Anda di halaman 1dari 10

AGLOMERASI MINYAK-BATUBARA

UNTUK PEROLEHAN BATUBARA HALUS

ISYATUN RODLIYAH DAN NGURAH ARDHA

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara


Jalan Jenderal Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373
e-mail: isyatun@tekmira.esdm.go.id; ngurah@tekmira.esdm.go.id

Naskah masuk : 11 Februari 2008, revisi pertama : 07 Juli 2008, revisi kedua : 18 Juli 2008,
revisi terakhir : September 2008

SARI

Batubara halus umumnya terdapat sebagai limbah pencucian dan/atau pemanfaatan batubara yang sepertinya
mengurangi perolehan batubara dan mencemari lingkungan. Aglomerasi minyak-batubara (COA) adalah salah
satu metode memperoleh batubara halus dengan cara aglomerasi dan kemudian memisahkan aglomerat batubara
halus dari mineral berat. Metode ini juga bermanfaat untuk meminimalisasi masalah lingkungan akibat
pembuangan batubara halus. Percobaan ini mempelajari pengambilan batubara halus dalam bentuk aglomerat
minyak-batubara.. Variable proses yang telah dicoba pengaruhnya adalah; waktu kontak/aduk campuran minyak-
batubara-air, konsentrasi minyak, jenis minyak dan jenis batubara. Dari karakteristik proses aglomerasi diketahui
bahwa pengaruh kandungan karbon pada batubara/kokas terhadap perolehan aglomerat kurang berarti,
dibandingkan dengan pengaruh kandungan abu rendah pada batubara/kokas.

Kata kunci : batubara, batubara halus, aglomerasi minyak batubara.

ABSTRACT

Fine coal is generally found as waste in coal beneficiation and utilization process, which is regarding to lessen
coal recovery and to spoil out the environment. Coal-oil agglomeration (COA) is one of methods on advantaging
and recovering of fine coal by agglomeration and then to seize heavy minerals from agglomerate. This method
can also be advantaged to eliminate environmental problem due to fine coal emision. The present study is
concerned with the mass recovery of fine coal as coal-oil agglomerates. Process variables that had been applied
were: stirring/contact time of oil-coal-water mixture, oil concentration, kinds of oil as well as kinds of coal.
The characteristic of COA process obtained is known that effect of fixed carbon content of coal/coke on
agglomerate recovery is less significant compared to the effect of low ash content of coal/coke.

Keywords: coal, fine coal, coal-oil agglomeration

1. PENDAHULUAN penambangan yang banyak terbuang mengalir ke


kolam penampung limbah atau ke sungai yang
Batubara halus (fine coal) dan batubara yang sangat sangat mengotori lingkungan atau badan sungai. Hal
halus (sludge) berukuran <200 mesh (<74μm) ini disebabkan karena, selain pengambilannya sulit
bahkan berukuran submikron, umumnya terdapat juga memerlukan teknologi tertentu yang cenderung
sebagai sisa proses pencucian batubara di lokasi mengeluarkan biaya besar. Salah satu cara untuk

Aglomerasi Minyak-Batubara untuk Perolehan Batubara Halus, Isyatun Rodliyah dan I Gusti Ngurah Ardha 11
mengambil batubara halus adalah dengan teknologi dari batubara halus oleh Skarvelakis and Antonini,
aglomerasi yaitu membuat batubara halus berkumpul 1995, sangat berguna untuk diterapkan pada system
membentuk aglomerat yang berukuran relatif besar. proses kontinu. Ozkan et al, 2005, mempelajari
Selanjutnya karena aglomerat batubara tersebut pengaruh tegangan permukaan media luluhan untuk
memiliki densitas <1 maka dapat terapung dan material hidrofobik batubara halus, juga media
mudah dipisahkan dari air. Dengan demikian, air luluhan untuk sulfur, pirit yang telah ditambah
menjadi bersih dan relatif bebas dari sludge batubara. surfaktan. Diketahui bahwa aglomerasi akan terjadi
Oleh karena itu, teknologi aglomerasi selain dapat jika tegangan permukaan media luluhan telah
mencegah pencemaran lingkungan, juga dapat melewati nilai atau titik kritis.Titik kritis tegangan
mengambil batubara halus dengan kualitas yang baik. permukaan luluhan relatif sama dengan titik kritis
tegangan permukaan pembasahan partikel (wetting).
Proses aglomerasi memerlukan aglomeran atau binder Setiap material atau mineral mempunyai tegangan
yang mengikat partikel-partikel batubara. Aglomeran permukaan pembasahan yang berbeda-beda. Ini
mempunyai sifat sama dengan batubara yaitu sama- berarti setiap mineral atau material untuk menjadi
sama material hidrokarbon yang bersifat gamang air hidrofobik memerlukan jumlah dan jenis surfaktan
(hidrofobik). Secara teoritis aglomeran berupa ma- yang berbeda-beda. Namun untuk batubara
terial hidrobik cair (minyak) yang dapat menyelaputi hidrofobisitasnya sangat tergantung dari kontaminan
permukaan material hidrofobik padat (karbon/ yang ada. Semakin besar kontaminan semakin kecil
batubara), sementara itu minyak atau antar bintik- hidrofobisitasnya. Penelitian lebih maju telah
bintik minyak (oil droplet) cenderung mengumpulkan dilakukan oleh Gryglewicz and Grabas, 2002, untuk
diri sambil menangkap partikel-partikel karbon/ membuat karbon aktif dari batubara halus yang telah
batubara di dalam media air sehingga minyak dapat dipisahkan dari sludge dengan proses aglomerasi.
diilustrasikan menjadi seperti jembatan (bridging) Aglomerat yang dihasilkan selanjutnya dikarbonisasi
antar partikel karbon/batubara yang terkumpulkan dan diaktifasi. Selain itu, proses aglomerasi minyak-
membentuk aglomerat. batubara halus telah dicoba aplikasinya pada skala
industri oleh Szymocha, 2003, yang mengklaim
Proses aglomerasi selain berfungsi sebagai pencegah keberhasilannya baik dari sektor teknologi, ekonomi
pencemaran lingkungan dan pengumpul batubara dan lingkungan. Walaupun telah banyak peneliti
halus, juga berfungsi sebagai peningkat kualitas melakukan studi aglomerasi batubara halus, namun
batubara halus [Skarvelakis and Antonini, 1995; penelitian aglomerasi dalam tulisan ini masih cukup
Aktas,2002; Siahaan,2002; Nurman dan Poertadji, relevan dilakukan karena karakteristik batubara halus
2006; Poertadji, Nurman, dan Hikam, 2006]. Hal di Indonesia tentunya berbeda dan memerlukan
ini disebabkan karena batubara bersifat hidrofobik, kondisi pemrosesan yang berbeda pula.
sementara mineral pengotor (bukan batubara) bersifat
lekat air (hidrofilik). Partikel-partikel hidrofobik Dalam proses aglomerasi, kondisi pengadukan dengan
mudah terpisah dari partikel-partikel hidrofilik, jika putaran impeller cukup tinggi memegang peranan
sifat-sifat fisik atau kimia dari salah satu material penting dalam pembentukan butir-butir minyak yang
diubah. Dalam hal ini partikel-partikel hidrofobik tersebar merata menyelaputi setiap butir-butir
batubara diubah sifat fisiknya menjadi aglomerat. batubara yang juga tersebar merata dalam media air,
Sedangkan partikel hidrofilik tetap sebagai partikel- sehingga batubara dapat terkumpul membentuk
partikel lepas dan halus. Dengan menggunakan aglomerat berukuran tertentu. Skema pembentukan
pengayakan aglomerat batubara berukuran relatif aglomerat dapat diilustrasikan seperti pada Gambar
kasar terpisah dari mineral bukan batubara yang 1 [Atangsaputra, 1990]. Secara teoritis pembentukan
berukuran halus. Aglomerat minyak batubara secara aglomerat dari beberapa partikel batubara halus dapat
fisik berbentuk bola (spherical) [Aktas, 2002; diilustrasikan seperti pada Gambar 2.
Gryglewicz, 2002],yang tumbuh/membesar dari
pengumpulan partikel-partikel batubara halus oleh Menurut Atangsaputra, 1990; Kecepatan gerak
minyak berdasarkan mekanisme kinetik orde dua minyak-batubara di dalam reaktor berpengaduk
[Skarvelakis and Antonini, 1995], berukuran akhir berbanding lurus dengan perbedaan tekanan akibat
variatif sekitar 200-2000 μm. Faktor–faktor yang kecepatan impeller dan porositas aglomerat, tetapi
mempengaruhi ukuran aglomerat adalah persentase berbanding terbalik dengan ukuran partikel batubara/
minyak, densitas luluhan batubara-air, waktu dan aglomerat dan persen solid luluhan. Hal ini dapat
kecepatan aduk, pH, serta ukuran sludge batubara dijelaskan berdasarkan persamaan Carman-Kozeny
[Aktas, 2002]. Studi kinetika pertumbuhan aglomerat [Atangsaputra, 1990] yaitu:

12 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 4, Nomor 12, September 2008 : 11-19
(Sp<< atau R >>) serta persen solid luluhan tinggi
1 ∈3 Δp 1
w= x x 2 x .................... (1) (m>>), penyelaputan minyak pada permukaan
k (1− ∈) 2
S pR μ batubara juga berkurang. Dari variabel-variabel
tersebut (misal R>>) mungkin ada kecenderungan
terperangkapnya air ke dalam antar partikel aglomerat
w = kecepatan gerak luluhan dan minyak superfi- yang mengakibatkan aglomerat mudah pecah dan
cial di dalam reaktor, Î = porositas antar partikel sulit terapungkan. Kondisi ini mengakibatkan
batubara (aglomerat), Dp = perbedaan tekanan karena pertumbuhan aglomerat minyak-batubara berkurang.
driving force, Sp = luas permukaan partikel batubara, Oleh karena itu, penggunaan minyak sebagai
R = jari-jari partikel batubara (aglomerat), m = pengikat mungkin digunakan dalam jumlah yang
viskositas luluhan dan k = konstanta, yang berlebih (10%-15%) dari berat batubara, kecepatan
menunjukkan bahwa kecepatan aduk oleh impeller pengaduk yang relatif tinggi, ukuran partikel batubara
analog dengan driving force, dalam hal ini adanya yang halus dan persen solid luluhan yang tidak kental.
perbedaan tekanan mengakibatkan adanya Dengan demikian, seperti yang telah dijelaskan oleh
perpindahan minyak (w) ke permukaan batubara Aktas, 2002; faktor-faktor utama yang mempengaruhi
melalui celah/pori-pori antar partikel batubara. Jika keberhasilan proses aglomerasi adalah jenis dan
kecepatan aduk rendah (Dp<<) kecepatan aliran persentase minyak, kualitas dan kehalusan batubara,
minyak (w) ke permukaan batubara dan/atau persen padatan, pH luluhan, dan kecepatan
penyelaputan minyak pada permukaan batubara pengadukan. Parameter-parameter tersebut yang telah
berkurang. Selain itu, jika partikel batubara kasar dicoba dan dibahas dalam tulisan ini.

Droplets minyak

pengadukan yang
menyebabkan tumbukan

interaksi minyak- batubara

oil bridge

aglomerat batubara

Gambar 1. Ilustrasi Pembentukan Aglomerat Batubara

Aglomerasi Minyak-Batubara untuk Perolehan Batubara Halus, Isyatun Rodliyah dan I Gusti Ngurah Ardha 13
Minyak

Partikel batubara

Gambar 2. Ilustrasi interaksi minyak dan partikel batubara

Berdasarkan prinsip-prinsip di atas dan berdasarkan aglomerat, penimbangan massa aglomerat dan
hasil-hasil percobaan dari beberapa peneliti penimbangan massa sisa pemrosesan (non-aglomerat).
pendahulu, serta mengingat setiap batubara dengan
kualitas yang berbeda mempunyai karakteristik Batubara yang digunakan adalah batubara kualitas
mengaglomerasi yang juga berbeda, maka dalam baik (good coal), dan batubara kualitas biasa (nor-
percobaan ini dilakukan studi laboratorium mal coal) yang berasal dari Kalimantan Timur serta
karakteristik aglomerasi batubara halus Kalimantan kokas. Ketiga bahan ini digerus sampai diperoleh
Timur dibandingkan dengan karakteristik aglomerasi ukuran lolos 150 mesh. Sedangkan jenis minyak yang
kokas. Data-data ini diharapkan dapat diaplikasikan digunakan adalah minyak solar dan minyak sawit.
untuk melakukan perolehan (recovery) batubara halus Spesifikasi batubara yang digunakan untuk aglomerasi
yang terbuang ke sungai dan sekaligus memperoleh dapat dilihat pada Tabel 1.
batubara halus yang bersih. Oleh karena itu,
diharapkan teknologi ini selain dapat meningkatkan Peralatan utama percobaan adalah sel flotasi (Den-
perolehan batubara halus yang bersih dan dapat ver USA) yang telah dimodifikasi agar arah
dibakar (combustible fine coal), juga mencegah pengadukan bijih/batubara tidak berputar acak naik-
pencemaran lingkungan/sungai oleh batubara halus. turun-datar seperti dalam proses flotasi, tetapi
berputar stabil mendatar, serta udara tidak
dimasukkan ke dalam sistem proses. Pengadukan
2. METODOLOGI PENELITIAN menggunakan vertical impeller yang digerakkan oleh
motor (500 rpm -1500 rpm).
Penelitian aglomerasi minyak-batubara ini meliputi
beberapa tahapan, yaitu ; pertama emulsifikasi Pembuatan aglomerat dilakukan mulai dari
minyak dengan air, dilanjutkan dengan pengontakan menambahkan sejumlah minyak ke dalam media air,
batubara halus dengan emulsi minyak-air agar sehingga terbentuk butiran minyak (oil droplet).
membentuk aglomerat, pemisahan air dengan Kemudian sejumlah batubara dimasukkan ke dalam
aglomerat menggunakan ayakan, pengeringan emulsi minyak tersebut, sehingga terbentuk

Tabel 1. Spesifikasi batubara yang digunakan dalam percobaan aglomerasi

Batubara kualitas baik Batubara kualitas biasa


Kokas
(Good coal) (Normal coal)
Karbon padat, % (adb) 81,2 43,75 39,75
Abu, % (adb) 12,0 2,12 11,70
Air lembap, % (adb) 4,3 16,28 13,75
Zat terbang, % (adb) 2,5 37,85 34,80

14 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 4, Nomor 12, September 2008 : 11-19
aglomerat atau COA (coal-oil-aglomerate) yang menit. Jadi hasil percobaan menunjukkan bahwa
diinginkan. Setelah proses aglomerasi selesai, pembentukan aglomerat yang paling banyak terjadi
aglomerat batubara yang memiliki densitas <1 akan saat waktu aduk/kontak 20 menit. Selanjutnya
mengapung. Untuk memastikan berapa jumlah setelah waktu aduk/kontak ditambah menjadi 30,
massa batubara yang menjadi aglomerat, maka 40, 50 dan 60 menit, ternyata pembentukan massa
seluruh luluhan dan aglomerat disaring dengan aglomerat yang terjadi relatif berubah sedikit namun
ayakan 40 mesh. Produk yang tertahan pada ayakan cenderung menurun. Karakteristik massa aglomerat
adalah aglomerat minyak-batubara, sedangkan yang yang diperoleh ini relatif sama dengan hasil
lolos ayakan adalah partikel-partikel halus non- percobaan oleh Aktas, 2002, dan juga oleh
batubara yang tidak bisa membentuk aglomerat Skarvelakis and Antonini, 1995; namun Aktas, 2002
disebut sebagai tailing.Tailing dan aglomerat menyatakan bahwa semakin lama waktu aduk,
dikeringkan dalam oven kemudian ditimbang untuk semakin tinggi kadar karbon (combustible recovery)
mengetahui persen aglomerat yang terbentuk dari aglomerat yang diperoleh.
terhadap massa batubara yang digunakan. Persen
massa aglomerat dihitung dari massa total batubara
dikurangi massa tailing. Hasil pengurangan dibagi
massa batubara total dikalikan 100 persen. 60

50
Parameter-parameter yang diuji pengaruhnya dalam
pembentukan aglomerat untuk optimasi proses 40

% aglomerat
aglomerasi minyak-batubara adalah; waktu aduk,
30
kecepatan aduk, jumlah minyak, jenis minyak dan
jenis batubara Variabel waktu yang digunakan adalah; 20
10, 20, 30, 40, 50, dan 60 menit. Variabel kecepatan
10
aduk impellernya adalah; 600, 700, 800, 900, 1000
dan 1500 rpm dan jumlah minyak yang digunakan 0
adalah 10%, 15%, 20%, 30%, dan 40% dari massa 10 20 30 40 50 60

batubara. Jenis minyak yang digunakan adalah solar Waktu (menit)

dan minyak sawit, serta jenis batubara yang dipakai


adalah kokas, batubara kualitas bagus (good coal) Gambar 3. Pengaruh waktu kontak terhadap
dan batubara kualitas biasa (normal coal). Param- perolehan massa aglomerat
eter fisik yang ditetapkan pada percobaan ini adalah
densitas luluhan sebesar 30%.
Walaupun demikian ada kecenderungan penurunan
massa aglomerat yang diakibatkan oleh semakin
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
lamanya waktu kontak. Hal ini mungkin disebabkan
karena dengan waktu aduk/kontak kokas-minyak yang
Pembuatan aglomerat tahap awal dilakukan dengan
terlalu lama, droplet minyak cenderung pecah dan
menggunakan kokas karena merujuk pada referensi
bridging minyak-karbon yang terbentuk tidak opti-
[Atangsaputra,1990] bahwa kokas merupakan bahan
mal, karenanya kokas kurang dapat ditangkap oleh
yang baik untuk diaglomerasi karena kokas
minyak. Selain itu driving force luluhan yang
mempunyai komponen hidrofobik karbon yang
dihasilkan oleh impeler dalam waktu putar yang lama
tinggi, maka kokas diharapkan mampu lebih banyak
cenderung menyebabkan sebagian aglomerat yang
terikat oleh jembatan minyak sehingga terbentuk
sudah terbentuk terlepas kembali karena efek bridg-
aglomerat yang lebih banyak. Pada tahap awal
ing berkurang, atau kekuatan hidrofobisitas antar
percobaan, dipelajari pengaruh waktu aduk/kontak
partikel karbon (kokas) dengan minyak tidak mampu
antara minyak dan kokas terhadap keberhasilan proses
menahan gesekan dengan partikel lain dan/ atau
aglomerasi. Hasil percobaan tersebut dapat dilihat
dengan media air, khususnya untuk karbon yang
pada Gambar 3, yang memperlihatkan bahwa
hidrofobisitasnya lemah, dengan kata lain untuk
pembentukan aglomerat berlangsung dalam waktu
kokas yang mengandung kontaminan (abu).
relatif cepat.
Secara umum waktu kontak sekitar 15-20 menit
Hal ini ditandai dengan peningkatan persentase
adalah waktu untuk mengaglomerasi kokas/batubara
massa aglomerat yang terbentuk relatif cepat dari
halus yang bersih (jika penelitian ini ditujukan untuk
32,77 % menjadi 48,85% dalam kurun waktu 20

Aglomerasi Minyak-Batubara untuk Perolehan Batubara Halus, Isyatun Rodliyah dan I Gusti Ngurah Ardha 15
mengambil batubara halus yang bersih). Sedangkan RPM. Dalam percobaan ini, pemakaian aglomeran
jika waktu kontak lebih lama menjadi tidak efisien minyak solar sudah cukup menggunakan kecepatan
karena batubara kotor tidak akan teraglomerasi. Hal aduk 1000 RPM, terlihat dari Gambar 4 yang mampu
ini perlu penelitian lebih lanjut guna mengubah membentuk aglomerat minyak–kokas optimal. Oleh
batubara kotor yang bersifat hidrofobik lemah karena itu, dalam percobaan-percobaan berikutnya
menjadi bersifat hidrofobik kuat (jika penelitian ini kecepatan putar pengaduk ditetapkan 1000 RPM.
ditujukan untuk mencegah pencemaran lingkungan
oleh sludge batubara) Untuk percobaan-percobaan Percobaan selanjutnya adalah mempelajari pengaruh
berikutnya waktu pengadukan ditetapkan selama 20 persen minyak terhadap terbentuknya massa
menit. aglomerat. Hasil percobaan dapat dilihat pada
Gambar 5.
Setelah mendapatkan waktu kontak/aduk optimum
20 menit, maka percobaan selanjutnya adalah
mempelajari pengaruh kecepatan aduk (kecepatan
rotasi pengaduk) terhadap proses aglomerasi. Hasil
percobaan tersebut disajikan pada Gambar 4.

Gambar 5. Pengaruh persen minyak terhadap


perolehan massa aglomerat

Gambar 4. Pengaruh kecepatan aduk terhadap Dari Gambar 5, jelas terlihat bahwa semakin tinggi
perolehan massa aglomerat persentase minyak solar, semakin tinggi pula
persentase aglomerat yang terbentuk. Hal ini
mungkin disebabkan karena semakin tinggi persen
minyak solar maka akan lebih banyak terbentuk drop-
Kecepatan putar alat pengaduk cukup berpengaruh let-droplet minyak solar dan lebih menyebar di
terhadap pembentukan aglomerat kokas. Seperti dalam media luluhan, Karenanya, makin banyak
terlihat pada Gambar 4, bahwa semakin tinggi partikel-partikel kokas yang terselaputi permukaannya
kecepatan putar pengaduk semakin tinggi jumlah oleh minyak solar membentuk jembatan minyak-
massa aglomerat yang terbentuk. Dalam percobaan kokas menjadi aglomerat. Karakteristik hasil
ini, massa aglomerat yang diperoleh paling tinggi percobaan pada Gambar 5 yang menunjukkan hampir
(80%) pada kecepatan aduk 1000 RPM. Hal ini seluruh (100%) massa kokas dapat menjadi
mungkin disebabkan karena pada kecepatan putar aglomerat dengan menggunakan minyak solar 40%
pengaduk <1000 RPM, interaksi antar partikel kokas dari massa umpan kokas. Hal ini menjawab
dan minyak belum optimal dan belum terbentuk tantangan dari hasil percobaan Gambar 3 dan
bridging minyak-karbon yang panjang untuk Gambar 4 sebelumnya bahwa perlu penelitian lebih
mengumpulkan lebih banyak kokas. Sedangkan pada lanjut guna mengubah kokas kotor yang bersifat
kecepatan putar pengaduk >1000 RPM, aglomerat hidrofobik lemah menjadi bersifat hidrofobik kuat.
yang terbentuk cenderung menurun yang mungkin Gambar 5 menjawab bahwa dengan menggunakan
disebabkan oleh terputusnya bridging minyak-karbon minyak lebih banyak, kokas kotor (mengandung abu)
akibat driving force luluhan yang sangat kuat Tetapi akan bersifat hidrofobik kuat dan lebih banyak
Aktas, 2002 memperoleh data bahwa kecepatan putar menjadi aglomerat. Hasil percobaan ini sama dengan
pengaduk tidak memberikan efek yang signifikan, hasil percobaan Aktas, 2002; dan Szymocha,2003;
untuk itu digunakan kecepatan putar pengaduk mini- bahwa kadar karbon dan perolehan batubara halus
mum 1500 RPM. Skarvelakis and Antonini, 1995, meningkat sampai mendekati 100% pada pemakaian
menggunakan kecepatan putar aduk optimum 2800 minyak 30% dan selanjutnya perolehan batubara

16 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 4, Nomor12, September 2008 : 11-19
halus cenderung konstan pada pemakaian minyak karbon. Berat jenis minyak sawit 0,8976 g/cm 3 dan
>30% dari berat batubara yang digunakan. Oleh berat jenis minyak solar 0,81-0,85 kg/ltr. Menyimak
karena itu, untuk percobaan selanjutnya ditetapkan teori diatas, maka seharusnya minyak solar lebih
pemakaian minyak solar 20%. Hal ini disebabkan banyak menghasilkan aglomerat, karena rantai
karena harga minyak solar yang relatif mahal dan karbonnya lebih panjang, Namun dari hasil
perolehan batubara halus tidak berbeda secara percobaan ini mungkin pengaruh berat jenis yang
signifikan dibandingkan dengan pemakaian minyak lebih dominan, yaitu berat jenis minyak sawit lebih
e”30%. tinggi sehingga memiliki tegangan permukaan yang
lebih besar untuk mampu lebih banyak mengikat
Setelah mendapatkan hasil percobaan pengaruh karbon/kokas. Jadi kemungkinan dalam proses
persen minyak solar, selanjutnya dipelajari pula aglomerasi minyak-batubara pengaruh sifat fisika
pengaruh jenis minyak terhadap proses aglomerasi. lebih dominan dari pada pengaruh sifat kimia.
Hasil percobaan dapat dilihat pada Gambar 6. Walaupun demikian, pembentukan massa aglomerat
yang dihasilkan dari kedua jenis minyak tersebut
diatas secara teknis perbedaannya tidak terlalu
signifikan (80%:83%; dan 93%:98%) seperti pada
Gambar 6. Oleh karena itu, untuk percobaan
120
selanjutnya ditetapkan pemakaian jenis minyak
100 dengan menggunakan minyak solar.

80 Selanjutnya pada pengujian pengaruh perbedaan jenis


minyak sawit batubara menunjukkan bahwa perbedaan karakteristik
60
solar batubara berpengaruh sangat signifikan dalam
40 pembentukan aglomerat (lihat Gambar 7).

20

0
15 20 100
98
% massa aglomerat

Gambar 6. Pengaruh jenis minyak terhadap 96


kokas good
perolehan massa aglomerat 94
coal normal
92
coal
90
Gambar 6 menunjukkan bahwa aglomerat terbentuk 88
sedikit lebih banyak (perolehan massa 83% dan 86
98%) jika menggunakan minyak sawit, dibandingkan
Jenis batubara
dengan menggunakan minyak solar (perolehan massa
80% dan 93%). Menurut Atangsaputra, 1990,
Gambar 7. Pengaruh jenis batubara terhadap
aglomerat yang kuat dapat terbentuk jik a perolehan massa aglomerat
menggunakan minyak berat (heavy oil), dibandingkan
jika menggunakan minyak ringan (light oil) akan
terbentuk aglomerat relatif rapuh, karena minyak
ringan tidak memiliki tegangan permukaan yang Gambar 7 sangat jelas mempertunjukkan bahwa
cukup untuk mengikat partikel karbon/kokas secara batubara kualitas baik ( good coal ) dapat
kuat. Selain itu, pembentukan aglomerat juga menghasilkan massa aglomerat yang paling banyak
dipengaruhi oleh panjang rantai karbonnya. Secara (97,62 %). Sementara, massa aglomerat yang
teoritis, semakin panjang rantai karbon, semakin dihasilkan dari jenis kokas dan batubara kualitas
banyak pembentukan aglomeratnya. Namun, minyak biasa (normal coal) hampir sama yaitu 91,115 %
kelapa sebagai senyawa hidrokarbon yang tergolong dan 90,68 %. Kokas merupakan bahan yang baik
asam lemak jenuh yang 50%-nya sebagai asam untuk diaglomerasi karena mempunyai komponen
laurat. Asam laurat adalah asam lemak reaktif karbon yang tinggi [Atangsaputra,1990]. Namun,
dengan rantai sedang terdiri dari 12 atom karbon. dalam penelitian ini teori tersebut tidak signifikan.
Sedangkan minyak solar sebagai senyawa hidrokarbon Justru massa aglomerat yang paling banyak diperoleh
memiliki 21 atom karbon sampai dengan 30 atom berasal dari batubara dengan kadar karbon yang relatif

Aglomerasi Minyak-Batubara untuk Perolehan Batubara Halus, Isyatun Rodliyah dan I Gusti Ngurah Ardha 17
rendah yaitu 43,75 %(adb) sedangkan kokas murah dibandingkan dengan harga minyak kelapa
mengandung karbon 80,0 % (adb) seperti ditunjukkan sawit, selain itu minyak solar untuk industri
oleh Tabel 1. Berdasarkan hasil penelitian ini, diperbolehkan oleh pemerintah. Untuk penggunaan
diketahui bahwa proses aglomerasi minyak-batubara jumlah minyak dari percobaan ini didapatkan bahwa
sangat dipengaruhi oleh kandungan abu (ash con- jumlah minyak yang semakin tinggi akan
tent), sementara pengaruh kandungan karbon (fixed menghasilkan aglomerat yang semakin banyak pula.
carbon) relatif kurang signifikan. Jadi, semakin rendah Namun perlu diperhatikan bahwa untuk menekan
kadar abu (ash content) dalam batubara/kokas, biaya dari minyak, maka pemakaian minyak harus
cenderung semakin banyak perolehan aglomerat. Hal serendah mungkin tanpa mengurangi recovery
ini mungkin disebabkan oleh keberadaan abu batubaranya.
(terlebih jika kandungan abu seperti partikel kuarsa
halus terdapat merata di dalam bodi batubara/ kokas)
cenderung menyebabkan batubara/kokas kurang 4. KESIMPULAN
memiliki sifat hidrofobik. Oleh karena itu, pendapat
Atangsaputra 1990; bahwa kandungan karbon dalam Dari rangkaian hasil-hasil percobaan ini dapat
batubara sangat berpengaruh dalam pembentukan disimpulkan bahwa kadar abu yang rendah dalam
aglomerat minyak-batubara adalah kurang signifikan. batubara/kokas memberikan perolehan massa
Padahal, pengaruh kandungan abu dalam batubara/ aglomerat yang lebih baik. Pengaruh sifat fisik
kokas yang serendah mungkinlah yang dapat batubara/kokas lebih signifikan dari pada pengaruh
membentuk aglomerat minyak-batubara lebih sifat kimia batubara/kokas dalam pembentukan
banyak. Jadi secara umum diketahui pengaruh sifat aglomerat. Massa aglomerat optimal diperoleh
fisika batubara/kokas lebih dominan dari pada dengan waktu kontak minyak-batubara/kokas 20
pengaruh sifat kimia batubara/kokas dalam proses menit, kecepatan aduk 1000 RPM, jumlah minyak
pembentukan aglomerat minyak-batubara. 15-20% dari masa umpan batubara/kokas, jenis
minyak adalah minyak solar, dan jenis batubara
Aglomerat minyak-batubara yang diperoleh dari hasil adalah batubara kualitas baik (good coal).
percobaan ini berbentuk bulat (spherical), berukuran
seragam sekitar 1-2 mm seperti terlihat pada Gambar
8. UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada


Suheri Pendi dan Dra. Yuhelda Dahlan yang telah
membantu selama percobaan-percobaan di
Laboratorium Pengolahan Mineral dan Batubara.
Terima kasih juga ditujukan kepada Puslitbang
tekMIRA atas dana yang diberikan untuk penelitian
ini. Selain itu, tidak lupa terimakasih kepada para
teknisi preparasi dan analis.
20 mm

DAFTAR PUSTAKA

Gambar 8. Contoh aglomerat berdasarkan Aktas, Z., 2002. Some Factors Affecting Spherical
minyak/kokas hasil percobaan Oil Agglomeration Performance Of Coal Fines,
(ukuran 1-2 mm) International Journal of Minerals Processing,
Vol. 65, p.177-190.

Dari rangkaian percobaan yang telah dilakukan Atangsaputra, K., 1990. The application of granula-
terutama untuk parameter jenis dan persen minyak, tion fine coal preparation, PhD thesis, The De-
diperoleh massa aglomerat yang optimum jika partment of Mechanical Engineering, The Uni-
menggunakan minyak kelapa. Namun apabila dilihat versity of Wollongong, NSW-Australia.
dari segi ekonominya, penggunaan minyak solar
lebih memungkinkan diaplikasikan di lapangan atau Gryglewicz, G., Grabas, K., Lorenc-Graboruska, E.,
dalam industri, karena harga solar saat ini lebih 2002. Preparation And Characterzatiton Of
Spherical Activated Carbons From Oil Agglom-

18 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 4, Nomor12, September 2008 : 11-19
erated Bituminous Coals For Removing Organic Impurities From Water, Carbon, Vol. 40, p.2403-
2411.

Nurman dan Poertadji, S., 2006. Pengurangan Kadar Abu dan Sulfur pada Batubara Sub Bituminus dengan
Metode Aglomerasi Air-Minyak Sawit, Jurnal Sains Materi Indonesia, Vol.7, No.3, Juni.

Ozkan, A., Aydogan,S., Yekcler, M., 2005. Critical Solution Surface Tension For Oil Agglomera- tion,
International Journal of Minerals Process- ing, Vol. 76, p.83-91.

Poertadji, S., Nurman dan Hikam, M., 2006.


Pengaruh Aglomerasi Air-Minyak Sawit terhadap
Kadar Karbon dan Nilai Kalori Batubara Semi-

Studi Konversi Mineral Goethite Menjadi Hematit Melalui Proses Dehidrasi, Suratman 31
Antrasit, Bituminus dan Sub-Bituminus, Jurnal
Sains Materi Indonesia, Vol. 7, No.3, Juni.

Siahaan, H., 2002. Pengaruh Perubahan Variabel Aglomerasi Minyak terhadap Peningkatan Kualitas dan
Kecepatan Filtrasi, pada Batubara Lapisan A, Banko Selatan, Departemen Teknik Pertambangan FIKTM-
ITB, Bandung.

Skarvelakis, C. and Antonini, G., 1995. Kinetics of Agglomerate Growth In A Continous Coal-Oil Purification
Process, Powder Technology, Vol.
85, p.135.

Szymocha,K., 2003. Industrial Applications of the Agglomeration Process, Powder Technology, Vol 130,
p.462.

Studi Konversi Mineral Goethite Menjadi Hematit Melalui Proses Dehidrasi, Suratman 31

Anda mungkin juga menyukai

  • Dasar Teori Kiman Anion
    Dasar Teori Kiman Anion
    Dokumen4 halaman
    Dasar Teori Kiman Anion
    rian
    Belum ada peringkat
  • Gambar Kimia Analitik
    Gambar Kimia Analitik
    Dokumen1 halaman
    Gambar Kimia Analitik
    Stefani Melfiana Gintoe
    Belum ada peringkat
  • Metode Triangular
    Metode Triangular
    Dokumen15 halaman
    Metode Triangular
    Stefani Melfiana Gintoe
    Belum ada peringkat
  • KESIMPULAN Kimia Analitik
    KESIMPULAN Kimia Analitik
    Dokumen1 halaman
    KESIMPULAN Kimia Analitik
    Stefani Melfiana Gintoe
    Belum ada peringkat
  • Sni 4726
    Sni 4726
    Dokumen7 halaman
    Sni 4726
    Stefani Melfiana Gintoe
    Belum ada peringkat
  • Sni 4726-2011
    Sni 4726-2011
    Dokumen37 halaman
    Sni 4726-2011
    Albertus Dhisa
    100% (4)
  • 29 64 1 SM
    29 64 1 SM
    Dokumen8 halaman
    29 64 1 SM
    Laodebariadi
    Belum ada peringkat
  • Mining United
    Mining United
    Dokumen39 halaman
    Mining United
    Stefani Melfiana Gintoe
    Belum ada peringkat
  • 374 G Kamus
    374 G Kamus
    Dokumen6 halaman
    374 G Kamus
    Stefani Melfiana Gintoe
    Belum ada peringkat
  • Lembar Asistensi
    Lembar Asistensi
    Dokumen1 halaman
    Lembar Asistensi
    Stefani Melfiana Gintoe
    Belum ada peringkat
  • Metode Triangular
    Metode Triangular
    Dokumen15 halaman
    Metode Triangular
    Stefani Melfiana Gintoe
    Belum ada peringkat
  • Genesa Nikel 1
    Genesa Nikel 1
    Dokumen16 halaman
    Genesa Nikel 1
    Stefani Melfiana Gintoe
    Belum ada peringkat
  • 16 37 1 SM
    16 37 1 SM
    Dokumen7 halaman
    16 37 1 SM
    matheus
    Belum ada peringkat
  • Metode Triangular
    Metode Triangular
    Dokumen2 halaman
    Metode Triangular
    Stefani Melfiana Gintoe
    Belum ada peringkat
  • 1 PB
    1 PB
    Dokumen15 halaman
    1 PB
    Stefani Melfiana Gintoe
    Belum ada peringkat
  • Dari Wikipedia Bahasa Indonesia
    Dari Wikipedia Bahasa Indonesia
    Dokumen16 halaman
    Dari Wikipedia Bahasa Indonesia
    Stefani Melfiana Gintoe
    Belum ada peringkat
  • 16 37 1 SM
    16 37 1 SM
    Dokumen7 halaman
    16 37 1 SM
    matheus
    Belum ada peringkat
  • 377 J Kamus
    377 J Kamus
    Dokumen4 halaman
    377 J Kamus
    Stefani Melfiana Gintoe
    Belum ada peringkat
  • Metode Triangular
    Metode Triangular
    Dokumen15 halaman
    Metode Triangular
    Stefani Melfiana Gintoe
    Belum ada peringkat
  • Bab II Rencana Pembukaan Lahan
    Bab II Rencana Pembukaan Lahan
    Dokumen3 halaman
    Bab II Rencana Pembukaan Lahan
    Stefani Melfiana Gintoe
    Belum ada peringkat
  • 375 H Kamus
    375 H Kamus
    Dokumen2 halaman
    375 H Kamus
    Stefani Melfiana Gintoe
    Belum ada peringkat
  • 370 C Kamus
    370 C Kamus
    Dokumen7 halaman
    370 C Kamus
    Stefani Melfiana Gintoe
    Belum ada peringkat
  • 2 14 1 PB
    2 14 1 PB
    Dokumen3 halaman
    2 14 1 PB
    Stefani Melfiana Gintoe
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Stefani Melfiana Gintoe
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar Reklamasi
    Kata Pengantar Reklamasi
    Dokumen4 halaman
    Kata Pengantar Reklamasi
    irfan tangalayuk
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen15 halaman
    Bab I Pendahuluan
    Stefani Melfiana Gintoe
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar Reklamasi
    Kata Pengantar Reklamasi
    Dokumen4 halaman
    Kata Pengantar Reklamasi
    irfan tangalayuk
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Stefani Melfiana Gintoe
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Stefani Melfiana Gintoe
    Belum ada peringkat