Anda di halaman 1dari 22

1

SMF/BAGIAN ANESTESI REFERAT


FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2017
UNIVERSITAS NUSA CENDANA

SECTIO CAESAREA PADA HEMOFILIA

Disusun Oleh :

FEBRIANTO HABA BUNGA


1308012025

Pembimbing :
dr. Budi Y Sarim, Sp. An, KAO

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK


SMF/ BAGIAN ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF.DR.W.Z.JOHANNES
KUPANG
2017
2

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Referat dengan judul”Sectio Caesarea pada Hemofilia” telah diserahkan dan


dipresentasikan oleh Febrianto Haba Bunga, S.ked pada tanggal 25 Nopember 2017
sebagai syarat dalam mengikuti ujian komprehensif

Kupang, 29 Nopember 2017


Mengetahui,
Pembimbing I

dr. Budi Y. Sarim, Sp.An, KAO


3

BAB I

Pendahuluan

Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan factor pembekuan darah


yang diturunkan(herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X (Xh ).
Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi sekitar 20-30% pasien tidak
memiliki riwayat keluarga dengan gangguan pembekuan darah, sehingga diduga
terjadi mutasi spontan akibat lingkungan endogen atau eksogen. 1. Hemofilia dapat
dibagi menjadi 3 yaitu hemofilia A (klasik), akibat defisiensi atau disfungsi factor
pembekuan VIII (F VIIIc), hemofilia B (Christmas disease) akibat defisensi atau
disfungsi F IX (factor Christmas), dan hemofilia c merupakan penyakit perdarah
akibat kekurangan factor XI yang diturunkan secara autosomal recessive pada
kromosom 4q32q35.1
Sectio caesarea adalah suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. Sectio caesarea jauh lebih aman dari pada
dulu dengan adanya antibiotika, tranfusi darah, teknik operasi yang lebih sempurna
dan anestesi yang lebih baik, karena itu terjadi kecenderungan untuk melakukan
sectio caesarea tanpa dasar yang cukup kuat, dalam hubungan ini perlu diingat bahwa
seorang ibu yang telah mengalami pembedahan sectio caesarea pasti akan mendapat
parut uterus dan tiap kehamilan serta persalinan berikutnya memerlukan pengawasan
yang cermat berhubungan dengan bahayanya ruptur uteri2.
Tindakan sectio caesarea perlu diperhatikan secara khusus pada pasien dengan
gangguan perdarahan karena dapat menyebabkan perdarahan yang masif. Persiapan
pasien ,persiapan preoperatif, pemilihan jenis anestesi serta perawatan pasca bedah
sangatlah penting untuk meminimalisir risiko perdarahan.1,2
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Hemofilia adalah penyakit gangguan koagulasi herediter yang diturunkan secara X-


linked resesif. Gangguan terjadi pada jalur intrinsik mekanisme hemostasis herediter,
di mana terjadi defisiensi atau defek dari faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau
IX (hemofilia B).1

Fungsi Faktor VIII, Faktor von Willebrand dan Faktor IX

Faktor VIII adalah suatu glikoprotein yang dibentuk di sel sinusoidal hati. Produksi F
VIII dikode oleh gen yang terletak pada kromosom X. Di dalam sirkulasi F VIII akan
membentuk kompleks dengan faktor von Willebrand. Faktor von Willebrand adalah
protein dengan berat molekul besar yang dibentuk di sel endotel dan megakariosit.
Fungsinya sebagai protein pembawa F VIII dan melindunginya dari degradasi
proteolisis. Di samping itu faktor von Willebrand juga berperan pada proses adhesi
trombosit. Faktor VIII berfungsi pada jalur intrinsik sistem koagulasi yaitu sebagai
kofaktor untuk F IXa dalam proses aktivasi F X (lihar skema koagulasi). Pada orang
normal aktivitas faktor VIII berkisar antara 50-150%. Pada hemofilia A, aktivitas F
VIII rendah. Faktor VIII termasuk protein fase akut yaitu protein yang kadarnya
meningkat jika terdapat kerusakkan jaringan, peradangan, dan infeksi. Kadar F VIII
yang tinggi merupakan faktor resiko trombosis.4

Faktor IX adalah faktor pembekuan yang dibentuk di hati dan memerlukan vitamin K
untuk proses pembuatannya. Jika tidak tersedia cukup vitamin K atau ada antagonis
5

vitamin K, maka yang terbentuk adalah protein yang mirip F IX tetapi tidak dapat
berfungsi. Gen yang mengatur sintesis F IX juga terletak pada kromosom X. Faktor
IX berfungsi pada jalur intrinsik sistem koagulasi yaitu mengaktifkan faktor X
menjadi Xa (lihat skema koagulasi). Nilai rujukan aktivitas F IX berkisar antara 50-
150%. Aktivitas F IX yang rendah bisa dijumpai pada hemofilia B, defisiensi vitamin
K, pemberian antikoagulan oral dan penyakit hati.5

Gambar 2. Perbedaan Proses Pembekuan Darah antara Orang Normal dengan


Penderita Hemofilia

1. Proses Pembekuan Darah pada Orang Normal

1. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada


pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir
keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.
2. Pembuluh darah mengerut/mengecil.
3. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada
pembuluh.
4. Faktor-faktor pembekuan darah bekerja membuat
anyaman (benang-benang fibrin) yang akan menutup
luka sehingga darah berhenti mengalir keluar
pembuluh.

1. Proses Pembekuan Darah pada Penderita Hemofilia

1. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada


pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir
keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.
2. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.
6

3. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada


pembuluh.
4. Kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu,
mengakibatkan anyaman penutup luka tidak terbentuk
sempurna, sehingga darah tidak berhenti mengalir
keluar pembuluh.

Epidemiologi

Penyakit ini bermanifestasi klinik pada laki-laki. Angka kejadian hemofilia A sekitar
1:10.000 orang dan hemofilia B sekitar 1:25.000-30.000 orang. Sebanyak 18.000
orang di Amerika Serikar menderita hemofilia. Tiap tahun, sekitar 400 bayi
dilahirkan dengan kelainan bawaan ini.5,6Belum ada data mengenai angka kekerapan
di Indonesia, namun diperkirakan sekitar 20.000 kasus dari 200 juta penduduk
Indonesia saat ini. Kasus hemofilia A lebih sering dijumpai dibandingkan hemofilia
B. yaitu berturut-turut mencapai 80-85% dan 10-15% tanpa memandang ras, geografi,
dan keadaan sosial ekonomi. Mutasi gen secara spontan diperkirakan mencapai 20-
30% yang terjadi pada pasien tanpa riwayat keluarga. Berdasarkan data terakhir dari
Yayasan Hemofilia Indonesia (HMHI) Pusat jumlah penderita hemofilia yang sudah
teregistrasi sampai Juli 2005 sebanyak 895 penderita yang tersebar di 21 provinsi dari
30 provinsi, berarti ada 9 provinsi yang belum membuat data registrasi kemungkinan
adanya penderita hemofilia di daerahnya, dengan jumlah penduduk Indonesia yang
mencapai 217.854.000 populasi (BPS Indonesia, 2004), secara nasional prevalensi
hemofilia hanya mencapai ± 4,1/1 juta populasi, angka ini sangat kecil dibandingkan
prediksi secara epidemiologi seharusnya di Indonesia penderita hemofilia ± 21.000
orang.4
7

Klasifikasi Hemofilia1,2

Legg mengklasifikasikan hemofilia berdasarkan kadar atau aktivitas faktor


pembekuan (F VIII atau F IX) dalam plasma. Pada hemofilia berat dapat terjadi
perdarahan spontan atau akibat trauma ringan (trauma yang tidak berarti). Pada
hemofilia sedang, perdarahan terjadi akibat trauma yang cukup kuat; sedangkan
hemofilia ringan jarang sekali terdeteksi kecuali pasien menjalani trauma cukup berat
seperti ekstraksi gigi, sirkumsisi, luka iris dan jatuh terbentur (sendi lutut, siku, dll).

1. Hemofilia A

Hemofilia A (hemofilia klasik, hemofilia faktor VIII) adalah defisiensi faktor


pembekuan herediter yang paling banyak ditemukan. Prevalensinya adalah
sekitar 30-100 tiap sejuta populasi. Pewarisannya berkaitan dengan jenis
kelamin, tetapi hingga 33% pasien tidak mempunyai riwayat dalam keluarga
dan terjadi akibat mutasi spontan. Hemofilia A (hemofilia klasik, hemofilia
defisiensi faktor VIII) merupakan kelainan yang diturunkan di mana terjadi
perdarahan akibat defisiensi faktor koagulasi VIII. Pada kebanyakan kasus,
protein koagulan faktor VIII (VIII:C) secara kuantitas berkurang, tapi pada
sejumlah kecil kasus protein koagulan terdapat pada pemeriksaan imunoassay
namun fungsinya terganggu. Gen faktor VIII terletak di dekat ujung lengan
panjang kromosom X (regio Xq2.6).

2. Hemofilia B

Hemofilia B (penyakit Christmas, hemofilia faktor IX) merupakan penyakit


gangguan pembekuan darah yang diturunkan akibat berkurangnya faktor
koagulasi IX. Faktor IX dikode oleh gen yang terletak dekat gen untuk faktor
VIII dekat ujung lengan panjang kromosom X. Kebanyakan kasus jumlah
faktor IX berkurang secara kuantitatif, namun pada sepertiga kasus terdapat
8

fungsi yang abnormal dari faktor IX melalui pemeriksaan imunoassay. Jumlah


kasus hemofilia defisiensi faktor IX adalah sebanyak sepertujuh dari jumlah
kasus hemofilia defisiensi faktor VIII; namun dilihat secara klinis dan pola
penurunannya identik. PTT memanjang dan kadar faktor IX menurun jika
dilakukan pengukuran dengan tes yang spesifik. Temuan laboratorium lainnya
sama dengan hemofilia defisiensi faktor VIII.

Penyebab Hemofilia7

Hemofilia disebabkan oleh adanya defek pada salah satu gen yang bertanggung jawab
terhadap produksi faktor pembekuan darah VIII atau XI. Gen tersebut berlokasi di
kromosom X.Laki-laki yang memiliki kelainan genetika di kromosom X-nya akan
menderita hemofilia. Perempuan harus memiliki kelainan genetika di kedua
kromosom X-nya untuk dapat menjadi hemofilia (sangat jarang). Wanita menjadi
karier hemofilia jika mempunyai kelainan genetika pada salah satu kromosom X,
yang kemudian dapat diturunkan kepada anak-anaknya..
9

Gambar 3. Pola penurunan pada Hemofilia

Gejala dan Tanda Klinis8

Gejala-gejala dan tanda klinis untuk hemofilia biasanya sangat spesifik dan umumnya
penderita hemofilia mempunyai gejala-gejala klinis yang sama, hemofilia A dan
hemofilia B secara klinis sangat sulit untuk dibedakan. Keluhan-keluhan dan tanda-
tanda klinis penderita hemofilia sering diinterpretasikan kurang tepat oleh para dokter
sehingga kadang-kadang dapat membahayakan si penderita sendiri.

Gejala-gejala klinis pada penderita hemofilia biasanya mulai muncul sejak masa
balita pada saat anak mulai pandai merangkak, berdiri, dan berjalan di mana pada saat
itu karena seringnya mengalami trauma berupa tekanan maka hal ini merupakan
pencetus untuk terjadinya perdarahan jaringan lunak (soft tissue) dari sendi lutut
sehingga menimbulkan pembengkakan sendi dan
keadaan ini kadang-kadang sering disangkakan sebagai arteritis rematik,
pembengkakan sendi ini akan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa.
Perdarahan spontan biasanya terjadi tanpa adanya trauma dan umumnya
sering terjadi pada penderita hemofilia berat. Selain persendian perdarahan
oleh karena trauma atau spontan sering juga terjadi pada lokasi yang lain diantaranya
yaitu perdarahan pada daerah ileopsoas, perdarahan hidung
(epistaxis). Pada penderita hemofilia sedang dan ringan gejala-gejala awal
muncul biasanya pada waktu penderita hemofilia mulai tumbuh kembang
menjadi lebih besar, di mana pada saat itu si anak sering mengalami sakit
gigi dan perlu dilakukan ekstraksi gigi atau kadang-kadang giginya terlepas
secara spontan dan kemudian terjadi perdarahan yang sukar untuk
dihentikan, dan tidak jarang biasanya pada penderita hemofilia ringan
baru diketahui seseorang menderita hemofilia saat penderita menjalani
sirkumsisi/sunatan yang menyebabkan terjadi perdarahan yang terus
10

menerus dan kadang-kadang dapat menyebabkan terjadi hematom yang


hebat pada alat kelaminnya. Perdarahan merupakan gejala dan tanda klinis khas yang
sering dijumpai pada kasus hemofilia. Perdarahan dapat timbul secara spontan atau
akibat trauma ringan sampai sedang serta dapat timbul saat bayi mulai belajar
merangkak. Manifestasi klinik tersebut tergantung pada beratnya hemofilia (aktivitas
faktor pembekuan). Tanda perdarahan yang sering dijumpai yaitu berupa hemartrosis,
hematom subkutan/intramuskular, perdarahan mukosa mulut, perdarahan intrakranial,
epistaksis dan hematuria. Sering pula dijumpai perdarahan yang berkelanjutan pasca
operasi kecil (sirkumsisi, ekstraksi gigi). Hemartrosis paling sering ditemukan (85%)
dengan lokasi berturut-turut sebagai berikut, sendi lutut, siku, pergelangan kaki, bahu,
pergelangan tangan dan lainnya. Sendi engsel lebih sering mengalami hemartrosis
dibandingkan dengan sendi peluru, karena ketidakmampuannya menahan gerakan
berputar dan menyudut pada saat gerakan voluntar maupun involunter, sedangkan
sendi peluru lebih mampu menahan beban tersebut karena fungsinya. Hematoma
intramuskular terjadi pada otot-otot fleksor besar, khususnya pada otot betis, otot-otot
regio iliopsoas (sering pada panggul) dan lengan bawah. Hematoma ini sering
menyebabkan kehilangan darah yang nyata, sindrom kompartemen, kompresi saraf
dan kontraktur otot.

Perdarahan intrakranial merupakan penyebab utama kematian, dapat terjadi spontan


atau sesudah trauma. Perdarahan retroperitoneal dan retrofaringeal yang
membahayakan jalan nafas dapat mengancam kehidupan.

Hematuria masif sering ditemukan dan dapat menyebabkan kolik ginjal tetapi tidak
mengancam kehidupan. Perdarahan pasca operasi sering berlanjut selama beberapa
jam sampai beberapa hari, yang berhubungan dengan penyembuhan luka yang buruk.

Diagnosis Hemofilia1,4
11

Diagnosis hemofilia dibuat berdasarkan riwayat keluarga, riwayat perdarahan,


gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium. Hemofilia dicurigai pada pasien
dengan adanya riwayat :

 Mudah berdarah pada usia kanak-kanak awal

 Perdarahan spontan (umumnya pada sendi-sendi dan jaringan lunak)


 Perdarahan masif setelah trauma atau tindakan bedah

Pada penderita dengan gejala perdarahan atau riwayat perdarahan, pemeriksaan


laboratorium yang perlu diminta adalah pemeriksaan penyaring hemostasis yang
terdiri atas hitung trombosit, uji pembendungan, masa perdarahan, PT (prothrombin
time – masa protrombin plasma), APTT (activated partial thromboplastin time –
masa tromboplastin parsial teraktivasi) dan TT (thrombin time – masa trombin). Pada
hemofilia A atau B akan dijumpai pemanjangan APTT sedangkan pemerikasaan
hemostasis lain yaitu hitung trombosit, uji pembendungan, masa perdarahan, PT dan
TT dalam batas normal. Pemanjangan APTT dengan PT yang normal menunjukkan
adanya gangguan pada jalur intrinsik sistem pembekuan darah. Faktor VIII dan IX
berfungsi pada jalur intrinsik sehingga defisiensi salah satu dari faktor pembekuan ini
akan mengakibatkan pemanjangan APTT yaitu tes yang menguji jalur intrinsik sistem
pembekuan darah.

Sampai saat ini riwayat keluarga masih merupakan cara terbaik untuk melakukan
tapisan pertama terhadap kasus hemofilia, meskipun terdapat 20-30% kasus hemofilia
terjadi akibat mutasi spontan kromosom X pada gen penyandi F VIII/F IX. Seorang
anak laki-laki diduga menderita hemofilia jika terdapat riwayat perdarahan berulang
(hemartrosis, hematom) atau riwayat perdarahan memanjang setelah trauma atau
tindakan tertentu dengan atau tanpa riwayat keluarga. Anamnesis dan pemeriksaan
fisik sangat penting sebelum memutuskan pemeriksaan penunjang lainnya.
12

Kelainan laboratorium ditemukan pada gangguan uji hemostasis, seperti pemanjangan


masa pembekuan (CT) dan masa tromboplastin partial teraktivasi (aPTT),
abnormalitas uji thromboplastin generation, dengan masa perdarahan dan masa
protrombin (PT) dalam batas normal. Diagnosis definitif ditegakkan dengan
berkurangnya aktivitas F VII/F IX, dan jika sarana pemeriksaan sitogenik tersedia
dapat dilakukan pemeriksaan petanda gen F VIII/F IX. Aktivitas F VIII/F IX
dinyatakan dalam U/mL dengan arti aktivitas faktor pembekuan dalam 1 mL plasma
normal adalah 100%.

1. Tingkatan Hemofilia8

Hemofilia A dan B dapat di golongkan dalam 3 tingkatan, yaitu :

Tabel 2. Tingkat Hemofilia

Klasifikasi Kadar Faktor VII dan Faktor IX di dalam darah


Berat Kurang dari 1% dari jumlah normalnya

Sedang 1% – 5% dari jumlah normalnya

Ringan 5% – 30% dari jumlah normalnya

Penderita hemofilia parah/berat yang hanya memiliki kadar faktor VIII atau faktor
IX kurang dari 1% dari jumlah normal di dalam darahnya, dapat mengalami
beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang – kadang perdarahan terjadi
begitu saja tanpa sebab yang jelas. Penderita hemofilia sedang lebih jarang
mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat. Perdarahan kadang terjadi
13

akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olah raga yang berlebihan.
Penderita hemofilia ringan lebih jarang mengalami perdarahan. Mereka
mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi,
cabut gigi atau mangalami luka yang serius. Wanita hemofilia ringan mungkin
akan pengalami perdarahan lebih pada saat mengalami menstruasi.

Penatalaksanaan4,5

Pengobatan penderita hemofilia memerlukan pemberian F VIII dan F IX yang


adekuat, seumur hidup dan secara periodik sehingga mereka dapat mencapai harapan
hidup yang normal dan berkehidupan seperti layaknya orang yang normal.

1. Terapi Suportif

 Melakukan pencegahan baik menghindari luka/benturan


 Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas
faktor pembekuan sekitar 30-50%.
 Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan
pertama seperti Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada lokasi
perdarahan.

1. Terapi Pengganti Faktor Pembekuan

Pemberian faktor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk menghindari


kecacatan fisik (terutama sendi) sehingga pasien hemofilia dapat melakukan
aktivitas normal. Namun untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan faktor
anti hemofilia (AHF) yang cukup banyak dengan biaya yang tinggi.

Pemberian biasanya dilakukan dalam beberapa hari sampai luka atau


pembengkakan membaik, serta khususnya selama fisioterapi.
14

1. Konsentrat F VIII/F IX

Hemofilia A berat maupun hemofilia ringan dan sedang dengan


episode perdarahan yang serius membutuhkan koreksi faktor
pembekuan dengan kadar yang tinggi yang harus diterapi dengan
konsentrat F VIII yang telah dilemahkan virusnya.

Faktor IX tersedia dalam 2 bentuk, yaitu prothrombin complex


concentrates (PCC) yang berisi F II, VII, IX, dan purified F IX
concentrates yang berisi sejumlah F IX tanpa faktor yang lain. PCC
dapat menyebabkan trombosis paradoksikal dan koagulasi intravena
tersebar yang disebabkan oleh sejumlah konsentrat faktor pembekuan
lain.

Waktu paruh F VIII adalah 8-12 jam sedangkan F IX 24 jam dan


volume distribusi dari F IX kira-kira 2 kali dari F VIII.

Metode penghitungan alternatif lain adalah satu unit F VIII mampu


meningkatkan aktivitasnya di dalam plasma 0,02 U/mL (2%) selama 12 jam;
sedangkan 1 unit F IX dapat meningkatkan aktivitasnya di dalam plasma
sampai 0,01 U/mL (1%) selama 24 jam.

1. Kriopresipitat AHF

Kriopresipitat yaitu komponen darah non seluler yang mengandung banyak F


VIII, fibrinogen, faktor von Willebrand. Dapat diberikan pada hemofilia A,
per kantong darah mengandung F VIII 60 – 80 IU, dosis pemakaian F VIII
berkisar antara 20 – 40 IU/kg BB/kali sehingga jumlah kriopresipitat yang
dibutuhkan bisa berkisar antara 5 – 20 kantong.

1. 1-Deamino 8-D Arginin Vasopresin (DDAVP) atau Desmopresin


15

Desmopresin (DDAVP) merupakan hormon yang digunakan untuk mengobati


pasien dengan hemofilia A yang ringan hingga sedang. DDAVP tidak dapat
digunakan untuk untuk mengobati hemofilia B atau hemofilia A yang berat.
Setelah pemberian DDAVP secara intravena, terdapat peningkatan sedang
faktor VIII pasien sendiri oleh karena pelepasan dari sel endotel dan
peningkatan ini proporsional terhadap kadar istirahat. DDAVP juga dapat
diberikan per-nasal – cara ini telah digunakan sebagai pengobatan segera
untuk hemofilia ringan setelah trauma kecelakaan atau perdarahan.

2. Antifibrinolitik

Antifibrinolitik (Asam traneksamat) dapat digunakan bersamaan dengan terapi


pengganti untuk menstabilisasikan bekuan/fibrin dengan cara menghambat
proses fibrinolisis. Hal ini ternyata sangat membantu dalam pengelolaan
pasien hemofilia dengan perdarahan; terutama pada kasus perdarahan mukosa
mulut akibat ekstraksi gigi karena saliva banyak mengandung enzim
fibrinolitik. Epsilon aminocarproic acid (EACA) dapat diberikan secara oral
maupun intravena dengan dosis awal 200 mg/kgBB, diikuti 100 mg/kgBB
setiap 6 jam (maksimum 5 g setiap pemberian). Asam traneksamat diberikan
dengan dosis 25 mg/kgBB (maksimum 1,5 g) secara oral, atau 10 mg/kgBB
(maksimum 1 g) secara intravena setiap 8 jam.asam traneksamat juga dapat
dilarutkan 10% bagian dengan cara parenteral, terutama salin normal.

3. Terapi Gen

Penelitian terapi gen dengan menggunakan vektor retrovirus, adenovirus dan


adeno-associated virus memberikan harapan baru bagi pasien hemofilia. Saat
ini sedang intensif dilakukan penelitian invivo dengan memindahkan vektor
adenovirus yang membawa gen antihemofilia ke dalam sel hati. Gen F VIII
relatif lebih sulit dibandingkan gen F IX, karena ukurannya (9 kb) lebih besar;
16

namun akhir tahun 1998 para ahli berhasil melakukan pemindahan plasmid-
based factor VIII secara ex vivo ke fibroblas.

Sectio Caesarea pada hemofilia

Sectio caesarea adalah suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan janin


dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. Sectio caesarea jauh lebih
aman dari pada dulu dengan adanya antibiotika, tranfusi darah, teknik operasi yang
lebih sempurna dan anestesi yang lebih baik, karena itu terjadi kecenderungan
untuk melakukan sectio caesarea tanpa dasar yang cukup kuat, dalam hubungan ini
perlu diingat bahwa seorang ibu yang telah mengalami pembedahan sectio
caesarea pasti akan mendapat parut uterus dan tiap kehamilan serta persalinan
berikutnya memerlukan pengawasan yang cermat berhubungan dengan bahayanya
ruptur uteri1.

Tindakan sectio caesarea perlu diperhatikan secara khusus pada pasien dengan
gangguan perdarahan karena dapat menyebabkan perdarahan yang masif.
Persiapan pasien ,persiapan preoperatif, pemilihan jenis anestesi serta perawatan
pasca bedah sangatlah penting untuk meminimalisir risiko perdarahan.

Preoperatif

Persiapan dan penegakan diagnosis hemofilia sangatlah penting


sebelum dlakukannya operasi, penegakan diagnosis biasanya didapat dari
anamnesis riwayat keluarga dan temuan laboratorium ,Kelainan laboratorium
ditemukan pada gangguan uji hemostasis, seperti pemanjangan masa
pembekuan (CT) dan masa tromboplastin partial teraktivasi (aPTT),
abnormalitas uji thromboplastin generation, dengan masa perdarahan dan
masa protrombin (PT) dalam batas normal. Diagnosis definitif ditegakkan
dengan berkurangnya aktivitas F VII/F IX, dan jika sarana pemeriksaan
17

sitogenik tersedia dapat dilakukan pemeriksaan petanda gen F VIII/F IX.


Aktivitas F VIII/F IX dinyatakan dalam U/mL dengan arti aktivitas faktor
pembekuan dalam 1 mL plasma normal adalah 100%. Berdasarkan pedoman
united kingdom hemofilia center doctor organization pasien dengan gangguan
perdarahan harus mendapat profilaksis fresh frozen plasma (FFP) 10- 20
ml/KgBB selama 3-4 hari sebelum tindakan section caesarea dilakukan, dan
6- 7 hari setelah tindakan dilakukan.

Tindakan Anestesi

Pemilihan tindakan anestesi pada sectio caesarea dengan gangguan


perdarahan haruslah tepat untuk mengurangi risiko perdarahan. Tindakan
premedikasi melalui intramuscular sebaiknya dihindari untuk mencegah
terjadinya perdarahan, menurut Prashant et al pemilihan tindakan anestesi
umum lebih dianjurkan yang didasarkan untuk mengurangi risiko terjadinya
neuraxial bleeding yang dapat menyebabkan hematoma, pemasangan intubasi
nasal tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan perdarahan submukosa
yang akan menyebabkan aspirasi. Menurut Chang et al dari 107 pasien hamil
yang akan dilakukan tindakan sectio caesarea dan mendapat tindakan spinal
anestesi tidak ada satu pun yang mengalami neuraxial bleeding Regional
anestesi yang dianjurkan adalah spinal anestesi daripada epidural anestesi.
Tindakan epidural anestesi dapat dilakukan apabila kadar factor VIII/IX lebih
dari 0,5 IU mL dengan PT dan aPTT mempunyai nilai normal.

Tindakan pasca operatif

Pemberian aspirin dan NSAID setelah operasi pada pasien dengan


hemofilia harus dihindari, karena dapat menyebabkan iritasi lambung yang
akan berakibat pedarahan lambung. Analgesi yang dapat diberikan
acetaminophen 500 mg – 1 g setiap 4-6 jam apabila tidak membaik dapat
18

diberikan propxyphene 65 mg setiap 4-6 jam, codeine 180-200 mg setiap 4-6


jam, buprenorphine 0,8 mg setiap 6 jam dan tramadol 50-100 mg setiap 6 jam.
Pasien harus mendapat FFP sebanyak 10-20 ml/KgBB selama 6 hari pasca
operasi dan cyroprecitipasi 600-800 unit. Pemberian fibrinolitik inhibitor
seperti epilson amino-caproic acid (EACA) atau asam traneksamat dan
vasopressin analogue DDAVP (desamino-VIII-D-arginine vasopressin) dapat
diberikan melalui intravena
19

BAB III

Kesimpulan

Penyakit hemofilia merupakan kelainan bawaan yang diturunkan secara X-link


resessive, terjadi hanya pada laki-laki dengan angka kejadian berkisar antara 1/10.000
sampai 1/20.000 populasi. Penderita hemofilia di Indonesia yang teregistrasi di
HMHI Jakarta tersebar hanya pada 21 provinsi dengan jumlah penderita 895 orang,
jumlah penduduk Indonesia: 217.854.000 populasi, prevalensinya 4,1/1 juta populasi
(0,041/10.000 populasi), hal ini menunjukkan masih tingginya angka undiagnosed
hemofilia di Indonesia. Angka prevalensi hemofilia di Indonesia masih sangat
bervariasi sekali, beberapa kota besar di Indonesia seperti DKI Jakarta, Medan,
Bandung, dan Semarang angka prevalensinya lebih tinggi.

Dikenal dua macam hemofilia yaitu hemofilia A karena defisiensi F VIII dan
hemofilia B dengan defisiensi faktor IX. Berdasarkan aktivitas F VIII dan F IX
hemofilia dibagi menjadi tiga golongan yaitu: severe hemofilia di mana F VIII dan F
IX < 1%, moderat hemofilia aktivitas F VIII dan F IX 1 – 5%, serta mild hemofilia
aktivitas F VIII dan IX 5 – 25%.

Persiapan dan penegakan diagnosis hemofilia sangatlah penting sebelum dlakukannya


operasi, penegakan diagnosis biasanya didapat dari anamnesis riwayat keluarga dan
temuan laboratorium ,Kelainan laboratorium ditemukan pada gangguan uji
hemostasis, seperti pemanjangan masa pembekuan (CT) dan masa tromboplastin
partial teraktivasi (aPTT), abnormalitas uji thromboplastin generation, dengan masa
perdarahan dan masa protrombin (PT) dalam batas normal. pasien dengan gangguan
perdarahan harus mendapat profilaksis fresh frozen plasma (FFP) 10- 20 ml/KgBB
20

selama 3-4 hari sebelum tindakan section caesarea dilakukan, dan 6- 7 hari setelah
tindakan dilakukan.

Pemilihan tindakan anestesi pada sectio caesarea dengan gangguan perdarahan


haruslah tepat untuk mengurangi risiko perdarahan. Menurut Prashant et al pemilihan
tindakan anestesi umum lebih dianjurkan yang didasarkan untuk mengurangi risiko
terjadinya neuraxial bleeding yang dapat menyebabkan hematoma. Regional anestesi
yang dianjurkan adalah spinal anestesi daripada epidural anestesi. Tindakan epidural
anestesi dapat dilakukan apabila kadar factor VIII/IX lebih dari 0,5 IU mL dengan PT
dan aPTT mempunyai nilai normal.
21

Daftar Pustaka

1. Rotty LWA. Hemofilia A dan B. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,


Simadibrata M, and Setiati S (Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2
Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006, 759-762.
2. World Federation of Hemofilia, 2009. Panduan Penatalaksanaan Hemofilia.
3. Manco-Johnson MJ, Riske B, and Kasper CK.
Advances in Care of Children with Hemofilia. Seminars in Thrombosis and
Hemostasis 2008; 29:585-594.
4. Manco-Johnson, MJ. et al. Prophylaxis versus Episodic Treatment to Prevent
Joint Disease in Boys with Severe Hemofilia. N Engl J Med 2007; 357:535-
544.
5. Roosendaal G, and Lafeber F. Prophylactic Treatment for Prevention of Joint
Disease in Hemofilia — Cost versus Benefit. N Engl J Med 2007; 357:603-
605.
6. Wong T, and Recht M. Current Options and New Developments in the
Treatment of Haemophilia. Drugs 2011; 71:3, 305-320.
7. Giangrande P.
Acquired Hemofilia. Oxford Haemophilia Centre and Thrombosis Unit
Oxford, UK, 2006.
8. Schulman S. Mild Hemofilia. Department of Medicine McMaster University
Hamilton, Ontario, 2006.
9. Prasnath mallya, Padmanabha Kaimar, Jithesh R, Ranjan R, K. &
Ambareshaa M. ANAESTHETIC MANAGEMENT OF PATIENT WITH
HAEMOPHILIA. Indian J. Anaesth ;51(2): 145-147, 2007.
22

10. Chang KH, Ogawa M, Uchida K, Masago K, Otsuji M, SuganoT, Matsushita


F, Hanaoka K. [Spinal anesthesia in a parturientcomplicated with idiopathic
thrombocytopenic purpura]. Ma-sui 2003;52:893–6
11. Federici AB, Baudo F, Caracciolo C, Mancuso G, Mazzucconi MG, Musso R,
Schinco PC, Targhetta R, Mannuccio Mannucci P. Clinical efficacy of highly
purified, doubly virus-inactivated factor VIII/von Willebrand factor
concentrate (Fanhdi) in the treatment of von Willebrand disease: a
retrospective clinical study. Haemophilia 2002;8:7617

Anda mungkin juga menyukai