Disusun Oleh :
Pembimbing :
dr. Budi Y Sarim, Sp. An, KAO
BAB I
Pendahuluan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Faktor VIII adalah suatu glikoprotein yang dibentuk di sel sinusoidal hati. Produksi F
VIII dikode oleh gen yang terletak pada kromosom X. Di dalam sirkulasi F VIII akan
membentuk kompleks dengan faktor von Willebrand. Faktor von Willebrand adalah
protein dengan berat molekul besar yang dibentuk di sel endotel dan megakariosit.
Fungsinya sebagai protein pembawa F VIII dan melindunginya dari degradasi
proteolisis. Di samping itu faktor von Willebrand juga berperan pada proses adhesi
trombosit. Faktor VIII berfungsi pada jalur intrinsik sistem koagulasi yaitu sebagai
kofaktor untuk F IXa dalam proses aktivasi F X (lihar skema koagulasi). Pada orang
normal aktivitas faktor VIII berkisar antara 50-150%. Pada hemofilia A, aktivitas F
VIII rendah. Faktor VIII termasuk protein fase akut yaitu protein yang kadarnya
meningkat jika terdapat kerusakkan jaringan, peradangan, dan infeksi. Kadar F VIII
yang tinggi merupakan faktor resiko trombosis.4
Faktor IX adalah faktor pembekuan yang dibentuk di hati dan memerlukan vitamin K
untuk proses pembuatannya. Jika tidak tersedia cukup vitamin K atau ada antagonis
5
vitamin K, maka yang terbentuk adalah protein yang mirip F IX tetapi tidak dapat
berfungsi. Gen yang mengatur sintesis F IX juga terletak pada kromosom X. Faktor
IX berfungsi pada jalur intrinsik sistem koagulasi yaitu mengaktifkan faktor X
menjadi Xa (lihat skema koagulasi). Nilai rujukan aktivitas F IX berkisar antara 50-
150%. Aktivitas F IX yang rendah bisa dijumpai pada hemofilia B, defisiensi vitamin
K, pemberian antikoagulan oral dan penyakit hati.5
Epidemiologi
Penyakit ini bermanifestasi klinik pada laki-laki. Angka kejadian hemofilia A sekitar
1:10.000 orang dan hemofilia B sekitar 1:25.000-30.000 orang. Sebanyak 18.000
orang di Amerika Serikar menderita hemofilia. Tiap tahun, sekitar 400 bayi
dilahirkan dengan kelainan bawaan ini.5,6Belum ada data mengenai angka kekerapan
di Indonesia, namun diperkirakan sekitar 20.000 kasus dari 200 juta penduduk
Indonesia saat ini. Kasus hemofilia A lebih sering dijumpai dibandingkan hemofilia
B. yaitu berturut-turut mencapai 80-85% dan 10-15% tanpa memandang ras, geografi,
dan keadaan sosial ekonomi. Mutasi gen secara spontan diperkirakan mencapai 20-
30% yang terjadi pada pasien tanpa riwayat keluarga. Berdasarkan data terakhir dari
Yayasan Hemofilia Indonesia (HMHI) Pusat jumlah penderita hemofilia yang sudah
teregistrasi sampai Juli 2005 sebanyak 895 penderita yang tersebar di 21 provinsi dari
30 provinsi, berarti ada 9 provinsi yang belum membuat data registrasi kemungkinan
adanya penderita hemofilia di daerahnya, dengan jumlah penduduk Indonesia yang
mencapai 217.854.000 populasi (BPS Indonesia, 2004), secara nasional prevalensi
hemofilia hanya mencapai ± 4,1/1 juta populasi, angka ini sangat kecil dibandingkan
prediksi secara epidemiologi seharusnya di Indonesia penderita hemofilia ± 21.000
orang.4
7
Klasifikasi Hemofilia1,2
1. Hemofilia A
2. Hemofilia B
Penyebab Hemofilia7
Hemofilia disebabkan oleh adanya defek pada salah satu gen yang bertanggung jawab
terhadap produksi faktor pembekuan darah VIII atau XI. Gen tersebut berlokasi di
kromosom X.Laki-laki yang memiliki kelainan genetika di kromosom X-nya akan
menderita hemofilia. Perempuan harus memiliki kelainan genetika di kedua
kromosom X-nya untuk dapat menjadi hemofilia (sangat jarang). Wanita menjadi
karier hemofilia jika mempunyai kelainan genetika pada salah satu kromosom X,
yang kemudian dapat diturunkan kepada anak-anaknya..
9
Gejala-gejala dan tanda klinis untuk hemofilia biasanya sangat spesifik dan umumnya
penderita hemofilia mempunyai gejala-gejala klinis yang sama, hemofilia A dan
hemofilia B secara klinis sangat sulit untuk dibedakan. Keluhan-keluhan dan tanda-
tanda klinis penderita hemofilia sering diinterpretasikan kurang tepat oleh para dokter
sehingga kadang-kadang dapat membahayakan si penderita sendiri.
Gejala-gejala klinis pada penderita hemofilia biasanya mulai muncul sejak masa
balita pada saat anak mulai pandai merangkak, berdiri, dan berjalan di mana pada saat
itu karena seringnya mengalami trauma berupa tekanan maka hal ini merupakan
pencetus untuk terjadinya perdarahan jaringan lunak (soft tissue) dari sendi lutut
sehingga menimbulkan pembengkakan sendi dan
keadaan ini kadang-kadang sering disangkakan sebagai arteritis rematik,
pembengkakan sendi ini akan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa.
Perdarahan spontan biasanya terjadi tanpa adanya trauma dan umumnya
sering terjadi pada penderita hemofilia berat. Selain persendian perdarahan
oleh karena trauma atau spontan sering juga terjadi pada lokasi yang lain diantaranya
yaitu perdarahan pada daerah ileopsoas, perdarahan hidung
(epistaxis). Pada penderita hemofilia sedang dan ringan gejala-gejala awal
muncul biasanya pada waktu penderita hemofilia mulai tumbuh kembang
menjadi lebih besar, di mana pada saat itu si anak sering mengalami sakit
gigi dan perlu dilakukan ekstraksi gigi atau kadang-kadang giginya terlepas
secara spontan dan kemudian terjadi perdarahan yang sukar untuk
dihentikan, dan tidak jarang biasanya pada penderita hemofilia ringan
baru diketahui seseorang menderita hemofilia saat penderita menjalani
sirkumsisi/sunatan yang menyebabkan terjadi perdarahan yang terus
10
Hematuria masif sering ditemukan dan dapat menyebabkan kolik ginjal tetapi tidak
mengancam kehidupan. Perdarahan pasca operasi sering berlanjut selama beberapa
jam sampai beberapa hari, yang berhubungan dengan penyembuhan luka yang buruk.
Diagnosis Hemofilia1,4
11
Sampai saat ini riwayat keluarga masih merupakan cara terbaik untuk melakukan
tapisan pertama terhadap kasus hemofilia, meskipun terdapat 20-30% kasus hemofilia
terjadi akibat mutasi spontan kromosom X pada gen penyandi F VIII/F IX. Seorang
anak laki-laki diduga menderita hemofilia jika terdapat riwayat perdarahan berulang
(hemartrosis, hematom) atau riwayat perdarahan memanjang setelah trauma atau
tindakan tertentu dengan atau tanpa riwayat keluarga. Anamnesis dan pemeriksaan
fisik sangat penting sebelum memutuskan pemeriksaan penunjang lainnya.
12
1. Tingkatan Hemofilia8
Penderita hemofilia parah/berat yang hanya memiliki kadar faktor VIII atau faktor
IX kurang dari 1% dari jumlah normal di dalam darahnya, dapat mengalami
beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang – kadang perdarahan terjadi
begitu saja tanpa sebab yang jelas. Penderita hemofilia sedang lebih jarang
mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat. Perdarahan kadang terjadi
13
akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olah raga yang berlebihan.
Penderita hemofilia ringan lebih jarang mengalami perdarahan. Mereka
mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi,
cabut gigi atau mangalami luka yang serius. Wanita hemofilia ringan mungkin
akan pengalami perdarahan lebih pada saat mengalami menstruasi.
Penatalaksanaan4,5
1. Terapi Suportif
1. Konsentrat F VIII/F IX
1. Kriopresipitat AHF
2. Antifibrinolitik
3. Terapi Gen
namun akhir tahun 1998 para ahli berhasil melakukan pemindahan plasmid-
based factor VIII secara ex vivo ke fibroblas.
Tindakan sectio caesarea perlu diperhatikan secara khusus pada pasien dengan
gangguan perdarahan karena dapat menyebabkan perdarahan yang masif.
Persiapan pasien ,persiapan preoperatif, pemilihan jenis anestesi serta perawatan
pasca bedah sangatlah penting untuk meminimalisir risiko perdarahan.
Preoperatif
Tindakan Anestesi
BAB III
Kesimpulan
Dikenal dua macam hemofilia yaitu hemofilia A karena defisiensi F VIII dan
hemofilia B dengan defisiensi faktor IX. Berdasarkan aktivitas F VIII dan F IX
hemofilia dibagi menjadi tiga golongan yaitu: severe hemofilia di mana F VIII dan F
IX < 1%, moderat hemofilia aktivitas F VIII dan F IX 1 – 5%, serta mild hemofilia
aktivitas F VIII dan IX 5 – 25%.
selama 3-4 hari sebelum tindakan section caesarea dilakukan, dan 6- 7 hari setelah
tindakan dilakukan.
Daftar Pustaka