Anda di halaman 1dari 12

Tugas Legislasi

USUT TINDAKAN KEKERASAN PADA MONYET YANG DILAKUKAN OLEH


MANUSIA

OLEH :

Maria Natalia Reta (13820104)

Kelas :C

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
BABI

PENDAHULUAN

Jaman sekarang ini penyiksaan terhadap hewan sudah semakin banyak dilakukan
oleh sekelompok orang. Namun sampai saat ini Banyak kasus penyiksaan terhadap
hewan yang tidak dilaporkan kepada aparat yang berwenang. Salah satu faktor yang
menyebabkan penganiayaan terhadap hewan semakin banyak dilakukan oleh
sekelompok orang adalah kurang pahamnya masyarakattentang kesejahteraan
hewan disertai dengan sanksi yang begitu ringan bagi pelaku penganiayaan
terhadap hewan itu sendiri. Serta kurangnya tindakan yang tegas dari aparat yang
berwenang.

Kekejaman terhadap hewan atau penganiayaan/penindasan hewan adalah


penderitaan atau kekerasan yang dilakukan manusia terhadap hewan untuk tujuan
selain perlindungan diri. Dalam pemahaman yang lebih sempit lagi, itu bisa berarti
kekerasan yang dilakukan demi keuntungan sendiri, misalnya membunuh hewan
untuk makanan atau demi mendapat bulunya. Sudut pandang yang berbeda-beda
dianut oleh yurisdiksi di masing-masing negara. Apapun itu motifnya, penganiayaan
terhadap hewan tidak boleh dilakukan. Sekalipun penganiayaan terhadap hewan itu
ringan tetap harus dibuktikan secara hukum. Untuk membuktikan bahwa orang itu
dengan sengaja menyakiti, melukai, atau mengabaikan kesehatan binatang, dan
perbuatan itu dilakukan melewati batas yang diizinkan.

Kekerasan terhadap hewan di Indonesia, rupanya kian marak. Ironisnya, pelaku


kekerasan seolah bangga dengan apa yang dilakukannya. Mereka mengunggah foto-
foto sadis pembantaian di media sosial. Ambil contoh, foto penyiksaan terhadap
hewan primata yang diikat dan diajak selfie. Lalu ada lagi, pembantaian kucing
hutan yang diduga dilakukan oleh mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di
Jember. Selain sadis, hewan-hewan itu jelas masuk kategori satwa dilindungi.

Salah satunya adalah pertunjukan topeng monyet semakin hari semakin unik karena
ada saja atraksi aneh dan menarik yang diakukan oleh si monyet. Kita bisa melihat
sendiri betapa lihai atau lincahnya mereka dalam melakukan berbagai atraksi seperti
naik motor motoran, jungkir balik, bahkan memainkan engkrang yang panjangnya
bisa jauh lebih tinggi dari ukuran badan si monyet itu. Mungkin sekilas dalam benak
kita berpikir bahwa si monyet sangatlah atraktif dan hebat bisa melakukan apa saja
pasti karena sudah di latih oleh pawangnya, namun apakah kita pernah tahu
bagaimana cara si pawang melatih monyet tersebut?

Binatang memiliki hak asasi seperti halnya manusia. Maraknya eksploitasi dan
kekerasan pada binatang khususnya monyet (Topeng Monyet) sangatlah
memprihatinkan sehubungan dengan adanya video-video kekerasan pada pelatihan
topeng monyet.

Manusia selaku pemilik atau pengelola hewan harus memperhatikan


kesejahteraan hewan yang meliputi segala urusan yang berhubungan dengan
keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu
diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang
yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.
BAB II
PEMBAHASAN

Doger monyet atau topeng monyet merupakan salah satu tradisi negara Indonesia.
Bukan hanya di Indonesia, topeng monyet juga bisa kita temukan di negara India,
Thailand, Korea, Pakistan, dll. Kesenian ini melibatkan pawang dan monyet yang
dilatih untuk melakukan suatu kegiatan yang biasa dilakukan manusia pada
umumnya. Monyet-monyet yang bertingkah laku layaknya manusia memang terlihat
lucu dan menarik. Apalagi dengan diiringi oleh musik yang membuat pertunjukan
topeng monyet begitu ramai. Biasanya pertunjukan topeng monyet ini dilakukan
secara berkeliling dari satu tempat ke tempat lain. Topeng monyet pun saat ini
banyak ditemui di perempatan jalan kota.

Mungkin dari beberapa pernah melihat tayangan reportasi di televisi mengenai


topeng monyet dan bagaimana para pawang melatih monyet-monyetnya. Jujur pasti
kita semua sangat kaget dan sedih karena ternyata kebanyakan monyet-monyet
tersebut dilatih secara kasar dan tidak wajar untuk dapat melakukan atraksi yang
bisa menarik perhatian di jalan

Salah satu bentuk kekerasan yang dilakukan oleh manusia(pawang) adalah:

 Monyet disiksa dengan alasan agar mereka cepat bisa melakukan atraksi
sesuai dengan apa yang si pawang perintahkan. Tidak jarang mereka di pukul
ataupun disayat dengan kater atau silet.
 Monyet monyet malang ini kadang tidak diberi makan selayaknya
 Cara para pawang megikat monyet-monyet ini agar tidak kabur sangat
menyedihkan. Mereka diikat dengan rantai besi di bagian leher sambil
digantung. Pijakan monyet monyet ini hanya sebatas kayu kecil. Jadi bila
mereka banyak bergerak atau terjatuh dari kayu tersebut, mereka akan
tergantung dengan leher terikat oleh besi.
 Cuaca pun tidak menjadi alasan untuk para pawang memberikan kandang
atau rumah yang layak bagi mereka. Kandang tempat monyet itu diikat tidak
beratap. Tidak jarang mereka memiliki kondisi fisik yang buruk. Hal tersebut
juga bukan merupakan alasan bagi si pawang untuk berhenti mempekerjakan
monyet-monyet itu di jalanan. Dengan alasan mencari uang, mereka tetap
mempekerjakan monyet monyet tersebut tak peduli kondisi fisik mereka
seperti apa.

Monyet adalah binatang hutan yang tidak boleh dimiliki perseorangan apalagi
diperjualbelikan. Salah satu alasan mengapa sangat banyak monyet yang ada di
jalanan adalah karena harga monyet bisa dikatakan murah dan terjangkau. Oleh
karena itu banyak sekali masyarakat yang membeli monyet dengan mudah lalu
mereka jual belikan kembali atau mereka jadikan sebagai “mesin uang” dengan cara
menjual atraksi mereka di jalanan. Disinilah peran pemerintah sangat dibutuhkan
karena akar dari permasalahan ini berasal dari tidak adanya hukum yang tegas
mengenai penangkapan binatang hutan khususnya binatang yang dilindungi.

Topeng monyet mungkin adalah salah satu sumber mata pencaharian yang dimiliki
oleh sebagian orang dalam menyambung hidup, namun masih banyak cara lain
untuk mencari sesuap nasi TANPA HARUS MENGORBANKAN BINATANG secara tidak
wajar apalagi melakukan penyiksaan khususnya monyet pada kegiatan topeng
monyet.

Analisa Topeng Monyet

Undang-Undang Kesejateraan Hewan di Indonesia :


UU no. 18 tahun 2009 pasal 66-67 tentang Kesejahteraan hewan.
Pasal 66:

1. Untuk kepentingan kesejahteraan hewan dilakukan tindakan yang


berkaitan dengan penangkapan dan penanganan; penempatan dan
pengandangan; pemeliharaan dan perawatan; pengangkutan;
pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan pengayoman yang
wajar terhadap hewan.
2. Ketentuan mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan secara manusiawi yang meliputi:
a. penangkapan dan penanganan satwa dari habitatnya harus sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang
konservasi;
b. penempatan dan pengandangan dilakukan dengan sebaik-baiknya
sehingga memungkinkan hewan dapat mengekspresikan perilaku
alaminya;
c. pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan
dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa
lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan, serta
rasa takut dan tertekan;
d. pengangkutan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga
hewan bebas dari rasa takut dan tertekan serta bebas dari
penganiayaan;
e. penggunaan dan pemanfaatan hewan dilakukan dengan sebaik-
baiknya sehingga hewan bebas dari penganiayaan dan
penyalahgunaan;
f. pemotongan dan pembunuhan hewan dilakukan dengan sebaik-
baiknya sehingga hewan bebas dari rasa sakit, rasa takut dan tertekan,
penganiyaan, dan penyalahgunaan; dan
g. perlakuan terhadap hewan harus dihindari dari tindakan penganiayaan
dan penyalahgunaan.
3. Ketentuan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kesejahteraan hewan
diberlakukan bagi semua jenis hewan bertulang belakang dan sebagian
dari hewan yang tidak bertulang belakang yang dapat merasa sakit.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Menteri.

Pasal 67
Penyelenggaraan kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat
(1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah bersama
masyarakat (Anonim2, 2009).
Analisa Pelanggaran Hukum

UU no. 18 tahun 2009 pasal 66-67 tentang Kesejahteraan hewan.


Pasal 66:

1. Bukan untuk kepentingan kesejahteraan hewan dilakukan tindakan yang


berkaitan dengan penangkapan dan penanganan; penempatan dan
pengandangan; pemeliharaan dan perawatan; pengangkutan;
pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan pengayoman yang
tidak wajar terhadap hewan.
2. Ketentuan mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan secara tidak manusiawi yang meliputi:
a. penangkapan dan penanganan satwa dari habitatnya sangat tidak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di
bidang konservasi;
b. penempatan dan pengandangan tidak dilakukan dengan sebaik-
baiknya sehingga memungkinkan hewan tidak dapat
mengekspresikan perilaku alaminya;
c. pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan
tidak dilakukan dengan baik sehingga hewan masih merasakan
haus,lapar,rasa sakit,penganiyaaan danpenyalahgunaan, serta rasa
takut dan tertekan.
d. pengangkutan hewan tidak dilakukan dengan sebaik-baiknya
sehingga hewan masih memiliki rasa takut dan tertekan belum
bebas dari penganiayaan;
e. penggunaan dan pemanfaatan hewan tidak dilakukan dengan
sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari penganiayaan dan
penyalahgunaan;
f. pemotongan dan pembunuhan hewan tidak dilakukan dengan
sebaik-baiknya sehingga hewan masih merasa sakit, rasa takut dan
tertekan, penganiyaan, dan penyalahgunaan; dan
g. perlakuan terhadap hewan belum dihindari dari tindakan
penganiayaan dan penyalahgunaan.
3. Ketentuan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kesejahteraan hewan
tidak diberlakukan bagi semua jenis hewan bertulang belakang dan
sebagian dari hewan yang tidak bertulang belakang yang dapat merasa
sakit.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Menteri.

Namun telah mengalami perubahan pada UU No. 18 Tahun 2009 pasal 66-67
yakni : Di antara Pasal 66 dan Pasal 67 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal
66A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 66A

(1) Se Orang dilarang menganiaya dan/atau menyalahgunakan Hewan


yang mengakibatkan cacat dan/atau tidak produktif.
(2) Se Orang yang mengetahui adanya perbuatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak melaporkan kepada pihak yang berwenang.”

Assesment Terhadap pelanggaran Hukum


KUHP Pasal 302 tentang UU penyiksaan terhadap binatang :

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan
ringan terhadap hewan:
a. Barang siapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui
batas, dengan sengaja menyakiti atau melukai hewan atau
merugikan kesehatannya;
b. Barang siapa tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui
batas yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, dengan
sengaja tidak memberi makanan yang diperlukan untuk hidup
kepada hewan, yang seluruhnya atau sebagian menjadi
kepunyaannya dan ada di bawah pengawasannya, atau kepada
hewan yang wajib dipeliharanya.
(2) Perbuatan ini mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau
menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda paling banyak tiga ratus
rupiah, karena penganiayaan hewan.

(3) Jika hewan itu milik yang bersalah, maka hewan itu dapat dirampas.
(4) Percobaan melakukan kejahatan tersebut tidak dipidana.

Menurut saya, tindakan tersebut sudah melanggar UU No. 18 Tahun 2009 Pasal
66-67 mengenai kesejahteraan hewan. Kurangnya efek jera yang diberlakukan oleh
perundang-undangan di Indonesia dan pengimplementasian tindak pidana dalam
lapangan yang tidak selalu diterapkan dapat menyebabkan semakin meningkatnya
tindakaan kekerasan terhadap hewan.

Ada lima azas kesejahteraan hewan yang perlu diperhatikan manusia selaku pemilik
atau pengelola hewan untuk memastikan hewan tersebut telah memenuhi syarat
untuk dapat dikatakan bahwa hewan itu telah sejahtera hidupnya, yaitu :
a.Bebas dari rasa lapar, haus dan malnutrisi (kekurangan nutrisi)
b.Bebas dari rasa sakit dan tidak nyaman.
c.Bebas dari rasa takut dan tertekan.
d.Bebas dari kesakitan, luka dan penyakit.
e.Bebas untuk mengekspresikan pola perilaku normal.

Akibat dari kekerasan pada hewan yang dilakukan oleh manusia adalah :
hewan itu bisa menderita,cacat seumur hidup dan bisa juga menyebabkan kematian
apabila kekerasan yang dilakukan sudah mencapai tingkat yang tidak bisa
ditoleransi. Pada dasarnya penganiayaan terhadap hewansekalipun ringan tetap
harus dibuktikan secara hokum, karena telah melanggar hukum positif. Jika praktik
penganiayaan terhadap hewan tidak segera dilakukan tindakan hukum sama sekali,
maka sama saja kita melegalkan penyiksaan hewan di Indonesia.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan:
Kurangnya kesadaran masyarakat tentang cara-cara memperlakukan hewan
dengan baik maka perlu dilakukan upaya edukasi untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang cara-cara memperlakukan hewan dengan baik. Dan
pelaksanaan UU yang berlaku di Indonesia belum terlaksana sepenuhnya.

Saran:

1) Sebaiknya kita seluruh masyarakat Indonesia harus dan sudah sepantasnya


peduli terhadap alam, peduli terhadap pelestarian alam dan isinya untuk
menandatangani petisi ini dalam rangka memperjuangkan hak binatang
tertindas pada umumnya dan memperjuangkan hak monyet–monyet yang
ada di jalanan pada khususnya.
2) Kepada pihak pemerintah agar lebih tegas dalam menjalankan tugasnya
sehingga kedepannya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Daftar Pustaka

https://www.change.org/p/topeng-monyet-usut-tindakan-kekerasan-pada-monyet-
yang-dilakukan-oleh-manusia
Lampiran

Gambar: bentuk kekerasan terhadap monyet

Anda mungkin juga menyukai