TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Penyuluhan
1.1.1 Definisi Penyuluhan
Penyuluhan dalam arti umum adalah ilmu social yang mempelajari sistem dan
proses perubahan pada individu serta masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang
lebih baik sesuai dengan yang diharapkan (Setiana.L.2005).
2.1 Mendengarkan Secara Efektif
2.1.1 Definisi mendengarkan secara efektif
Pada setiap komunikasi yang berjalan secara efektif dipengaruhi oleh beberapa
faktor, salah satunya pendengar. Pada pendengar, diharapkan untuk mendengar secara
efektif. Dikatakan efektif, apabila di dalam mendengarkan menghasilkan pengertian
dan pemahaman serta ingatan fokus terhadap apa yang didengarkan. Tidak
mengganggu orang lain dan tidak memunculkan sikap atau perilaku menolak kepada
penyampai pesan (Stephen, 2011).
Mendengarkan secara efektif merupakan suatu proses menangkap memahami
dan mengingat dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatau yang
dikatakan oleh orang lain kepadanya. Menurut kamus besar bahasa indonesia
mendengarkan efektif adalah penerimaan rangsangaan telinga untuk suatu pencapaian
tujuan secara tepat atau memilih tujuan- tujuan yang tepat dari rangkaian, alternatif
atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya (Stephen,
2011).
2.1.2 Faktor penghambat mendengarkan secara efektif
Berikut disajikan beberapa konsepsi yang salah mengenai proses
mendengarkan yang menjadi hambatan dalam proses mendengarkan, termasuk
juga beberapa kebiasaan buruk dalam proses mendengarkan, sebagai berikut:
1. Mendengar bukanlah mendengarkan
Banyak mitos mengenai mendengarkan, ada yang menganggap jika mereka
telah mendengar (hearing) pesan yang disampaikan oleh orang, maka mereka telah
melakukan proses mendengarkan (listening). Namun, mendengar (hearing)
hanyalah sebuah proses fisik, dimana ada gelombang suara yang masuk ke dalam
lubang telinga dan menggetarkan gendang telinga. Sedangkan proses
mendengarkan memberikan proses lebih lanjut dari proses mendengar tadi, dimana
getaran yang diterima oleh gendang telinga tersebut dikirimkan ke otak belakang
untuk diterjemahkan dan diberikan arti, dan selanjutnya berdasarkan arti tersebut
yang bersangkutan memberikan respon yang sesuai dengan arti yang diterjemahkan
oleh otak belakang. Jadi, proses mendengarkan melibatkan faktor-faktor fisik dan
mental (Setiana, 2005).
2. Ada hambatan atau kendala pada kemampuan mendengar
Orang yang mengalami gangguan pendengaran (sementara atau permanen)
akan mengalami kesulitan mendengar atau mengartikan makna yag didengar.
Gangguan pendengaran ini dapat berupa gangguan fisik ataupun gangguan mental.
Orang yang hilang ingatan atau yang mengalami keterbelakangan mental dapat
juga dikategorikan sebagai orang yang mengalami gangguan dalam proses
mendengarkan (Setiana, 2005).
3. Informasi yang terlalu banyak
Di sekeliling kita terdapat banyak suara yang tidak mungkin kita dengarkan
seluruhnya. Jika kita hitung berapa banyak waktu yang habis untuk mendengarkan
orang berbicara dan berapa banyak informasi yang dapat masuk ke dalam otak,
secara teoritis hampir tidak mungkin untuk menyimpan seluruh informasi tersebut
(Setiana, 2005).
4. Adanya kepentingan pribadi
Adanya kepentingan pribadi kadang kala dapat mengganggu cara kita
menerima informasi yang disampaikan. Kepentingan pribadi ini mengakibatkan
kita tidak menerima pesan yang dikirimkan atau kalaupun menerima, ada
kemungkinan pesannya salah atau tidak sesuai dengan maksud pengirim pesan
(Setiana, 2005).
5. Kemampuan berfikir manusia
Secara teoritis, kemampuan otak manusia untuk dapat mendengarkan dan
mengerti suatu pembicaraan adalah 600 kata per menit, akan tetapi kecepatan
orang untuk berbicara pada umumnya lebih rendah, berkisar pada angka 100-140
kata per menit (Buzan, 2006).
Selisih kapasitas antara kemampuan otak untuk mendengar dengan kata yang
didengar tersebut biasanya dimanfaatkan oleh otak untuk memikirkan hal-hal lain
yang dapat mengaburkan konsentrasi yang pada akhirnya tidak memerhatikan topik
pembicaraan. Adanya gangguan ini, baik secara fisik ataupun mental, dapat
memengaruhi kemampuan seseorang untuk mendengarkan dengan baik (Setiana,
2005).
Kemampuan mendengarkan dengan baik atau efektif bukan berarti mampu
untuk mendengarkan kata perkata satu persatu dan harus didengar 100%, sebab
dalam kenyatannya banyak informasi yang tidak relevan. Yang paling penting
adalah bagaimana kita mampu mendengarkan pada saat hal tersebut dibutuhkan
(Setiana, 2005).
6. Adanya gangguan dari pihak luar
Hal lain yang menyebabkan kita sulit mendengarkan adalah adanya suara lain
selain pesan yang disampaikan, kebisingan lalu lintas, suara musik yang keras,
termasuk juga adanya gangguan psikologis yang dapat menyebabkan penerima
pesan sulit atau salah menerima pesan dari pemberi pesan (Setiana, 2005).
Selain gangguan tersebut, buruknya pesan yang dikirimkan oleh pemberi
pesan, maupun kesalahan dan kelemahan dalam saluran komunikasi serta
kesalahan dalam proses penerjemahan pesan atau adanya gangguan dalam proses
di luar sisi penerima pesan dapat menyebabkan kesulitan yang sama dalam proses
mendengarkan (Setiana, 2005).
7. Setiap pendengar tidak menerima pesan yang sama
Pada saat dua orang atau lebih mendengarkan suatu pembicaraan, kita
berpikir bahwa mereka akan menerima pesan yang sama. Pada kenyataannya tidak
demikian. Faktor psikologis yang berbeda antara pendengar yang satu dengan
pendengar yang lain, status sosial, latar belakang budaya, kepentingan pribadi yang
berbeda, dapat membiasakan informasi atau data yang didengar menjadi pesan atau
informasi yang berbeda-beda. Proses penerjemahan pesan-pesan oleh setiap
pendengar juga menjadikan pesan yang sama dapat diterima dan diinterpretasikan
secara berbeda oleh masing-masing pendengar (Setiana, 2005).
8. Beberapa kebiasaan buruk dalam proses mendengarkan :
a. Pseudo listening, orang yang menunjukan perilaku mendengarkan padahal
sedang tidak mendengarkan.
b. Stage hogging, orang yang hanya tertarik dengar ide dan konsep pemikiran
sendiri saja, seakan mereka mendengarkan, sesaat setelah jeda, merek berbicara
dengan konsep pemikirannya sendiri.
c. Selective listening, orang yang hanya memberikan respon terhadap apa yang
menjadi perhatiannya. Topik pembicaraan yang disesuaikan dengan kebutuhan
pendengar saja yang akan diresponnya.
d. Filling in gaps, orang merasa tahu dengan segala persoalan yang sedang
dihadapi pembicara, konsep pemikirannya saja yang lebih dipentingkannya.
e. Insulated listening, orang yang sering kali mengabaikan atas informasi yang
disampaikan oleh pembicara.
f. Defensive listening, orang yang tidak merasa aman dengar dirinya dan sering
melakuakn penyerangan dengan kata-kata demi mempertahanan diri.
g. Ambushing, orang yang mendengarkan dengan seksama dengan maksud untuk
melakukan penyerangan balik kepada komunikator (Setiana, 2005).
2.1.3 Tahap - tahap mendengarkan secara efektif
Seseorang dalam mendengarkan informasi secara efektif memiliki tahapannya,
yaitu mendengarkan, pemahaman, mengingat, penafsiran dan mengevaluasi.
1. Mendengarkan
Ada beberapa cara mendengarkan, yaitu:
a. Menangkap, dapat mengenal dan mengetahui maksud yang terucapkan lewat
nada, raut wajah, gerak dan lain-lain.
b. Memperhatikan, memusatkan perhatian penuh terhadap informasi yang
disampaikan oleh pihak pembicara (Setiana, 2005).
2. Pemahaman
Pemahaman merupakan proses penerimaan arti kata-kata yang disampaikan
sehingga dapat sesuai dengan kata-kaa yang keluar dari pihak pembicara (Setiana,
2005).
3. Mengingat
Setelah memahami informasi yang telah disampaikan, kemudian melakukan
pengujian kemampuan berapa besar informasi tersebut dapat disimpan dan dicatat
ke dalam suatu memori (Setiana, 2005).
4. Menafsirkan
Penafsiran merupakan proses memahami pesan yang disampaikan sesuai dengan
ide, harapan dan pengalaman pribadi (Setiana, 2005).
5. Mengevaluasi
Setelah melakukan penafsiran, kemudian langkah selanjutnya mengevaluasi
mengenai pesan yang disampaikan. Dengan kecakapan berpikir pendengar menilai
yang diungkapkan oleh pembicara, membedakan fakta dan opini, serta
mengevaluasi bukti yang dikemukakan pembicara. Apabila pembicaraan tidak
sesuai dengan penafsiran pendengar, hal ini akan menimbulkan tanggapan kepada
pembicara (Setiana, 2005).
Berbicara secara umum dapat diartikan sebagai suatu penyampaian ide atau
gagasan, pikiran kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga
maksud tersebut dapat dipahami orang lain. Seorang pembicara menghasilkan bahasa
melalui kegiatan berbicara. Kegiatan berbicara merupakan aktivitas memberi dan
menerima bahasa, menyampaikan gagasan dan pesan pada waktu yang hampir
bersamaan, antara penutur atau pembicara dan pendengar. Untuk itulah, keterampilan
berbicara disebut sebagai kegiatan yang bersifat aktif produktif. Melalui kegiatan
berbicara seseorang dapat menyampaikan ide atau pesan yang ingin disampaikannya
kepada orang lain dalam kegiatan berkomunikasi (Salimah, 2011: 191).
Maidar G. Arsjad & Mukti U. S. (1991) berpendapat bahwa tujuan utama dari
berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan informasi dengan
efektif, sebaiknya pembicara betul-betul memahami isi pembicaraannya, disamping
juga harus dapat mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengarnya. Jadi,
bukan hanya apa yang akan dibicarakan, tetapi bagaimana cara mengemukakannya.
1. Hambatan Fisik
Hambatan yang bersifat fisik, meliputi alat ucap yang sudah tidak sempurna
lagi, kondisi fisik yang kurang segar, dan kesalahan dalam mengambil postur dan
posisi tubuh.
2. Hambatan Mental
Hambatan yang bersifat mental atau psikis, meliputi rasa malu, rasa takut, dan
rasa ragu atau grogi.
1. Hambatan Suara
Hambatan yang berupa suara, dapat berasal dari dalam ruang atau dari luar
ruang
2. Hambatan Gerak
3. Hambatan Cahaya
Daftar Pustaka
Buzan, Tony. 2006. Use Your Perfect Memory: Teknik Optimalisasi Daya Ingat Temuan
Terkini tentang Otak Manusia. (Diterjemahkan oleh Basuki Heri Winarno).
Yogyakarta: Ikon Teralitera. Hal: 64
Rakhmat, Jalaludin. 2005. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. Cetakan ke-23. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. Hal: 26.
Setiana. 2005. Teknik Penyuluhan pertanian dan Pemberdayan Masyarakat. Bogor: Ghalia
Indonesia. Halaman 83.
Stephen. 2011. Seni Mendengar dan Komunikasi yang Efektif. Jakarta: Klik Publishing. Hal:
11-21.
Tarigan, H.G. 2008. Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.