Anda di halaman 1dari 4

Mulia Karena Lisan yang Terjaga

Khutbah Jum’at Pertama


ُِ‫سيّئ َات ِِأ َ ْع َمالنَاِ َم ْنِيَ ْهدهِهللاُِفَالَِ ُمض ّلِلَه‬ َ ‫ش ُر ْورِأ َ ْنفُسن‬
َ ‫َاِو‬ ُ ِ‫ِونَعُ ْوذُِباهللِم ْن‬ َ ُ‫ِونَ ْست َع ْينُه َُِونَ ْست َ ْغف ُره‬
َ ُ‫ُِّلِلِنَحْ َمدُه‬ َّ ‫ِال َح ْمد‬ْ ‫إِ َّن‬
ِ ُ‫س ْولُ ِه‬ ُ ‫ِو َر‬ َ ِ‫ِوأ َ ْش َهدُِأ َ ّنِ ُم َح ّمدًا‬
َ ُ‫ع ْبدُه‬ َ ُ‫يِلَهُِأ َ ْش َهدُِأ َ ْنِالَِإلهَِإالِّهللا‬ َ ‫َو َم ْنِيُضْل ْلِفَالَِهَاد‬
ِ .‫انِإلَىِيَ ْومِالدّيْن‬ ٍ ‫س‬ َ ْ‫ِو َم ْنِت َبعَ ُه ْمِبإح‬ َ ‫ص َحابه‬ َ
ْ ‫علىِآلهِوأ‬ َ ‫ٍِو‬
َ ‫علىِ ُم َح ّمد‬ َ ِ‫سلّ ْم‬
َ ‫ِو‬ َ ‫ص ّل‬ َ ِ‫اَللَّ ُه ّم‬
ِ َِ‫ِوأ َ ْنت ُ ْمِ ُمسْل ُم ْون‬َ ّ‫ِوالَِت َ ُم ْوت ُ ّنِإال‬ َ ‫هللاَِ َح ّقِتُقَاته‬ ِ ِ‫يَاأَيّ َهاِالّذَيْنَ ِآ َمنُ ْواِاتّقُوا‬
ِ‫ِواتّقُوا‬ َ ‫سا ًء‬ َ ‫جاالًِ َكثي ًْر‬
َ ‫اِون‬ َِ ‫ثِم ْن ُه َماِر‬ ّ َ‫اِوب‬ َ ‫ٍِو َخلَقَ ِم ْن َهاِزَ ْو َج َه‬ َ ‫ِواحدَة‬ َ ‫اِربّ ُك ُمِالّذيِ َخلَقَ ُك ْمِم ْنِنَ ْف ٍس‬ َ ‫َاسِاتّقُ ْو‬ ُ ‫يَاأَيّ َهاِالن‬
ِ ‫ِرق ْيبًا‬ َ ‫علَ ْي ُك ْم‬َ ِ َ‫سا َءلُ ْونَ ِبهِِ َواْأل َ ْر َحامَِِإ ّنِهللاَِ َكان‬ َ َ ‫هللاَِالَذيِت‬
ِْ‫س ْولَهُِفَقَد‬ َ َ‫ِو َم ْنِيُطعِهللا‬
ُ ‫ِو َر‬ َ ‫ِويَ ْغف ْرلَ ُك ْمِذُِنُ ْوبَ ُك ْم‬ َ
َ ‫صلحْ ِلَ ُك ْمِأ ْع َمالَ ُك ْم‬ ْ ُ‫سد ْيدًاِي‬ ُ
َ ًِ‫ِوقُ ْول ْواِقَ ْوال‬ َ َ‫يَاأَيّ َهاِالّذيْنَ ِآ َمنُ ْواِاتّقُواِهللا‬
ِ …ُِ‫ِأ َ ّماِ َب ْعد‬،‫ا‬ ِ ‫عظ ْي ًم‬ َ ِ‫فَازَ ِفَ ْو ًزا‬
ِ‫ِو ُك ّل‬،‫ا‬ ُ
َ ‫ِوش َّرِاْأل ُم ْورِِ ُمحْ دَثَات ُ َه‬، َ ‫سل َم‬ ّ َ ‫ِو‬ َ ‫علَيْه‬ َ ِ‫صلىِهللا‬ ّ َ ٍِ‫ىِ ُم َح ّمد‬ ْ
ُ ‫ِو َخي َْرِال َهدْىِ َه ْد‬، َ ‫َابِهللا‬ ُ ‫صدَقَ ِال َحديْثِكت‬ ْ ْ َ ‫فَأ ّنِأ‬
.‫ضالَلَةِفيِالنّار‬ َ ِ‫ِو ُك ّل‬، َ ً‫ضالَلَة‬ َ ٍِ‫عة‬ َ ‫ِو ُك ّلِب ْد‬ َ ٌ ‫عة‬ َ ‫ُمحْ دَثَةٍِب ْد‬
Hadirin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah !
Mengawali khutbah ini, khotib mengajak diri sendiri dan hadirin sekalian untuk kita senantiasa
meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan-
Nya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW.

Hadirin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah !


Sesungguhnya lisan merupakan salah satu nikmat Allah yang amat besar dan salah satu ciptaan Allah yang
menakjubkan. Bentuknya kecil, namun perannya besar dalam ketaatan dan kemaksiatan. Bahkan kekufuran dan
keimanan tidak bisa diketahui dengan jelas kecuali dengan persaksian lisan, padahal keduanya merupakan puncak
dari ketaatan dan kemaksiatan. Allah Ta’ala berfirman,
‫عتِي ٌد‬ ٌ ِ‫ظ ِمن قَ ْو ٍل ِإ اَّل لَ َد ْي ِه َرق‬
َ ‫يب‬ ُ ‫َما يَ ْل ِف‬

“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaf: 18).
Hadirin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah !
Lisan merupakan salah satu ayat-ayat Allah. Dia berfirman,

‫شفَتَي ِْن َو َه َد ْينَاهُ الناجْ َدي ِْن‬


َ ‫سانا ً َو‬
َ ‫َو ِل‬

“Lidah dan dua buah bibir. Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.” (Al-Balad: 9-10).
Lisan adalah raja atas semua anggota tubuh. Semua tunduk dan patuh kepadanya. Jika ia lurus, niscaya semua
anggota tubuh ikut lurus. Jika ia bengkok, maka bengkoklah semua anggota tubuh.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‫ستَقَ ْمنَا‬ ْ ‫ق هللاَ فِ ْينَا فَ ِإنا َما نَحْ نُ بِكَ فَ ِإ ِن ا‬


ْ ‫ستَقَ ْمتَ ا‬ ِ ‫ اِت ا‬:‫سانَ فَتَقُ ْو ُل‬ ِ ‫صبَ َح ا ْبنُ آ َد َم فَ ِإنا ْاْل َ ْعضَا َء ُكلا َها تُك َِف ُر‬
َ ‫الل‬ ْ َ ‫إِذَا أ‬
.‫َوإِ ِن اع َْوجَجْ تَ اِع َْوجَجْ نَا‬

“Apabila anak cucu Adam masuk waktu pagi hari, maka seluruh anggota badan tunduk kepada lisan, seraya berkata,
‘Bertakwalah kepada Allah dalam menjaga hak-hak kami, karena kami mengikutimu, apabila kamu lurus, maka kami
pun lurus, dan apabila kamu bengkok, maka kami pun bengkok’.” (HR. at-Tirmidzi dan Ahmad).
Seorang manusia bisa masuk surga disebabkan lisannya. Apabila benar lisannya, maka dia akan mendapatkan
pahala, dan sebaliknya bila salah maka dia mendapatkan dosa. Lisan manusia bisa mewujudkan dzikir
, tasbih, dan tahlil, atau membaca al-Qur`an, atau ucapan amar ma’ruf nahi munkar, berbuat baik kepada manusia,
dan mengajak mereka kepada kebaikan. Lisan adalah salah satu nikmat Allah jika dipergunakan oleh hamba untuk
kebaikan, petunjuk, dan keshalihan.

Hadirin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah !


Lisan memang senang mengembara ke tempat yang tak bertujuan, lahannya luas tiada terbatas dan bertepi. Ia
memiliki peran yang besar di dalam lahan kebajikan, dan juga di dalam keburukan. Maka barangsiapa yang
mengumbar lisannya dengan bebas dan tidak mau mengendalikannya, maka setan akan menggiringnya ke dalam
segala sesuatu yang dia ucapkan. Lalu menyeretnya ke jurang kehancuran, dan selanjutnya jatuh ke dalam
kebinasaan.
Tidak seorang pun dapat selamat dari tergelincirnya lisan kecuali orang yang mau mengendalikannya dengan tali
kekang syariat, sehingga lisannya tidak mengucapkan kecuali sesuatu yang memberi manfaat di dunia dan akhirat.
Ketika Aisyah berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,

.ُ‫اء ا ْلبَحْ ِر لَ َم َز َجتْه‬ ِ ‫ لَقَ ْد قُ ْل‬:َ‫ فَقَال‬،ً‫ ت َ ْع ِن ْي قَ ِصي َْرة‬،‫ص ِفياةَ َكذَا َو َكذَا‬
ِ ‫ت َك ِل َمةً لَ ْو ُم ِز َجتْ ِب َم‬ َ ‫سبُكَ ِم ْن‬
ْ ‫َح‬

“Cukuplah bagi Anda bahwa Shafiyah itu orangnya begini, begini.” Maksudnya tubuhnya pendek. Maka Nabi
bersabda kepadanya, “Engkau telah mengucapkan suatu perkataan yang bila dicampur dengan air laut niscaya dia
akan merubahnya.” (HR. Abu Dawud).
Imam an-Nawawi yang wafat pada tahun 676 H. berkata, “Ketahuilah bahwa setiap mukallaf harus menjaga lisannya
dari semua perkataan kecuali perkataan yang maslahat di dalamnya telah jelas. Dan ketika perkataan itu mubah,
sedangkan dalam meninggalkannya terdapat maslahat maka disunnahkan untuk menahan diri darinya. Karena
terkadang perkataan yang mubah akan terseret menuju keharaman atau kemakruhan, bahkan ini menjadi hal yang
umum di dalam adat kebiasaan, sedangkan keselamatan maka tidak ada sesuatu pun yang menyamainya.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ْ َ‫َم ْن كَانَ يُ ْؤ ِمنُ ِباهلل َوا ْليَ ْو ِم ْاْل ِخ ِر فَ ْليَقُ ْل َخي ًْرا أ َ ْو ِلي‬
. ْ‫ص ُمت‬

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah dia berkata baik atau diam.” (HR. al-
Bukhari dan Muslim).
Saya berkata, “Hadits yang disepakati keshahihannya ini merupakan nash yang sharih, bahwasanya tidak
seharusnya seseorang berbicara melainkan apabila perkataan tersebut baik, yaitu yang tampak jelas maslahatnya,
dan ketika ragu tentang kejelasan maslahatnya, maka janganlah berbicara.”

Al-Imam asy-Syafi’i berkata, “Apabila seseorang ingin berbicara, maka hendaklah dia berpikir terlebih dahulu
sebelum berbicara, apabila telah jelas maslahatnya, maka dia berbicara, dan apabila ragu-ragu, maka dia tidak
berbicara sampai jelas maslahatnya.” Al-Imam asy-Syafi’i juga pernah berpesan kepada muridnya ar-Rabi’, “Wahai
ar-Rabi’, janganlah kamu berbicara tentang perkara yang tidak penting bagimu, karena apabila kamu berbicara satu
kata, maka ia akan memilikimu, sedangkan kamu tidak dapat memilikinya.”

Dan kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari: Dari Sahal bin Sa’ad Radhiyallahu ‘anhu, dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,
.َ‫ض َمنُ لَهُ ا ْل َجناة‬
ْ َ ‫ض َمنُ ِل ْي َما بَ ْينَ لَحْ يَ ْي ِه َو َما بَ ْينَ ِرجْ لَ ْي ِه أ‬
ْ َ‫َم ْن ي‬

“Barangsiapa yang memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) kejahatan lisan yang berada di antara dua tulang
rahangnya, dan kejahatan kemaluan yang berada di antara kedua kakinya, niscaya aku akan memberikan
jaminan surga kepadanya.” (HR. al-Bukhari).
Dan kami meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Tidak ada sesuatu pun yang
lebih berhak lama dipenjarakan daripada lisan.”
Dan yang lainnya berkata, “Perumpamaan lisan adalah seperti hewan buas, apabila kamu tidak mengikatnya,
niscaya dia akan memusuhimu.” Dan kami meriwayatkan dari al-Ustadz Abu al-Qasim al-Qusyairi dalam Risalahnya
yang terkenal, dia berkata, “Diam pada sesuatu yang telah selamat adalah tindakan utama. Sedangkan diam pada
waktunya merupakan sifat (baik) seseorang sebagaimana berbicara pada tempatnya merupakan sebaik-baik tabiat.”
Dia melanjutkan, “Saya mendengar Abu Ali ad-Daqqaq Rahimahullah berkata,
ُ ‫ش ْي َطانٌ أ َ ْخ َر‬
.‫س‬ َ ‫ق فَ ُه َو‬
ِ ‫سكَتَ ع َِن ا ْل َح‬
َ ‫َم ْن‬

‘Siapa yang berdiam diri dari kebenaran, maka dia adalah setan yang bisu’.”
Apabila Hari Kiamat tiba, maka perkataan dan perbuatan seorang hamba telah dihitung. Tiba-tiba salah seorang
hamba mengingkari hal itu seraya berkata, “Wahai Rabb, saya tidak melakukan ini, saya tidak mengatakan ini.” Maka
malaikat yang menyaksikan hal itu berkata, “Aku tidak menerima seseorang menjadi saksi selain diriku sendiri.” Lalu
Allah menutup mulutnya, dan semua anggota tubuhnya bersaksi dan memberikan kesaksian perbuatannya. Tangan
menuturkan sesuatu yang dia kerjakan, kaki melaporkan perjalanannya, mata memberikan kesaksian yang dia lihat,
telinga memberikan kesaksian yang didengarnya, dan kulit memberikan kesaksian yang dirasakannya. Saat itulah
sang hamba berduka cita dan terkejut serta berkata kepada anggota tubuhnya, “Celaka dan binasalah kalian, karena
kalianlah aku membela diri.” Inilah anggota-anggota tubuh yang tidak lain adalah anggota tubuhmu, akan
memberikan kesaksian atas kesalahanmu di Hari Kiamat. Allah Ta’ala berfirman,
‫ار ُه ْم َو ُجلُو ُد ُه ْم‬ َ ‫س ْمعُ ُه ْم َوأ َ ْب‬
ُ ‫ص‬ َ ‫ َحتاى إِذَا َما َجاؤُو َها ش َِه َد‬. َ‫عون‬
َ ‫علَي ِْه ْم‬ ُ ‫وز‬ ‫َويَ ْو َم يُحْ ش َُر أ َ ْعدَاء ا‬
َ ُ‫َّللاِ إِلَى النا ِار فَ ُه ْم ي‬
‫َّللاُ الاذِي أَن َطقَ ُك ال ش َْيءٍ َو ُه َو َخ َل َق ُك ْم أ َ او َل َم ار ٍة‬ ‫ع َل ْي َنا قَالُوا أَن َط َق َنا ا‬
َ ‫ َوقَالُوا ِل ُجلُو ِد ِه ْم ِل َم ش َِهدت ُّ ْم‬. َ‫ِب َما كَانُوا يَ ْع َملُون‬
‫ار ُك ْم َو ََّل ُجلُو ُد ُك ْم َولَ ِكن َظنَنت ُ ْم أَنا ا‬
‫َّللاَ ََّل‬ ُ ‫ص‬َ ‫س ْمعُ ُك ْم َو ََّل أ َ ْب‬
َ ‫علَ ْي ُك ْم‬ ْ َ‫ستَتِ ُرونَ أ َ ْن ي‬
َ ‫ش َه َد‬ ْ َ ‫ َو َما كُنت ُ ْم ت‬. َ‫َوإِلَ ْي ِه ت ُ ْر َجعُون‬
َ‫يَ ْع َل ُم َكثِيرا ً ِم اما ت َ ْع َملُون‬

“Dan (ingatlah) hari (ketika) musuh-musuh Allah digiring ke dalam neraka lalu mereka dikumpulkan (semuanya).
Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan, dan kulit mereka menjadi saksi terhadap
mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan. Dan mereka berkata kepada kulit mereka, ‘Mengapa kamu menjadi
saksi terhadap kami.’ Kulit mereka menjawab, ‘Allah yang telah menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah
menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dialah yang menciptakan kamu pada kali yang pertama, dan hanya
kepadaNya-lah kamu dikembalikan’. Kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran,
penglihatan, dan kulitmu terhadapmu, bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa
yang kamu kerjakan.” (Fushshilat: 19-22).
Ketahuilah bahwa ghibah termasuk perbuatan yang paling buruk dan paling tersebar di antara manusia, sehingga
mereka tidak selamat darinya melainkan hanya segelintir orang saja. Batasan ghibah yaitu engkau
memperbincangkan saudaramu dengan sesuatu yang jika hal itu didengar atau sampai ke telinganya, maka dia
merasa tidak senang, baik itu mengenai badan, nasab, perilaku, perbuatan, ucapan atau dalam urusan agamanya,
bahkan sampai pakaian yang dia kenakan, rumah tinggal, dan kendaraannya.
Di dalam Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan at-Tirmidzi dan Sunan an-Nasa`i: dari Abu Hurairah Radhiyallahu
‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
‫ أَفَ َرأَيْتَ ِإ ْن كَانَ فِي أ َ ِخ ْي َما‬:َ‫ قِ ْيل‬.ُ‫ ِذك ُْركَ أ َ َخاكَ ِب َما يَك َْره‬:َ‫ قَال‬،‫س ْولُهُ أ َ ْعلَ ُم‬ ُ ‫ هللاَ َو َر‬:‫أَتَد ُْر ْونَ َماا ْل ِغ ْيبَةُ؟ قَالُ ْوا‬
.ُ‫ ِإ ْن كَانَ فِ ْي ِه َما تَقُ ْو ُل فَقَ ِد ا ْغت َ ْبتَهُ َو ِإ ْن لَ ْم يَك ُْن فِ ْي ِه َما تَقُ ْو ُل َف َق ْد بَ َهتاه‬:َ‫أَقُ ْو ُل؟ قَال‬

“Apakah kalian mengetahui, apakah ghibah itu?” Mereka menjawab, “Allah dan RasulNya lebih mengetahui.” Beliau
bersabda, “Kamu menyebutkan tentang saudaramu dengan sesuatu yang tidak disenanginya.” Dikatakan kepada
beliau, “Bagaimana pendapatmu bila pada saudaraku memang benar ada yang aku ucapkan?” Beliau bersabda,
“Jika pada dirinya benar ada yang kamu ucapkan, maka kamu telah melakukan ghibah terhadapnya, dan jika pada
dirinya tidak terdapat sesuatu yang kamu ucapkan, maka kamu telah melakukan tuduhan dusta terhadapnya.” (HR.
Muslim).
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‫ َم ْن ه ُؤَّلَ ِء يَا ِجب ِْر ْي ُل؟‬: ُ‫صد ُْو َر ُه ْم فَقُ ْلت‬


ُ ‫اس يَ ْخ ِمش ُْونَ ُو ُج ْو َه ُه ْم َو‬
ٍ ‫ار ِم ْن نُ َح‬ٌ َ‫لَ اما ع ُِر َج بِ ْي َم َر ْرتُ بِقَ ْو ٍم لَ ُه ْم أ َ ْظف‬
ِ ‫اس َويَقَعُ ْونَ فِي أَع َْر‬
.‫اض ِه ْم‬ ِ ‫ ه ُؤَّلَ ِء الا ِذ ْينَ يَأ ْ ُكلُ ْونَ لُ ُح ْو َم النا‬:َ‫قَال‬

“Ketika saya diangkat (pada peristiwa isra’ mi’raj), maka saya melewati kaum yang memiliki kuku dari tembaga.
Mereka mencakar wajah dan dada mereka. Saya bertanya, ‘Siapakah mereka wahai Jibril?’ Jibril menjawab, ‘Mereka
adalah kaum yang memakan daging manusia (maksudnya melakukan ghibah), dan merusak kehormatan
mereka’.” (HR. Abu Dawud).
Dalam hadits ini digambarkan dengan jelas bahwa Allah menghukum orang yang melakukan ghibah. Mereka
digambarkan sebagai orang yang memakan daging manusia. Di akhirat nanti, mereka mencakar wajah dan dada
mereka.

Hadirin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah !


Hukum ghibah adalah haram berdasarkan ijma’ kaum muslimin. Dan telah jelas dalil-dalil yang sharih tentang
keharamannya dari al-Kitab, as-Sunnah dan ijma’.

Allah Ta’ala berfirman,


ُ ‫َو ََّل يَ ْغتَب با ْع‬
ً ‫ضكُم بَ ْعضا‬

“Janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.” (Al-Hujurat :12).


Dia juga berfirman,
‫َو ْي ٌل ِلك ُِل ُه َم َز ٍة لُّ َم َز ٍة‬
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.” (Al-Humazah: 1).
Al-Humazah bermakna, orang yang mengumpat manusia dan dia menyakiti mereka dengan ketidakhadiran mereka,
sedangkan al-Lumazah bermakna orang yang mencela manusia dan menyakiti mereka dengan kehadiran mereka. Dan
mungkin al-Humazah adalah orang yang menyakiti manusia dengan perkataannya, sedangkan al-Lumazah adalah orang
yang menyakiti mereka dengan perbuatan dan tindak-tanduknya, dan dalam riwayat lain dikatakan maknanya adalah
selain hal tersebut yang masih mencakup makna-makna ini.
Dia juga berfirman,

ٍ ‫َه ام ٍاز امشااء بِنَ ِم‬


‫يم‬

“Yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah.” (Al-Qalam: 11).

Hadirin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah !


Kata-kata yang manis memang terbukti bisa menghipnotis manusia. Ia bisa menghanyutkan manusia dalam
buaiannya. Pendapat ini bertitik tolak pada fitrah manusia yang selalu ingin dihargai atau bahkan dipuji. Tutur kata
yang manis juga bisa memotivasi orang lain untuk berbuat baik dan meninggalkan perbuatan mungkar.

Sebuah kritikan yang tajam, namun dibungkus dengan tutur kata yang halus lebih bisa diterima oleh orang yang
dikritik. Dan sebaliknya, penyampaian dakwah kebenaran secara vulgar dan kasar kepada umat manusia terkadang
akan berakibat sebaliknya. Metode tersebut tidak hanya kurang efektif, bahkan bisa memunculkan sikap antipati dari
objek dakwah. Allah memberikan dalam kelembutan sesuatu yang tidak diberikanNya dalam kekerasan.

Inti dakwah Islam adalah saling nasihat menasihati, nasihat bagi Allah, Rasulullah, para pemimpin, dan kaum
muslimin. Dalam sebuah hadits disebutkan, “Tolonglah saudaramu yang zhalim dan dizhalimi.” Dan cara menolong
saudara yang zhalim adalah menasihatinya agar tidak melakukan kezhaliman dan kemungkaran.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ُ ‫الر ْفقَ ََّل يَك ُْونُ فِي ش َْيءٍ إِ اَّل َزانَهُ َو ََّل يُ ْن َز‬
.ُ‫ع ِم ْن ش َْيءٍ إِ اَّل شَانَه‬ ِ ‫إِنا‬

“Sesungguhnya kelembutan, tidaklah terdapat pada sesuatu melainkan ia akan menghiasinya, dan tidaklah ia
terlepas dari sesuatu melainkan ia akan menodainya.” (HR. Muslim).
ْ َ ‫ت أَقُ ْو ُل قَ ْو ِلي َهذا أ‬
‫ست َ ْغ ِف ُر هللاَ إِنهُ ه َُو ا ْلغَفُ ْو ُر الر ِحي ِْم‬ ْ ‫فَا‬
ِ ‫ستَبِقُواْ ا ْل َخي َْرا‬

KHUTBAH JUM’AT KEDUA


ِ‫ِ َم ْن‬،‫سيِّئ َاتِأ َ ْع َمالنَا‬ َ ِ‫َاِوم ْن‬ َ ‫ش ُر ْورِأ َ ْنفُسن‬ ُ ِ‫ِو َنعُوذُِباهللِم ْن‬ َ ‫ِونَ ْستَع ْينُه َُِونَ ْستَ ْغف ُر ْه‬ َ ُ‫ِّلِلِن َْح َمدُه‬ ْ ‫إ َّن‬
َّ َ‫ِال َح ْمد‬
ُِ‫ِأ َ ْش َهد ُِأ َ ْنِالَِإلَهَِإالَِّهللاُِ َو ْحدَهُِالَِشَري َْكِلَه َُِوأ َ ْش َهد‬.ُ‫يِلَه‬ َ ‫يَ ْهدهِهللاُِفَالَِ ُمض َّلِلَه َُِو َم ْنِيُضْل ْلِفَالَِهَاد‬
ِ.‫سلَّ َمِتَسْل ْي ًماِ َكثي ًْرا‬ َ ‫ِو‬َ ‫ص َحابه‬ ْ َ ‫ِوأ‬ َ ‫علَىِآله‬ َ ‫علَىِنَبيّنَاِ ُم َح َّمد‬
َ ‫ٍِو‬ َ ُِ‫صلَّىِهللا‬ َ ُِ‫س ْولُه‬ ُ ‫ِو َر‬ َ ُ‫سيّدَنَاِ ُم َح َّم ِدًِ َع ْبدُه‬ َ ِ‫أ َ َّن‬
َِ‫ِث ُ َّمِا ْعلَ ُم ْواِفَإ َّنِهللا‬. َ‫ِوأَنت ُ ْمِ ُّمسْل ُم ْون‬ َ َّ‫ِوالَِتَ ُم ْوت ُ َّنِإال‬َ ‫قِتُقَاته‬ َِّ ‫ِيَاِأَيُّهاَِالَّذيْنَ ِ َءا َمنُواِاتَّقُواِهللاَِ َح‬:‫قَا َلِت َ َعالَى‬
ِ َ‫ِ َياِأَيُّهاَِالَّذيْن‬،‫ي‬ ّ ‫علَىِالنَّب‬ َ ِ َ‫صلُّ ْون‬
َ ُ‫ِو َمالَئ َكتَهُِي‬ َ َ‫ِ{إ َّنِهللا‬:‫س ْولهِفَقَا َل‬ َ َ‫عل‬
ُ ‫ىِر‬ َ ِ‫سالَم‬ َّ ‫ِوال‬ َ ‫صالَة‬ َّ ‫أ َ َم َر ُك ْمِبال‬
.}‫سلّ ُم ْواِتَسْل ْي ًما‬ َ ‫ِو‬ َ ‫ع َليْه‬َ ِ‫صِلُّ ْوا‬ َ ِ‫َءا َمنُ ْوا‬
ِ‫علَى‬ َ ‫ِو‬ َ ‫سيّدنَاِإب َْراهي َْم‬ َ ِ ‫علَى‬ َ ِ ‫ْت‬ َ ‫صلَّي‬
َ ِ‫سيّدنَاِ ُم َح َّم ٍِد ِ َك َما‬ َ ِ ‫علَىِآل‬ َ ‫سيّدنَاِ ُم َح َّم ٍِد ِ َو‬ َ ِ‫علَى‬ َ ِ ‫ص ّل‬ َ ِ ‫اَللَّ ُه َّم‬
ِ‫سيّدنَاِإب َْراهي َْم‬ َ ِ‫علَى‬ َ ِ‫ت‬ َ ‫ار ْك‬ َ ‫سِيّدنَاِ ُم َح َّم ٍِدِ َك َماِ َب‬َ ِ‫علَىِآل‬ َ ‫سيّدنَاِ ُم َح َّم ٍِدِ َو‬ َ ِ‫علَى‬ َ ِ‫ِو َبار ْك‬، َ ‫سيّدنَاِإب َْراهي َْم‬ َ ِِ‫آل‬
ِ َ‫ِو ْال ُمؤْ منيْن‬ َ ،‫ِو ْال ُمسْل َمات‬ َ َ‫ ِاَللَّ ُه َّم ِا ْغف ْر ِل ْل ُمسْلميْن‬.ٌ ‫ ِإنَّ َك ِ َحم ْيد ٌ ِ َمج ْيد‬،‫سيّدنَا ِإب َْراهي َْم‬ َ ِ ِ‫علَى ِآل‬ َ ‫َو‬
ِ‫ِوأَرنَا‬،ُ َ ‫عه‬ َ ‫ار ُز ْقنَاِات ّ َبا‬ْ ‫اِو‬ ْ ‫ِاَللَّ ُه َّمِأَرن‬.‫ْب‬
َ ًّ‫َاِال َح َّقِ َحق‬ ٌ ‫سم ْي ٌعِقَري‬ َ ِ‫ِإنَّ َك‬،‫ِواْأل َ ْم َوات‬ َ ‫َو ْال ُمؤْ منَاتِاْأل َ ْح َياءِم ْن ُه ْم‬
ِ‫ِربَّنَا‬.َ ‫بِالنَّار‬ َ ‫عذَا‬ َ ِ‫ِوقنَا‬ َ ً‫سنَة‬ َ ‫ِوفيِاآلخ َرةِ َح‬ َ ً‫سنَة‬ َ ‫ِربَّنَاِآتنَاِفيِالدُّ ْنيَاِ َح‬.ُ َ ‫َاِاجتنَابَه‬ ْ ‫ار ُز ْقن‬ ْ ‫ِو‬ َ ً‫ْالبَاط َلِباَطال‬
ِ‫ع َّما‬َ ِ ِ‫ِالع َّزة‬ ْ ّ‫ِرب‬ َ ‫ِربّ َك‬ َ َ‫س ْب َحان‬ ُ ِ .‫اجعَ ْلنَا ِل ْل ُمتَّقينَ ِإ َما ًما‬ ْ ‫ِو‬ َ ‫ِوذُ ّريَّاتنَا ِقُ َّرة َ ِأ َ ْعي ٍُن‬ َ ‫هَبْ ِلَنَا ِم ْن ِأ َ ْز َواجنَا‬
ِ‫علَِى ِآله‬ َ ‫ِو‬ َ ‫علَى ِ ُم َح َّم ٍد‬ َ ِ ُ‫صلَّى ِهللا‬ َ ‫ ِ َو‬. َ‫ِال َعالَميْن‬ ْ ّ‫ِرب‬ َّ ُ‫ِو ْال َح ْمد‬
َ ‫ِّلِل‬ َ َ‫سليْن‬ َ ‫ِال ُم ْر‬ ْ ‫علَى‬ َ ِ ‫سالَ ٌم‬ َ ‫ِو‬ َ ، َ‫َيصفُ ْون‬
.َ ‫صالَة‬ َّ ‫ِوأَقمِال‬. َ ‫سلَّ َم‬َ ‫ِو‬ َ ‫ص ْحبه‬ َ ‫َو‬

Anda mungkin juga menyukai