Anda di halaman 1dari 11

QUIZ KULIAH KEDARURATAN PADA ANAK

Nama Dosen: Ikeu Nurhidayah, M.Kep., Ns.Sp.Kep.An

NAMA : Istikomah

NPM : 220110170139

KELAS : Kelas Jatinangor

TANDA TANGAN MAHASISWA :

PERTANYAAN

1. Jelaskan perbedaan antara:

a. Kejang Demam Sederhana


b. Kejang Demam Kompleks

2. Seorang balita perempuan, usia 2 tahun, dirawat karena pneumonia. Saat ini kondisi
pasien: Suhu 39,8°C, HR 120x/menit, RR 44x/menit. Saat siang hari, ibu melihat mata
anak memutar, badan anak kaku, dan tangan serta kaki tampak menyentak, Anak tampak
tidak responsive, kondisi ini berlangsung selama 3 menit. Kondisi ini baru berlangsung 1
kali dalam 24 jam. Ibu klien tampak panic dan berteriak memanggil perawat.

a. Termasuk jenis kejang apakah yang dialami klien?


b. Apakah masalah keperawatan yang dapat diidentifikasi pada klien tersebut
(urutkan sesuai prioritas).
c. Bagaimana intervensi utama/segera dalam penatalaksanaan kejang akut yang harus
dilakukan oleh perawat pada klien tersebut (termasuk intervensi kolaboratif).
d. Bagaimana intervensi keperawatan lainnya untuk masalah-masalah keperawatan
yang muncul?
e. Apa pemeriksaan penunjang (lanjutan) yang perlu dilakukan pada pasien tersebut?
f. Apa komplikasi yang mungkin muncul dari kasus diatas?

3. Jelaskan karakteristik Dengue Shock Syndrome?


4. Seorang anak laki-laku, usia 7 tahun, dibawa ke UGD dengan keluhan demam sudah
berlangsung 3 hari. Hari ini memasuki hari ke-4 pasca demam. Perawat melakukan
pengkajian: Suhu 36,8, RR 30x/menit, Tekanan darah 87/70, nadi 140x/menit, teraba kecil
(halus) dan lemah, akral dingin, klien tampak gelisah, CRT 3 detik, terdapat mimisan.
Hasil pemeriksaan lab: IgG (+), Hb 14,8 gr/dl, Ht 48%, leukosit 2500/mm3, trombosit
64.000/mm3. Berat badan anak 18 kg, TB 128cm.

a. Apakah masalah keperawatan yang mungkin muncul


b. Bagaimana tatalaksana resusitasi cairan pada kasus diatas?
c. Cairan apa yang mungkin digunakan pada resusitasi cairan kasus diatas, sebutkan
jenis-jenisnya serta keuntungan dan kerugiannya.
d. Apa yang harus dipantau/dimonitor pada klien diatas?

5. Bagaimana menilai berat-ringannya asma. Coba jelaskan perbedaan klasifikasi asma


berikut ini:
a. Asma ringan
b. Asma berat
c. Asma yang mengancam kehidupan

6. Jelaskan perbedaan pertukaran gas (oksigenasi) sebelum dan setelah lahir?

7. Jelaskan etiologi dan patofisiologi NEC (Boleh menggunakan skema).

8. Seorang bayi baru lahir, usia gestasi 35 minggu, lahir dari seorang ibu yang menderita
diabetes mellitus. Ketika lahir, terlihat air ketuban bercampur mekonium. Hasil
pengkajian fisik menunjukkan bayi bernafas anak megap-megap, HR 58x/menit, saturasi
oksigen 80%.

Jelaskan langkah-langkah tindakan resusitasi pada neonatus tersebut?

JAWABAN:

1. Jelaskan perbedaan antara:

a. Kejang Demam Sederhana


• Berlangsung singkat (<15 menit).
• Menunjukkan tanda-tanda kejang tonik dan atau klonik.
Kejang tonik  serangan berupa kejang/kaku seluruh tubuh.
Kejang klonik  gerakan menyentak tiba-tiba pada sebagian anggota tubuh.
• Kejang hanya terjadi sekali/tidak berulang dalam 24 jam.
b. Kejang Demam Kompleks
• Berlangsung lama (> 15 menit).
• Menunjukkan tanda-tanda kejang fokal (kejang yg hanya melibatkan salah satu bagian
tubuh).
• Kejang berulang/multipel atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

2. Seorang balita perempuan, usia 2 tahun, dirawat karena pneumonia. Saat ini kondisi pasien:
Suhu 39,8°C, HR 120x/menit, RR 44x/menit. Saat siang hari, ibu melihat mata anak memutar,
badan anak kaku, dan tangan serta kaki tampak menyentak, Anak tampak tidak responsive,
kondisi ini berlangsung selama 3 menit. Kondisi ini baru berlangsung 1 kali dalam 24 jam. Ibu
klien tampak panic dan berteriak memanggil perawat.

a. Termasuk jenis kejang apakah yang dialami klien?


Jenis kejang yang dialami klien adalah demam kejang sederhana
b. Apakah masalah keperawatan yang dapat diidentifikasi pada klien tersebut (urutkan
sesuai prioritas).
• Ketidakefektifan bersihan jalan nafas/pola pernafasan berhubungan dengan hipersekresi
trakeobronkial/gangguan neuromuskuler
• Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi dan peningkatan metabolisme basal
rata-rata
• Risiko cedera (otak) berhubungan dengan aktivitas kejang
c. Bagaimana intervensi utama/segera dalam penatalaksanaan kejang akut yang harus
dilakukan oleh perawat pada klien tersebut (termasuk intervensi kolaboratif).
Penatalaksanaan Saat Kejang Akut
• Anak yg sdg mengalami kejang  prioritas utama menjaga agar jalan nafas tetap
terbuka.
• Pakaian dilonggarkan.
• Posisi anak dimiringkan utk mencegah aspirasi.
• Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat jg berlangsung terus atau
berulang.
• Pengisapan lendir & pemberian oksigen harus dilakukan teratur, bila perlu dilakukan
intubasi.
• Kebutuhan cairan, kalori & elektrolit harus diperhatikan.
• Suhu tubuh dpt diturunkan dgn kompres air hangat & pemberian antipiretik.
• Penatalaksanaan kejang dilakukan dgn cara memberikan obat antikejang.
• Obat yg diberikan adalah diazepam, klonazepam atau kloralhidrat supositoria yg dapat
diberikan melalui intravena maupun rektal.

Antipiretik
• Tidak mengurangi risiko berulangnya kejang
• Memberikan rasa nyaman bagi pasien
• Parasetamol atau ibuprofen
• Mengurangi kekhawatiran orangtua
Profilaksis Intermiten
• Kejang demam dgn faktor risiko.
• Defisit neurologis berat, berulang 3x/6 bln atau 4x/lebih dalam 1 tahun, usia < 6 bulan,
kejang terjadi pd suhu tubuh tidak terlalu tinggi, kenaikan suhu tubuh yg cepat.
• Segera diberikan pd saat penderita demam (suhu rektal lebih dari 38ºC).
• Obat yg dpt diberikan  diazepam, klonazepam atau kloralhidrat supositoria.
• Dosis obat  0,33 mg/kgBB tiap 8 jam.
• Terutama dalam 24 jam awitan demam atau selama periode demam.
• Diberikan selama 48 jam.
• Efek samping: ataksia, sedasi.

Profilaksis Kontinyu
• Kejang fokal, kejang > 15 menit, defisit neurologis yg berat.
• Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang
terakhir.
• Pemberian profilaksis terus menerus hanya berguna utk mencegah berulangnya kejang
demam berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya epilepsi di kemudian hari.
• Obat yg dapat diberikan berupa fenobarbital & asam valproat.
• Fenobarbital 4-6 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis.
• Asam valproat 15-40 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis.

d. Bagaimana intervensi keperawatan lainnya untuk masalah-masalah keperawatan yang


muncul?

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas/pola pernafasan berhubungan dengan


hipersekresi trakeobronkial/gangguan neuromuskuler
• Kosongkan mulut anak dari benda/zat makanan (menurunkan risiko aspirasi).
• Letakkan anak pd posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala, selama serangan
kejang (meningkatkan aliran (drainage) sekret, serta mencegah lidah jatuh & menyumbat
jalan nafas).
• Tanggalkan pakaian pd daerah leher, dada, & abdomen (memfasilitasi usaha bernafas &
ekspansi dada).
• Masukkan benda lunak sesuai dgn indikasi (mencegah tergigitnya lidah).
• Melakukan pengisapan (suction) sesuai indikasi (menurunkan risiko aspirasi dan
asfiksia).

Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi dan peningkatan metabolisme


basal rata-rata
• Pantau suhu tubuh (suhu 38,9-41,1 derajat celcius menunjukkan adanya proses infeksius
akut).
• Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan penggunaan seprai di tempat tidur sesuai
indikasi (suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah utk mempertahankan suhu mendekati
normal).
• Anjurkan memakai pakaian yang menyerap keringat dan tidak tebal (mempercepat
proses evaporasi keringat).
• Memberi minum tiap 2 jam sesuai kebutuhan cairan (mengganti cairan yang hilang
bersama keringat, menguap di kulit).
• Berikan kompres hangat (membantu menurunkan demam dgn efek vasodilatasi air
hangat melalui proses evaporasi).
• Kolaborasi pemberian antipiretik (digunakan untuk mengurangi demam dgn aksi
sentranya pd hipotalamus meskipun demam mungkin dpt berguna dlm membatasi
pertumbuhan organisme & meningkatkan autodekstruksi sel-sel yg terinfeksi).

Risiko cedera (otak) berhubungan dengan aktivitas kejang


• Monitor ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan, dan reaktivitas.
• Monitor tingkat kesadaran.
• Monitor vital sign: suhu, tekanan darah, nadi, respirasi.
• Monitor status respirasi (kedalaman, pola, usaha utk bernafas).
• Monitor refleks kornea.
• Monitor refleks batuk & refleks muntah.
• Monitor tonus otot, gerakan motorik.
• Monitor adanya tremor.
• Monitor gangguan visual: diplopia, nistagmus, pemendekan lapang pandang, aktivitas
visual.
• Monitor karakteristik bicara: lancar, aphasia, kesulitan menemukan katakata.
• Monitor respon trhdp stimulus: verbal, taktil, stimulus berbahaya.
• Monitor adanya parestesia.
• Monitor refleks babinski, respon cushing (hipertensi, bradikardi, depresi nafas).

e. Apa pemeriksaan penunjang (lanjutan) yang perlu dilakukan pada pasien tersebut?

• Kejang dgn suhu badan yg tinggi jg dpt terjadi krn faktor lain, seperti
meningitis/ensefalitis.
• Sehingga diperlukan pemeriksaan cairan serebrospinal (lumbal pungsi) diindikasikan pd
anak penderita kejang demam berusia kurang dari 2 tahun.
• Pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas indikasi utk mencari penyebab, seperti
pemeriksaan darah rutin, kadar gula darah & elektrolit.
• Pemeriksaan EEG dilakukan pd kejang demam kompleks/anak yg mempunyai risiko
utk mengalami epilepsi.
f. Apa komplikasi yang mungkin muncul dari kasus diatas?
• Kejang demam berulang \
• Kerusakan neuron otak
• Retardasi mental
• Epilepsi
• Hemiparesis (kelumpuhan/kelemahan otototot lengan, tungkai serta wajah pd salah satu
sisi tubuh)

3. Jelaskan karakteristik Dengue Shock Syndrome?

Demam tinggi mendadak (biasanya 38- 39°), 2-7 hari,umumnya klien datang pd hari ke-
3 3 fase DBD:fase demam (hari sakit 1-3), fase renjatan (hari sakit 4-7), fase penyembuhan
(hari sakit> 7 hari). Kadang disertai batuk, nyeri tenggorokan,nyeri perut, atau muntah.

4. Seorang anak laki-laku, usia 7 tahun, dibawa ke UGD dengan keluhan demam sudah
berlangsung 3 hari. Hari ini memasuki hari ke-4 pasca demam. Perawat melakukan
pengkajian: Suhu 36,8, RR 30x/menit, Tekanan darah 87/70, nadi 140x/menit, teraba kecil
(halus) dan lemah, akral dingin, klien tampak gelisah, CRT 3 detik, terdapat mimisan.
Hasil pemeriksaan lab: IgG (+), Hb 14,8 gr/dl, Ht 48%, leukosit 2500/mm3, trombosit
64.000/mm3. Berat badan anak 18 kg, TB 128cm.

a. Apakah masalah keperawatan yang mungkin muncul


Defisit volume cairan: intravaskular
b. Bagaimana tatalaksana resusitasi cairan pada kasus diatas?
Setiap 1°C kenaikan temperatur, cairan dinaikkan 10-12 % dari kebutuhan rumatan.
Jenis cairan adalah kristaloid : RL, 5% glukosa dalam RL, atau NaCl. Untuk cairan
rumatan ini dapat dipakai solutio D5 Saline untuk anak usia > 3 tahun atau D5 Saline
untuk penderita berumur ≤ 3 tahun. Lakukan observasi secara cermat setiap 6 jam atas
tanda vitalnya, dengan tujuan untuk mendeteksi adakah tanda-tanda kebocoran plasma
(plasma leakage).
c. Cairan apa yang mungkin digunakan pada resusitasi cairan kasus diatas, sebutkan jenis-
jenisnya serta keuntungan dan kerugiannya.
d. Apa yang harus dipantau/dimonitor pada klien diatas?
Pantau tanda vital /10 menit Balans cairan.

5. Bagaimana menilai berat-ringannya asma.

Coba jelaskan perbedaan klasifikasi asma berikut ini:

a. Asma ringan
b. Asma berat
c. Asma yang mengancam kehidupan

6. Jelaskan perbedaan pertukaran gas (oksigenasi) sebelum dan setelah lahir?

Sebelum lahir

 Pertukaran gas terjadi di plasenta

 Paru hanya menerima sangat sedikit darah

 Alveoli terisi cairan

Sangat sedikit darah yang mengalir ke paru

Pembuluh darah kontriksi

Alveoli terisi cairan


Setelah lahir

1. Cairan di paru terabsorpsi

Alveoli

• mengembang

• terisi udara (O2)

2.Vena & arteri umbilikal di klem

Terjadi peningkatan pada tekanan vaskular sistemik

3. Vaskular Pulmonary dilatasi, menyebabkan penignkatan blood flow ke paru


7. Jelaskan etiologi dan patofisiologi NEC(Boleh menggunakan skema).

Berbagai penelitian menunjukan patogenesis necrotizing enterocolitis (NEC)  bersifat


multifaktorial. Hasil pemeriksaan histologi pada usus yang direseksi terlihat usus pada NEC
mengalami inflamasi dan kerusakan mukosa yang kemudian berkembang menjadi nekrosis
transmural atau gangrene. Kondisi tersebut dapat menyebabkan perforasi usus dan peritonitis.
Inflamasi dan nekrosis dapat terjadi pada semua bagian usus, tetapi yang paling sering adalah
bagian distal ileum dan proksimal kolon.

NEC lebih sering dialami bayi prematur, terutama usia gestasi <35 minggu. Dinding usus
pada bayi prematur memiliki barrier yang belum matang dengan junction sel epitel meningkat,
lapisan mukus yang mucin,  faktor trefoil berkurang, dan jumlah sel Paneth menurun.
Perkembangan usus bayi yang belum sempurna, diikuti faktor risiko yang terjadi saat atau
setelah kelahiran, mengakibatkan akuisisi mikrobioma usus bayi.

Mikrobioma usus ikut berperan meregulasi perkembangan dan fungsi enteric nervous
system (ENS). Mikrobioma pada perkembangan usus awal pasca kelahiran mempengaruhi
kepadatan serat saraf myenteric, jumlah neuron nitrergik, dan motilitas usus. Sistem imun dan
mikrobioma usus bayi yang belum berkembang menyebabkan adaptasi usus bayi tidak sempurna
saat pemberian asupan enteral, sehingga terjadi NEC. [1-4]

8. Seorang bayi baru lahir, usia gestasi 35 minggu, lahir dari seorang ibu yang menderita diabetes
mellitus. Ketika lahir, terlihat air ketuban bercampur mekonium. Hasil pengkajian fisik
menunjukkan bayi bernafas anak megap-megap, HR 58x/menit, saturasi oksigen 80%.

Jelaskan langkah-langkah tindakan resusitasi pada neonatus tersebut?

Berikan kehangatan

 letakkan dibawah infant warmer

 Posisikan bayi: bayi diletakkan terlentang/miring dengan leher sedikit tengadah dalam posisi
penghidu, posisi laring, faring & trakea dalam 1 garis lurus

 Hisap sekret di mulut kemudian di hidung

 Keringkan tubuh dan kepala dari cairan amnion

 Rangsang taktil

 Reposisikan lagi

beri 1 bantalan pads dibawah pundak bayi -laring, faring, trakea dalam 1 garis lurus -Setelah
jalan nafas bersih

 ke langkah berikutnya
Keringkan, rangsang dan reposisikan

1. Keringkan bayi dengan kain

2. Singkirkan kain basah

3. Reposisikan kembali kepala bayi

4. Rangsang agar bayi bernafas dengan menepuk/menyentil kaki bayi atau dgn menggosok
punggung, tubuh atau ektremitas.

Referensi :

1. Sanchez JB, Kadrofske M. Necrotizing enterocolitis. J Neurogastroenterol. 2019;31:e13569.


2. Bazacliu C. Neu J. Pathophysiology of necrotizing enterocolitis: an update. Curr Pediatr Rev.
2019,15,68-87.
3. Rich BS, Dolgin SE. Necrotizing enterocolitis. Pediatr. Rev. 2017, 38 (12) 552-559; DOI:
https://doi.org/10.1542/pir.2017-0002
4. Gomella TL, Cunningham MD, et al. Neonatology. 2013. New York: McGrawHill.

Anda mungkin juga menyukai