Anda di halaman 1dari 16

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Nikel Laterit

Nikel laterit merupakan salah satu sumber nikel dan feronikel yang penting,
dimana endapan ini merupakan hasil dari pelapukan intensif dari batuan ultrabasa
pembawa Ni-silikat, dan pada umumnya terdapat pada daerah sekitar khatulistiwa
(gambar 3.1)

Gambar 3.1 Lokasi keterdapatan nikel laterit utama (Glesson et al., 2003).

Pada batuan ultrabasa misalnya peridotit sebagian besar terdiri dari mineral olivin
dan piroksen, yang mengandung kurang dari 45 % berat silika dan mengandung
magnesium yang tinggi dengan kadar besi yang cukup besar. Adapun pada batuan
beku peridotit merupakan kelompok batuan yang paling banyak mengandung
nikel jika dibandingkan dengan gabro, diorit, dan granit (tabel 3.1).

Tabel 3.1 Unsur yang terkandung dalam batuan beku (Joseph. R. Bold, 1979)

Persentase Kadar
Batuan
Ni (%) Fe-O + Mg (%) Al + Si (%)
Peridotit 0.200 43.5 45.9
Gabro 0.016 16.6 66.1
Diorit 0.004 11.7 33.4
Granit 0.002 4.4 78.7

1
Adapun kelompok batuan yang termasuk dalam batuan peridotit adalah
batuan Dunite, Harzbugite, Wehrlite, dan Lherzolite. Dari kelompok batuan ini
dibedakan berdasarkan komposisi mineralnya. Batuan yang termasuk mineral-
mineral minor pada peridotite adalah plagioclase, spinel (biasanya varietas
chromite), garnet (khususnya varietas pyrope), amphibole, dan phlogopite.

3.1.1 Genesa

Proses terbentuknya nikel laterit dimulai dari adanya pelapukan yang


intesif pada peridotit (batuan induk). Batuan induk ini akan berubah menjadi
serpentin akibat pengaruh larutan hidrotermal atau larutan residual pada waktu
proses pembekuan magma (proses serpentinisasi) dan akan merubah batuan
peridotit menjadi batuan Serpentinit. Kemudian kembali terjadi pelapukan
(fisika dan kimia) menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan
induk. Adapun menurut Golightly (1981) sebagian unsur Ca, Mg, dan Si akan
mengalami dekomposisi, dan bebrapa terkayakan secara supergen (Ni, Mn, Co,
Zn), atau terkayakan secara relatif (Fe, Cr, Al, Ti, S, dan Cu).

Air resapan yang mengandung CO2 yang berasal dari udara meresap ke
bawah sampai ke permukaan air tanah melindi mineral primer yang tidak stabil
seperti olivin, serpentin, dan piroksen. Air meresap secara perlahan sampai
batas antara zone limonit dan zone saprolit, kemudian mengalir secara lateral,
kemudian lebih banyak didominasi oleh transportasi larutan secara horizontal
(Valeton, 1967). Proses ini menghasilkan Ca dan Mg yang larut disusul dengan
Si yang cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel silika yang sangat
halus sehingga memungkinkan terbentuknya mineral baru melalui
pengendapan kembali unsur-unsur tersebut. Semua hasil pelarutan ini terbawa
turun ke bagian bawah mengisi celah-celah dan pori-pori batuan.

Unsur-unsur Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa ke


bawah sampai batas pelapukan dan diendapkan sebagai Dolomit dan Magnesit
yang mengisi rekahan-rekahan pada batuan induk. Adapun urat-urat ini dikenal
sebagai batas petunjuk antara zona pelapukan dengan zona batuan segar yang
disebut dengan akar pelapukan (root of weathering). Fluktuasi
muka air tanah yang berlangsung secara kontinu akan melarutkan unsur-unsur
Mg dan Si yang terdapat pada bongkah-bongkah batuan asal di zone saprolit,
sehingga memungkinkan penetrasi air tanah yang lebih dalam. Zone saprolit
dalam hal ini semakin bertambah ke dalam demikian pula ikatan-ikatan yang
mengandung oksida MgO sekitar 30-50 % berat dan SiO 2 antara 35-40 %-berat
yang masih terkandung pada bongkah-bongkah di zone saprolit akan terlindi
dan ikut bersama-sama dengan aliran air tanah, sehingga sedikit demi sedikit
zone saprolit atas akan berubah porositasnya dan akhirnya menjadi zone
limonit (Friedrich et.al., 1984).

Air hujan kaya CO2 dari atmosfir

Sedikit pelindian zone limonit di musim hujan


ZONE LIMONIT

Penguapan, pengen- dapan Si, Al selama musim kering


Konsentrasi residu dari Fe dan khromit

Fe-hidroksida (+Ni,Al)
Al-hidroksida
mineral lempungnaiknya air tanah
Mn-hidroksida (+Co)akibat gaya kapiler
Cr-spinel

Pengu- rangan larutan pem- Penam- bahan larutan pem-


ZONE PELINDIAN
bawa Ni, Mg, Si bawa Ni, Mg, Si
silikat yang mengandung nikel terurai Mg, Si, dan Ni larut
ZONE SAPROLIT

Pengendapan kembali sebagian Ni, Mg, Si, pada rekahan


mis. sebagai : - garnierit
- krisopras
BATUAN ASAL

Sebagian Mg mengendap kembali pada rekahan


di batuan asal
mis. : - gel magnesit
- serpentin PERIDOTIT-SERPENTINIT

Serpentinisasi

BATUAN ULTRAMAFIK

Gambar 3.2 Skema Pembentukan Endapan Nikel Laterit (Totok Darijanto, 1986)
Untuk bahan-bahan yang sukar atau tidak mudah larut akan tinggal pada
tempatnya dan sebagian turun ke bawah bersama larutan sebagai larutan
koloid. Bahan-bahan seperti Fe, Ni, dan Co akan membentuk konsentrasi
residu dan konsentrasi celah pada zona yang disebut dengan zona saprolit,
berwarna coklat kuning kemerahan. Batuan asal ultramafik pada zone ini
selanjutnya diimpregnasi oleh Ni melalui larutan yang mengandung Ni,
sehingga kadar Ni dapat naik hingga mencapai 7 %-berat. Dalam hal ini, Ni
dapat mensubstitusi Mg dalam Serpentin atau juga mengendap pada rekahan
bersama dengan larutan yang mengandung Mg dan Si sebagai Garnierit dan
Krisopras.

Dan untuk Fe yang berada di dalam larutan akan teroksidasi dan


mengendap sebagai Ferri-Hidroksida, membentuk mineral-mineral seperti
Goethit, Limonit, dan Hematit yang dekat permukaan. Bersama mineral-
mineral ini selalu ikut serta unsur Co dalam jumlah kecil. Semakin ke bawah,
menuju bed rock maka Fe dan Co akan mengalami penurunan kadar. Pada zona
saprolit Ni akan terakumulasi di dalam mineral Garnierit. Akumulasi Ni ini
terjadi akibat sifat Ni yang berupa larutan pada kondisi oksidasi dan berupa
padatan pada kondisi silika.

3.1.2 Klasifikasi Endapan

Berdasarkan fase mineralogi pembawa bijih dan proses pembentukannya, nikel


laterit dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe, yaitu:

a) Hydrous silicate deposit

Pada endapan tipe hydrous silicate bagian bawah zona saprolit (horizon
bijih) didominasi oleh mineral-mineral hidrous Mg-Ni silikat (gambar 3.3).
Setempat pada zona saprolit, urat -urat halus dan box-works dapat terbentuk.
Rekahan dan batas-batas antarbutir dapat terisi oleh mineral silikat dan
mineral-mineral yang kaya dengan nikel. Sebagai contoh garnierit dapat
memiliki kandungan nikel sampai dengan 40 %. Nikel akan mengalami
pelindian dan limonit pada fase Fe-oxyhidroxide akan bergerak turun ke bawah
Gambar 3.3: Profil nikel tipe hydrous silicate, (Freyssnet et al, 2005)

sebelum terendapkan kembali sebagai hydrous silicate mineral atau


menggantikan Mg dalam ubahan serpentinit. Pengkayaan Ni melalui proses
supergen ini sangat penting untuk pembentukan endapan hydrous silicate pada
kadar yang ekonomis.

Pada endapan tipe hydrous silikat, posisi muka airtanah relatif dalam, kondisi
ini menyebabkan infiltrasi air yang dalam sehingga nikel lebih banyak
terakumulasi pada zone saprolit bagian bawah.

b) Clay silicate deposit

Silikon (Si) dari profil laterit, hanya sebagian yang terlindikan oleh air
tanah. Silikon yang tersisa bersama-sama dengan Fe, Ni, dan Al membentuk
mineral lempung seperti Ni-rich nontronite pada bagian tengah sampai dengan
bagian atas zone saprolit. Serpentin yang kaya dengan nikel juga bisa
digantikan (teralterasi) oleh smectite pada bagian yang kontak dengan air tanah
sehingga larutan-larutan yang terbentuk menjadi jenuh dengan mineral-mineral
lempung ini (gambar 3.4). Secara umum, kadar nikel rata-rata pada tipe
endapan ini lebih rendah dibandingkan dengan tipe hydrous silikat.
Gambar 3.4 Profil nikel laterit tipe Clay silicate deposit, (Freyssnet et al, 2005)

Pada endapan tipe hydrous silikat, posisi muka airtanah awal relatif dangkal
dan drainase terhambat, kondisi ini menyebabkan lapisan zone limonit lebih
sering terendam air sehingga terbentuk lapisan lempung dan akumulasi Ni pada
lapisan lempung tersebut.

c) Oxides deposite

Oxide deposite dikenal juga dengan nama endapan limonit, dimana nikel
berasosiasi dengan Fe-oxyhidroxide, dengan mineral utama goethite. Kadang-
kadang juga kaya dengan oksida Mn yang kaya dengan Co. Kadar Ni rata-rata
pada tipe endapan ini lebih rendah 1.2%, sehingga memiliki nilai ekonomis
yang kurang baik dibandingkan dengan dua tipe endapan nikel laterit
sebelumnya.
Gambar 3.5 Profil nikel laterit tipe oxide deposit, (Freyssnet et al, 2005)

Pada endapan tipe oxide deposite posisi muka airtanah awal relatif dangkal dan
drainasenya tidak terhambat (infiltasi air lancar) sehingga Ni lebih banyak
terakumulasi pada zone limonit sampai saprolit bagian atas.

3.1.3 Profil Nikel Laterit

Secara umum, jika suatu endapan nikel laterit dilihat secara vertikal maka akan
terdapat beberapa komponen utama (gambar 3.6), sebagai berikut:

1. Iron cap atau tudung besi (cuirasse)


material lapisan berukuran lempung, berwarna coklat kemerahan, dan
biasanya terdapat juga sisa-sisa tumbuhan. lapisan dengan konsentrasi
besi yang cukup tinggi (ferriginous duricrust) dan kandungan nikel yang
rendah, atau merupakan laterit residu yang dapat terbentuk pada bagian
atas dari profil dan melindungi lapisan endapan nikel laterit dibawahnya.
2. Zone limonit
merupakan lapisan berwarna coklat muda, berukuran butir lempung
sampai pasir. Pada zone limonit hampir seluruh unsur yang mudah larut
hilang terlindi, kadar MgO hanya tinggal kurang dari 2 % berat dan kadar
SiO2 berkisar 2-5 % berat. Sebaliknya kadar Fe2O3 menjadi sekitar 60-80
% berat dan kadar Al2O3 maksimum 7 % berat. Zone yang mengandung
oksida besi dominan.

Gambar 3.6 Profil Endapan Nikel Laterit

3. Zone Saprolit
merupakan lapisan dari batuan dasar yang sudah lapuk, berupa bongkah-
bongkah lunak berwarna coklat kekuningan sampai kehijauan. Struktur
dan tekstur batuan asal masih terlihat, tetapi mineral-mineralnya pada
umumnya sudah terubah. Pada beberapa endapan nikel laterit, zona ini
dicirikan dengan keberadaan pelapukan mengulit bawang yang terjadi
sepanjang joint dan fracture yang memperlihatkan bagian batuan yang
masih segar dikelilingi oleh material teralterasi (boulder saprolite).
Perubahan geokimia zone saprolit yang terletak di atas batuan asal ini
tidak banyak, H2O dan Nikel bertambah, dengan kadar Ni keseluruhan
lapisan antara 2 - 4 %, sedangkan Magnesium dan Silikon hanya sedikit
yang hilang terlindi. Zona ini terdiri dari vein-vein Garnierite, Mangan,
Serpentin, Kuarsa sekunder bertekstur boxwork, Ni-Kalsedon, dan di
beberapa tempat sudah terbentuk limonit yang mengandung Fe-
hidroksida.
Berdasarkan kandungan fragmen batuan, zona ini dibagi menjadi dua
yaitu:
a. Sub Soft-Saprolit
Mengandung fragmen - fragmen berukuran boulder kurang dari 25%.
b. Sub Hard-Saprolit
Mengandung fragmen - fragmen berukuran boulder lebih dari 50%.

4. Zone Protolith atau Bedrock


Pada bagian terbawah dari penampang vertikal endapan nikel laterit ini
disebut dengan protolith, berwarna hitam kehijauan, terdiri dari bongkah
- bongkah batuan dasar dengan ukuran > 75 cm, dan secara umum sudah
tidak mengandung mineral ekonomis. Protolith merupakan batuan asal
yang berupa batuan ultramafik. Pada umumnya berupa harzburgite,
peridotit, ataupun dunit. Kadar unsur mendekati atau sama dengan batuan
asal, yaitu dengan kadar Fe ± 5% serta Ni dan Co antara 0.01 - 0.30 %.

3.1.4 Kontrol Pembentukan Nikel Laterit

Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi dan tingkat pelapukan kimia yang


dialami tiap batuan sangat beragam dan akan mempengaruhi pembentukan
endapan serta profil laterit dari tiap tempat, misalnya: iklim, curah hujan,
topografi, vegetasi, batuan asal, struktur dan waktu terjadi pelapukan.

1. Iklim, curah hujan, dan vegetasi

Iklim yang sesuai dalam pembentukan endapan laterit adalah iklim tropis
dan sub tropis, di mana curah hujan dan sinar matahari memegang peranan
penting dalam proses pelapukan dan pelarutan unsur-unsur yang terdapat
pada batuan asal. Sinar matahari yang intensif dan curah hujan yang tinggi
menimbulkan perubahan besar yang menyebabkan batuan menjadi lapuk,
terutama dialami oleh batuan yang dekat permukaan bumi.
curah hujan akan mempengaruhi jumlah air yang melewati tanah, yang
mempengaruhi intensitas pelarutan dan perpindahan komponen yang dapat
dilarutkan. Sebagai tambahan, keefektifan curah hujan juga penting. Suhu
tanah (suhu permukaan udara) yang lebih tinggi menambah energi kinetik
proses pelapukan (Butt and Zeegers, 1992).

Dengan iklim dan curah hujan yang yang mendukung maka vegetasi yang
tumbuh pada kawasan ini sangat beragam dan lebat. Dimana vegetasi ini
akan membantu proses penetrasi sebagian air menuju lebih dalam dengan
mengikuti jalur akar pepohonan, selain membantu proses pelapukan
vegetasi juga menjaga suatu batuan dari erosi (pelapukan mekanis).

2. Topografi

Kondisi relief dan lereng akan mempengaruhi proses penetrasi dan sirkulasi
air serta reagen-reagen lain. Secara teoritis, relief yang baik untuk
pengendapan bijih nikel adalah punggung-punggung bukit yang landai
dengan kemiringan antara 10°-30°. Adapun pada daerah yang curam, air
hujan yang jatuh ke permukaan lebih banyak yang mengalir sebagai run-off
dibandingkankan air yang meresap kedalam tanah, sehingga pelindian dan
transportasi unsur-unsur oleh air tanah tidak banyak terjadi. Pada daerah ini
sedikit terjadi pelapukan kimia sehingga menghasilkan endapan nikel yang
tipis. Sedangkan pada daerah yang landai, air mempunyai kesempatan untuk
mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori
batuan dan mengakibatkan terjadinya pelapukan kimiawi secara intensif.
Akumulasi endapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai
sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan
mengikuti bentuk topografi.

3. Batuan asal

Komposisi dan stuktur dari batuan asal, akan mempengaruhi kandungan


yang terendapkan serta tingkat pelapukan yang terjadi pada batuan.

Batuan asal merupakan jenis batuan ultra basa dengan kadar Ni 0.2-0.3 %,
adalah batuan dengan elemen Ni yang paling banyak di antara batuan
lainnya, mempunyai mineral-mineral dan komponen-komponen yang paling
mudah lapuk atau tidak stabil (seperti Olivin dan Piroksen), mudah larut,
serta memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel. Struktur
pada batuan akan menentukan tingkat kerapuhan batuan terhadap pelapukan
karena akan mempengaruhi tingkat penetrasi yang terjadi pada batuan.

Menurut Golightly (1981), ada 3 tipe batuan asal pembentuk endapan nikel
laterit yaitu:
- batuan peridotit yang tidak terserpentinsasi.
- batuan peridotit yang terserpentinsasi sebagian.
- batuan peridotit yang terserpentinsasi sempurna.

4. Kontrol Struktur

Adanya kontrol struktur dalam pembentukan endapan nikel laterit


memungkinkan terjadinya pelapukan lebih lanjut akibat adanya pelarutan
oleh air dan unsur unsur hasil pelindian. Akibatnya untuk suatu lokasi
dimana terdapat rekahan ataupun kekar pada batuan asalnya akan
menghasilkan endapat nikel laterit yang lebih tebal pada kondisi topografi
yang sama atau akan terjadi pengkayaan kandungan Ni didalam rekahan.

5. Waktu

Pelapukan yang berlangsung dalam waktu lama pada umumnya akan


menghasilkan endapan yang relatif lebih tebal, sedangkan pelapukan yang
berlangsung dalam waktu singkat akan membentuk endapan yang tipis.
Adapun waktu yang diperlukan dalam pembentukan nikel laterit
dipengaruhi oleh kontrol pembentukan lainnya misalnya adanya struktur
akan membantu dalam proses pelindian dan pelapukan, adanya vegetasi
yang lebat juga akan mempercepat proses penetrasi air hujan yang
mengandung CO2 dari atmosfer dan juga asam humus yang membantu
pelapukan dalam proses kimia.
Pada dasarnya seluruh komponen kontrol pembentuk nikel laterit akan
saling berkaitan, dalam suatu pembentukan nikel laterit.

3.2 Sampling

Merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan suatu nilai


kadar yang dapat mewakili atau mempresentasikan kadar suatu blok yang
diwakilinya.
Tipe-tipe sampel dapat berupa:

1. Point (titik)
Berupa specimen yang diambil untuk mengetahui karakteristik geologi
atau mineralogi, disebut juga dengan grab sampel (kecil dan bersifat
lokal), digunakan untuk mempelajari kontinuitas secara geologi. Pada
umumnya (0,1 s/d 0,2 kg).

Secara umum, metode grab sampling ini merupakan teknik sampling


dengan cara mengambil bagian (fragmen) yang berukuran besar dari
suatu material (baik di alam maupun dari suatu tumpukan) yang
mengandung mineralisasi secara acak (tanpa seleksi yang khusus).
Tingkat ketelitian sampling pada metode ini relatif mempunyai bias yang
cukup besar.

Beberapa kondisi pengambilan conto dengan teknik grab sampling ini


antara lain :
Pada tumpukan material hasil pembongkaran untuk mendapatkan
gambaran umum kadar.
Pada material di atas dump truck atau belt conveyor pada transportasi
material, dengan tujuan pengecekan kualitas.
Pada fragmen material hasil peledakan pada suatu muka kerja untuk
memperoleh kualitas umum dari material yang diledakkan, dll.
2. Linear (garis)
Termasuk di dalamanya drill core dan channel sampling, dapat berupa
suatu deretan chip sampling lintasan tertentu yang memotong suatu
endapan. Individual sampel dapat berukuran 0,5 s/d beberapa kilogram.
Channel sampling adalah suatu metode (cara) pengambilan conto dengan
membuat alur (channel) sepanjang permukaan yang memperlihatkan
jejak bijih (mineralisasi). Alur tersebut dibuat secara teratur dan seragam
(lebar 3-10 cm, kedalaman 3-5 cm) secara horizontal, vertikal, atau tegak
lurus kemiringan lapisan. Gambaran secara umum mengenai kegiatan
channel sampling dapat digambarkan pada gambar 3.7 di bawah ini:

Gambar 3.7 Pembuatan channel sampling pada endapan yang berlapis


(Chaussier et al., 1987)

3. Panel (bidang)
Umumnya berupa susunan chip sampling pada suatu bidang bukaan bijih
atau face atau wall pada underground. Ukuran sampel umumnya berkisar
1-5 kg.
Chip sampling (conto tatahan) adalah salah satu metode sampling dengan
cara mengumpulkan pecahan batuan (rock chip) yang dipecahkan melalui

suatu jalur (dengan lebar 15 cm) yang memotong zona mineralisasi


dengan menggunakan palu atau pahat. Jalur sampling tersebut biasanya
bidang horizontal dan pecahan-pecahan batuan tersebut dikumpulkan
dalam suatu kantong conto. Kadang-kadang pengambilan ukuran conto
yang seragam (baik ukuran butir, jumlah, maupun interval) cukup sulit,
terutama pada urat-urat yang keras dan brittle (seperti urat kuarsa),
sehingga dapat menimbulkan kesalahan seperti oversampling (salting)
jika ukuran fragmen dengan kadar tinggi relatif lebih banyak daripada
fragmen yang low grade.

4. Broken Ground
Sampel dalam jumlah yang besar, dapat bersal dari trenching (paritan uji)
atau pada bukaan underground, sampling ini dapat berasal dari beberapa
tempat untuk uji mixing dan optimalisasi metode processing.

5. Bulk
Bulk sampling (conto ruah) ini merupakan metode sampling dengan cara
mengambil material dalam jumlah (volume) yang besar, dan umum
dilakukan pada semua fase kegiatan (eksplorasi sampai dengan
pengolahan). Pada fase sebelum operasi penambangan, bulk sampling ini
dilakukan untuk mengetahui kadar pada suatu blok atau bidang kerja.
Metode bulk sampling ini juga umum dilakukan untuk uji metalurgi
dengan tujuan mengetahui recovery (perolehan) suatu proses pengolahan.
Sedangkan pada kegiatan eksplorasi, salah satu penerapan metode bulk
sampling ini adalah dalam pengambilan conto dengan sumur uji. Dalam
hal khusus, jumlah sampel dapat mencapai 100-an ton.

3.2.1 Metode Sampling Tebal Lapuk

Data Penelitian didapat dari penelitian langsung ke site penambangan,


adapun lokasi pengambilan data dilakukan pada salah satu front tambang
yang aktif yaitu pada blok BIII/C1, dengan kode 27/28. Tinggi bench pada
lokasi pengambilan data adalah 4 meter dengan kemiringan front 60 o.
Dalam penelitian ini dilakukan pengambilan boulder dengan ukuran fraksi
yang berbeda-beda yaitu ada 7 fraksi dengan ukuran masing-masing (1-2.5
cm, 2.5-5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm, 15-20 cm, 20-25 cm, dan 25-30 cm).
Dari front tambang akan ditemukan berbagai macam boulder baik dari
ukuran maupun jenisnya (dunit dan peridotit). Adapun boulder merupakan
suatu material hard yang terdapat diantara material soft, dalam hal ini
material soft dapat berupa limonit maupun hasil lapukan dari boulder.
Pelapukan yang terjadi pada boulder berupa spheroidal wethering,
sehingga kenampakan boulder – boulder yang terdapat pada front dilapisi
oleh bagian lapuknya. Dalam kegiatan penelitian ini tebal lapuk yang
diukur bukan merupakan tebal pelapukan yang masih terdapat pada front
tambang, melainkan tebal lapuk yang masih menempel setelah dilakukan
pengambilan boulder dari front. Karena bagian yang dianggap sebagai
waste pada kegiatan produksi penambangan adalah boulder yang memiliki
ukuran lebih besar daripada 20 cm, dimana untuk lapukan yang terdapat
disekitar boulder pada front akan terkikis dan dikategorikan sebagai ore.
Maka dari itu dilakukan pengukuran terhadap tebal lapuk yang masih
menempel pada boulder setelah diambil dari front.

Boulder diambil dari front


front tambang dengan fraksi
BIII/C1 27/28 berbeda – beda
(tiap fraksi 30 sampel)

Tiap boulder dipisahkan menurut fraksinya, dan diukur tebal


pelapukannya (lapukan yang masih menempel setelah
diambil dari front) dari 4 sisi boulder (bagian atas, bawah,
kiri, dan kanan)
a
Keterangan:
panjang

: bagian fresh
kondisi boulder pada front tambang d b : bagian lapuk
a,b,c, d : ukuran lapuk (cm)
c
lebar

Tiap fraksi dicari kadarnya (analisa x-ray)

Pengolahan Data

Gambar 3.8: Metode pengambilan data boulder


Dari tiap fraksi ini akan didapat hasil pengukuran berupa tebal lapuk
(lapukan yang masih menempel pada boulder setelah diambil dari front),
dimensi (panjang dan lebar) boulder. Untuk kriteria lapuk ditunjukkan
dengan warna cokelat kemerahan, dan saat dipegang agak lunak, adapun
sebelumnya boulder tersebut dibersihkan agar dapat diklasifikasikan
apakah lunak ataupun segar. Setelah dilakukan perhitungan tebal
pelapukan sampel dipisahkan kurang lebih 3 kg untuk tiap fraksi boulder
tersebut dan kemudian dilakukan perhitungan kadar, dimana untuk tiap
fraksi didapatkan satu nilai kadar. Sehingga dalam penelitian ini
didapatkan 7 hasil analisis kadar.

3.3 Cut Off Grade (COG) dan Kadar Batas Pencampur

COG merupakan kadar batas minimum rata-rata suatu logam atau


mineral dalam batuan yang masih memenuhi syarat-syarat keekonomian
untuk ditambang. Adapun fungsi dari COG ini yaitu untuk membedakan blok
- blok bijih dengan blok-blok waste dalam suatu perhitungan cadangan
(sebagai garis delineasi yang memisahkan antara waste dan ore). Adapun
besarnya nilai dari COG ini dipengaruhi oleh biaya operasi penambangan dan
harga bijih di pasaran. Apabila nilai COG naik maka tonase bijih akan turun
dan sebaliknya jika nilai COG turun maka jumlah tonase akan naik, sebab
makin banyak bijih yang layak secara ekonomis untuk ditambang.

Selain COG pada perusahaan ditentukan juga kadar batas pencampur,


dimana kadar batas ini merupakan kadar batas minimum yang masih dapat
ditambang untuk dicampur dengan kadar yang lebih tinggi guna memenuhi
permintaan akan bijih. Banyaknya tonase yang dibutuhkan sebagai bahan
pencampur tergantung dri kebijakan quality control yang dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai