Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Kelenjar tiroid adalah salah satu bagian dari sistem endokrin yang mempunyai

banyak efek pada proses metabolik di semua jaringan, terutama di jantung. Terdapat 2 tipe

gangguan tiroid yaitu hipotiroidisme dan hipertiroidisme yang dapat dibedakan melalui

manifestasi klinik yang timbul dan pemeriksaan laboratorium kadar T3,T4, dan TSH

serum.Gangguan tiroid diketahui dapat mengakibatkan perubahan pada kontraktilitas jantung,

fungsi diastolik, konsumsi oksigen miokard, curah jantung dan tekanan darah, tahanan

vaskular sistemik, dan gangguan irama jantung.1,2

Penelitian yang dilakukan oleh Faizel Osman mengatakan bahwa hormon tiroid

memiliki hubungan secara langsung dan tidak langsung terhadap miokardium dan

mempengaruhi sistem saraf otonom pada jantungyang menyebabkan terjadinya gangguan

irama jantung. Dua jenis aritmia yang paling sering ditimbulkan oleh keadaan hipertiroid

adalah atrial fibrilasi (10-15%) dan gangguan irama supraventrikular. Penelitian yang

dilakukan oleh Christian Selmer menyatakan bahwa atrial fibrilasi dapat pula disebabkan

oleh hipotiroid, namun memiliki resiko yang lebih rendah dibanding atrial fibrilasi akibat

hipertiroid. Atrial fibrilasi merupakan suatu kondisi gangguan irama jantung yang paling

sering ditemui di dalam praktik sehari-hari dan menyebabkan mortalitas yang dihubungkan

dengan tingginya frekuensi emboli.2,3

Akibat dari pengaruh biokimiawi hormon tiroid pada jantung terjadi terutama pada

hipertirodisme sehingga membuat suatu penyakit yang disebut penyakit jantung tiroid.

Insiden penyakit jantung tiroid cukup tinggi di masyarakat dan dapat mengenai segala usia.

Insiden diperkirakan 0,4 per 1000 wanita per tahun, lebih sering pada wanita dibandingkan

pria dengan perban-dingan 4:1, terutama pada usia 30-50 tahun; 15% terjadi pada usia diatas
60 tahun dan 70% disebabkan oleh penyakit Graves yang berakibat meningkatnya angka

kematian dan angka kesakitan kardiovaskuler, Diagnosis penyakit jantung tiroid dapat

ditegakkan dan dipastikan dengan pemeriksaan kadar hormon tiroid bebas, yaitu kadar FT4

yang tinggi dan TSH yang sangat rendah.4


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi, Fisiologi, Biokimia


2.1.1 Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid merupakan salah satu kelenjar endokrin yang terletak di daerah leher,

terdiri dari 2 lobus dan dihubungkan oleh istmus yang menutupi cincin trakea (annulus

trachealis) 2 dan 3. Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari a. thyroidea superior cabang

dari a. carotis communis atau a. carotis externa, a. thyroidea inferior cabang dari a.

subclavia, dan a. thyroidea ima cabang dari a. Brachiocephalica. 5,6

Gambar 1. Strukur anatomis dan vaskularisasi tiroid


Secara fisiologis kelenjar tiroid ini berfungsi menghasilkan hormon tiroid yaitu

triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4), dimana kelenjar tiroid ini awalnya mendapatkan sinyal

dari Thyroid Stimulating Hormon (TSH) dari hipofisis, dimana hipofisis mendapatkan sinyal

dari hipotalamus melalui Thyroid Releasing Hormon (TRH). 7

Gambar2. Fisiologi hormon tiroid


Selanjutnya TSH ini disalurkan ke kelenjar tiroid melalui pembuluh darah, dan

kelenjar tiroid ini akan merespon sinyal dari TSH yang diterima dengan mengambil yodium

yang berasal dari makanan yang telah diserap oleh tubuh dan beredar di dalam darah.

T3 dan T4 yang disekresi dari kelenjar tiroid ini akan beredar didalam darah yang

terikat dengan protein Tiroksin Binding Globulin (TBG), dimana T3 ini lebih aktif daripada

T4 di tingkat sel, sedangkan T4 akan diaktifkan menjadi T3 melalui proses pengeluaran di

hati dan ginjal. T3 dan T4 yang beredar di dalam darah tersebut akan memberikan efek

terhadap tubuh antara lain :

-Meningkatkan Cardiac Output (CO) jantung

- meningkatkan inotropik dan kronotropik jantung sehingga meningkatkan jumlah dan

afinitas reseptor β-adrenergik serta meningkatkan kontraksi otot jantung

- membantu pertumbuhan normal dan perkembangan tulang, mempercepat regenerasi

tulang

- membantu perkembangan sel saraf

- meningkatkan metabolism dan konsumsi oksigen (O2) jaringan kecuali otak orang

dewasa, testis, limpa, uterus, kelenjar limfe, hipofisis anterior

- meningkatkan suhu tubuh

-meningkatkan gerak peristaltik usus

-meningkatkan penerimaan sel terhadap hormon katekolamin (epinefrin dan

norepinefrin)

- meningkatkan eritropoeisis serta produksi eritropoetin

- meningkatkan Turn-over pada neuromuskular sehingga terjadi hiperefleksi dan

miopati serta metabolisme hormon dan farmakologik.7


Gambar 3. Sintesis Hormon tiroid7

Tabel 1. Pengaruh fisiologis hormon tiroid.8


Transpor hormon tiroid dalam sitoplasma9

Masuknya T4 dan T3 ekstraseluler ke dalam sitoplasma sel target difasilitasi oleh

protein transporter hormon tiroid yang ditemukan di membran plasma. T4 mempunyai dua

transporter, yaitu Lat2 dan Oatp14.2 Setelah berikatan dengan kedua transporternya, T4

masuk ke dalam sitoplasma dan mengalami deiodinasi menjadi T3 atau dekarboksilasi

menjadi TAM; transporter untuk T3 adalah MCT8. Dalam sitoplasma, baik T3 yang berasal
dari deiodinasi T4 maupun T3 yang ditransport oleh MCT8 berikatan dengan reseptor

hormon tiroid (TR) yang terdapat dalam nukleus dan menjalankan fungsi fisiologisnya.

Berbeda dengan T4 dan T3 yang mempunyai reseptor di nukleus, TAM bukan berikatan

dengan reseptor di dalam nukleus, melainkan berikatan dengan reseptor di membran plasma.

Reseptor untuk TAM adalah trace amine associated receptors (TAAR); TAAR merupakan

golongan G-protein-coupled receptors (GPCR). Mekanisme kerja hormon tiroid meliputi aksi

genomik dan non-genomik. Aksi genomik melibatkan transkripsi gen target, sedangkan aksi

non-genomik bukan melalui proses aktivasi transkripsi gen, melainkan melalui aktivasi

langsung protein-protein dalam sel target.

Gambar 4. Mekanisme kerja hormon tiroid secara genomik atau non genomik 9

REGULASI AKSIS HIPOTALAMUS-HIPOFISIS-TIROID 7

TSH, disekresikan oleh sel tirotropik dari pituitari anterior memegang peranan

penting dalam kontrol aksis tiroid dan merupakan petanda fungsi kelenjar tiroid. TSH adalah

hormon yang terdiri dari 2 subunit yaitu β dan α. Sub unit α sering pada hormon glikoprotein

lain seperti luteinizing hormon, Folikel Stimulating Hormon, dan Human Chorionic

Gonadotropin, sedangkan sub unit β khusus untuk TSH.


Gambar 5. Axis Hipotalamus7

Aksis tiroid merupakan contoh lengkung umpan balik dalam endokrin. TRH dari

hipotalamus akan merangsang hipofisis memproduksi TSH, yang akan merangsang sintesis

dan sekresi hormon tiroid. Hormon tiroid akan menberikan umpan balik negatif untuk

menghambat produksi TRH dan TSH. TRH adalah merupakan regulator positif utama dari

sintesis dan sekresi TSH. Puncak sekresi TSH terjadi ± 15 menit setelah pemberian TRH

eksogen sedangkan dopamin, glukokortikoid, dan somatostatin akan menekan TSH.

Penurunan kadar hormon tiroid akan meningkatkan produksi basal TSH dan meningkatkan

TSH melalui perangsangan TRH. Kadar hormon tiroid yang tinggi akan secara cepat dan

langsung menekan TSH dan menghambat TRH merangsang TSH.

TSH dilepaskan secara pulsatif sesuai irama diurnal dengan kadar paling tinggi pada

malam hari. Waktu paruh TSH cukup lama yaitu 50 menit sehingga pengukuran tunggal

kadarnya cukup untuk melihat kadar dalam sirkulasi. TSH diukur menggunakan

immunoradiometric assay yang sangat sensitif dan spesifik yang dapat digunakan untuk

menilai kadar TSH normal atau tertekan.


TSH akan mengontrol pertumbuhan sel tiroid dan produksi hormon dengan berikatan

pada reseptor TSH spesifik. Gangguan pada reseptor TSH karena autoantibodi akan

menimbulkan hipertroidisme pada penyakit Grave.

Efek TSH pada sel tiroid adalah :

- perubahan morfologi sel tiroid : merangsang pseudopod pada sel koloid sehingga

meningkatkan resorpsi tiroglobulin

- pertumbuhan sel tiroid, peningkatan vaskularitas

- metabolisme yodium

- Efek lain: meningkatkan transkripsi mRNA tiroglobilin dan TPO, meningkatkan aktivitas

lisosomal, dan 1,5’- deiodinisasi

- Stimulasi ambilan glukosa, konsumsi oksigen, dan glukosa oksidasi

2.1.2 Jantung
Jantung (cor) merupakan organ berotot, berskeleton dan berongga dengan berukuran

sekepalan tangan yang dibungkus oleh pericardium.). Jantung terdiri dari sepasang ruang

atrium (dextra et sinistra / kanan kiri) dan sepasang ruang ventrikel (dextra et sinistra / kanan

kiri) serta jantung tersusun atas 3 lapisan yaitu epikardium, miokardium, dan endokardium,

antara atrium dan ventrikel dihubungkan oleh ostium atrioventrikular yang dilengkapi oleh

katup (valvula) yaitu valvula tricuspidalis untuk bagian dextra (kanan) dan valvula mitralis

atau valvula bicuspidalis untuk bagian sinistra (kiri). Pada ventrikel dextra et sinistra di

dalamnya.

Vaskularisasi utama jantung berasal dari a.coronaria dextra dan a.coronaria sinistra,

dimana darah yang untuk mendarahi jantung berasal dari residu fase sistolik jantung yang

masuk ke dalam a.coronaria dextra et sinistra melalui sinus valsava yang membuka saat fase

diastolik jantung. Sistem konduktorium jantung ini utamanya ada pada Nodus sinus atrial

berperan sebagai pacemaker yang menghasilkan impuls secara transport aktif dengan
menggunakan ion Natrium, ion Kalium dan ion Kalsium melalui 3 kanal yaitu 1). Kanal cepat

Natrium, 2). Kanal lambat Natrium-Kalsium, dan 3). Kanal Kalium.10

Secara fisiologis jantung berfungsi sebagai pompa darah untuk mengedarkan oksigen

(O2) dan nutrisi untuk jaringan untuk proses metabolisme. Darah diedarkan oleh jantung

melalui dua sirkulasi utama yaitu sirkulasi jantung-paru dan sirkulasi jantung-paru-jantung-

sistemik. Berikut skema sirkulasi jantung-paru dan sirkulasi jantung-paru-jantung-sistemik : 7

a. Skema sirkulasi jantung-paru

Gambar 6. sirkulasi jantung paru

Gambar 7. Sirkulasi sistemik


2.2 Hipertiroid

2.2.1 Definisi 11

Penyakit hipertiroidism merupakan bentuk tiroktoksikosis yang paling sering

dijumpai dalam praktek sehari-hari. Dapat terjadi pada semua umur, sering ditemukan pada

perempuan dari pada laki-laki. Hipertiroid merupakan bentuk tirotoksikosis yang paling

sering dijumpai, terjadi akibat kelebihan sekresi tiroksin (T4) atau triiodo-tironin (T3).

2.2.2 Etiologi 11

Penyakit Graves merupakan penyebab paling umum; sekitar 60% dari hipertiroid

disebabkan oleh penyakit Graves. Hipertiroid pada penyakit Graves biasanya disebabkan

karena adanya antibodi reseptor TSH yang merangsang aktivitas tiroid secara berlebihan.

Selain beberapa etiologi hipertiroid diatas, juga terdapat etiologi hipertiroid atau

tirotoksikosis yang jarang yaitu struma ovarii, thyroid karsinoma, mola hidatidosa dan

koriokarsinoma, sindroma sekresi TSH yang tidak tepat.

2.2.3 Patogenesis

Hipertiroid atau tirotoksikosis merupakan gangguan sekresi hormon tiroid oleh

kelenjar tiroid, dimana terjadi peningkatan produksi atau pengeluaran hormon tiroid.

Hipertiroid ini paling banyak disebabkan oleh penyakit Graves, meskipun hipertiroid dapat

disebabkan beberapa penyebab selain penyakit Graves.5,12,13 Akibat sekresi produksi atau

pengeluaran simpanan hormon tiroid yaitu Triiodotironin (T3) dan Tetraiodotironin (T4) oleh

sel-sel kelenjar tiroid maka sel-sel ini akan mengalami penambahan jumlah sel atau

hyperplasia, sehingga penderita hipertiroid ini sebagian besar kelenjar tiroidnya menjadi

goiter atau pembesaran kelenjar tiroid. Berikut ini mekanisme terjadinya hipertiroid

berdasarkan beberapa etiologinya:5

 Penyakit Graves
Hipertiroid akibat penyakit ini disebabkan karena T limfosit (TS) yang mengenali

antigen didalam kelenjar tiroid akibat hipersensitivitas, dengan memicu T limfosit

(TH) untuk menstimulasi B limfosit untuk menghasilkan antibodi stimulasi hormon

tiroid (TSH-Ab) atau thyroid stimulating immunoglobulin (TSI) ini akan berinteraksi

dengan reseptor tiroid di membran epitel folikel tiroid sehingga merangsang sel-sel

folikel tiroid untuk memproduksi atau mensekresi simpanan hormon tiroid (T3 dan

T4), hal ini karena reseptor tiroid tersebut mengenali TSH-Ab sebagai TSH, yang

sebenarnya bukan merupakan TSH yang dikeluarkan oleh hipofisis anterior. Penyakit

Graves ini selain mempengaruhi kelenjar tiroid juga mempengaruhi mata, karena sel

T sitotoksik mengenali antigen fibroblast-tiroid di mata akibat hipersensitivitas

sehingga memicu sel T sitotoksik menghasilkan antibodi sitotoksik, yang

mengakibatkan inflamasi fibroblast orbital dan extraokular otot mata yang berakibat

bola mata menjadi terlalu menonjol keluar yang disebut exophtalmus. Selain itu

penyakit graves juga mengakibatkan goiter, sehingga pada penyakit graves dikenal

adanya “trias graves” yaitu hipertiroid, exophtalmus, dan goiter. Selain “trias graves”

penyakit graves ditandai dengan palpitasi, tremor halus, kelemahan otot proksimal,

dispneau, nafsu makan meningkat, intoleransi panas, konsentrasi menurun, mudah

lelah, labilitas, hiperdefekasi, berat badan menurun, takikardi, atrium fibrilasi.

 Goiter Nodular Toksik

Penyebab hipertiroid ini paling sering ditemukan pada usia lanjut sebagai komplikasi

goiter nodular kronis. Pada penyakit ini ditemukan goiter yang multinodular dan

berbeda dengan goiter difus pada penyakit graves. Goiter nodular toksik ini ditandai

oleh mata melotot, pelebaran fissure palpebra, kedipan mata berkurang akibat

simpatis yang berlebihan.

 Adenoma hipofisis
Adenoma hipofisis merupakan salah satu penyebab hipertiroid, karena adenoma jenis

ini paling banyak terjadi yang menimbulkan sekresi hormon prolaktin yang berlebih.

Sekresi prolaktin ini merangsang pengeluaran TRH dari hypothalamus karena TRH

merupakan faktor yang poten mengeluarkan prolaktin, yang mendorong keluarnya

prolaktin pada ambang jumlah yang sama untuk stimulasi pengeluaran TSH. Sehingga

terjadi pengeluaran hormon tiroid yang berlebihan dan akibatnya terjadi hipertiroid

dimana disebabkan rangsangan yang berlebihan oleh TSH yang dikeluarkan lebih dari

kadar normalnya. Adenoma hipofisis prolaktin ini ditandai galaktorea dan amenorrhea

karena penghambatan prolaktin terhadap gonadotropin releasing hormon (GnRH)

sehingga terjadi penurunan dari FSH dan LH akibatnya penurunan hormon

testosterone pada pria dan estrogen-progesteron pada wanita.

 Iatrogenik

Iatogenik juga dapat menyebabkan hipertiroid atau tirotoksiktosis dan penyebab paling

banyak pada penggunaan obat antiaritnia yaitu amiodaron. Amiodaron merupakan obat

antiaritmia yang mengandung 37,3% yodium dan amiodaron ini karena mengandung

yodium sehingga menyerupai hormon tiroid, dan amiodaron dapat terikat pada reseptor

sel tiroid maka dapat memicu sekresi hormon tiroid pada kelenjar tiroid sehingga dapat

mengakibatkan terjadinya hipertiroid.

 Adenoma toksik

Merupakan adenoma fungsional yang mensekresi T3 dan T4 sehingga menyebabkan

hipertiroid. Lesi mulanya nodul fungsional yang kecil timbul dengan sendirinya,

kemudian secara perlahan bertambah ukurannya dalam memproduksi jumlah hormon

tiroid. Secara berangsur-angsur menekan sekresi endogen TSH, hasilnya terjadi

pengurangan fungsi kontralateral lobus kelenjar tiroid. Adenoma toksik ini mempunyai

symptom berat badan turun, takikardi, intoleransi panas, TSH yang menurun,
peningkatan T3 dan T4 serta nodul pada adenoma ini bertipe panas atau hot, dan yang

paling menonjol yaitu hilangnya fungsi kontralateral lobus kelenjar tiroid terhadap

lobus yang terjadi adenoma toksik.

 Goiter Multinodular Toksik

Goiter multinodular toksik biasanya terjadi pada usia lanjut dengan euthyroid

multinodular goiter yang menetap. Ditandai dengan takikardia, gagal jantung, atau

arritmia dan terkadang kehilangan berat badan, cemas, lemah, tremor, dan berkeringat.

Pemeriksaaan fisik didapatkan goiter multinodular yang kecil atau cukup besar dan

kadang sampai pada substernal. Laboratorium menunjukkan penekanan TSH dan

elevasi T3 serum dan sedikit elevasi T4 serum.Hipertiroid pada pasien dengan goiter

multinodular yang lama bisa dipicu dengan penggunaan obat-obatan yang mengandung

iodine. Patofisiologi iodine memicu hipertiroid belum diketahui tetapi diduga

mengakibatkan ketidakmampuan beberapa nodul tiroid untuk mengambil iodide yang

ada dengan menghasilkan hormon yang berlebih.

 Tirotoksikosis Faktitia

Merupakan gangguan psikoneurotik pada pasien yang secara diam-diam

menghasilkan kadar T4 berlebih atau simpanan hormon tiroid, biasanya untuk tujuan

mengontrol berat badan. Secara individual, biasanya wanita, yang dihubungkan

dengan lingkungan pengobatan yang mudah mendapatkan obat-obatan tiroid. Ciri-ciri

tirotoksikosis, termasuk kehilangan berat badan, cemas, palpitasi, takikardi, dan

tremor, tapi goiter dan tanda mata tidak ada. Karakteristik, TSH rendah, serum FT4

dan T3 meningkat, serum tiroglobulin rendah, dan RAIU nol.


2.2.4 Manifestasi klinis

Tanda dan gejala penyakit hipertiroid yang paling mudah dikenali ialah adanya

struma (hipertrofi dan hiperplasia difus), tirotoksikosis (hipersekresi kelenjar tiroid/

hipertiroidisme) dan sering disertai oftalmopati, dan disertai dermopati meskipun jarang.11

Gejala klinis penyakit Graves meliputi dua kelompok utama, yaitu tiroidal dan

ekstratiroidal. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroid

akibat sekresi hormon tiroid berlebihan. Gejala-gejala hipertiroid berupa manifestasi

hipermetabolisme dan aktivitas simpatis berlebihan, seperti cepat lelah, gemetar, tidak tahan

panas, berat badan turun walaupun nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan

kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit

lokal yang biasanya terbatas di tungkai bawah.11

Penyakit hipertiroid dapat memberikan manifestasi klinis bermacam-macam

yang tergantung dari etiologi hipertiroid, yang mempengaruhi dari fungsi kerja jantung,

tekanan darah, metabolisme tubuh, ekskresi melalui ginjal, sistem gastrointestinal serta otot

dan lemak, sistem hematopoetik 5,8,13,14

 Jantung dan vaskular

Manifestasi klinis yang terjadi akibat penyakit hipertiroid ini lebih banyak mempengaruhi

fungsi kerja jantung, dimana jantung dipacu untuk bekerja lebih cepat sehingga

mengakibatkan otot jantung berkontraksi lebih cepat karena efek ionotropik yang langsung

dari hormon tiroid yang keluar secara berlebihan sehingga meningkatkan rasio ekspesi rantai

panjang α : β, dengan otot jantung berkontraksi lebih cepat juga mengakibatkan cardiac

output yang dihasilkan menurun dan meningkatkan tekanan darah, iktus kordis terlihat jelas,

kardiomegali, bising sitolik serta denyut nadi. Pada hipertiroid dapat mennyebabkan kelainan

jantung seperti prolaps katup mitral yang sering terjadi pada penyakit Graves or Hashimoto,

dibandingkan populasi normal. Aritmia jantung hampir tanpa terkecuali supraventricular,


khusunya pada penderita muda. Antara 2 % dan 20% penderita dengan hipertiroid dengan

atrial fibrilasi, dan 15 % penderita dengan atrial fibrilasi tidak terjelaskan. Atrial fibrilasi

menurunkan effisiensi respon jantung untuk meningkatkan kebutuhan sirkulasi dan dapat

menyebabkan gagal jantung.

 Ginjal.

Hipertiroid tidak menimbulkan symptom yang dapat dijadikan acuan terhadap traktus urinaria

kecuali polyuria sedang. Meskipun aliran darah ginjal, filtrasi glomerulus, dan reabsorbsi

tubulus serta sekretori maxima meningkat. Total pertukaran potassium menurun karena

penurunan massa tubuh.

 Metabolisme tubuh

Penyakit hipertiroid ini meningkatkan metabolisme jaringan, yang menyebabkan peningkatan

venous return akibat meningkatnya metabolisme jaringan yang kemudian mempengaruhi

vasodilatasi perifer dan arteriovenous shunt. Dengan terjadinya peningkatan vasodilatasi

perifer dan arteriovenous shunt maka darah yang terkumpul semakin bertambah sehingga

venous return ke jantung akan meningkat, disamping itu vasodilatasi perifer yang terjadi juga

meningkatkan penguapan sehingga pengeluaran keringat bertambah.

 Sistem gastrointestinal

Hipertiroid juga meningkatkan absorbsi karbohidrat tetapi hal ini tidak sebanding dengan

penyimpanan karbohidrat karena metabolisme pada hipertiroid meningkat sehingga simpanan

karbohidrat berkurang dan lebih banyak dipakai dan juga meningkatkan motilitas usus, yang

kemudian mengakibatkan pasien hipertiroid mengalami hiperfagi dan hiperdefekasi.

 Otot dan lemak

Pada pasien hipertiroid secara fisik mengalami penurunan berat badan dan tampak kurus

karena hal ini disebabkan peningkatan metabolisme jaringan dimana simpanan glukosa

beserta glukosa yang baru diabsorbsi digunakan untuk menghasilkan energi yang akibatnya
terjadi pengurangan massa otot. Hal ini juga terjadi pada jaringan adiposa/lemak yang juga

mengalami lipolisis dimana simpanan lemak juga akan dimetabolisme untuk menghasilkan

energi. Dan bila simpanan glukosa dan lemak ini berkurang maka tubuh akan memetabolisme

protein yang tersimpan di dalam otot sehingga massa otot akan semakin berkurang. Sehingga

pada otot akan terjadi kelemahan dan kelelahan yang tidak dapat dihubungkan dengan bukti

penyakit secara objektif.

 Hemopoetik

Pada hipertiroid menyebabkan peningkatan eritropoiesis dan eritropoetin karena kebutuhan

akan oksigen meningkat. Hal ini disebabkan karena peningkatan metabolisme tubuh pada

hipertiroid.

 Sistem Respirasi

Dyspnea biasanya terjadi pada hipertiroid berat dan faktor pemberat juga ikut dalam kondisi

ini. Kapasitas vital biasanya tereduksi kareana kelemahan otot respirasi. Selama aktivitas,

ventilasi meningkat untuk memenuhi pemenuhan oksigen yang meningkat, tapi kapasitas

difus paru normal

2.2.5 Diagnosa

Untuk diagnosis tepat dan terpercaya, Crooks (1959) membuat indeks diagnostik,

yaitu Indeks Wayne.11

Tabel 2. Skor penilaian hipertiroid Wayne11


Tabel 3. Skor penilaian hipertiroid New Castle11

PENGARUH LANGSUNG HORMON TIROID TERHADAP SISTEM KARDIOVASKULAR 15

Pengaruh langsung hormon tiroid pada umumnya akibat pengaruh T3 yang berikatan

dengan reseptor pada inti sel yang mengatur ekspresi dari gen-gen yang responsive terhadap

hormon tiroid, dengan kata lain bahwa perubahan fungsi jantung dimediasi oleh regulasi T3

gen spesifik jantung. Terdapat dua jenis gen reseptor T3, yaitu alfa dan beta, dengan paling

sedikit dua mRNA untuk tiap gen, yaitu alfa-1 dan alfa-2, serta beta-1 dan beta-2. T3 juga

bekerja pada ekstranuklear melalui peningkatan sintesis protein. Berikut ini penjelasan

mengenai pengaruh langsung hormon tiroid terhadap sistem kardiovaskular.

1. T3 mengatur gen spesifik jantung

Pemberian T3 pada hewan meningkatkan kontraktilitas otot jantung menalui stimulasi

sintesis fast myosin heavy chain dan menghambat penampakan slow beta

isoform.Pada ventrikel jantung manusia, sebagain besar terdiri dari myosin heavy

chain, sehingga T3 tidak mempengaruhi perubahan pada myosin.Peningkatan


kontraktilitas pada manusia sebagian besar merupakan hasil dari peningkatan ekspresi

retikulu sarkoplasma Ca2+ATPase, meskipun sebagian besar juga oleh beta isoform.

2. T3 mengatur ekspresi reseptor yang peka hormon tiroid (pada hewan percobaan)

T3 menyebabkan peningkatan retikulum sarkoplasma Ca2+ATPase dan penurunan

kerja Ca2+ATPase regulatory protein. T3 juga mengatur Na-K ATPase jantung, enzim

malat, faktor natriuretik atrial, Ca channels, dan reseptor beta-adrenergik.

3. Hormon tiroid meningkatkan kontraktilitas otot jantung

Hormon tiroid akan menstimulasi kerja jantung dengan mempengaruhi fungsi

ventrikel, melalui peningkatan sintesis protein kontraktil jantung atau peningkatan

fingsi dari reticulum sarkoplasma Ca-ATPase sehingga pada pasien hipertiroid akan

didapati jantung yang hipertrofi.13

4. Hormon tiroid menyebabkan penurunan resistensi pembuluh darah perifer

T3 mungkin mempengaruhi aliran natrium dan kalium pada sel otot polos sehingga

menyebabkan penurunan kontraktilitas otot polos dan tonus pembuluh darah

arteriole.15

PENGARUH TIDAK LANGSUNG HORMON TIROID TERHADAP SISTEM KARDIOVASKULAR

Keadaan hipermetabolisme dan peningkatan produksi panas tubuh akibat pengaruh

hormon tiroid secara tidak langsung akan mempengaruhi sistem kardiovaskuler dengan

adanya suatu kompensasi, antara lain:

1. Hormon tiroid meningkatkan aktivitas sistem simpatoadrenal

Pasien hipertiroid memiliki gejala klinik yang mirip dengan keadaan hiperadrenergik,

sebaliknya hipotiroid menggambarkan keadaan berupa penurunan tonus simpatis. Pada

hipertiroid terjadi peningkatan kadar atau afinitas beta-reseptor, inotropik respon isoprotrenol
dan norepinefrin.13 Banyak penelitian menyimpulkan bahwa hormon tiroid berinteraksi

dengan katekolamin dimana pada pasien-pasien hipertiroid terdapat peningkatan sensitivitas

terhadap kerja katekolamin dan pada pasien yang hipotiroidterjadi penurunan sensitivitas

terhadap katekolamin.15 Hal ini terbukti dari kadar katekolamin pada pasien-pasien

hipertiroid justru menurun atau normal sedangkan pada pasien hipotiroid cenderung

meningkat. Hormon tiroid dapat meningkatkan jumlah reseptor beta adrenergik dan

sensitivitasnya. Hormon tiroid juga meningkatkan jumlah subunit stimulasi pada guanosin

triphospate-binding protein sehingga terjadi peningkatan respon adrenergik.8 Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa pada pasien hipotiroid, reseptor beta-adrenergik berkurang

jumlah dan aktifitasnya, terlihat dari respon yang melambat dari plasma cAMP terhadap

epinefrin. Respon cAMP terhadap glukagon dan hormon paratiroid juga menurun, dengan

demikian tampak penurunan aktivitas adrenergic pada pasien hipotiroid.Pada rat atria yang

berasal dari hipotiroid binatang terjadi peningkatan reseptor alfa dan penurunran reseptor

beta. Tetapi sebenarnya pada manusia, peningkatan respon simpatis akibat hormon tiroid

masih sulit dibuktikan.5

2. Kerja jantung meningkat

Peningkatan isi sekuncup dan denyut jantung meningkatkan curah jantung.

3. Hipertrofi otot jantung akibat kerja jantung yang meningkat.

Pada model eksperimen pada hewan-hewan dengan hipertiroid dalam satu minggu pemberian

T4 terlihat pembesaran jantung pada ukuran ventrikel kiri lebih kurang 135% disbanding

control.Hal ini mungkin karena hormon tiroid meningkatkan protein sintesis.Untuk

membuktikan hal ini, Klein memberikan propanolol dengan T4 pada hewan percobaan,

dimana propanolol berperan mencegah peningkatan denyut jantung dan respon hipertrofi.Dari

hasil penelitian Klein dan Hong terlihat bahwa hewan percobaan tanpa peningkatan

hemodinamik, tidak didapat hipertrofi jantung.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa


hormon tiroid tidak secara langsung menyebabkan penyatuan asam amino dan tidak ada efek

yang dapt diukur pada sintesis protein kontraktil otot jantung. Jadi, yang menyebabkan

hipertrofi adalah peningkatan kerja jantung itu sendiri.15

4. Penurunan resistensi pembuluh darah perifer dan peningkatan volume darah.

Hormon tiroid menyebabkan penurunan resistensi pembuluh darah perifer. Beberapa peneliti

mengatakan bahwa hormon tiroid meningkatkan aktivitas metabolisme dan konsumsi oksigen

sehingga menyebabkan rendahnya resistensi vascular sistemik sehingga menurunkan tekanan

diastolic darah yang mengakibatkan peningkatan curah jantung.15

KELAINAN JANTUNG AKIBAT HIPERTIROID

Kelainan jantung yang dapat ditimbulkan oleh hipertiroid. Dan berikut jenis-jenis dari

kelainan jantung :

a. Regurgitasi Mitral (Mitral Regurgitation/MR)16

Regurgitasi mitral ialah keadaan dimana aliran darah balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri

pada waktu sistolik jantung akibat tidak menutupnya katup mitral secara sempurna.

Regurgitasi mitral dibagi menjadi dua yaitu regurgitasi mitral akut dan kronik. Gambaran

ekokardiografi pada MR, dengan color flow Doppler menunjukkan adanya pembesaran

atrium kiri, dan ventrikel kiri biasanya hiperdinamik. Sedangkan dengan quided M-mode

dapat diukur besar ventrikel kiri, massa ventrikel kiri, tekanan dinding ventrikel, fraksi ejeksi

juga dapat diestimasi.

b. Regurgitasi Trikuspid (Tricuspid Regurgitation/TR) 16

Regurgitasi tricuspid adalah aliran darah balik dari ventrikel kanan ke atrium kanan akibat

adanya ketidaksempurnaan penutupan dari katup tricuspid. Regurgitasi tricuspid disebabkan

oleh penyakit jantung reumatik, bukan reumatik antara lain endocarditis, anomaly Ebstein,

trauma, arthritis rheumatoid, radiasi, kongenital, dan sebagainya, hipertiroidisme, aneurisma

sinus valsava, endocarditis Loeffler.


c. Kardiomiopati 16

Kelainan jantung ini merupakan kelainan jantung yang khusus karena langsung mengenai

otot jantung atau miokardium yang disebabkan bukan dari akibat penyakit pericardium,

hipertensi, koroner, kelainan kongenital, atau kelainan katup. Kardiomiopati dibagi menjadi

tiga macam yaitu kardiomiopati dilatasi, kardiomiopati hipertrofik, kardiomiopati restriktif.

Dan kardiomiopati dilatasi merupakan kardiomiopati yang banyak ditemukan, dan etiologi

kardiomiopati ini belum diketahui pasti dan adapun kardiomiopati yang disebabkan karena

alcohol, kehamilan, penyakit tiroid, kokain, takikardia kronik tidak terkontrol, dikatakan

kardiomiopati ini bersifat reversibel.

d. Gagal Jantung ( Heart Failure) 17

Gagal jantung merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan sesak nafas dan fatik (saat

istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal

jantung dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu 1). Gagal jantung sistolik dan gagal jantung

diastolik, gagal jantung jenis ini disebabkan oleh karena ketidakmampuan kontraksi jantung

untuk memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, fatik,

hipoperfusi dan aktivitas menurun (gagal jantung sistolik) dan gangguan relaksasi dan

gangguan pengisian ventrikel (gagal jantung diastolik). 2). Gagal jantung Low output

disebabkan oleh kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan pericardium dan gagal jantung

High output disebabkan hipertiroid, anemia, kehamilan, fistula A-V, beri-beri, dan penyakit

paget. 3). Gagal jantung akut disebabkan oleh kelainan katup secara tiba-tiba akibat

endocarditis, trauma, atau infark miokard luas, sedangkan gagal jantung kronik disebabkan

oleh kelainan multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. 4). Gagal jantung kanan dan

kiri, bila gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel kiri dan meningkatkan tekanan vena

pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak nafas dan ortopneu. Sedangkan gagal jantung
kanan disebabkan oleh karena kelemahan ventrikel kanan sehingga terjadi kongesti vena

sistemik.

e. Prolaps Katup Mitral (Mitral Valve Prolaps/MVP) 16

MVP dapat terjadi dalam kondisi primer tanpa ada kaitan dengan penyakit lain dan bisa

familial atau non familial. Tetapi MVP juga bisa disebabkan secara sekunder yang

berhubungan dengan penyakit lain, seperti Sindrom Ehlers-Danlos, osteogenesis imperfacta,

pseudoxanthoma elasticum, periarteritis nodosa, myotonic dystrophy, penyakit von

Wildebrand, hipertiroid, dan malformasi kongenital. Simptoms yang didapatkan pada MVP

yaitu kelelahan, palpitasi, postural orthostasis, dan kecemasan serta simptoms

neruropsikiatrik lainnya. Penderita bisa mengeluh sinkop, presinkop, palpitasi,

ketidaknyamanan dada, dan saat MR berat. Ketidaknyamanan dada mungkin karena angina

pectoris typical tapi kadang banyak atypical yang terjadi lama, tetapi tidak jelas hubungannya

dengan pengerahan tenaga. Pada penderita MVP dan MR berat dijumpai simptoms seperti

lelah, dyspnea, dan keterbatasan aktivitas. Dan MVP juga dapar menimbulkan gejala

arritmia.

f. Atrial Fibrilasi 11

Atrial fibrilasi yaitu aritmia yang dikarakteristikan dengan gangguan depolarisasi atrial tanpa

kontraksi atrial yang efektif. AF terjadi pada lebih dari 15% pasien hipertiroid, dibandingkan

hanya 4% pada populasi umum, terutama pada laki-laki dan orang tua. Efek hormon tiroid

pada jantung dan pembuluh darah perifer meliputi penurunan resistensi vaskular sistemik,

peningkatan laju jantung, dan peningkatan kontraktilitas ventrikel kiri. Jika hal ini dideteksi

oleh ginjal, maka sistem renin angiotensin aldosteron akan teraktivasi dan absorpsi natrium

akan meningkat. T3 juga berperan memproduksi eritropoetin yang akan meningkatkan


eritrosit dan menaikkan volume darah dan preload. Kondisi hipertiroid menyebabkan

kenaikan cardiac output 50% - 300% dibanding keadaan normal.

Beberapa manifestasi klinik pasien AF dengan hipertiroid, yaitu: palpitasi, angina saat

latihan, dispneu, cepat lelah, sinkop, atau gejala tromboemboli. Manifestasi lanjut adalah

kondisi gagal jantung kongestif karena turunnya curah jantung.

g. Sinus Takikardi 18

Takikardi pada dewasa ditetapkan 100 kali/menit. Sinus takikardi umumnya onsetnya

berangsur-angsur dan berakhir. Sinus takikardi yaitu reaksi fisiologis atau patofisiologi stress,

seperti demam, hipotensi, tirotoksikosis, anemia, kecemasan, exersi, hipovolemia, emboli

pulmonal, iskemi miokardia, gagal jantung kongestif atau shock.

PENGARUH ETIOLOGI HIPERTIROID YANG MENIMBULKAN KELAINAN JANTUNG 18

Etiologi hipertiroid yang sering terjadi kelainan jantung yaitu hipertiroid graves

sebanyak 10 pasien hipertiroid yang mengalami kelainan jantung dari 85 pasien hipertiroid

dengan graves, sedangkan hipertiroid non-graves mengakibatkan kelainan jantung sebanyak 4

pasien dari 51 pasien hipertiroid non-graves, yang diambil dari jumlah total 136 data pasien

hipertiroid. Hipertiroid graves merupakan etiologi hipertiroid yang sering menimbulkan

kelainan jantung, karena hipertiroid graves menghasilkan produksi T4, T3 yang tinggi

meskipun TSH normal ataupun turun. Produksi T4, T3 yang tinggi tersebut berasal dari

stimulasi antibodi stimulasi hormon tiroid (TSH-Ab) atau thyroid stimulating

immunoglobulin (TSI) yang berinteraksi dengan reseptor TSH di membran epitel folikel

tiroid, yang mengakibatkan peningkatan aktivitas saraf simpatis tubuh salah satunya

peningkatan saraf simpatis di jantung, sehingga impuls listrik dari nodus SA jantung

meningkat menyebabkankontraksi jantung meningkat mengakibatkan fraksi ejeksi darah dari


ventrikel berkurang, meningkatkan tekanan darah dan denyut nadi, mengakibatkan katup-

katup jantung bekerja dengan cepat sehingga dapat terjadi putusnya chordae tendinae salah

satu chordae tendinae ataupun semuachordae tendinae akibatnya katup-katup jantung tidak

menutup dengan rapat dan terjadi regurgitasi maupun prolapse katup, dan kardiomiopati

dapat timbul dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun, serta menebalnya otot jantung

atau hipertrofi jantung akibat kontraksi jantung yang cepat dan meningkat, sehingga dapat

terjadi kardiomiopati dan gagal jantung.

EFEK MOLEKULER HORMON TIROID PADA JANTUNG 9

Pengaruh hormon tiroid pada fungsi fisiologis jantung sangat dipengaruhi oleh kadar

serum T3. Hal ini karena jantung tidak mempunyai aktivitas 5’-monodeiodinase, sehingga

ambilan T3 dari peredaran darah merupakan sumber hormon tiroid utama pada

kardiomiosit1; T3 bekerja pada kardiomiosit secara genomik dan non-genomik. T3 bekerja

secara genomik melalui ikatan dengan TR yang terletak dalam nukleus kardiomiosit. Aktivasi

kompleks TR-RXR-TRE oleh T3 meningkatkan proses transkripsi dan ekspresi gen-gen yang

menyandi proteinprotein struktural dan pengatur beserta enzim-enzim penting dalam

kardiomiosit. Gen-gen pada kardiomiosit yang ekspresinya dipengaruhi oleh kompleks T3-

TR-RXR-TRE dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis. Jenis pertama adalah gen yang diatur

secara positif yaitu gen-gen yang mengalami peningkatan aktivitas transkripsi akibat T3. Gen

ini antara lain gen alfa-miosin rantai berat, Ca2+-ATPase retikulum sarkoplasma, Na+-K+-

ATPase, reseptor adrenergik beta-1, atrial natriuretic hormone (ANP), dan voltage-gated

potassium channels. Gen alfa-miosin rantai berat menyandi protein kontraktil rantai berat

alfamiosin yang merupakan serabut otot tipe cepat dalam filamen tebal pada kardiomiosit.

Gen Ca2+-ATPase retikulum sarkoplasma menyandi protein SERCa2 dalam

membran retikulum sarkoplasma, yang mengatur ambilan kalsium dari sitoplasma ke dalam
retikulum sarkoplasma selama fase diastolik jantung. Ambilan kalsium ini menurunkan kadar

kalsium dalam sitoplasma yang penting dalam memperlama fase diastolik. Kedua gen

tersebut berperan dalam pengaturan fungsi sistolik dan diastolik jantung. Gen Na+/K+-

ATPase dan voltage-gated potassium channels mengatur respons elektrik dan kimiawi

kardiomiosit. T3 meningkatkan ekspresi protein pengatur transportasi ion tersebut yang

berperan dalam menghantarkan aktivitas elektrik kardiomiosit. Gen reseptor adrenergik beta-

1 menyandi protein reseptor beta-1 pada membran plasma kardiomiosit, yang berfungsi

sebagai penghantar respon jantung terhadap pacuan simpatis dan adrenergik. Ekspresi

reseptor beta-1 mengalami peningkatan akibat pengaruh T3.Jenis kedua adalah gen yang

diatur secara negatif, yaitu gen-gen yang mengalami penurunan aktivitas transkripsi akibat

T3. Gen ini antara lain gen beta-miosin rantai berat, fosfolamban, adenilil siklase tipe V dan

VI, thyroid hormone receptor-1, dan Na+/Ca2+ exchanger. Gen beta-miosin rantai berat

menyandi protein miosin rantai berat tipe beta pada filamen tebal yang merupakan ATPase

miosin tipe lambat. T3 menurunkan ekspresi gen beta- miosin rantai berat sekaligus

menaikkan ekspresi alfa-miosin rantai berat, menghasilkan efek hipertrofi dan peningkatan

kontraktilitas kardiomiosit. Fosfolamban merupakan penghambat Ca2+-ATPase retikulum

endoplasma dalam memompa kalsium ke dalam retikulum sarkoplasma. T3 menurunkan

ekspresi gen fosfolamban dan sekaligus meningkatkan aktivitas SERCa2.

Pada hipotiroidisme, ekspresi fosfolamban pada kardiomiosit meningkat,

menyebabkan hambatan ambilan kalsium ke dalam retikulum sarkoplasma sehingga kalsium

sitoplasma meningkat dan mengganggu fase diastolik. Tabel 2 menunjukkan gen yang

dipengaruhi oleh hormon tiroid beserta efek-efek yang ditimbulkan.


Tabel 4. Gen yang dipengaruhi oleh hormon tiroid dan responnya 9

Pengaruh langsung Pengaruh tak langsung

Regulasi gen-gen spesifik jantung Aktivitas adrenergic meningkat

Regulasi ekspresi reseptor hormon tiroid Meningkatkan kerja jantung

Kontraktilitas otot jantung meningkat Hipertrofi jantung

Penurunan resistensi pembuluh darah perifer Curah jantung meningkat

Tabel 5. Efek hormon tiroid terhadap sistem kardiovaskular.

Sumber: Thyroid Hormon and Cardiovascular Disease, URL address:


http://www.medscape.com/mosby/amheartj/1999/vl35 nO2/ahil352.02.gomb.html

2.4 Penyakit Jantung Tiroid

2.4.1 Definisi 4

Penyakit jantung tiroid adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh pengaruh

hormon tiroid. Pengaruh biokimiawi hormon tiroid pada jantung terjadi terutama pada

hipertirodisme. Hipertiroidisme adalah hiperfungsi tiroid, yaitu peningkatan biosintesis dan

sekresi hormon oleh kelenjar tiroid.

2.4.2 Epidemiologi 4

Insiden penyakit jantung tiroid cukup tinggi di masyarakat dan dapat mengenai segala

usia. Insiden diperkirakan 0,4 per 1000 wanita per tahun, lebih sering pada wanita
dibandingkan pria dengan perban-dingan 4:1, terutama pada usia 30-50 tahun; 15% terjadi

pada usia diatas 60 tahun dan 70% disebabkan oleh penyakit Graves yang berakibat

meningkatnya angka kematian dan angka kesakitan kardiovaskuler.

2.4.3 Etiopatogenesis 4

Hormon tiroid sangat memengaruhi sistem kardiovaskular dengan beberapa

mekanisme, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hormon tiroid meningkatkan

metabolisme tubuh total dan konsumsi oksigen yang secara tidak langsung meningkatkan

beban kerja jantung. Mekanisme secara pasti belum diketahui namun diketahui bahwa

hormon tiroid menyebabkan efek inotropik, kronotropik, dan dromotropik yang mirip dengan

efek stimulasi adrenergik.

Efek hormon tiroid terhadap sel nuklear terutama dijembatani melalui perubahan

penampilan gen yang responsif. Proses ini dimulai dengan difusi T4 dan T3 melintasi

membran plasma karena mudah larut dalam lemak. Di dalam sitoplasma, T4 dirubah menjadi

T3 oleh 5-mono-delodinase, konsentrasinya bervariasi dari jaringan ke jaringan, yang

merupakan hubungan tidak langsung sebagai respons jaringan terhadap hormon tiroid.

Selanjut-nya, T3 sirkulasi dan T3 yang baru disintesis melalui membran nukleus untuk

berikatan dengan reseptor hormon tiroid spesifik (THRs).

Secara anatomis, hormon tiroid dapat mengakibatkan hipertrofi jantung sebagai akibat

meningkatnya sintesis protein. Peningkatan isi semenit disebabkan oleh peningkatan

frekuensi denyut jantung dan isi sekuncup, penurunan resistensi perifer, dan adanya

vasodilatasi perifer akibat pemanasan karena peningkatan metabolisme jaringan. Pengaruh

hormon tiroid pada hemodinamik jantung dapat juga terjadi akibat meningkatnya

kontraktilitas otot jantung. Pada tirotoksikosis, sirkulasi yang meningkat mirip dengan

keadaan meningkatnya kegiatan adrenergik. Hal ini bukan disebabkan oleh meningkatnya

sekresi katekolamin, karena kadar katekolamin justru turun pada tirotoksikosis. Keadaan ini
disebabkan oleh meningkatnya kepekaan jaringan terhadap katekolamin. Pada sistem

hantaran, hormon tiroid menyebabkan meningkatnya kecepatan hantaran atrium dan

memendeknya masa refrakter yang tak dapat dipengaruhi oleh katekolamin. Sinus takikardia

terjadi 40% pasien dengan hipertiroidisme dan 10 - 15% dapat terjadi fibrilasi atrial persisten.

Pada penyakit jantung akibat hipertiroidisme tidak dijumpai kelainan histopatologik

yang nyata, kecuali adanya dilatasi dan hipertrofi ventrikel. Umumnya, gagal jantung pada

pasien hipertiroidisme terjadi pada dekade akhir kehidupan dengan insiden tinggi terjadinya

penyakit jantung koroner. Kemungkinan peran hormon tiroid dalam mengakibatkan gagal

jantung melalui peningkatan kebutuhan oksigen pada pasien yang sudah mengalami

kekurangan penyediaan oksigen akibat penyakit jantung koroner. Keadaan pasien yang berat

biasanya dihubungkan dengan hipertiroidisme yang telah berlangsung lama dengan

kontraktilitas otot jantung yang buruk, isi semenit yang rendah, dan gejala serta tanda gagal

jantung.

2.4.4 Manifestasi Klinis 4

Pasien dengan penyakit jantung tiroid sering mengeluhkan gejala-gejala yang berkaitan

dengan perubahan kronotropik. Pasien sering mengalami palpitasi, irama jantung yang tidak

teratur, dan dispnea saat beraktivitas. Pada pasien lanjut usia yang memiliki dasar penyakit

arteri koroner, angina pektoris dapat terjadi bersamaan dengan onset hipertiroidisme. Selain

itu, pasien dengan hipertiroidisme dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif

tanpa kelainan jantung sebelumnya.

Masalah irama jantung yang paling sering ditemukan pada hipertiroidisme ialah sinus

takikardia. Peningkatan denyut jantung >90 x/menit terjadi pada saat istirahat atau selama

tidur dan respon berlebihan jantung ditemukan selama berolahraga. Masalah berat ditemukan

pada pasien dengan hipertiroidisme dan atrial fibrillation (AF) rapid ventricular response

karena dapat menyebabkan kardiomiopati. Pemeriksaan fungsi tiroid harus secepatnya


dilakukan pada pasien dengan onset baru AF meskipun hanya <1% dari pasien tersebut yang

memiliki bentuk subklinis atau klinis hipertiroidisme. Umumnya pasien dengan

hipertiroidisme dan AF bisa dikonversi ke irama sinus dalam waktu 8 sampai 10 minggu

setelah dimulai peng-obatan. Bentuk lain dari aritmia jarang terjadi. Pasien yang mengalami

keterlam-batan dalam konduksi intraventrikular insidennya <15%. Blok atrioventrikular

mungkin terjadi, tetapi sangat jarang ditemukan.

2.4.5 Diagnosis 4

Diagnosis penyakit jantung tiroid dapat ditegakkan dan dipastikan dengan

pemeriksaan kadar hormon tiroid bebas,yaitu kadar FT4 yang tinggi dan TSHs yang sangat

rendah. Menurut Bayer MF,kombinasi hasil pemeriksaan laboratorium TSHs yang tak terukur

atau subnormal dan FT4 yang meningkat jelas menunjukkan hipertirodisme. Pemeriksaan

laboratorium yang sering dilakukan untuk mendiagnosis hipertiroidisme ialah pemeriksaan

TSHs, kadar FT4, dan FT3. Indeks klinis Wayne sudah dikenal sejak lama dan sangat

membantu mendiagnosis hipertiroidisme dengan tingkat akurasi sebesar 85%.

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis ialah

pemeriksaan foto toraks posteroanterior, elektrokardiografi,dan ekokardiografi.

Gambaran radiologik umumnya normal, kadang-kadang dijumpai pembesaran aorta

asenden dan desenden, penonjolan segmen pulmonal,dan pada kasus yang berat dijumpai
pula pembesaran jantung. Pemeriksaan ekokardiografi dapat menunjukkan insufisiensi mitral

dan trikuspid.

Pada pemeriksaan elektrokardiografi sering dijumpai gangguan irama dan kadang-

kadang juga ditemukan gangguan hantaran. Pada kasus yang berat dapat dijumpai

pembesaran ventrikel kiri yang menghilang setelah pengobatan. Fibrilasi atrium (AF) adalah

aritmia yang paling sering ditemukan. Ciri-ciri AF pada gambaran EKG adalah:11

1. Pola interval RR ireguler

2. Tidak ada gelombang P yang jelas, digantikan oleh gelombang getar (fibrilasi)

3. Kecepatan interval kedua gelombang aktivasi atrium >350 kali/menit

Gambar 8. AF pada EKG

2.4.6. Tatalaksana4

Penatalaksanaan hipertiroidisme dengan komplikasi kardiovaskular memerlukan

pendekatan yang berbeda, yaitu dengan mempertimbangkan faktor kardiovaskular tersebut.

Tujuan pengobatan ialah secepatnya menurunkan keadaan hipermetabolik dan kadar hormon

tiroid yang berada dalam sirkulasi. Keadaan sirkulasi hiperdinamik dan aritma atrial akan

memberikan respon baik dengan pemberian obat penyekat beta. Dalam hal ini,propanolol

merupakan obat pilihan karena bekerja cepat dan mempunyai keampuhan yang sangat besar

dalam menurunkan frekuensi denyut jantung. Selain itu, penghambat beta dapat menghambat

konversi T4 menjadi T3 di perifer.

Pada pasien dengan gagal jantung berat, penggunaan obat penyekat beta harus dengan

sangat hati-hati karena dapat memperburuk fungsi miokard, meskipun beberapa penulis mendapat
hasil baik pada pengobatan pasien gagal jantung akibat tirotoksikosis.Bahaya lain dari obat

penyekat beta ialah dapat menimbulkan spasme bronkial, terutama pada pasien dengan asma

bronkial. Dosis yang diberikan berkisar antara 40-160 mg per hari dibagi 3-4 kali pemberian.

Obat antitiroid yang banyak digunakan ialah PTU dan imidazol (metimazol, tiamazol,

dan karbimazol). Kedua obat ini termasuk dalam golongan tionamid yang kerjanya

menghambat sintesis hormon tiroid, tetapi tidak memengaruhi sekresi hormon tiroid yang

sudah terbentuk. Propiltiourasil mempunyai keunggulan mencegah konversi T4 menjadi T3

di perifer. Dosis awal PTU yang digunakan ialah 300-600 mg/hari dengan dosis maksimal

1200-2000 mg/hari atau metimazol 30-60 mg sehari. Perbaikan gejala hipertiroidisme

biasanya terjadi dalam 3 minggu dan eutiroidisme dapat tercapai dalam 6-8 minggu.

Pada pasien dengan hipertiroidisme dan AF, terapi awal harus difokuskan pada

kontrol irama jantung dengan menggunakan penyekat beta (propanolol, atenolol, bisoprolol),

tetapi konversi ke irama sinus sering terjadi secara spontan bersamaan dengan pengobatan

hipertiroidisme. Pemberian penyekat beta pada kasus hipertiroidisme terkait dengan gagal

jantung, harus diberikan sedini mungkin. Golongan obat penyekat beta dapat mengontrol

takikardia, palpitasi, tremor, kecemasan, dan mengurangi aliran darah ke kelenjar tiroid.

Tujuan terapi dengan penyekat beta ialah menurunkan denyut jantung ke tingkat mendekati

normal dan kemudian meningkatkan perbaikan komponen disfungsi ventrikel kiri (LV).

Penggunaan bisoprolol memiliki efek menguntungkan pada kasus gagal jantung

dengan AF karena berhubungan dengan remodeling dari ventrikel kiri dan terdapat

peningkatan signifikan left ventricle ejection fraction (LVEF). Jika AF berlanjut,

pertimbangan harus diberikan untuk antikoagulasi, terutama pada pasien yang berisiko tinggi

terhadap emboli.

Terapi antikoagulan pada pasien hipertiroidisme dengan AF masih kontroversial.

Frekuensi rata-rata insiden tromboemboli pada pasien hipertiroidisme sekitar 19%. Beberapa
peneliti tidak merekomendasikan pemberian obat antikoagulan pada pasien usia muda dengan

durasi AF yang pendek (kurang dari 3 bulan) dan tanpa kelainan jantung oleh karena konversi

ke irama sinus akan terjadi setelah diterapi dengan obat antitiroid. Pasien dengan AF kronik

dan mempunyai kelainan jantung organik, berisiko tinggi terjadinya emboli sehingga

merupakan indikasi pemberian antikoagulan. Jika AF belum teratasi, perlu dilakukan

kardioversi setelah 16 minggu telah menjadi eutiroidisme. Perlindungan antikoagulan terus

diberikan sampai 4 minggu setelah konversi. Risiko kejadian tromboemboli dan strok pada

pasien dengan AF tidaklah sama. Terdapat berbagai faktor klinis lain yang turut berkontribusi

terhadap risiko tersebut.23 Salah satu model yang paling populer dan sukses dalam

identifikasi pencegahan primer pasien dengan risiko tinggi strok ialah indeks risiko

CHA2DS2-VASc

Tabel 6. Indeks CHA2DS2-VASc

Indeks risiko CHA2DS2-VASc merupakan suatu sistem skoring kumulatif yang

memrediksi risiko strok pada pasien dengan AF. Antikoagulan diperlukan untuk skor

CHA2DS2-VASc lebih dari atau sama dengan 2, dengan mempertimbangkan risiko

perdarahan.
Tabel 7. Indeks HAS-BLED

Pada pasien hipertiroidisme dengan gagal jantung, terapi diuretik digunakan untuk

mengatasi kelebihan cairan, tetapi pengobatan awal harus mencakup pem-berian penyekat

beta. Terapi rutin untuk gagal jantung, termasuk inhibitor ACE, harus digunakan pada pasien

yang sudah dideteksi adanya disfungsi LV atau pada pasien gagal jantung yang tidak

membaik ketika detak jantung menjadi normal. Terapi tambahan yang dapat diberikan untuk

memperbaiki metabolisme miosit jantung ialah penggunaan Ko-enzim-10 dan Trimetazidin.

Ko-enzim Q-10 (CoQ10) merupakan suatu nutrien yang berperan vital dalam bioenergetik

otot jantung yaitu sebagai kofaktor produksi adenosin trifosfat (ATP) mitokondrial. Efek bio-

energetik CoQ10 ini sangat penting dalam aplikasi klinik, terutama hubungannya dengan sel-

sel yang mempunyai kebutuhan metabolik sangat tinggi seperti miosit jantung. Nutrien ini

merupakan anti-oksidan poten yang memiliki implikasi penting dalam fungsi jantung

terutama pada kondisi cedera iskemia reperfusi pada miokard. Ko-enzim Q10 dapat

memenga-ruhi perjalanan penyakit kardiovaskular dengan mempertahankan fungsi optimal

dari miosit dan mitokondria.

Trimetazidin telah diketahui sejak lama efektif pada penatalaksanaan angina melalui

efek penghambatan rantai panjang 3-ketoasil ko-enzim A tiolase mitokondria yang

menghambat metabolisme asam lemak sehingga dapat mengubah metabolisme energi.


Keadaan ini akan menstimulasi penggunaan glukosa dan akan memroduksi ATP dengan

konsumsi oksigen yang lebih rendah.

Untuk penanganan hipertiroidismenya, pada awal pengobatan, pasien dikontrol

setelah 4-6 minggu. Setelah tercapai eutiroidisme, pemantauan dilakukan setiap 3-6 bulan

sekali terhadap gejala dan tanda klinis, serta laboratorium (FT4 dan TSHs). Dosis obat

antitiroid dikurangi dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaan

eutiroidisme selama 12-24 bulan. Pengobatan kemudian dihentikan dan dinilai apakah telah

terjadi remisi, yaitu bila setelah 1 tahun obat antitiroid dihentikan, pasien masih dalam

keadaan eutiroidisme, walaupun kemudian hari dapat tetap eutiroidisme atau terjadi relaps.

Anda mungkin juga menyukai