Anda di halaman 1dari 14

Terapi Hipotermia untuk Neonatus dengan Hipoksia Iskemik Ensefalopati

Oleh :

Dibawakan Oleh :
Maria Aprilia Ekacitra Galis, S.Ked
Pembimbing:
dr. Irene Davidz, Sp.A
LATAR BELAKANG

• Asfiksia perinatal dan Hipoksia Iskemik Ensefalopati (HIE)


neonatal berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas di
seluruh dunia.

• Bukti dan panduan saat ini menunjukkan bahwa bayi yang


baru lahir atau yang memiliki risiko berkembang menjadi HIE
sedang sampai berat, harus ditangani dengan pengobatan
hipotermia.
KRITERIA DAN
METODE TERAPI
HIPOTERMI
2.1. Siapa yang memenuhi syarat untuk TH?
pasien yang lahir pada usia kehamilan 36 minggu yang memiliki
risiko berkembang menjadi HIE sedang sampai berat memenuhi
syarat untuk TH.
TH harus dimulai dalam 6 jam setelah kelahiran dan dilanjutkan 72
jam dengan suhu inti yang ditargetkan sekitar 33.5 - 34.5C dengan
pemanasan secara perlahan lahan kembali ke suhu normal lebih
dari 4 jam.
Pasien biasanya menunjukkan gejala atau tanda-tanda gangguan
otak perinatal akut, bukti compromise janin yang signifikan, dan
ensefalopati klinis berkelanjutan setelah lahir.
KRITERIA DAN
METODE TERAPI
HIPOTERMI
Kriteria yang disarankan dan kerangka kerja untuk merawat TH
neonatus dengan HIE di Taiwan ditunjukkan pada Gambar 1. Semua
bayi harus memenuhi kriteria (A) + (B) + (C) sebagai berikut:
(A) bayi baru lahir bayi dengan usia kehamilan 36 minggu;
(B) permulaan dalam 6 jam setelah lahir;
(C) bukti moderat-tosevere encephalopathy dan salah satu kondisi
berikut: (1) asidosis berat (pH 7.00 atau defisit basa 16 mmol / L)
dalam 1 jam setelah lahir, baik dari tali pusat atau sampel arteri
atau vena; (2) Apgar skor 5 pada 10 menit; atau (3) resusitasi 10
menit setelah lahir.
METODE dan ALAT
TERAPI HIPOTERMI
Berdasarkan AHA/International Liaison Committee on
Resuscitation guidelines and data from systematic
reviews and meta-analyses : baik whole-body cooling
(WBC) aatau selective head cooling (SHC) keduanya dapat digunakan untuk TH

Alat terapi hipotermi yang digunakan olympic cool-cap system, blanketrol II,
Arctic Sun temperature management system, Infant cooling evaluation, dan
total body hypothermia

Besar subjek dengan memperhitungkan kemungkinan drop out 10% ditetapkan


63 balita.
Subjek yang memenuhi kriteria ABC dilakukan randomisasi untuk dimasukkan ke dalam
salah satu kelompok (perlakuan dan kontrol).

Setelah mendapat persetujuan orang tua/wali, pasien penanganan dengan cara whole
body cooling(WBC) dan selective head cooling(SHC)

Dilakukan pencatatan usia/tanggal lahir pasien, suhu pasien, tekanan darah arterial, laju
pernapasan, PO2, PCO2, jumlah cairan, elektrolit, asupan nutrisi,dan monitoring kejang
untuk melihat perbedaan yang terjadi pada kelompok perlakuakan dan kontrol
Pasien yg diberikan terapi WBC target suhu intinya harus dipertahankan pada kisaran 33C-34C selama 72 jam,
dan yang diterapi dengam SHC suhu intinya harus dipertahankan pada kisaran 34C-35C selama 72 jam,
pemanasan kembali dilakukan secara perlahan dan kenaikan suhu inti tidak boleh lebih 0,5C/h, efek samping dari
pemanasan kembali dengan cepat akan menyebabkan hipotensi dan ketidakseimbangan elektrolit (hypoglikemia
dan hiperkalemia)

Sistem respirasi harus dimonitoring secara berkala untuk menghindari hyperoxemia dan hypocapnia, pada pasien
terapi hipotermi nilai metabolik menurun 5-8% setiap suhu tubuh menurun 1C dan penurununan CO. Setiap
penurunan suhu inti 1C, pH meningkat 0,015 dan PCO2 dan PO2 menurun 4% dan 7%.

Prinsip penanganan hipotensi pada pasien hipotermi dan noermotermi samaUntuk mencegah terjadinya
hipotensi maka direkomendasikan untuk mempertahankan tekanan darah arterial > 40-45mmHg. Dilakukan
ekokardigrafi sebagai panduan dalam memberikan regimen terapi, koreksi hipovolemia, dan bila terdapat
gangngguan kontraktilitas diberikan dobutamin. Jika detak jantung bayi > 110/menit harus dicari potensi
penyebab takikardi.
Pada pasien TH sangat besar kemunkinan terjadinya acute
tubular nekrosis, karena itu cairan harus dibatasi 60-
80mL/Kg per hari. Hypoglikemia juga bisa menyebabkan
cedera otak, serum glukosa harus berkisar <40mg/dL, kadar
kalium, kalsium dan magnesium dijaga dalam batas normal.

Penggunaan analgesik, sedatif, dan anticolvusant


seperti fenobarbital, morfin, topiramate, dan
vecuronium. Efek dari pemberian analgesik dan sedtiv
untuk terapi jangka panajnag dan pendek meberikan
hasil yang tidak diketahui, dan pemberian obat
tersebut tidak memeberikan neuroprotksi hipotermi

Karena kejang biasanya terjadi pada asfiksia maka perlu dilakukan EEG
secra berkelanjutan untuk memonitor kejang, dan terapi lini pertama
untuk kejang yaitu phenobarbital tetapi ratio keberhasilannya <50%
maka dari itu perlu diberikan 2 atau lebih antiepilepsi.
• MRI adalah marker untuk pemerikaan radiologis pada pasien.
Penggunaan MRI untuk melihat adanya lesi atau tidak yang
mempengaruhi terhadap perkembangan otak kedepananya, Akurasi
prediksi disabilitas dan kematian MRI pada grup hipotermi sebesar
0,84 dan pada grup nonhipotermi 0,81, sensivitas 91% dan
spesifitas 51%)

• Cranial ultrasound adalah metode konvensional untuk


mengevaluasi cedera otak dengan risiko kejadian <0,55 dalam 24-
64 jam setelah kelahiran memeliki marker yang kuat tetapi hasil
yang kurang.

• Magnetic resonance spectroscopy melihat kedalam gray matter


memiliki prediksi sebagai marker yang jelek dengan sensitivitas
85%, spesifitas 95%.
Tabel 1 hubungan antara gambaran imaging dan
hasil neurodevopmental pada area precooling
dan cooling
Terapi
Adjuva
n

Terapi adjuvan yang diberikan


masih dalam proses pemeriksaan
seperti injeksi iv eritropoetin
dengan dosis 1000U/Kg/dosis),
topiramate, xenon, melatonin
dan terapi stem cel
• Bayi yang baru lahir masa gestasi > 36
minggu yang berisiki menjadi HIE sedang
sampai berat harus ditangani dengan
tatalaksana hypotermi

Kesimpulan • Harus dilkukan dalam 6 jam setelah


kelahiran dengan sushu initi tubuh harus
dipertahankan pada 33C-34C dalam 72
jam, diikuti dengan pemanasan kembali
dengan rentang < 0,5C/ jam, serta harus
ditangani oleh tim yang multidisiplin.

Anda mungkin juga menyukai