Anda di halaman 1dari 39

GAMBARAN CITRA TUBUH DENGAN PERILAKU DIET TIDAK SEHAT PADA

MAHASIWI FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Penelitian dan

Biostatistika

Disusun Oleh :

Istikomah

220110170139

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-
Nya sehingga proposal penelitian yang berjudul “Gambaran Citra Tubuh Dengan
Perilaku Diet Tidak Sehat Pada Mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas
Padjadjaran” ini dapat tersusun hingga selesai.

Tidak lupa peneliti mengucapkan banyak-banyak terima kasih atas bantuan dan
dukungan pihak yang telah memberikan masukan dan dukungan dalam penulisan
proposal ini dan semoga proposal ini dapat bermanfaat.

Karena segala keterbatasan pengetahuan, peneliti yakin dalam penyusunan


makalah ini banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik dan
saran dari pembaca sangat berarti bagi peneliti.

Jatinangor, Desember 2019

Peneliti

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Identifikasi Masalah/Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan Khusus

Manfaat Penelitian

Manfaat Teoritis

Manfaat Praktis

Kerangka Pemikiran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Tubuh

Definisi gambaran tubuh

Faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran tubuh

Gangguan gambaran tubuh

Pengukuran gambaran tubuh

Perilaku diet

Definisi perilaku diet

Jenis Perilaku diet

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku diet

Dampak Perilaku diet

Pengukuran perilaku diet


Remaja

Definisi Remaja

Karakteristik perkembangan remaja

Hubungan antara gambaran tubuh dan perilaku diet pada remaja

BAB III METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Variabel Penelitian

Definisi Konseptual dan Definisi Operasional

Definisi Konseptual

Definisi Operasional

Populasi dan Sampel

Populasi

Sampel

Prosedur Pengumpulan Data

Instrumen Penelitian

Teknik Pengolahan Data

Analisa Data

Prosedur Penelitian

Tahap Persiapan penelitian

Tahap Pelaksanaan Penelitian

Tahap AKhir Penelitian

Etika Penelitian

Waktu dan Tempat Penelitian


DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Body image bagi remaja merupakan suatu hal yang penting, karena pada masa remaja
seseorang banyak mengalami perubahan, baik secara fisik maupun psikis. Perubahan yang
pesat ini menimbulkan respon tersendiri bagi remaja berupa tingkah laku yang sangat
memperhatikan perubahan bentuk tubuhnya. Ketidakpuasan terhadap tubuh lebih banyak
dialami oleh remaja perempuan dari pada remaja laki-laki. Pada umumnya, remaja perempuan
lebih kurang puas dengan keadaan tubuhnya dan memiliki lebih banyak gambaran tubuh yang
negatif, dibandingkan dengan remaja laki-laki selama masa pubertas. Hal tersebut
dikarenakan pada saat mulai memasuki masa remaja, seorang perempuan akan mengalami
peningkatan lemak tubuh yang membuat tubuhnya semakin jauh dari bentuk tubuh yang ideal,
sedangkan remaja laki-laki menjadi lebih puas karena massa otot yang meningkat. (Brooks-
Gunn & Paikoff dalam Santrock, 2003). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Winzeler
(2005) yang menyatakan bahwa remaja laki-laki lebih bangga dengan tubuhnya dan lebih
puas dengan berat badannya sebesar 73% dari pada remaja perempuan yang hanya sebesar
47%. Berdasarkan pemaparan diatas, menunjukkan adanya perbedaan tingkat ketidakpuasaan
terhadap gambaran tubuh pada remaja laki-laki dan perempuan. Ketidakpuasan ini yang pada
akhirnya membuat remaja menjadi tidak percaya diri dan menganggap penampilannya
sebagai sesuatu yang menakutkan.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan majalah perempuan Glamour, diperoleh hasil bahwa
dari 4000 remaja perempuan, hanya 19% saja yang merasa puas akan tubuhnya, dan sisanya
81% merasa tidak puas dan cenderung melakukan diet. Berikut penulis mencantumkan sebuah
artikel yang diambil dari sebuah media cetak.

“Gue mau banget punya badan langsing. Soalnya temen-temen gue men- “support” untuk
mempunyai badan yang langsing. Gue juga mengonsumsi suplemen untuk memperlancar gue
mendapatkan tubuh yang indah, yah, meskipun ada efek sampingnya, tapi ya gak apa-apalah.
Hehe.” (Putri, Kompas 10 Juli 2009).

Pada usia remaja banyak dari mereka yang berusaha mengubah penampilannya
sehingga terlihat menarik. Kepedulian terhadap penampilan dan gambaran tubuh yang
ideal dapat mengarah kepada upaya obsesif seperti mengontrol berat badan (Davison &
Birch dalam Papalia, 2008). Pola ini menjadi lebih umum diantara anak perempuan
ketimbang anak laki-laki. Pada umumnya remaja melakukan diet, berolahraga, melakukan
perawatan tubuh, mengkonsumsi obat pelangsing dan lain-lain untuk mendapatkan berat
badan yang ideal (Dacey & Kenny, 2001). Konsep tubuh yang ideal pada perempuan
adalah tubuh langsing (Sanggarwaty, 2003). Begitu sadar berat badannya bertambah,
biasanya orang akan mencoba membatasi makanannya (Gunawan, 2004). Hal ini
mengakibatkan banyak dari remaja yang mengontrol berat badan dengan melakukan diet
dan berolahraga untuk membentuk tubuh yang ideal.

Kim dan Lennon (2006) mengatakan bahwa, diet mencakup pola-pola perilaku yang
bervariasi, dari pemilihan makanan yang baik untuk kesehatan sampai pembatasan yang
sangat ketat akan konsumsi kalori. Menurut Ilyas (Kompas, 2009) diet yang sebenarnya
adalah cara mengombinasikan makanan dan minuman yang kita konsumsi setiap hari,
yaitu kombinasi antara 60-70% karbohidrat, 10-15% protein, dan 20-25% lemak. Jadi, diet
itu bukan berarti harus menahan lapar sepanjang hari. Perilaku tidak sehat yang dapat
diasosiasikan dengan diet misalnya puasa, tidak makan dengan sengaja, penggunaan pil-pil
diet, penahan nafsu makan atau laxative, muntah dengan disengaja, dan binge eating
(French, Perry, Leon & Fulkerson, 1995). Diet yang dilakukan oleh remaja bukanlah hal
yang dapat disepelekan. Saat remaja adalah saat ketika tubuh seseorang sedang
berkembang pesat dan sudah seharusnya mendapatkan komponen nutrisi penting yang
dibutuhkan untuk berkembang. Kebiasaan diet pada remaja dapat membatasi masukan
nutrisi yang mereka butuhkan agar tubuh dapat tumbuh. Selain itu, diet pada remaja juga
dapat menjadi sebuah titik awal berkembangnya gangguan pola makan. Beberapa
penelitian lain juga mengatakan bahwa seorang remaja yang berdiet kemudian
menghentikan dietnya dapat menjadi overeater (perilaku makan berlebihan) pada tahun-
tahun berikutnya (Hill, Oliver & Rogers dalam Elga, 2007). Hal ini menjadi sebuah bukti
bahwa perilaku diet dapat membawa dampak yang buruk bagi kesehatan remaja yang
melakukannya.
2. Rumusan Masalah

Rumusan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Apa definisi citra tubuh atau body image


2. Apa definisi diet
3. Apa itu diet tidak sehat
4. Bagaimanakah gambaran body image mahasiswi keperawatan
5. Apakah terdapat hubungan antara gambaran tubuh dan perilaku diet pada
mahasiswi fakultas keperawatan?

3. Tujuan

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk melihat hubungan antara gambaran tubuh dan perilaku diet pada mahasiswi fakultas
keperawatan.

4. Manfaat

Dari penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat baik secara teoritis maupun manfaat
secara praktis:

1.Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan agar dapat menambah penelitian mengenai
hubungan antara gambaran tubuh dan perilaku diet tidak sehat pada mahasiswi fakultas
keperawatan.

2.Manfaat praktis

Bagi para mahasiswi agar tetap bisa menghargai dan bersyukur dengan tubuh yang
dimiliki dengan segala kelebihan dan kekurangannya dan juga mengetahui bahwa diet tidak sehat
bisa menyebabkan berbagai macam penyakit, dan juga diharapkan agar sesama mahasiwi selalu
memberikan dukungan satu sama lain untuk selalu menghargai tubuh yang dimiliki dan tidak
melakukan body shaming. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
referensi, khususnya penelitian yang berhubungan dengan gambaran tubuh dan perilaku diet
pada mahasiswi fakultas keperawatan.

5. Kerangka Pemikiran
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Terdapat beberapa pengertian mengenai gambaran tubuh yang dikemukakan oleh


beberapa ahli. Setiap ahli memiliki pendapat yang berbeda dalam mendefinisikan
gambaran tubuh. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dijelaskan pengertian perilaku diet
yang dikemukakan oleh beberapa orang ahli.

2.1 Gambaran Tubuh

2.1.1 Definisi gambaran tubuh

Terdapat beberapa pengertian mengenai gambaran tubuh yang dikemukakan oleh para
ahli. Menurut Papalia, Olds, dan Feldman (dalam Papalia, 2008) gambaran tubuh adalah
evaluasi mengenai penampilan seseorang. Jade (1999) mengatakan bahwa gambaran tubuh
adalah perasaan subjektif mengenai penampilan dan tubuh. Cash dan Deagle (dalam Jones,
2002) mendefinisikan gambaran tubuh sebagai derajat kepuasan individu terhadap dirinya
secara fisik yang mencakup ukuran, bentuk, dan penampilan umum. Menurut Cash dan
Pruzinsky (2002), gambaran tubuh merupakan sikap yang dimiliki seseorang terhadap
tubuhnya yang dapat berupa penilaian positif atau negatif.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gambaran tubuh merupakan
perasaan, pengalaman, sikap dan evaluasi yang dimiliki seseorang mengenai tubuhnya
yang meliputi bentuk tubuh, ukuran tubuh, dan berat tubuh yang mengarah kepada
penampilan fisik yang dapat bersifat positif atau negatif.

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran tubuh

Beberapa ahli menyatakan bahwa gambaran tubuh dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan gambaran tubuh adalah sebagai
berikut:
a. Jenis kelamin
Cash dan Pruzinsky (2002) mengatakan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang
mempengaruhi dalam perkembangan gambaran tubuh seseorang. Dacey dan Kenny (2001)
juga sependapat bahwa jenis kelamin mempengaruhi gambaran tubuh. Ketidakpuasan
terhadap tubuh lebih banyak dialami oleh remaja perempuan dari pada remaja laki-laki.
Pada umumnya, remaja perempuan lebih kurang puas dengan keadaan tubuhnya dan
memiliki lebih banyak gambaran tubuh yang negatif, dibandingkan dengan remaja laki-
laki selama masa pubertas. Hal tersebut dikarenakan pada saat mulai memasuki masa
remaja, seorang perempuan akan mengalami peningkatan lemak tubuh yang membuat
tubuhnya semakin jauh dari bentuk tubuh yang ideal, sedangkan remaja laki-laki menjadi
lebih puas karena massa otot yang meningkat. (Brooks-Gunn & Paikoff dalam Santrock,
2003). Ketidakpuasan terhadap gambaran tubuh pada remaja perempuan umumnya
mencerminkan keinginan untuk menjadi lebih langsing (Davison, Markey, & Birch dalam
Markey, 2005). Sedangkan pada remaja laki-laki ketidakpuasan terhadap tubuhnya juga
timbul karena keinginan untuk menjadi lebih besar, lebih tinggi, dan berotot (Evans, 2008).

b. Media Massa

Tiggemann (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) mengatakan bahwa media yang muncul
dimana-mana memberikan gambaran ideal mengenai figur perempuan dan laki-laki yang
dapat mempengaruhi gambaran tubuh seseorang. Media massa menjadi pengaruh yang
paling kuat dalam budaya sosial.
Anak-anak dan remaja lebih bahyak menghabiskan waktunya dengan menonton
televisi. Konsumsi media yang tinggi dapat mempengaruhi konsumen. Isi tayangan media
sering menggambarkan bahwa standart kecantikan perempuan adalah tubuh yang kurus
dalam hal ini berarti dengan level kekurusan yang dimiliki, kebanyakan perempuan
percaya bahwa mereka adalah orang-orang yang sehat. Media juga menggambarkan
gambaran ideal bagi laki-laki adalah dengan memiliki tubuh yang berotot.

c. Hubungan Interpersonal

Hubungan interpersonal membuat seseorang cenderung membandingkan diri dengan


orang lain dan feedback yang diterima mempengaruhi konsep diri termasuk mempengaruhi
bagaimana perasaan terhadap penampilan fisik. Hal

inilah yang sering membuat orang merasa cemas dengan penampilannya dan gugup ketika
orang lain melakukan evaluasi terhadap dirinya. Rosen dan koleganya (dalam Cash &
Purzinsky, 2002) menyatakan bahwa feedback terhadap penampilan dan kompetisi teman
sebaya dan keluarga dalam hubungan interpersonal dapat mempengaruhi bagaimana
pandangan dan perasaan mengenai tubuh.
Menurut Dunn & Gokee (dalam Cash Purzinsky, 2002) menerima feedback mengenai
penampilan fisik berarti seseorang mengembangkan persepsi tentang bagaimana orang lain
memandang dirinya. Keadaan tersebut dapat membuat mereka melakukan perbandingan
sosial yang merupakan salah satu proses pembentukan dalam penilaian diri mengenai daya
tarik fisik.
Pikiran dan perasaan mengenai tubuh bermula dari adanya reaksi orang lain. Dalam
konteks perkembangan, gambaran tubuh berasal dari hubungan interpersoanal.
Perkembangan emosional dan pikiran individu juga berkontribusi pada bagaimana
seseorang melihat diriya. Maka, bagaimana seseorang berpikir dan merasa mengenai
tubuhnya dapat mempengaruhi hubungan dan karakteristik psikologis (Chase, 2001).

2.1.3 Gangguan gambaran tubuh

Menurut Dalami, dkk (2009) gangguan pada body image dibagi menjadi dua macam,
yakni distorsi body image dan ketidakpuasaan terhadap body image. Distorsi body image
terjadi apabila yang terganggu adalah komponen persepsi (Cash, 2010). Gangguan ini dapat
berupa over-estimation (persepsi terhadap tubuh lebih kecil dari keadaan yang sebenarnya).
Ketidakpuasan terhadap body image sendiri terjadi apabila yang terganggu adalah komponen
afeksinya. Ketidakpuasaan disini berarti keyakinan terhadap penampilan fisik tubuhnya
tidak sesuai dengan standar yang diharapkan. Artinya derajat kepuasan body image lebih
rendah dari yang diharapkan. Ketidakpuasaan terhadap body image ini dapat pada semua
bentuk dan ukuran tubuh seseorang.

Sedangkan menurut Keliat, dkk (2011) gangguan body image terjadi sebagai akibat
adanya persepsi yang negatif, dimana seseorang memiliki pandangan yang berlebihan
mengenai tubuhnya. Gangguan-gangguan ini berhubungan dengan beberapa aspek body
image. Aspek-aspek body image tersebut meliputi aspek kognitif (berupa harapan yang
berlebihan terhadap penampilannya), dan aspek afeksi (berupa pengharapan yang berlebihan
terhadap ukuran tubuh) danaspek tingkah laku berupa penghindaran terhadap kejadian yang
berhubungan dengan gambaran body image yang buruk.
Menurut Dacey dan Kennya (2007) dampak gangguan body image dari segi kesehatan
adalah dapat mempengaruhi diet, kekurangan kalori, anoreksia, suntikan pembakar lemak dan
bulimia. Sedangkan dampak psikologis dari body image adalah frustasi, depresi, harga diri
rendah, dan isolasi sosial. Sedangkan menurut Potter dan Perry (2005) seseorang dengan
gangguan body image, seperti mereka yang mengalami perubahan wajah, struktur dan fungsi
tubuh sering merasa ditolak, terasingkan dan merasa tidak berdaya. Keinginan isolasi sosial ini
sering didasarkan pada realistis, orang takut merasa malu atau individu yang mengalami
perubahan dan demikian menghindari kontak dengan mereka.

2.1.5 Pengukuran gambaran tubuh

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai body image pada umumnya
menggunakan Multidimensional Body Self Relation Questipnnaire Appearance Scales (MBSRQ-
AS) yang dikemukakan oleh Cash (dalam Brausch dan Gutierrez, 2009) yang terdiri dari lima
dimensi body image, yaitu :

1) Evaluasi Penampilan

Digunakan untuk mengukur kepuasan atau ketidakpuasan individu terhadap penampilan.


Semakin tinggi skor menunjukkan kepuasan terhadap penampilannya, begitu pula sebaliknya.

2) Orientasi Penampilan

Digunakan untuk mengukur tingkat perhatian individu terhadap penampilan dirinya dan usaha
yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan penampilan dirinya.

3) Kepuasan Terhadap Bagian Tubuh

Mengukur kepuasan terhadap bagian tubuh secara spesifik seperti wajah, rambut, tubuh
bagian bawah, dan penampilan secara keseluruhan

4) Kecemasan Menjadi Gemuk

Mengukur kecemasan terhadap kegemukan, kewaspadaan individu terhadap berat badan,


kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan dan membatasi pola makan.

2.2 Perilaku Diet

2.2.1 Definisi Diet

Definisi diet menurut Muda (2003) adalah aturan makan khusus untuk kesehatan dan
sebagainya (biasanya atas petunjuk dokter), berpantang atau menahan diri terhadap makanan
tertentu untuk kesehatan, mengatur kuantitas dan jenis makanan untuk mengurangi berat badan
atau karena penyakit. Menurut Kim dan Lennon (2006), diet adalah pengurangan kalori untuk
mengurangi berat badan. Menurut Hawks (2008) perilaku diet adalah usaha sadar seseorang
dalam membatasi dan mengontrol makanan yang akan dimakan dengan tujuan untuk
mengurangi dan mempertahankan berat badan. Berdasarkan definisi di atas, perilaku diet dapat
diartikan sebagai kegiatan membatasi dan mengontrol makanan atau kalori yang akan dimakan
dengan tujuan untuk mengurangi atau mempertahankan berat badan.

2.2.2 Jenis Perilaku diet


Berikut ini akan dijabarkan beberapa perilaku diet yang sehat dan tidak sehat menurut Kim
dan Lennon (2006):

Diet dapat diasosiasikan dengan perubahan perilaku ke arah yang lebih sehat, seperti
mengubah pola makan dengan mengkonsumsi makanan rendah kalori atau rendah lemak, dan
menambah aktivitas fisik secara wajar. Diet sehat dapat membuat seseorang memiliki tubuh ideal
tanpa mendatangkan efek samping yang berbahaya bagi tubuh. Diet sehat dapat dilakukan dengan
cara mengurangi

masukan kalori ke dalam tubuh namun tetap menjaga pola makan yang dianjurkan oleh pedoman
gizi seimbang (Anwar, dalam Elga, 2007). Orang yang melakukan diet untuk alasan kesehatan
akan melakukan cara yang sehat pula, misalnya mengikuti pola makan yang dianjurkan (Kim &
Lennon, 2006).
Adapun pola makan sehat yang dianjurkan agar seseorang senantiasa mendapatkan nutrisi
yang seimbang bagi tubuh mereka adalah:
(1) Berbagai macam variasi dari buah-buahan dan sayuran sebaiknya dikonsumsi paling sedikit lima
porsi sehari.
(2) Beberapa makanan yang mengandung karbohidrat sebaiknya dikonsumsi, khususnya yang
mengandung serat tinggi seperti roti, pasta, sereal, dan kentang. Di Indonesia, karbohidrat lebih
umum dikonsumsi dalam bentuk nasi, roti, mie, atau kentang sebagai makanan pokok yang
dimakan setiap hari (Anwar, dalam Elga, 2007).
(3) Daging, ikan, dan sejenisnya dikonsumsi dalam jumlah sedang dan lebih dianjurkan untuk memilih
yang rendah lemak.
(4) Susu dan produk-produk olahan dari susu sebaiknya dikonsumsi dalam jumlah sedang dan
mengandung kadar lemak yang rendah.
(5) Cemilan dan makanan yang mengandung gula seperti keripik kentang, permen, dan minuman yang
mengandung gula sebaiknya dikonsumsi dalam jumlah kecil dan jarang.
(6) Diet jenis ini dapat diasosiasikan dengan perilaku yang membahayakan kesehatan dapat dilakukan
dengan berpuasa (di luar niat ibadah) atau melewatkan waktu makan dengan sengaja, penggunaan
obat penurun berat badan, penahan nafsu makan, muntah dengan disengaja, dan binge eating.
Orang-orang yang berdiet semata-mata bertujuan untuk memperbaiki penampilan akan cenderung
menempuh cara-cara yang tidak sehat untuk menurunkan berat badan mereka (Kim & Lennon,
2006).

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku diet

Beberapa ahli menyatakan bahwa perilaku diet dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku diet adalah sebagai berikut:
a. Jenis kelamin

Diet merupakan kegiatan membatasi dan mengontrol makanan yang akan dimakan
dengan tujuan untuk mengurangi dan mempertahankan berat badan (Hawks, 2008). Perilaku
diet menjadi lebih umum diantara anak perempuan ketimbang anak laki-laki. Berdasarkan
hasil penelitian Vereecken dan Maes (dalam Papalia 2008), pada usia 15 tahun, lebih dari
setengah remaja perempuan di enam belas negara melakukan diet atau berpikir mereka harus
melakukan hal tersebut. Pada umumnya, perempuan memiliki lemak tubuh yang lebih
banyak dibandingkan laki-laki.

b. Status berat badan

Dwyer (1997) mengatakan bahwa orang yang memiliki berat badan lebih, lebih
perhatian terhadap berat badan dari pada orang yang lebih ringan.

c. Kelas sosial

Perilaku diet dan perhatian terhadap berat badan cenderung terjadi pada orang yang
kelas sosialnya tinggi dari pada yang rendah (Dwyer, 1997)

2.2.4 Dampak Perilaku diet

Menurut Hawks (2008), perilaku diet dapat menimbulkan dampak bagi seseorang, yaitu:
d. Dampak biologis
Peneliti mengatakan bahwa diet akan meningkatkan level systemic cortisol. Cortisol
merupakan pertanda dari timbulnya stres, yang merupakan prediktor terhadap level rasa lapar
dan hal ini merupakan faktor yang beresiko terhadap timbulnya tulang yang rapuh.

e. Dampak psikologis

Individu yang melakukan diet biasanya akan lebih depresi dan emosional dari pada
individu yang tidak diet, dan akan mengalami kecemasan, serta kurangnya penyesuaian diri
yang baik pada area sosialisasi, kematangan, tanggung jawab, dan struktur nilai
intrapersonal.

f. Dampak kognitif

Kerusakan dalam working memory, waktu reaksi, tingkat perhatian dan performansi
kognitif dipengaruhi oleh bentuk tubuh, makanan, dan diet, yang disebabkan oleh kecemasan
yang dihasilkan oleh efek stres terhadap diet.
2.2.5 Pengukuran perilaku diet

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai perilaku diet pada


umumnya mengacu pada alat ukur yang disusun oleh French, Perry, Leon dan Fulkerson
(dalam Elga, 2007). Alat ukur ini terdiri dari dua metode penurunan berat badan, antara
lain:
a. Metode penurunan berat badan yang sehat yang mencerminkan pola makan sehat dan
olahraga. Metode ini terdiri dari: pengurangan kalori, memperbanyak olahraga,
memperbanyak makan buah dan sayur, mengurangi cemilan, mengurangi asupan
lemak, mengurangi permen atau makanan manis, mengurangi porsi makan yang di
konsumsi, mengubah tipe makanan, mengurangi konsumsi daging, mengurangi
makanan yang berkarbohidrat tinggi, dan mengkonsumsi makanan-makanan rendah
kalori.
b. Metode penurunan berat badan yang tidak sehat yang mencerminkan usaha mengontrol
berat badan yang tidak sehat. Metode ini terdiri dari: puasa (di luar ibadah), sengaja
melewatkan waktu makan (sarapan, makan siang, makan malam), memperbanyak
merokok, penggunaan laxative (obat pelancar buang air besar), menggunakan diuretic
(obat penyerap kadar air dalam tubuh), menggunakan penahan nafsu makan,
menggunakan pil diet, memuntahkan makanan dengan disengaja, tidak makan daging
sama sekali, tidak makan makanan yang mengandung karbohidrat sama sekali, dan
hanya memakan satu jenis makanan saja dalam sehari.

2.3 Remaja

2.3.1 Definisi Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin, yaitu ‘adolescere’ yang berarti
perkembangan menjadi dewasa (Monks, 1999). Piaget (dalam Hurlock, 1999)
mengemukakan bahwa istilah adolescence mempunyai arti lebih luas yaitu mencakup
kematangan emosional, mental, sosial, dan fisik.
Santrock (2003), mengatakan bahwa masa remaja sebagai masa perkembangan transisi
antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial.
Batasan usia yang ditetapkan para ahli untuk masa remaja berbeda-beda. Menurut Hall
(dalam Santrock, 2003), usia remaja adalah masa antara usia 12 sampai 23 tahun. Monks
(1999) menyatakan bahwa batasan usia remaja antara 12 hingga 21 tahun, yang terbagi
dalam 3 fase, yaitu remaja awal (usia 12 hingga 15 tahun), remaja tengah/madya (usia 15
hingga 18 tahun) dan remaja akhir (usia 18 hingga 21 tahun).
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah periode
perkembangan dari anak-anak ke dewasa awal yang mencakup perubahan fisik, sosial,
emosional, kognitif dan mental yang berlangsung antara usia 12 hingga 21 atau 23 tahun.

2.3.2 Karakteristik perkembangan remaja

a. Perkembangan fisik remaja

Perkembangan fisik remaja ditandai dengan adanya suatu periode yang disebut pubertas.
Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon
(gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan,
yaitu Follicle-Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH).

Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang perkembangan dua jenis
hormon kewanitaan, yaitu estrogen dan progesteron. Pada anak laki- laki, Luteinizing
Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH) merangsang
perkembangan testosteron.

Perkembangan secara cepat dari hormon-hormon tersebut menyebabkan terjadinya


perubahan sistem biologis seorang anak. Pada anak perempuan, peristiwa pertama yang
terjadi adalah telarke, yaitu terbentuknya payudara, diikuti oleh pubarke, yaitu tumbuhnya
rambut pubis dan ketiak, lalu menarke, yaitu periode haid pertama. Haid merupakan pertanda
bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga pertumbuhan otot yang cepat,
tumbuhnya rambut pubis, dan suara yang semakin halus.
Anak laki-laki juga mengalami perubahan fisik, seperti suara yang semakin berat,
pertumbuhan otot, dan pertumbuhan rambut tubuh. Perkembangan fisik remaja akan
berlangsung sangat cepat sejak awal terjadinya pubertas (Dacey & Travers, 2004).
Perubahan dan perkembangan fisik yang pesat ini membuat

remaja memperhatikan tubuhnya yang mempengaruhi interaksinya dengan orang lain di


sekitarnya, terutama teman sebayanya.

b. Perkembangan kognitif remaja

Menurut Piaget (dalam Papalia, 2008), perkembangan kognitif remaja berada pada tahap
operasional formal. Tahap ini merupakan tahap yang paling tinggi dalam perkembangan
kognitif individu, dimana remaja mempunyai kemampuan untuk memanipulasi informasi
dan mempunyai pemikiran yang lebih luas lagi. Pada masa remaja, proses pembentukan
gambaran tubuh sudah di ikuti dengan proses kognisi. Proses kognisi tersebut berupa
pemikiran dan keinginan untuk mengidentifikasikan diri sesuai dengan tokoh idolanya.
Proses pembentukan gambaran tubuh yang baru pada masa remaja ke dalam diri adalah
bagian dari tugas perkembangan yang sangat penting (Dacey & Kenny, 2001).
Dalam beberapa hal pemikiran para remaja masih terlihat kurang matang. Salah satu
karakteristik pemikiran remaja yang belum matang ini adalah kesadaran diri. Elkind (dalam
Papalia, 2008) merujuk kondisi kesadaran diri ini sebagai imaginary audience, yaitu
menggambarkan peningkatan kesadaran remaja yang tampil pada keyakinan mereka bahwa
orang lain memiliki perhatian yang amat besar terhadap diri mereka, sebesar perhatian
mereka sendiri. Gejala imaginary audience mencakup berbagai perilaku untuk mendapatkan
perhatian, keinginan agar kehadirannya diperhatikan, disadari oleh orang lain, dan menjadi
pusat perhatian.

c. Perkembangan sosial remaja

Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan
dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam
hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang
dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah (Hurlock, 1999).
Pada saat memasuki usia remaja, seorang individu sudah mulai menyadari bahwa
dirinya bukan akan-anak lagi dan mulai berusaha untuk memasuki dunia orang dewasa,
berusaha untuk mendapatkan pengakuan dari orang dewasa dan mencari identitas diri yang
dapat mempengaruhi perasaan mereka terhadap diri sendiri. Menurut Handel (dalam Rice,
1990), sejak masa puber, remaja umumnya mulai memperhatikan dan membandingkan hal-
hal khusus seperti penampilan fisik (misalnya bentuk tubuh) dan kemampuan sosialisasinya
dengan lingkungan pergaulan dan tokoh idolanya. Remaja menyadari bahwa daya tarik fisik
berperan penting dalam hubungan sosial. Hal tersebut yang menyebabkan remaja sangat
terpengaruh terhadap penilaian dari orang lain terhadap bentuk tubuhnya dan peka terhadap
rasa malu (karena adanya penilaian yang kurang baik).

2.4 Hubungan antara gambaran tubuh dan perilaku diet pada remaja

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perilaku diet seseorang adalah harga diri.
Harga diri adalah penilaian seseorang tentang dirinya secara positif maupun negatif. Individu
dengan harga diri yang rendah cenderung takut mengalami kegagalan dalam menjalani
hubungan sosial, kurang dapat mengekspresikan diri, dan sangat tergantung pada lingkungan
(Coopersmith dalam Siregar, 2006).
Individu yang sangat tergantung pada lingkungan, kurang dapat mengekspesikan diri,
dan takut untuk menjalani hubungan sosial akan cenderung mengikuti apa yang diinginkan
oleh lingkungan. Apabila individu cenderung mengikuti apa yang diinginkan oleh lingkungan
dalam berbagai hal seperti bentuk tubuh, cara berpakaian, dan cara berdandan maka ia akan
cenderung untuk merubah tubuh mereka dan berupaya untuk mencapai diri yang ideal seperti
yang diinginkan lingkungan dengan berbagai cara (Hassanah,2010).

Banyak penelitian yang menunjukkan diet sering dilakukan dengan cara yang tidak
sehat, khususnya pada remaja putri. Mereka melakukan diet secara agresif untuk mendapatkan
bentuk tubuh yang ideal (Jaworowska, 2007). Kecenderungan untuk merubah tubuh ideal
sesuai dengan konsep yang dibentuk oleh lingkungan ini salah satunya dipengaruhi oleh teman
sebaya. Pengaruh teman sebaya sangat besar pada masa remaja. Hal ini karena remaja

lebih banyak menghabiskan waktunya dengan teman-temanya dibandingkan dengan


keluarganya (Hurlock,1980). Teman sebaya yang melakukan perilaku diet yang ekstrim dapat
mempengaruhi remaja putri untuk melakukan perilaku diet yang ekstrim pula (Gaskill, 2000).
Bentuk-bentuk perilaku diet yang ektrim ini sama dengan bentuk perilaku diet yang tidak sehat
antara lain: menggunakan laxative, dan memuntahkan makanan (Cheung, 2007).
Selain itu, kecenderungan remaja putri untuk merubah tubuh sesuai dengan konsep
yang dibentuk oleh lingkungan juga dipengaruhi oleh tekanan media. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa membaca majalah wanita atau majalah kecantikan dapat diasosiasikan
dengan metode penurunan berat badan yang tidak ideal (Utter, 2003). Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Grigg, Bowman, dan Redman ditemukan bahwa 87% dari sampel penelitian
mereka memiliki keinginan untuk memiliki bentuk tubuh yang “kurus” ideal yang
dipromosikan oleh media. Hal ini secara konsisten berhubungan dengan gangguan makan,
perilaku diet tidak sehat, dan distorsi terhadap gambaran tubuh (Grigg, 1996). Selain itu,
dalam penelitian yang dilakukan oleh Beasley ditemukan bahwa tekanan media memiliki
korelasi yang kuat dan signifikan dengan perilaku diet tidak sehat.

BAB III

METODE PENELITIAN

Hadi (2000) mengatakan bahwa metode penelitian dalam suatu penelitian ilmiah
merupakan unsur penting karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan
apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. Penelitian ini menggunakan
metode kuantitatif yang bersifat korelasional, yang bertujuan untuk melihat hubungan antara satu
variabel dengan variabel lain. Pembahasan dalam bab ini meliputi identifikasi variabel penelitian,
definisi operasional, populasi dan metode pengambilan sampel, instrumen/alat ukur yang
digunakan, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian dan metode analisis
data.
3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk

untuk mengidentifikasi gambaran citra tubuh terhadap pola diet mahasiswi fakultas

keperawatan universitas padjadjaran.

3.2 Variabel Penelitian

Menurut Sugiono (2009) variabel penelitian adalah suatu ukuran atau ciri yang
dimiliki anggota-anggota suatu kelompok berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok
lain. Variabel-variabel pada penelitian ini adalah :

1. Variabel bebas (Independent)


Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahan atau timbulnya variabel terikat (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini
variabel bebasnya adalah citra tubuh.

2. Variabel terikat (Dependent)


Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena
adanya variabel bebas (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini variabel terikatnya
adalan pola makan.

3.3 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional

3.3.1 Definisi Konseptual

Gambaran citra tubuh dengan perilaku diet tidak sehat merupakan sejumlah

informasi atau hal yang diketahui mengenai pentingnya perilaku diet sehat sebagai upaya

pencegahan gangguan body image pada mahasiwi.

3.3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional Gambaran citra tubuh dengan perilaku diet tidak

sehat mahasiswi fakultas keperawatan universitas padjadjaran sebagai upaya pencegahan

gangguan body image pada mahasiwi.

No. Variabel Definisi Alat ukur/Cara Hasil Ukur Skala Ukur


Operasional Ukur
1. Citra Tubuh Mahasiswi Gambaran Kuisioner a. Citra tubuh Ordinal
Fakultas Keperawatan positif
Unpad dengan perilaku b. Citra tubuh
diet tidak sehat citra tubuh negatif

dengan

perilaku diet

tidak sehat

merupakan

sejumlah

informasi

atau hal

yang

diketahui

mengenai

pentingnya

perilaku diet

sehat sebagai

upaya

pencegahan

gangguan

body image

pada

mahasiwi.

Definisi

Variabel Parameter Alat Ukur Skala Skor


Operasional

Independent Penilaian Dimensi- Kuesioner Ordinal 1. Baik = 70-


Citra tubuh individu dimensi citra 100
tentang tubuh : 2. Cukup = 50-
ukuran, 1. Appearance 69
penampilan, evaluation 3. Kurang = 0-
dan bentuk (evaluasi 49
tubuhnya penampilan) (Krowchuk, et
2. Appearance al, 1998)
orientation
(orientasi
penampilan)
3. Body area
satisfaction
(kepuasan
terhadap
bagian tubuh)
4. Overweight
preoccupation
(kecemasan
menjadi
gemuk)
5. Self-classified
weight
(pengkategori
an ukuran
tubuh)

Variabel Perilaku Pengukuran Kuesioner Ordinal 1. Diet sehat =


Dependent penurunan perilaku diet : 80-100
Perilaku diet berat badan 1. Metode 2. Diet tidak
yang pernah penurunan sehat = 79-60
atau sedang berat badan 3. Diet ekstrim
dijalani oleh yang sehat = 59-0
individu saat 2. Metode (French, Perry,
dilakukan penurunan Leon &
penelitian berat badan Fulkerson
yang tidak (dalam Elga,
sehat 2007)
Populasi dan Sampel

Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Sugiyono, 2014). Populasi yang akan diteliti dalam penelitian ini

adalah Mahasiswa Keperawatan Universitas Padjadjaran.

Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2014). Jumlah sampel yang digunakan

pada penelitian ini yaitu sebanyak 100 orang yang diambil melalui

metode simple random sampling. Kriteria inklusi dalam penelitian ini

adalah mahasiswa keperawatan Unpad angkatan 2018 dan 2019 yang

berusia dibwah 20 tahun. Ukuran sampel yang diambil diberikan

toleransi sebesar 5% (0,05) dari populasi dan dihitung berdasarkan

Rumus Slovin. Rumus tersebut adalah sebagai berikut:


Keterangan:
n : ukuran sampel
N: ukuran populasi

e: margin of error

Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui

beberapa tahap, yaitu :

1. Penyusunan proposal penelitian melalui metode studi literatur.

2. Mempersiapkan seminar usulan penelitian setelah mendapatkan

persetujuan dari dosen pembimbing utama dan dosen pembimbing.

3. Melaksanakan seminar usulan penelitian yang disaksikan oleh kedua

dosen pembimbing dan kedua dosen penguji.

4. Setelah dilaksanakan seminar usulan penelitian, peneliti memperbaiki

draft proposal penilitian yang telah dibahas dengan

perbaikan dari dosen pembimbing maupun penguji seminar usulan

penelitian.

5. Setelah proposal penelitian sudah final revisi, peneliti melakukan uji

etik Penelitian.
6. Peneliti mulai melakukan pengumpulan data dengan masuk ke dalam

kelas setiap angkatan di Fakultas Keperawatan Jatinangor dan mulai

membagikan kuesioner untuk diisi. Sementara, untuk pengambilan

data pada mahasiswa keperawatan Garut dan Pangandaran dilakukan

secara online dengan membagikan link kuesioner google form kepada

responden. Kuesioner terdiri dari kuesioner pengetahuan mahasiswa

terhadap seks edukasi yang berisi 10 pernyataan. Kuesioner yang

digunakan telah melalui proses back-translation.

7. Setelah data responden terkumpul sesuai dengan jumlah sampel,

semua data dikumpulkan untuk dianalisis.

Instrumen Penelitian

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur gambaran tubuh adalah


skala gambaran tubuh yang dirancang dan dikembangkan sendiri oleh
peneliti yang

disusun berdasarkan Multidimensional Body Self Relation


Questionnaire- Appearance Scales (MBSRQ-AS) yang dikemukakan
oleh Cash (dalam Seawell & Danorf-Burg, 2005).

Cash (dalam Seawell & Danorf-Burg, 2005) mengemukakan adanya


lima dimensi gambaran tubuh, yaitu:
a. Appearance evaluation (evaluasi penampilan), yaitu mengukur
evaluasi dari penampilan dan keseluruhan tubuh, apakah menarik
atau tidak menarik serta memuaskan dan tidak memuaskan.
b. Appearance orientation (orientasi penampilan), yaitu perhatian
individu terhadap penampilan dirinya dan usaha yang dilakukan
untuk memperbaiki dan meningkatkan penampilan dirinya.
c. Body area satisfaction (kepuasan terhadap bagian tubuh), yaitu
mengukur kepuasan individu terhadap bagian tubuh secara spesifik,
seperti wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat, paha, pinggul,
kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tubuh bagian atas
(dada, bahu, lengan), dan penampilan secara keseluruhan.
d. Overweight preoccupation (kecemasan menjadi gemuk), yaitu
mengukur kecemasan terhadap kegemukan, kewaspadan individu
terhadap berat badan, kecenderungan melakukan diet untuk
menurunkan berat badan dan membatasi pola makan.
e. Self-classified weight (pengkategorian ukuran tubuh), yaitu
mengukur bagaimana individu mempersepsi dan menilai berat
badannya, dari sangat kurus sampai sangat gemuk.

f. Skala gambaran tubuh disusun berdasarkan skala Likert dan skala


Diferensial Semantik. Skala Likert digunakan untuk mengungkap
dimensi appearance evaluation(evaluasi penampilan), appearance
orientation (orientasi penampilan), dan overweight preoccupation
(kecemasan menjadi gemuk). Skala Likert terdiri dari dua kategori
aitem, yaitu aitem favorable (mendukung konstruk yang hendak
diukur) dan unfavorable (tidak mendukung konstruk yang hendak
diukur), dan menyediakan lima alternatif jawaban yang terdiri dari
Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Netral (N), Sesuai
(S), dan Sangat Sesuai (SS). Nilai pada setiap pilihan berada pada
rentang 1-5. Bobot penilaian untuk setiap respon subjek pada
pernyataan favorable yaitu STS = 1, TS = 2, N = 3, S = 4, SS = 5.
Bobot penilaian untuk setiap respon subjek pada pernyataan
unfavorable yaitu STS = 5, TS = 4, N= 3, S = 2, SS = 1.
g. Skala Diferensial Semantik digunakan untuk mengungkap dimensi
body area satisfaction (kepuasan terhadap bagian tubuh), dan self-
classified weight (pengkategorian ukuran tubuh). Skala ini memiliki
dua pilihan jawaban yang terletak di kutub yang berseberangan, yaitu
kutub negatif (yang berisi keadaan negatif) dan kutub positif (yang
berisi keadaan positif) dari setiap pernyataan. Diantara kedua kutub
tersebut tersedia lima garis yang menunjukkan dimana posisi subjek
terhadap pernyataan yang disediakan, yaitu Kutub negatif
h. Kutub positif. Bobot penilaian untuk setiap garis adalah Kutub negatif
i.

j. 1 2 3 4 5 Kutub positif
k.
l. Penyusunan alat ukur ini untuk lebih jelasnya dijabarkan dalam
bentuk blue print pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Blue print skala gambaran tubuh sebelum uji coba

No Aspek / Dimensi Indikator Perilaku Nomor Aitem Jumlah


F UF
. Gambaran Tubuh (Persen)
1. Appearance - Evaluasi terhadap 1, 5, 9, 2, 8, 20, 13
Evaluation penampilan dari 19, 23, 33, 37, (21.7 %)
(Evaluasi diri pribadi 31, 42 41
penampilan) - Evaluasi terhadap
penampilan dari orang
lain
2. Appearance - Perhatian individu 3, 6, 14, 4, 10, 29, 12
Orientation dalam menjaga 24, 25, 32 (20 %)
(Orientasi penampilan 27
penampilan) - Usaha dalam 28, 43
memperbaiki
dan
meningkatkan
penampilan
3. Body Area - Kepuasan terhadap 50, 51, 9
Satisfaction wajah 52, 53, (15 %)
(Kepuasan - Kepuasan terhadap 54, 55,
terhadap bagian rambut 56, 57,
tubuh) - Kepuasan terhadap 58
tubuh bagian bawah
- Kepuasan terhadap
tubuh bagian tengah
- Kepuasan terhadap
tubuh bagian atas
- Kepuasan terhadap
tampilan otot
- Kepuasan terhadap
berat badan
- Kepuasan terhadap
tinggi badan
- Kepuasan terhadap
keseluruhan
penampilan
4. Overweight - Kecemasan terhadap 12, 15, 7, 11, 13, 24
Preoccupation kegemukan 17, 22, 16, 18, (40 %)
(Kecemasan - Kewaspadan 26, 30, 21, 34,
menjadi gemuk) individu terhadap 35, 36, 38,
berat badan 39, 45, 40, 44,
- Kecenderungan 47 46, 48,
melakukan diet 49
- Membatasi pola makan
5. Self-Classified - Berat badan 59, 60 2
Weight - Tinggi badan (3.3 %)
(Pengkategorian
ukuran tubuh)

TOTAL 36 24 60
(60 %) (40 %) (100 %)
Dari setiap karakteristik akan diturunkan sejumlah aitem dimana dari
setiap aitem akan diperoleh skor total yang menunjukkan semakin tinggi
skor gambaran tubuh individu maka akan diikuti oleh semakin positif
gambaran tubuhnya, sebaliknya semakin rendah skor gambaran tubuh
individu maka akan diikuti oleh semakin negatif gambaran tubuhnya.

Alat ukur merupakan metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian yang bertujuan untuk
mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti. Alat ukur yang digunakan hendaknya disesuaikan
dengan tujuan penelitian dan bentuk data yang akan diambil serta diukur. Data penelitian ini diperoleh
dengan menggunakan metode skala. Skala adalah suatu metode pengumpulan data yang merupakan
suatu daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh subjek secara tertulis (Hadi, 2000).

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner. Kuesioner merupakan
instrumen penelitian yang berisi serangkaian pertanyaan atau pernyataan untuk menjaring data
atau informasi yang harus dijawab responden secara bebas sesuai dengan pendapatnya (Arifin,
2011).

Gambaran tubuh yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor yang diperoleh dari
jawaban subjek terhadap skala gambaran tubuh yang disusun dengan format Likert dengan
lima pilihan jawaban dari Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Netral (N),
Sesuai (S), dan Sangat Sesuai (SS) dan juga disusun dengan format Diferensial Semantik
dengan lima pilihan jawaban yang terletak di kutub berseberangan, yaitu kutub negatif
(yang berisi keadaan negatif) dan kutub positif (yang berisi keadaan positif). Alat ukur
gambaran tubuh ini dikembangkan oleh peneliti berdasarkan Multidimensional Body Self
Relation Questionnaire-Appearance Scales (MBSRQ-AS) yang dikemukakan oleh Cash.
Cash mengemukakan adanya lima dimensi gambaran tubuh, yaitu:

f. Appearance evaluation (evaluasi Penampilan)

g. Appearance orientation (orientasi penampilan)

h. Body area satisfaction (kepuasan terhadap bagian tubuh)

i. Overweight preoccupation (kecemasan menjadi gemuk)


j. Self-classified weight (pengkategorian ukuran tubuh)

Skor total pada skala gambaran tubuh merupakan petunjuk gambaran tubuh yang
positif atau negatif. Skor skala yang tinggi menunjukkan gambaran tubuh yang positif,
sebaliknya skor skala yang rendah menunjukkan gambaran tubuh yang negatif.

Teknik Pengolahan Data

Setelah seluruh data terkumpul, kemudian dilakukan pengolahan

data melalui tahapan sebagai berikut :

1. Pemeriksaan Data (Editing)

Peneliti akan memeriksa kelengkapan dan ketepatan kuesioner

yang telah diberikan oleh responden untuk memastikan semua

pertanyaan telah terisi.

2. Pemberian Kode (Coding)

Pada tahap ini untuk mempermudah dalam menginterpretasikan

dan menganalisis data, peneliti akan memberikan kode berupa

angka pada data yang telah terkumpul dari responden.

3. Pemasukan Data (Entry)


Setelah melalui tahap editing dan coding, peneliti akan memasukan

data ke dalam Microsoft Excel dan SPSS. Kemudian peneliti

menjabarkan informasi yang telah didapatkan dari hasil penelitian.

MetodePengolahandanAnalisa Data

a. Metode Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk memperoleh penyajian data dan


sebagai hasil untuk menyatakan adanya kesimpulan yang baik.
Langkah–langkah pengolahan pada penelitian ini antara lain
(Notoatmodjo, 2010) :

Editing

Penelitian menyeleksi atau memeriksa ulang kelengkapan


pengisian kuesioner dari seluruh pertanyaan yang ada
sehingga tidak ada kuesioner yang terbuang. Kuesioner di
urutkan sesuai dengan nomer responden yang ada di dalam
kertas kuesioner. Proses ini untuk melihat apakah semua
data sudah di isi sesuai petunjuk.

Coding

Setelah semua data yang ada pada kuesioner lengkap,


peneliti melakukan coding terhadap semua jawaban atau
informasi koresponden. Kode pada instrument yang
digunakan sebagai berikut :

Body image positif diberi kode =1, body image negatif


diberi kode =2, sedangkan pola makan baik diberi kode =1,
pola makan buruk diberi kode=2.

Entry data

Dalam proses ini peneliti memasukkan data kedalam


program komputer. Semua data di masukkan secara cermat
sampai nomer responden terakhir. Entri data dini di lakukan
dengan mengisi kolom–kolom atau kotak-kotak lembar
kode atau kartu kode sesuai dengan jawaban masing-
masing pertanyaan.

Tabulating

Tabulating data, untuk menghitung data secara


statistik.Yakni membuat tabel-tabel data sesuai dengan
tujuan penilaian atau yang diinginkan oleh penelitian.

Analisa Data

Data primer yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner akan

disusun secara sistematis dan dianalisis. Teknik analisis yang digunakan


dalam penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif. Data akan diringkas

dalam bentuk tabel, kemudian dihitung nilai distribusi frekuensi yang

nantinya akan diketahui persentase dari variabel yang diukur.

Metode yang digunakan untuk menganalisa data pada penelitian ini


adalah analisis statistik. Alasan yang mendasari digunakannya analisis
statistik adalah karena statistik dapat menunjukkan kesimpulan
(generalisasi) penelitian. Pertimbangan lain yang mendasari adalah:
statistik bekerja dengan angka, statistik bersifat objektif, dan bersifat
universal (Hadi, 2000).
Teknik analisis data yang digunakan untuk pengujian hipotesa
penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik korelasi Pearson
Product Moment karena peneliti ingin melihat apakah ada hubungan
antara perilaku diet dengan gambaran tubuh. Sebelum dilakukan analisis,
terlebih dahulu dilakukan uji asumsi. Asumsi yang harus dipenuhi dalam
penelitian ini adalah:

3. Uji normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data


penelitian masing-masing variabel telah menyebar secara normal. Hal ini
perlu dilakukan karena jika populasi dari sampel yang diambil tidak
bersifat normal, maka tes statistik yang bergantung pada asumsi
normalitas itu menjadi cacat sehingga kesimpulannya tidak berlaku
(Kerlinger, 1995). Pengukuran normalitas menggunakan one sample
Kolmogorof Smirnov dengan bantuan SPSS 15,0 for windo ws.

4. Uji linieritas

Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel perilaku


diet berkorelasi secara linier atau tidak terhadap variabel gambaran
tubuh. Uji linieritas ini dilakukan dengan menggunakan teknik Scatter
Plot dengan bantuan komputerisasi SPSS 15,0 for windows. Kedua
variabel dikatakan berhubungan secara linier jika ρ < 0.05.

Prosedur Penelitian

Tahap Persiapan penelitian

Tahap persiapan penelitian dimulai dari mempersiapkan instrumen

penelitian dengan terlebih dahulu melakukan literature review dan

observasi terkait dengan variabel yang diteliti, yaitu pengetahuan

mahasiswa. Seluruh kebutuhan penelitian disesuaikan dengan

fenomena-fenomena yang ditemukan dan tujuan yang ingin dicapai

pada penelitian ini, termasuk alat ukur dan skala kuesioner.

Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah tahap persiapan selesai dilakukan, langkah berikutnya adalah

melakukan penyebaran kuisioner kepada mahasiswa Fakultas

Keperawatan Universitas Padjadjaran kampus Jatinangor, kampus

Garut, dan kampus Pangandaran yang dilakukan secara online. Setelah

itu peneliti mengolah dan menganalisis data yang telah didapatkan

sesuai dengan rencana yang telah dibuat oleh peneliti. Peneliti akan
memastikan data yang dikumpulkan telah lengkap dan cukup untuk

selanjutnya diolah menjadi informasi.

Tahap AKhir Penelitian

Pada tahapan ini, data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis

dan diinterpretasikan dalam bentuk laporan tertulis yang sistematis.

Hasil dari data tersebut kemudian akan dipertanggungjawabkan dalam

sidang akhir.

Etika Penelitian

Etika penelitian diperlukan agar semua responden penelitian dapat


mempertahankan hak dan martabatnya saat menjadi responden.
Menurut Hidayat (2010), masalah etika pada penelitian yang
menggunakan subjek manusia menjadi isu sentral yang akan
berkembang saat ini. Dalam penelitian di keperawatan, peneliti hampir
menggunakan manusia sebagai subjeknya, maka peneliti harus
memperhatian hal berikut :

= Informed consent

Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan


memberikan lembar prsetujuan. Informed consent tersebut
diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan
lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed
consent adalah agar subjek mengerti tujuan penelitian dan
mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka harus
menandatangani lembar persetujuan, jika tidak maka peneliti harus
menghormati hak subjek penelitian.

2. Anonymity (tanpa nama)

Merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam


penggunaan sbyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama respond pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
penelitian yang akan disajikan.

n Confidentially (kerahasiaan)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin


kerahasiaanya oleh peneliti.

4. Sukarela

Responden sukarela tanpa adanya unsur paksaan secara


langsung maupun tidak langsung oleh peneliti kepada responden.

Waktu dan Tempat Penelitian


Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan di Fakultas Keperawatan

Universitas Padjadjaran Kampus Jatinangor, Fakultas Keperawatan

Universitas Padjadjaran Kampus Pangandaran, Fakultas Keperawatan

Universitas Padjadjaran Kampus Garut pada bulan Maret s.d April 2020.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai