Anda di halaman 1dari 19

UNIVERSITAS TADULAKO Nama : Andi Azis R

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI Nim : F 121 15 001

Acara 2: Klasifikasi Endapan Mineral Praktek : Endapan


Magmatik Mineral

ENDAPAN BIJIH NIKEL


Nickel ore (bijih nikel), yaitu mineral atau agregat mineral yang mengandung nikel.
Ferronickel adalah produk metalurgi berupa alloy (logam paduan) antara besi (ferrum)
dan nikel.

Nickel bisa berasal dari Laterite (Ni Oxides) hasil proses pelapukan batuan Ultramafik
dan Sulfida (Ni Sulphides) hasil dari proses magmatisme. Sumber batual Ultramafik bisa dari
Dunite, Peridotite, Lherzolite,Serpentinite, dll.

1.) Nikel laterit

Proses terbentuknya nikel laterit dimulai dari peridotit sebagai batuan induk. Batuan
induk ini akan berubah menjadi serpentin akibat pengaruh larutan hidrotermal atau
larutan residual pada waktu proses pembentukan magma (proses serpentinisasi) dan akan
merubah batuan peridotit menjadi batuan Serpentinit atau batuan Serpentinit Peridotit

Selanjutnya terjadi proses pelapukan dan laterit yang menghasilkan serpentin dan
peridotit lapuk. Adanya proses kimia dan fisika dari udara, air, serta pergantian panas dan
dingin yang kontinu, akan menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan
induk. Batuan asal yang mengandung unsur-unsur Ca, Mg, Si, Cr, Mn, Ni, dan Co akan
mengalami dekomposisi.

Air tanah yang mengandung CO2 dari udara meresap ke bawah sampai ke
permukaan air tanah sambil melindi mineral primer yang tidak stabil seperti olivin,
serpentin, dan piroksen. Air tanah meresap secara perlahan dari atas ke bawah sampai ke
batas antara zone limonit dan zone saprolit, kemudian mengalir secara lateral dan
selanjutnya lebih banyak didominasi oleh transportasi larutan secara horizontal. Proses
ini menghasilkan Ca dan Mg yang larut disusul dengan Si yang cenderung membentuk
koloid dari partikel-partikel silika yang sangat halus sehingga memungkinkan
terbentuknya mineral baru melalui pengendapan kembali unsur-unsur tersebut. Semua
hasil pelarutan ini terbawa turun ke bagian bawah mengisi celah-celah dan pori-pori
batuan.

Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa ke bawah sampai batas
pelapukan dan diendapkan sebagai Dolomit dan Magnesit yang mengisi celah-celah atau
rekahan-rekahan pada batuan induk. Di lapangan, urat-urat ini dikenal sebagai batas
petunjuk antara zona pelapukan dengan zona batuan segar yang disebut dengan akar
pelapukan (root of weathering).

Fluktuasi muka air tanah yang berlangsung secara kontinu akan melarutkan unsur-
unsur Mg dan Si yang terdapat pada bongkah-bongkah batuan asal di zone saprolit,
sehingga memungkinkan penetrasi air tanah yang lebih dalam. Dalam hal ini, zone
saprolit akan bertambah ke dalam, demikian juga dengan ikatan yang mengandung
oksida MgO sekitar 30 50%-berat dan SiO2 antara 35 40%-berat. Oksida yang masih
terkandung pada bongkah-bongkah di zone saprolit ini akan terlindi dan ikut bersama-
sama dengan aliran air tanah, sehingga sedikit demi sedikit zone saprolit atas akan
berubah porositasnya dan akhirnya menjadi zone limonit. Sedangkan bahan-bahan yang
sukar atau tidak mudah larut akan tinggal pada tempatnya dan sebagian turun ke bawah
bersama larutan sebagai larutan koloid. Bahan-bahan seperti Fe, Ni, dan Co akan
membentuk konsentrasi residu dan konsentrasi celah pada zona yang disebut dengan
zona saprolit, berwarna coklat kuning kemerahan. Batuan asal ultramafik pada zone ini
selanjutnya diimpregnasi oleh Ni melalui larutan yang mengandung Ni, sehingga kadar
Ni dapat naik hingga 7%-berat. Dalam hal ini, Ni dapat mensubstitusi Mg dalam
Serpentin atau juga mengendap pada rekahan bersama dengan larutan yang mengandung
Mg dan Si sebagai Garnierit dan Krisopras.

Sementara Fe di dalam larutan akan teroksidasi dan mengendap sebagai Ferri-


Hidroksida, membentuk mineral-mineral seperti Goethit, Limonit, dan Hematit yang
dekat permukaan. Bersama mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur Co dalam jumlah
kecil. Semakin ke bawah, menuju bed rock maka Fe dan Co akan mengalami penurunan
kadar. Pada zona saprolit Ni akan terakumulasi di dalam mineral Garnierit. Akumulasi Ni
ini terjadi akibat sifat Ni yang berupa larutan pada kondisi oksidasi dan berupa padatan
pada kondisi silika.
Endapan laterit biasanya terbentuk melalui proses pelapukan kimia yang intensif,
yaitu di daerah dengan iklim tropis-subtropis. Proses pelindian batuan lapuk merupakan
proses yang terjadi pada pembentukan endapan laterit, dimana proses ini memiliki
penyebaran unsur-unsur yang tidak merata dan menghasilkan konsentrasi bijih yang
sangat bergantung pada migrasi air tanah.

Profil Endapan Nikel Laterit

Profil endapan nikel laterit yang terbentuk dari hasil pelapukan batuan ultrabasa
secara umum terdiri dari 4 (empat) lapisan, yaitu lapisan tanah penutup atau top soil,
lapisan limonit, lapisan saprolit, dan bedrock.

- Lapisan tanah penutup

Lapisan tanah penutup biasa disebut iron capping. Material lapisan berukuran
lempung, berwarna coklat kemerahan, dan biasanya terdapat juga sisa-sisa tumbuhan.
Pengkayaan Fe terjadi pada zona ini karena terdiri dari konkresi Fe-Oksida (mineral
Hematite dan Goethite), dan Chromiferous dengan kandungan nikel relatif rendah.
Tebal lapisan bervariasi antara 0 2 m. Tekstur batuan asal sudah tidak dapat dikenali
lagi.

- Lapisan Limonit

Merupakan lapisan berwarna coklat muda, ukuran butir lempung sampai pasir,
tekstur batuan asal mulai dapat diamati walaupun masih sangat sulit, dengan tebal
lapisan berkisar antara 1 10 m. Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan sempat
hilang karena erosi. Pada zone limonit hampir seluruh unsur yang mudah larut hilang
terlindi, kadar MgO hanya tinggal kurang dari 2% berat dan kadar SiO 2 berkisar 2
5% berat. Sebaliknya kadar Fe2O3 menjadi sekitar 60 80% berat dan kadar Al2O3
maksimum 7% berat. Zone ini didominasi oleh mineral Goethit, disamping juga
terdapat Magnetit, Hematit, Kromit, serta Kuarsa sekunder. Pada Goethit terikat
Nikel, Chrom, Cobalt, Vanadium, dan Aluminium.

- Lapisan Saprolit
Merupakan lapisan dari batuan dasar yang sudah lapuk, berupa bongkah-
bongkah lunak berwarna coklat kekuningan sampai kehijauan. Struktur dan tekstur
batuan asal masih terlihat. Perubahan geokimia zone saprolit yang terletak di atas
batuan asal ini tidak banyak, H2O dan Nikel bertambah, dengan kadar Ni
keseluruhan lapisan antara 2 4%, sedangkan Magnesium dan Silikon hanya sedikit
yang hilang terlindi. Zona ini terdiri dari vein-vein Garnierite, Mangan, Serpentin,
Kuarsa sekunder bertekstur boxwork, Ni-Kalsedon, dan di beberapa tempat sudah
terbentuk limonit yang mengandung Fe-hidroksida.

- Bedrock (Batuan Dasar)

Merupakan bagian terbawah dari profil nikel laterit, berwarna hitam kehijauan,
terdiri dari bongkah bongkah batuan dasar dengan ukuran > 75 cm, dan secara
umum sudah tidak mengandung mineral ekonomis. Kadar mineral mendekati atau
sama dengan batuan asal, yaitu dengan kadar Fe 5% serta Ni dan Co antara 0.01
0.30%.
ENDAPAN BIJIH BESI

Unsur besi di alam ditemukan


dalam bentuk mineral : magnetit
(Fe3O4) mengandung lebih dari
72.40% unsur besi, hematit (Fe2O3)
mengandung 70% besi, geothit atau
limonit (HFeO2) mengandung
62.90% besi, dan siderit (FeCO3)
mengandung 48.20% besi. Proses
terbentuknya di alam dijumpai
dalam bentuk bijih besi primer dan
endapan sekunder.
Menurut Padmanegara (1983), terdapat empat jenis tipe endapan mineral/bijih besi terpenting yang
terdapat di Indonesia yaitu: (1) endapan skarn/metasomatik kontak, (2) endapan placer, (3) endapan
lateritik, dan (4) endapan sedimen

1.) Endapan Skarn (Metasomatik Kontak)


Bijih tipe ini dapat terbentuk akibat proses kontak metasomatik yaitu larutan magma
berkompisisi sedang, basa, atau ultra basa yang naik kepermukaan dalam peristiwa
intrusi atau ekstrusi dapat bereaksi dengan batuan sekitarnya, terutama dengan batuan
kapuran (tipe ekso-skarn atau kalsik eksoskarn). Disini akan terbentuk mineral-mineral
skarn seperti garnet, epidot, dan jika yang terbentuk adalah mineral-mineral magnetit dan
hematit sebagai mineral utama maka dapat menjadi bijih besi. Di Indonesia, bijih besi
tipe ini biasanya terdapat di sekitar daerah kontak batuan intrusi berkomposisi sedang
sampai basa seperti diorit, granidiorit, dan gabro atau basalt dengan formasi batuan
sedimen atau vulkanis yang mengandung lapisan-lapisan atau lensa-lensa batuan
gampingan atau batuan yang bersifat gampingan. Dalam proses ini, selain temperatur,
magma juga ikut memegang peranan dalam menambahkan langsung beberapa unsur
pada batuan sekitarnya, sehingga endapan ini tidak mungkin terdapat jauh dari batuan
intrusi kecuali bila telah mengalami proses desintegrasi dan transportasi sebagaimana
halnya pada endapan eluvial dan diluvial.
Ciri-ciri tipe endapan ini antara lain:
Endapan bijih besi ini dapat berbentuk lensa, berupa sarang (nest-shaped) atau
lapisan-lapisan yang kompleks pada batuan kontak;
Berupa endapan masif yang terutama terdiri dari magnetit dan hematit. Selain oksida
besi, juga sering mengandung mineral sulfida seperti pirit dan kalkopirit, disamping
mineral skarn seperti garnet, piroksen, aktinolit, sillimanit, dan epidot;
Akibat proses desintegrasi dan transportasi, endapan tipe ini sering terdapat dalam
bentuk eluvial atau diluvial, yaitu berupa onggokan bongkah-bongkah batuan
berbagai ukuran dengan komposisi mineralnya yang utama masih tetap berupa
magnetit dan hematit. Onggokan batuan ini biasanya tidak jauh letaknya dari tempat
asalnya yaitu daerah kontak;
Kadar Fe bijih tipe ini berkisar sekitar 50-70%;
Kadar Ni atau Cr dapat diabaikan;
Karena sering berasosiasi dengan mineral sulfida, terkadang berkadar Cu atau Zn
agak tinggi ( 1%);
Kadar belerang kadang-kadang agak tinggi, mendekati 1%;
Kadar TiO2 biasanya dibawah 0,5%.
2.) Endapan Placer
Tipe endapan ini terbentuk oleh proses pelapukan, desitegrasi, dan pengumpulan
secara mekanik. Hasilnya adalah endapan fragmen mineral dan batuan yang seringkali
disebut mineral/batuan rombakan. Tipe ini dikenal sebagai placer pantai (beach placer)
dan placer aluvium (alluvial placer). Karena melalui proses mekanik, maka kemurnian
fragmen mineral rombakan dipengaruhi oleh intensitas liberasi selama proses tersebut.
3.) Endapan Laterit
Tipe endapan ini merupakan endapan residu dari proses pelapukan, dekomposisi,
dan pengumpulan kimia. Tipe ini tidak lazim disebut endapan mineral/batuan rombakan.
Karena melalui proses kimia, maka keterjadiannya berkaitan dengan pelarutan dan
pengendapan yang sesuai dengan keadaan dan situasi setempat, yakni jenis batuan induk
dan lingkungan fisika-kimia. Lingkungan yang baik untuk proses lateritisasi adalah: (1)
iklim tropis-basah, (2) topografi yang relatif tidak curam, dan (3) waktu proses
lateritisasi yang cukup lama.
Endapan mineral/bijih laterit umumnya terjadi pada batuan induk ultramafik
(ofiolit). Unsur besi bivalen dilepaskan oleh pelapukan secara kimia terhadap batuan
ultramafik yang sudah teroksidasi menjadi besi trivalen dan kemudian diendapkan dalam
laterit. Dalam keadaan reduksi (dalam hutan lebat), unsur besi feri berubah menjadi fero
dan berupa larutan yang bergerak sampai menemui lingkungan yang teroksidasi,
kemudian unsur besi tersebut berubah lagi menjadi feri dan terendapkan di lingkungan
tersebut pada permukaan air tanah, selanjutnya konkresi limonit (2Fe 2O3.3H2O) terjadi
dalam lingkungan tersebut. Karena oksida besi yang mempunyai berat jenis lebih besar
mengalami dehidrasi, maka hematit dan magnetit terjadi mendekati permukaan. Hematit
terkumpul kearah permukaan, sedangkan magnetit cenderung kearah zona yang lebih
dalam. Hematit yang relatif lebih stabil dalam lingkungan pH (5,5-8), maka endapannya
dapat berkembang menjadi kerak hematit yang keras atau iron-cap. Mineral besi,
mineral nikel dan krom diendapkan sebagai residu dalam laterit. Mineral besi yang
berupa konkresi limonit bersifat belahan konkoidal disebut goetit.
4.) Endapan Sedimen
Endapan tipe ini terbentuk berkaitan dengan proses sedimentasi yaitu proses kimia
yang memegang peranan utama dalam proses pengendapannya. Ada pula yang menjadi
penyebabnya adalah proses desintegrasi mekanik, seperti yang terjadi pada sebagian
endapan bijih besi disekitar bijih besi tipe lateritik. Endapan jenis bog-iron terbentuk
bila larutan yang mengandung besi terkumpul dalam suatu cekungan atau basin, dan oleh
proses kimia atau akibat pekerjaan bakteri terbentuklah endapan bijih besi. Dalam
kelompok ini termasuk juga endapan bijih besi yang dihasilkan oleh sumber air panas
(endapan sinter).
Ciri-ciri tipe endapan ini:
Karena berasosiasi dengan endapan sedimen, tekstur atau strukur perlapisan dan
laminasi dapat terlihat jelas;
Dapat berupa perlapisan yang kompak atau massif dan dapat berupa breksi atau
konglomerat, sering mengandung bongkah-bongkah atau kerikil peridotit atau
serpentinit;
Komposisi mineral besinya bervariasi, ada yang berupa karbonat, silikat besi,
magnetit, dan hematite;
Kadar Fe berkisar antara 40 - 60 %;
Mengandung kadar Ni dan Cr yang lebih rendah dari tipe lateritik yaitu rata-rata
0,41% Ni dan 2,1 % Cr2O3, khususnya yang berasal dari bijih besi laterit;
Kadar Al lebih rendah dari tipe bijih lateritik, yaitu sekitar 7%;
Bijih besi bog-iron, sering mengandung kadar belerang dan mangan yang tinggi,
sedang yang berasal dari air panas dapat mengandung belerang yang relatif lebih
tinggi;
Karena sering adanya perlapisan pemisah diantara lapisan bijih besi, kasar Fe dan
unsur-unsur lain yang dikandungnya dapat bervariasi secara lateral maupun vertikal.
Proses terjadinya cebakan bahan galian bijih besi berhubungan erat dengan adanya
peristiwa tektonik pra-mineralisasi. Akibat peristiwa tektonik, terbentuklah struktur sesar,
struktur sesar ini merupakan zona lemah yang memungkinkan terjadinya magmatisme, yaitu
intrusi magma menerobos batuan tua, dicirikan dengan penerobosan batuan granitan (Kgr)
terhadap Formasi Barisan (Pb,Pbl). Akibat adanya kontak magmatik ini, terjadilah proses
rekristalisasi, alterasi, mineralisasi, dan penggantian (replacement) pada bagian kontak
magma dengan batuan yang diterobosnya.
Perubahan ini disebabkan karena adanya panas dan bahan cair (fluida) yang berasal dari
aktivitas magma tersebut. Proses penerobosan magma pada zona lemah ini hingga membeku
umumnya disertai dengan kontak metamorfosa. Kontak metamorfosa juga melibatkan batuan
samping sehingga menimbulkan bahan cair (fluida) seperti cairan magmatik dan metamorfik
yang banyak mengandung bijih.

ENDAPAN BIJIH TEMBAGA


Tembaga atau copper adalah mineral logam natif. Deposit yang biasa ditambang
merupakan mineral azurite (Cu3(CO3)2(OH)2), malachite (Cu2CO3(OH)2), tennantite
((Cu,Fe)12As4S13), chalcopyrite (CuFeS2) dan bornite (Cu5FeS4). Tembaga merupakan
logam yang memiliki sifat fisik
malleable dan ductile. Konduktivitas
termal dan elektriknya sangat tinggi.

Genesis Tembaga
Endapan tembaga terbentuk dengan
berbagai cara antara lain, yaitu :
1.) Terbentuk dengan cara replacement
Proses replacement dibagi 3, yaitu:
- Dimulai dari celah batuan. Dinding celahyang mula-mula direplace kemudian
berlangsung terus-menerus ke dalam sampai padabatuan samping yang merupakan
batas proses replacement. Proses ini menghasilkanmassive ore body. Contoh:
Cebakan bijih Sulphida di Kennecott, Alaska.
- Melalui suatu rekahan yang merupakancenter, kemudian menyebar, sehingga dapat
menyebabkan high grade ore body yangmassive atau tak teratur.
- Secara multiplace center, karena batuansampingnya mudah diserap oleh larutan
mineralisasi sehingga menimbulkan cebakanyang terpencar (dissominated ore).
2.) Terbentuk oleh pembekuan magma, dengan endapan mineral bornit dan kalkopirit
jarang dengan pirit (sulfide)
3.) Terbentuk oleh metasomatisme kontak (kalkopirit dan bornit dengan pirit, pirrhotit,
tembaga sfalerit, molibdenit dan oksida.
Dalam proses magmatic dimana adanya intrusi dari magmaterhadap batuan
sampingnya, maka oleh pengaruh kontak dari gas pada temperaturtinggi yang keluar
dari magma, akan terjadi dua gejala yang penting.
Effect gas panas ini menurut Barrel ada dua macam:
- Contact Metamorphism. Yaitu effect gas panas diikutipenambahan material baru dari
dapur magma.
- Contact Metasomism, yaitu effect gas panas diikutipenambahan material basa dari
dapur magma.

4.) Endapan sedimenter tembaga


Endapan sediment adalah endapan yang terbentuk dariproses pengendapan dari
berbagai macam mineral yang telah mengalami pelapukandari batuan asalnya, yang
kemudian terakumulasi dan tersedimentasikan padasuatu tempat.

ENDAPAN BIJIH EMAS


Emas merupakan elemen yang
dikenal sebagai logam mulia dan
komoditas yang sangat berharga
sepanjang sejarah manusia. Elemen ini
memiliki nomor atom 79 dan nama
kimia aurum atau Au. Emas termasuk
golongan native element, dengan sedikit
kandungan perak, tembaga, atau besi.
Warnanya kuning keemasan dengan
kekerasan 2,5-3 skala Mohs. Bentuk kristal isometric octahedron atau dodecahedron.
Specific gravity 15,5-19,3 pada emas murni. Makin besar kandungan perak, makin
berwarna keputih-putihan.
Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan.
Beberapa endapan terbentuk karena proses metasomatisme kontak dan larutan
hidrotermal, sedangkan pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan endapan
letakan (placer). Genesa emas dikatagorikan menjadi dua yaitu endapan primer dan
endapan plaser.
Emas terdapat di alam dalam dua tipe deposit, pertama sebagai urat (vein) dalam batuan
beku, kaya besi dan berasosiasi dengan urat kuarsa. Lainnya yaitu endapan atau placer
deposit, dimana emas dari batuan asal yang tererosi terangkut oleh aliran sungai dan
terendapkan karena berat jenis yang tinggi. Emas native terbentuk karena adanya
kegiatan vulkanisma, bergerak berdasarkan adanya thermal atau adanya panas di dalam
bumi, tempat tembentukan emas primer, sedangkan sekudernya merupakan hasil
transportasi dari endapan primer umum disebut dengan emas endapan flaser, sedangkan
asosiasi emas atau emas bersamaan hadir dengan mineral silikat, perak, platina, pirit dan
lainnya

ENDAPAN BIJIH
TIMAH

Mineral utama yang terkandung


pada bijih timah adalah
cassiterite (Sn02). Batuan
pembawa mineral ini adalah
batuan granit yang
berhubungan dengan magma
asam dan menembus lapisan
sedimen (intrusi granit). Pada tahap akhir kegiatan intrusi, terjadi
peningkatan konsentrasi elemen di bagian atas, baik dalam bentuk gas
maupun cair, yang akan bergerak melalui pori-pori atau retakan. Karena
tekanan dan temperatur berubah, maka terjadilah proses kristalisasi yang
akan membentuk deposit dan batuan samping.

Timah umumnya memiliki bilangan oksidasi +2 dan +4. Timah(II) cenderung


memiliki sifat logam dan mudah diperoleh dari pelarutan Sn dalam HCl pekat
panas. Timah bereaksi dengan klorin secara langsung membentuk Sn(IV)
klorida. Timah tidak mudah dioksidasi dan tahan terhadap korosi disebabkan
terbentuknya lapisan oksida timah yang menghambat proses oksidasi lebih
jauh. Timah tahan terhadap korosi air distilasi dan air laut, akan tetapi dapat
diserang oleh asam kuat, basa, dan garam asam. Proses oksidasi dipercepat
dengan meningkatnya kandungan oksigen dalam larutan.
Proses pembentukan bijih timah berasal dari magma cair yang mengandung
kasiterit (SnO2). Intrusi batuan granit kepermukaan menyebabkan fase pneumatolitic
yang menghasilkan mineral-mineral bijih diantaranya bijih timah. Mineral ini
terakumulasi dan terasosiasi dalam batuan granit ataupun batuan lain yang diterobos
membentuk vein-vein bijih timah primer. Sesuai dengan namanya, endapan timah
sekunder terdiri dari mineral-mineral bijih kasiterit yang telah tertransportasi jauh dari
sumbernya (endapan timah primer). Biasanya bijih kasiterit ini terbawa oleh arus
sungai menuju muara sungai hingga lepas pantai dan terakumulasi disana. Karenanya
banyak dilakukan kegiatan penambangan bijih timah sekunder pada daerah muara
sungai dan lepas pantai. Hal ini dilakukan dengan harapan akan diperoleh bijh timah
dalam jumlah besar.
1.) Endapan Timah Primer
Endapan timah primer terbentuk dari proses pneumatolitis. Pada proses ini
mineral timah ditransfortasi dari magma chamber sebagai gas Tinchloride
(SnCL4) atau Tin-flouride (SnF4) yang kemudian bereaksi dengan air
membentuk Tin-oxide (SnO2 ) atau kasiterit dan asam klorida atau asam flourida
seperti reaksi sebagai berikut :
SnCL4(g) + 2H2O(l) -------------------- SnO2(s) + HCL(g)
SnF4(g) + 2H2O(l) ---------------------- SnO2(s) + 4HF(g)
Dari reaksi di atas dapat dilihat bahwa pada proses ini akan terbentuk
kasiterit sebagai padatan dan asam chloride atau asam fluoride sebagai gas.
2.) Endapan Timah Sekunder
Endapan timah sekunder termasuk salah satu jenis endapan placer yang mempunyai
nilai ekonomis. Endapan timah sekunder terbentuk oleh proses pelapukan, erosi,
transportasi Berdasarkan tempat atau lokasi pengendapannya, endapan bijih timah
sekunder dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Endapan Elluvial
Endapan elluvial adalah endapan bijih timah yang terjadi akibat pelapukan secara
intensif. Proses ini diikuti dengan disintegrasi batuan samping dan perpindahan
mineral kasiterit (Sn02) secara vertikal sehingga terjadi konsentrasi residual.
Ciri-ciri endapan elluvial adalah sebagai berikut :
- Terdapat dekat sekali dengan sumbernya
- Tersebar pada batuan sedimen atau batuan granit yang telah lapuk
- Ukuran butir agak besar dan angular
b.) Endapan Kollovial
Endapan bijih timah yang terjadi akibat peluncuran hasil pelapukan endapan bijih
timah primer pada suatu lereng dan terhenti pada suatu gradien yang agak mendatar
diikuiti dengan pemilahan.
Ciri-cirinya :
- Butiran agak besar dengan sudut runcing
- Biasanya terletak pada lereng suatu lembah
c.) Endapan Alluvial
Endapan bijih yang terjadi akibat proses transportasi sungai, dimana mineral berat
dengan ukuran butiran yang lebih besar diendapkan dekat dengan sumbernya. Sedangkan
mineral-mineral yang berukuran lebih kecil diendapkan jauh dari sumbernya.
Ciri-cirinya :
- Terdapat di daerah lembah
- Mempunyai bentuk butiran yang membundar
d.) Endapan Miencan
Endapan bijih timah yang terjadi akibat pengendapan yang selektif secara berulang-
ulang pada lapisan tertentu.
Ciri-cirinya :
- Endapan berbentuk lensa-lensa
- Bentuk butiran halus dan bundar
e.) Endapan Disseminated
Endapan bijih timah yang terjadi akibat transportasi oleh air hujan. Jarak transportasi
sangat jauh sehingga menyebabkan penyebaran yang luas tetapi tidak teratur.
Ciri-cirinya :
- Tersebar luas, tetapi bentuk dan ukurannya tidak teratur
- Ukuran butir halus karena jarak transportasi jauh
- Terdapat pada lapisan pasir atau lempung
KARAKTERISTIK/SIFAT FISIK

Rumus Kimia : Ni

Warna : Putih kebiruan, hijau kehitaman.

Kilap : Logam (metallic)

Transparansi : Opak

Sistem kristal : Isometrik

Morfologi Kristal : Sangat jarang membentuk kristal, kadang ditemukan berbentuk


kubik,

tetapi biasanya granular atau masif

Belahan : -

Pecahan : Hackly (begerigi)

Kekerasan : 4 5 skala mohs

Berat jenis : 7,8 8,2 (berat meskipun untuk mineral logam)

Cerat : Abu-abu metallic

Karakteristik lain : Malleable dan sedikit magnetik

Asosiasi mineral : Olivine, pyroxenes, emas, platina, beberapa mineral yang hanya di
temukan pada meteorit, dan mineral bijih sulfide lainnya

Lokasi ditemukan : Potensi nikel terdapat di Pulau Sulawesi, Kalimantan bagian

tenggara, Maluku, dan Papua.Selain itu terdapat juga di daerah Pulau

Obi, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Maluku Utara (Malut)

Ternate.

Kegunaan : Penggunaan utama nikel adalah sebagai bahan pembuat logam


paduan.

Logam paduan nikel memiliki karakteristik kuat, tahan panas, serta

tahan karat.

KARAKTERISTIK/SIFAT FISIK:

Rumus Kimia : Cu (Elemental Copper)

Warna : Hijau

Kilap : Logam (metallic)

Transparansi : Opak

Sistem kristal : Isometrik

Morfologi kristal : Masif, berkawat-kawat, arborescent, jarang terlihat sebagai kristal

yang individu tetapi jika hadir selalu dalam bentuk kubus dan

octahedron, kadang berbentuk isometric cubic, tetapi bentuk

khasnya sebagai masa

yang irregularr dan fracture fillings

Belahan : -

Pecahan : Hackly (bergerigi)

Kekerasan : 2,5 3 skala mohs

Berat jenis : 8,9 (di atas rata-rata untuk mineral logam)


Cerat : Warna tembaga kemerahan

Karakteristik lain : Lentur, dapat ditempa dan dapat disayat, artinya bahwa emas dapat

ditempa menjadi bentuk-bentuk yang lain, dibentuk menjadi kawat

dan dipotong menjadi irisan- irisan

Asosiasi mineral : Silver, calcite, malachite, dan mineral tembaga sekunder lainnya

Lokasi ditemukan : Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi,
Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tengah, NTT, dan Papua.

Kegunaan : Sebagai bijih tembaga utama, sebagai contoh mineral, dan untuk
hiasan
(ornamental stone). Digunakan untuk membuat kawat, komponen
listrik.
KARAKTERISTIK/SIFAT FISIK:

Rumus Kimia : Au ( Native Elemental )

Warna : Kuning

Kilap : Logam (metallic)

Transparansi : Opak

Sistem kristal : Isometrik

Belahan : -

Pecahan : Hackly (begerigi)

Kekerasan : 2,5 - 3 skala mohs

Berat jenis : 19.3

Cerat : Kuning

Karakteristik lain : Mempunyai daya hantar listrik dan panas yang baik, mudah ditempa

menjadi lembaran yang sangat tipis dan dapat ditarik.

Asosiasi mineral : Quartz, nagyagite, calaverite, sylvanite, pirit, krennerite, sulfides.

Lokasi ditemukan : Potensi endapan emas terdapat di hampir setiap daerah di Indonesia,
seperti di Pulau Sumatera, Kepulauan Riau, Pulau Kalimantan, Pulau

Jawa, Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.

Kegunaan : sumber logam emas; dipakai untuk membuat perhiasan, instrumen-

saintifik, lempengan elektrode, pelapis gigi dan emas lantakan.

KARAKTERISTIK/SIFAT FISIK:

Rumus Kimia : Fe ( Native Elemental )

Warna : puti abu-abu, hitam

Kilap : Logam (metallic)

Transparansi : Opak

Sistem kristal : Isometrik

Belahan : -

Pecahan : Konkoidal

Kekerasan : 4 skala mohs

Berat jenis : 7,3-7,8 g/cm3

Cerat : Kuning

Karakteristik lain : Penghantar panas dan listrik yang baik, mudah ditempa atau
dibentuk

sedikik magnetic.

Asosiasi mineral : Berasosiasi dengan mineral sulfida dan endapan placer

Lokasi ditemukan : Daerah persebaran Bijih besi terdapat di daerah Lampung (Gunung

Tegak), Kalimantan Selatan (Pulau Sebuku), Sulawesi Selatan


(Pegunungan Verbeek), dan Jawa Tengah (Cilacap).

Kegunaan : Dapat digunakan sebagai pembuatan alat elektronik. Sebagai alat


yang
digunakan untuk menghantar panas seperti setrika dll.

KARAKTERISTIK/SIFAT FISIK:

Rumus Kimia : Sn

Warna : Abu-abu,hitam

Kilap : Logam (metallic)

Transparansi : Opak

Sistem kristal : Isometrik

Belahan : -

Pecahan : Konkoidal

Kekerasan : 2,5 skala mohs

Berat jenis : 7,36 g/cm3

Cerat : Abu-abu

Asosiasi mineral : perak, sfalerit, pirit,markasit, khalkopirit, serusit,anglesit, dolomit,


kalsit, kuarsa, baris, dan fluorit. Dapat pula ditemukan dalam deposit
metamorfisme kontak.

Lokasi ditemukan : Pulau Sumatera, Kepulauan Riau, Pulau Kalimantan, Pulau Jawa,
Pulau

Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.

Kegunaan : Logam timah banyak dipergunakan untuk solder(52%), industri


plating
(16%), untuk bahan dasar kimia (13%), kuningan & perunggu
(5,5%),

industri gelas (2%), dan berbagai macam aplikasi lain (11%).

Anda mungkin juga menyukai