukkan penurunan clerence kreatinin
dan peningkatan kadar kreatinin serum. Retensi cairan dan natrium dapat
megakibatkan edema.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme.
Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah
satunya meningkat maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan menurunnya
filtrasi melaui glomerulus ginjal maka meningkatkan kadar fosfat serum, dan
sebaliknya, kadar serum kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium serum
menyebabkan sekresi parathhormon dari kelenjar paratiroid, tetapi gagal ginjal
tubuh tidak dapat merspons normal terhadap peningkatan sekresi parathormon
sehingga kalsium ditulang menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang
dan penyakit tulang. (Nurlasam, 2007).
f. Pemeriksaan diagnostik
 Pemeriksaan darah lengkap dan kimia klinik
 Laju endap darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan
hipoalbuminemia
 Hiponatremia: umumnya karena kelebihan cairan
 Hiperkalemia: biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunnya diuresis
 Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia: umumnya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein
 Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada
gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer)
 Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang
menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya
disebabkan retensi asam-basa organik pada gagal ginjal.
 Ht: menurun karena pasien mengalamii anemia Hb < 7-8 gr/dl
 BUN/Kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap
akhir. Rasio BUN dan kreatinin = 12:1 – 20:1
 GDA: asidosis metabolic, PH <7,2
 Protein albumin : menurun
 Natrium serum : rendah, Nilai normal 40-220 mEq/l/hari tergantung
berapa banyak cairan dan garam yang dikonsumsi.
 Kalium, magnesium : meningkat
 Kalsium : menurun
 Pemeriksaan urin
 Volume : biasanya < 400-500ml/24 jam atau bahkan tidak ada urin
(anuria)
 Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh zat
yang tidak terreabsorbsi maksimal atau terdiri dari pus, bakteri, lemak,
fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah,
Hb, mioglobin.
 Berat jenis : < 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal tubular
 Klirens kreatinin : mungkin menurun.
 Natrium : > 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.
 Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan
kerusakan glumerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
 Osmolalitas: < 350 mOsm/kg, rasio urin/serum = 1:1
 Pemeriksaan radiologi
 USG: untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostat.
 IVP (Intra Vena Pielografi): untuk menilai sistem pelviokalises dan
ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada
keadaan tertentu, misalnya: usia lanjut, DM dan nefropati Asam urat.
 Foto Polos Abdomen : untuk menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah
ada batu atau obstruksi lain. Foto polos yang disertai dengan tomogram
memberikan hasil keterangan yang lebih baik.Dehidrasi akan
memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan tidak
puasa.
 Renogram: untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskuler, parenkim, eksresi), serta sisa fungsi ginjal.
 EKG : untuk mengetahui kemungkinan hipertropi ventrikel kiri dan
kanan, tanda-tanda perikarditis, disritmia, gangguan elektrolit.
 Renal anterogram : mengkaji terhadap sirkulasi ginjal dan ekstra
vaskularisasi serta adanya masa.
 Rotgen thorak : mengetahui tanda-tanda kardiomegali dan odema paru.
 Pemeriksaan patologi anatomi
Biopsy ginjal : Dilakukan bila ada keraguan diagnostic gagal ginjal kronik
atau perlu diketahui etiologi dari penyakit ini
g. Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).
 Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
 Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuatn
dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif
nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
 Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya
jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
 Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung
dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
2. Terapi simtomatik
 Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera
diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
 Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi
darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
 Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan
keluhanutama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang
lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang
harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan
simtomatik.
 Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
 Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
 Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita.
3. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
 Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu
cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal
ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan
indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis,ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan
kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter,
muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan
kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8
mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar,
2006).
 Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik
CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun),
pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular,
pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke,
pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan
pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi
non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk
melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal
(Sukandar, 2006).
 Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-
80% faal ginjal alamiah.
b) Kualitas hidup normal kembali
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
h. Komplikasi
 Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme
dan masukan diit berlebih.
 Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
 Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron.
 Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah.
 Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
 Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer,
Hiperuremia (Smeltzer & Bare, 2005)
BAB 2
CKD Dengan Anuria
a. Definisi
Anuria dalam arti sesungguhnya adalah suatu keadaan dimana tidak ada
produksi urine dari seorang penderita. Dalam pemakaian klinis diartikan keadaan
dimana produksi urine dalam 24 jam kurang dari 100 ml. Keadaan ini
menggambarkan gangguan fungsi ginjal yang cukup berat dan hal ini dapat terjadi
secara pelan-pelan atau yang datang secara mendadak.
b. Etiologi
Kegagalan fungsi ginjal, yang dapat memiliki penyebab ganda termasuk
obat-obatan atau racun (misalnya, antibeku), diabetes, tekanan darah tinggi. Batu
atau tumor dalam saluran kemih juga dapat menyebabkan obstruksi dengan
menciptakan untuk aliran urin. Kalsium darah yang tinggi, oksalat, atau asam
urat, dapat berkontribusi terhadap risiko pembentukan batu. Pada laki-laki,
kelenjar prostat membesar adalah penyebab umum dari anuria obstruktif.
c. CKD Dengan Anuria
Kondisi gagal ginjal kronik yang biasanya disertai dengn anuria adalah
gagal ginjal kronik stage 5 yaitu ditandai dengan penurunan GFR secara
signifikan <15 ml/menit. Kondisi ini biasa disebut dengan End Stage Of Renal
Disease (ESRD). Proses ini terjadi ketika ginjal sudah banyak kehilangan fungsi
termasuk nefron ginjal, maka akan terjadi penurunan GFR dan tidak terjadi
produksi renin dan aldosterone. Selanjutnya retensi Kalium akan terjadi yang
akan mengakibatkan cairan tertahan sehingga produksi urin akan menurun secara
drastis <100 ml/24 jam. Kondisi inilah yang disebut dengan anuria pada CKD.
BAB 3
Hemodialisa
a. Definisi
Menurut Price dan Wilson (2005) dialisa adalah suatu proses dimana
solute dan air mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari
kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa
peritoneal merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip
dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke
larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan
tertentu.
Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan
sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran
semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan
untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan
melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar
dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan
memperbesar jalan masuk pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi dializer
yang dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa telah menjadi metode yang
dominan dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat
(Tisher & Wilcox, 1997).
Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus
yang dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk
membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam
sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran
darah, maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula
arteriovenosa) melalui pembedahan (NKF, 2006).

b. Tujuan
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa:
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-
sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa
metabolisme yang lain.
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang
seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi
ginjal.
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang
lain.
c. Indikasi
Price dan Wilson (2005) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang
jelas berdasarkan kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan
harus dimulai. Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan berdasarkan
kesehatan penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat
jalan. Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi
bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala
klinis lainnya. Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin
serum diatas 6 mg/100 ml pada pria , 4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro
filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan
terus menerus berbaring ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-
hari tidak dilakukan lagi.
Penyakit dalam (medikal): Arf- pre renal/renal/post renal, apabila
pengobatan konvensional gagal mempertahankan rft normal. Crf, ketika
pengobatan konvensional tidak cukup, Indikator biokimiawi yang memerlukan
tindakan hemodialisa:
 Peningkatan bun > 20-30 mg%/hari,
 Serum kreatinin > 2 mg%/hari,
 Hiperkalemia,
 Overload cairan yang parah,
 Odem pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis
 Pada crf: Bun > 200 mg%, Creatinin > 8 mg%,
 Hiperkalemia,
 Asidosis metabolik yang parah.
d. Kontraindikasi
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa
adalah hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal,
dan sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra
indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada
hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi.
Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer,
demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan
ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003).
e. Proses
Hemodialisis terdiri dari 3 kompartemen, yaitu:
1. Kompartemen darah
2. Kompartemen cairan pencuci (dialisat)
3. Ginjal buatan (dialiser)
Darah dikeluarkan dari pembuluh darah vena dengan kecepatan aliran
tertentu. Kemudian, masuk kedalam mesin dengan proses pemompaan. Setelah
terjadi proses dialisis, darah yang telah bersih ini masuk ke pembuluh balik.
Selanjutnya, darah akan beredar didalam tubuh. Proses dialisis (pemurnian)
darah terja didalam dialiser (Daurgirda set al., 2007).
Prinsip kerja hemodialisis adalah
1) Komposisi solute (bahanterlarut) suatularutan (kompartemen darah) akan
berubah dengan cara memaparkan larutan ini dengan larutan lain
(kompartemen dialisat) melalui membran semi permeable (dialiser).
2) Perpindahan solute melewati membrane disebut sebagai osmosis.
Perpindahan ini terjadi melalui mekanisme difusi dan UF. Difusi adalah
perpindahan solute terjadi akibat gerakan molekulnya secara acak, sedangkan
utrafiltrasi adalah perpindahan molekul terjadi secara konveksi, artinya solute
berukuran kecil yang larut dalam air ikut berpindah secara bebas bersama
molekul air melewati porus membran. Perpindahan ini disebabkan oleh
mekanisme hidrostatik, akibat perbedaan tekanan air (trans membrane
pressure) atau mekanisme osmotic akibat perbedaan konsentrasi larutan
(Daurgirdaset al.,2007). Pada mekanisme UF konveksi merupakan proses
yang memerlukangerakancairandisebabkanoleh gradient tekanan trans
membran (Daurgirdaset al., 2007). Luas permukaan membran dan daya
saring membran mempengaruhi jumlah zat dan air yang berpindah. Pada saat
dialisis, pasien didialiser dan rendaman dialisat memerlukan pemantauan
yang konstan untuk mendeteksi berbagai komplikasi yang dapat terjadi
(misal emboli udara, ultrafiltrasi tidak cukup kuat atau berlebihan,
perembesan darah, kontaminasi dan fistula)
Darah dalam pipa arteri dipompa dalam dialiser yang didalamnya
mengalir darah melalui tabung-tabung selodan yang bekera sebagai membran
permeabel. Larutan dialisat yang memiliki kinoisusu kimiawi yang lama
seperti darah kecuali ureum dan produk limbah mengalir di sekeliling
tubulus. Produk limbah dalam darah berdifusi melalui membran
semipermeabel ke dalam larutan dialisat.
f. Prosedur Penatalaksanaan Hemodialisa
a. Persiapan
1) Persiapan pasien
2) Persiapan mesin
3) Persiapan alat dan obat-obatan
b. Pelaksanaan
1) Setting: mengeset alat HD
2) Priming: pengisian pertama kali AVBL, dialiser menggunakan Nacl
3) Soaking: (melembabkan) untuk meningkatkan permeabilitas membran
4) Menentukan dan melakukan penusukan
5) Memulai hemodialisis
6) Melakukan monitoring saat HD
7) Mengakhiri HD
c. Lama hemodialisa: 10-15 jam/minggu
1) Creatinin kliren 3-5 ml/m: 10 jam
2) Creatinin < 3 ml/m: 15 jam.
d. Tanda-tanda dialisis adekuat
1) Tercapai BB kering
2) Pasien tampak baik
3) Bebas simtom uremia
4) Nafsu makan baik
5) Aktif
6) TD terkendali
7) Hb > 10 gr/dl
g. Keunggulan Hemodialisa
a. Produk sampah nitrogen molekul kecil cepat dapat dibersihkan
b. Waktu dialisis cepat
c. Resiko kesalahan tehnis kecil
d. Adequasy dialisis dapat ditetapkan segera, underdialisis segera dapat
dibenarkan.
h. Kelemahan Hemodialisa
a. Tergantung mesin, Sering terjadi: hipotensi, kram otot,disequilibrium
sindrom
b. Terjadi aktivasi: complement, sitokines mungkin timbul amiloidosis
c. Vaskuler access: infeksi – trombosis
d. Sisa fungsi ginjal cepat menurun dibanding peritoneal dialysis
i. Komplikasi
Komplikasi HD dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Komplikasi Akut
Komplikasi Penyebab
Hipotensi Penarikan cairan yang berlebihan, terapi
antihipertensi,infark jantung,tamponade, reaksi anafilaksis
Hipertensi Kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi yang tidak adekuat
Reaksi Alergi Reaksi alergi, dialiser, tabung, heparin, besi, lateks
menyebabkan hiperthermi (akibat inflamasi)
Aritmia Gangguan elektrolit, perpindahan cairan yang terlalucepat,
obat antiaritmia yang terdialisis
KramOtot Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan elektrolit*
*Aktivitas otottidak adekuat yang akan mempengaruhi
kekuatan otot. Selain itu, Kelemahan otot tersebut
disebabkan adanya pengurangan aktivitas, atrofi otot,
miopati otot,neuropati atau kombinasi diantaranya
Mual dan - Akibat adanya situasi yang menyebabkan kecemasan
Muntah - Akibat hidrasi dan restriksi protein serta hipoglikemi
(Smeltzer and Bare, 2010)
Rasa Haus Kadar sodium yang tinggi, penurunan kadar posatium,
angiotensin II,peningkatan urea plasma, urea plasma yang
mengalami peningkatan, hipovolemia post dialisis dan
faktor psikologis
SesakNapas - Penumpukan cairan yang diakibatkan oleh rusaknya ginjal,
sehingga cairan tersebut akan memutus saluran paru – paru
dan membuat sesak nafas.
- Akibat adanya anemia yang mengakibatkan tubuh
kekurangan oksigen
Emboli Udara Udara memasuki sirkuit darah
Dialysis - Perpindahan osmosis antara intrasel dan ekstra sel
disequilibirium menyebabkan sel menjadi bengkak, edema serebral.
- Penurunan konsentrasi urea plasma yang terlalu cepat

2. Komplikasi Kronik
Komplikasi
Penyakit Jantung: fungsi Renin dan Agiotensin pada ginjal yang tidak adekuat
Malnutrisi: hipoglikemi yang menyebabkan mual dan muntah tidak terkontrol
Hipertensi
Kelebihan cairan pradialisis akan meningkatkan resistensi vaskulerdan pompa
jantung. Pasien yang mengalami hipertensi intradialisis terjadipeningkatan nilai
tahanan vaskuler perifer yang bermakna pada jam akhirdialisis. Jika terjadi
kenaikan tekanan darah postdialysis mencerminkan kelebihan volume subklinis
(Wuchang & Yao-ping 2012)
Perdarahan
Uremia menyebabkan gangguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai
dengan mengukur waktu perdarahan. Pengguanaan heparin selama hemodialisa
juga merupakan factor resiko terjadinya perdarahan.
Amiloidosis :penumpukan protein pada jaringan dan organ tubuh, yang dapat
menyebabkan kegagalan organ.

j. Penatalaksaan Pasien dengan Hemodialisa Jangka Panjang


 Diet dan asupancairan.
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisis
mengingat adanya efek uremia. Apabila ginajal yang rusak tidak mampu
mengekresikan produk akhir metabolisme, subtansi yang bersifat asam ini
akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun atau
toksin yang di kenal dengan gejala uremik.
 Pertimbangan medikasi.
Banyak obat yang dieksresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal.
Pasien yang memerlukan obat-obatan harus di pantau dengan ketat untuk
memastikan agar kadar obat-oabatan dalam darah dan jaringan dapat di
pertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik.
BAB 4
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN CKD DENGAN ANURIA
a. Pengkajian
1) Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda,
dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
2) Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi),
mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal
pada kulit.
3) Riwayat penyakit
a) Sekarang
Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan
kardiogenik.
b) Dahulu
Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic
Hyperplasia, prostatektomi.
c) Keluarga
Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).
4) Tanda vital
Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan
dalam (Kussmaul), dyspnea.
5) Pemeriksaan Fisik :
a) Pernafasan (B 1 : Breathing)
 Gejala: Nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk
dengan/tanpa sputum, kental dan banyak.
 Tanda: Takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif
dengan / tanpa sputum.
b) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
 Gejala: Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau
angina dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.
 Tanda: Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada
kaki, telapak tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi
ortostatik, friction rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan,
kuning.kecendrungan perdarahan.

c) Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai
koma.
d) Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)
 Gejala: Penurunan frekuensi urine (Kencing sedikit (kurang dari 400
cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing),
oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau
konstipasi.
 Tanda: Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan)
oliguria atau anuria.
e) Pencernaan - Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva
dan Diare
f) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
 Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki,
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
 Tanda: Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis
pada kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan
lunak, sendi keterbatasan gerak sendi.
6) Pola aktivitas sehari-hari
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal
kronik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan
yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah
dimengerti pasien.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake minum
yang kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi
status kesehatan klien. Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan
berat badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut
(amonia), Penggunaan diuretic, Gangguan status mental, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran,
kejang, rambut tipis, kuku rapuh.
c) Pola Eliminasi
Kencing sedikit (kurang dari 100 cc/hari), warna urine kuning tua dan
pekat, tidak dapat kencing. Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria
(gagal tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi, Perubahan
warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
d) Pola tidur dan Istirahat
Gelisah, cemas, gangguan tidur.
e) Pola Aktivitas dan latihan
Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan klien tidak
mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, Kelemahan
otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
f) Pola hubungan dan peran
Kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja, mempertahankan
fungsi peran).
g) Pola sensori dan kognitif
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati / mati
rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu
melihat dan mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami disorientasi/
tidak.
h) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya
biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami
kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
i) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas
maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta
orgasme. Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
j) Pola mekanisme / penanggulangan stress dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress,
perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa
marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat
menyebabkan klien tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif / adaptif. Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan,
tak ada kekuatan. Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta
gagal ginjal kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah
maupun mempengaruhi pola ibadah klien
b. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Hemodialisa
a. Ketidakefektifan pola nafas b.d edema paru, asites, lung uremia,
asidosis metabolik
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat
c. Resiko ketidak efektifan perfusi ginjal berhubungan dengan penyakit
ginjal (CKD)
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alrveolar kapiler (edema paru)
e. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
(peningkatan usaha nafas)
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
O2 dan kebutuhan
g. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran
urine, diet cairan berlebih, retensi cairan & natrium.
h. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi
Na dan H2O)
i. Mual berhubungan dengan gangguan biokimia (uremia)
j. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang/lebih dari kebutuhan tubuh
behubungan dengan prognosis penyakit dan gangguan metabolik serta
kadar asam basa dalam tubuh.
2. Intra Hemodialisa
a. Nyeri akut behubungan dengan aktivasi receptor nyeri di area insersi
saat dan setelah pemasangan AV shunt
b. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan proses hemodialisa
yang mengerluarkan cairan dari dalam tubuh
c. Resiko perdarahan berhubungan dengan pemasangan AV shunt
d. Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap
penusukan & pemeliharaan akses vaskuler.
3. Post Hemodialisa
a. Resiko infeksi berhubungan dengan area insersi AV Shunt
b. Resiko perdarahan berhubungan dengan pemberian heparin
c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
sindrom ketidak seimbangan dialisa

b. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan/KH Intervensi
1 Intoleransi Setelah dilakukan askep ... NIC: Toleransi aktivitas
aktivitas B.d jam Klien dapat menoleransi 1) Tentukan penyebab intoleransi
ketidakseim aktivitas & melakukan ADL aktivitas & tentukan apakah penyebab
bangan dgn baik dari fisik, psikis/motivasi
suplai &  Kriteria Hasil: 2) Kaji kesesuaian aktivitas&istirahat
kebutuhan 4. Berpartisipasi dalam klien sehari-hari
O2 aktivitas fisik dgn TD, 3) ↑ aktivitas secara bertahap, biarkan
HR, RR yang sesuai klien berpartisipasi dapat perubahan
5. Warna kulit normal, posisi, berpindah&perawatan diri
hangat & kering 4) Pastikan klien mengubah posisi
6. Memverbalisasikan secara bertahap. Monitor gejala
pentingnya aktivitas intoleransi aktivitas
secara bertahap 5) Ketika membantu klien berdiri,
7. Mengekspresikan observasi gejala intoleransi spt mual,
pengertian pentingnya pucat, pusing, gangguan
keseimbangan latihan & kesadaran&tanda vital
istirahat 6) Lakukan latihan ROM jika klien tidak
 ↑toleransi aktivitas dapat menoleransi aktivitas
2 Resiko NOC: NIC :
kekurangan
 Nutritional Status : Food Fluid management
volume
and Fluid Intake
cairan b.d
1. Monitor status hidrasi (kelembaban
Mekanisme
Setelah dilakukan tindakan membran mukosa, nadi adekuat,
peredaran
keperawatan selama 5 jam tekanan darah ortostatik)
darah/cairan
diharapkan defisit volume 2. Monitor vital sign
tidak efektif
cairan tidak terjadi dengan 3. Monitor masukan makanan / cairan
(proses
selama interdialisis
dialisis Kriteria Hasil :
4. Monitor status nutrisi
berlangsung
5. Dorong keluarga untuk membantu
 Tekanan darah, nadi,
pasien makan
suhu tubuh dalam batas
6. Kolaborasi dokter jika tanda cairan
normal
berlebih muncul meburuk
 Tidak ada tanda tanda
7. Atur kemungkinan tranfusi
dehidrasi, Elastisitas
8. Persiapan untukkemungkinan tranfusi
turgor kulit baik,
membran mukosa
lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan
3 Kelebihan Setelah dilakukan askep ..... Fluid management:
volume jam pasien mengalami 1) Monitor status hidrasi (kelembaban
cairan b.d. keseimbangan cairan dan membran mukosa, nadi adekuat)
mekanisme elektrolit. 2) Monitor tnada vital
pengaturan  Kriteria hasil: 3) Monitor adanya indikasi
melemah  Bebas dari edema overload/retraksi
anasarka, efusi 4) Kaji daerah edema jika ada
 Suara paru bersih Fluid monitoring:
 Tanda vital dalam 1) Monitor intake/output cairan
batas normal 2) Monitor serum albumin dan protein
total
3) Monitor RR, HR
4) Monitor turgor kulit dan adanya
kehausan
5) Monitor warna, kualitas dan BJ urine
4 Ketidakseim Setelah dilakukan askep ….. Manajemen Nutrisi
bangan jam klien menunjukan status 1) kaji pola makan klien
nutrisi nutrisi adekuat dibuktikan 2) Kaji adanya alergi makanan.
kurang dari dengan BB stabil tidak 3) Kaji makanan yang disukai oleh
kebutuhan terjadi mal nutrisi, tingkat klien.
tubuh energi adekuat, masukan 4) Kolaborasi dg ahli gizi untuk
nutrisi adekuat penyediaan nutrisi terpilih sesuai
dengan kebutuhan klien.
5) Anjurkan klien untuk meningkatkan
asupan nutrisinya.
6) Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
7) Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi dan pentingnya bagi tubuh
klien

Monitor Nutrisi
1) Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
2) Monitor respon klien terhadap situasi
yang mengharuskan klien makan.
3) Monitor lingkungan selama makan.
4) jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak bersamaan dengan waktu klien
makan.
5) Monitor adanya mual muntah.
6) Monitor adanya gangguan dalam
proses mastikasi/input makanan
misalnya perdarahan, bengkak dsb.
7) Monitor intake nutrisi dan kalori.
5 Resiko Setelah dilakukan askep ... Kontrol infeksi
infeksi b/d jam risiko infeksi terkontrol 1) Ajarkan tehnik mencuci tangan
tindakan dg Kriteria hasil: 2) Ajarkan tanda-tanda infeksi
invasive,  Bebas dari tanda-tanda 3) laporkan dokter segera bila ada tanda
penurunan infeksi infeksi
daya tahan  Angka leukosit normal 4) Batasi pengunjung
tubuh primer  Ps mengatakan tahu 5) Cuci tangan sebelum dan sesudah
tentang tanda-tanda merawat ps
dan gejala infeksi 6) Tingkatkan masukan gizi yang cukup
7) Anjurkan istirahat cukup
8) Pastikan penanganan aseptic daerah
IV
9) Berikan PEN-KES tentang risk
infeksi
proteksi infeksi:
1) monitor tanda dan gejala infeksi
2) Pantau hasil laboratorium
3) Amati faktor-faktor yang bisa
meningkatkan infeksi
4) monitor VS
DAFTAR PUSTAKA

Basuki B. Dasar-dasar urologi.Malang: Sagung seto; 2015.hlm.93-100.

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6.


Jakarta : EGC
Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Black H.R., CushmanW.C., Green L.A., Izzo J.L., Jr.,
et al, 2003. The seventh report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure:
The JNC 7 Report. JAMA;289:2560-72.
Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, edisi 3. Jakarta: EGC.
David S. Goldfarb,MD.In the clinic nephrolithiasis.American College of Physicians
[internet]. 2009 [6 Agustus 2017]. Tersedia dari:
https://www.med.unc.edu/medselect/res
ources/course%20reading/ITC%20nephrol ithiasis.full.pdf

Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. 2000 . Nursing Care Plans :
Guidelines For Planning And Documenting Patients Care. Alih
bahasa:Kariasa,I.M. Jakarta: EGC
Ganiswarna, S. G. (2003). Famakologi dan Terapi. Jakarta: Bagian Farmakologi FK-
UI.
Gareth Beevers. Para patofisiologi hipertensi. British Medical Journal.
FindArticles.com.
Hanley JM, Saigal CS, Scales CD, Smith AC. Prevalences of kidney stone in the
United States. Journal European Association of Urology[internet].
2012[diakses tanggal 6 Agustus 2017]; 62(1):160-5.Tersedia dari:
http://journal.unnes.ac.id/index.php/kem as
Hopper D.P, dan William S.L. 2007. Understanding Medical Surgical Nursing Third
Edition. Philadelphia: FA Davis Company
HughesAD, Schachter M. Hypertension and blood vessels. Hughes AD, Schachter M.
Hipertensi dan pembuluh darah. Br Med Bull 1994;50:356-70. Br Med Bull
1994; 50:356-70.
Mansjoer A, et al. 2002. Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II
Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
NIH. 2008. The National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse
(NKUDIC). the National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney
Diseases (NIDDK). (http://www.kidney.niddk.nih.gov).
Patel, P. R. 2007. Lecture Notes: Radiologi Ed. 2. Surabaya: Erlangga.
Purnomo, Basuki. B. 2011. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Ke Tiga. Jakarta :Sagung
Seto
Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik Ed. 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Renal Services & Urology Directorate. 2005. Nephrotic Syndrome. a patients’ guide.
(http://www.kidney.org.uk).
Rindiastuti, Yuyun. 2006. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta: EGC.
Silvia A. Price, Lorraince M. Wilson. Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2003.
Sjamsuhidajat, R. & Jong, Wim de. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EG
Smeltzer C.S. dan Bare Brenda. 2003. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical
Surgical Nursing 10th edition. Philadelphia: Lippincott.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth volume 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer,S.C,. Bare,B.G., Hinkle,J.L & Cheever,K.H. (2008 ). Textbook Of Medical –
Surgical Nursing. Ed 12. Philadelpia: Lippincott William &
Wilkins.Zhou, Y.L., Liu, H.L., Duan, X.F., Yao, Y., Sun, Y., & Liu, Q.
(2006). Impact Of Sodium And Ultrafiltration Profiling On Haemodialysis
Related Hypotension. Nephrol Dial Transplant. 21(11).3231-7.
Soeparman & Waspadji . 2001. Ilmu Penyakit Dalam, Jld.I. Jakarta: BP FKU
Sudoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. ed. IV. Jakarta: FKUI. 2006.
Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. 2001. Gagal Ginjal Kronik. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI.427-434.
Suwitra K. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. 581-584.
Tierney LM, et al. 2003. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran
Penyakit Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai