Anda di halaman 1dari 34

GAMBARAN CITRA TUBUH DENGAN PERILAKU DIET TIDAK SEHAT PADA

MAHASIWI FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Penelitian dan

Biostatistika

Disusun Oleh :

Istikomah

220110170139

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-
Nya sehingga proposal penelitian yang berjudul “Gambaran Citra Tubuh Dengan
Perilaku Diet Tidak Sehat Pada Mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas
Padjadjaran” ini dapat tersusun hingga selesai.

Tidak lupa peneliti mengucapkan banyak-banyak terima kasih atas bantuan dan
dukungan pihak yang telah memberikan masukan dan dukungan dalam penulisan
proposal ini dan semoga proposal ini dapat bermanfaat.

Karena segala keterbatasan pengetahuan, peneliti yakin dalam penyusunan


makalah ini banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik dan
saran dari pembaca sangat berarti bagi peneliti.

Jatinangor, Desember 2019

Peneliti
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Identifikasi Masalah/Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan Khusus

Manfaat Penelitian

Manfaat Teoritis

Manfaat Praktis

Kerangka Pemikiran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Tubuh

Definisi gambaran tubuh

Faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran tubuh

Gangguan gambaran tubuh

Pengukuran gambaran tubuh

Perilaku diet

Definisi perilaku diet

Jenis Perilaku diet

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku diet


Dampak Perilaku diet

Pengukuran perilaku diet

Remaja

Definisi Remaja

Karakteristik perkembangan remaja

Hubungan antara gambaran tubuh dan perilaku diet pada remaja

BAB III METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Variabel Penelitian

Definisi Konseptual dan Definisi Operasional

Definisi Konseptual

Definisi Operasional

Populasi dan Sampel

Populasi

Sampel

Prosedur Pengumpulan Data

Instrumen Penelitian

Teknik Pengolahan Data

Analisa Data

Prosedur Penelitian

Tahap Persiapan penelitian

Tahap Pelaksanaan Penelitian

Tahap AKhir Penelitian


Etika Penelitian

Waktu dan Tempat Penelitian

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Body image bagi remaja merupakan suatu hal yang penting, karena pada masa remaja
seseorang banyak mengalami perubahan, baik secara fisik maupun psikis. Perubahan yang
pesat ini menimbulkan respon tersendiri bagi remaja berupa tingkah laku yang sangat
memperhatikan perubahan bentuk tubuhnya. Ketidakpuasan terhadap tubuh lebih banyak
dialami oleh remaja perempuan dari pada remaja laki-laki. Pada umumnya, remaja perempuan
lebih kurang puas dengan keadaan tubuhnya dan memiliki lebih banyak gambaran tubuh yang
negatif, dibandingkan dengan remaja laki-laki selama masa pubertas. Hal tersebut
dikarenakan pada saat mulai memasuki masa remaja, seorang perempuan akan mengalami
peningkatan lemak tubuh yang membuat tubuhnya semakin jauh dari bentuk tubuh yang ideal,
sedangkan remaja laki-laki menjadi lebih puas karena massa otot yang meningkat. (Brooks-
Gunn & Paikoff dalam Santrock, 2003).

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan majalah perempuan Glamour, diperoleh hasil
bahwa dari 4000 remaja perempuan, hanya 19% saja yang merasa puas akan tubuhnya, dan
sisanya 81% merasa tidak puas dan cenderung melakukan diet. Berikut penulis
mencantumkan sebuah artikel yang diambil dari sebuah media cetak.

“Gue mau banget punya badan langsing. Soalnya temen-temen gue men- “support” untuk
mempunyai badan yang langsing. Gue juga mengonsumsi suplemen untuk memperlancar gue
mendapatkan tubuh yang indah, yah, meskipun ada efek sampingnya, tapi ya gak apa-apalah.
Hehe.” (Putri, Kompas 10 Juli 2009).

Pada usia remaja banyak dari mereka yang berusaha mengubah penampilannya
sehingga terlihat menarik. Kepedulian terhadap penampilan dan gambaran tubuh yang
ideal dapat mengarah kepada upaya obsesif seperti mengontrol berat badan (Davison &
Birch dalam Papalia, 2008). Pola ini menjadi lebih umum diantara anak perempuan
ketimbang anak laki-laki. Pada umumnya remaja melakukan diet, berolahraga, melakukan
perawatan tubuh, mengkonsumsi obat pelangsing dan lain-lain untuk mendapatkan berat
badan yang ideal (Dacey & Kenny, 2001). Konsep tubuh yang ideal pada perempuan
adalah tubuh langsing (Sanggarwaty, 2003). Begitu sadar berat badannya bertambah,
biasanya orang akan mencoba membatasi makanannya (Gunawan, 2004). Hal ini
mengakibatkan banyak dari remaja yang mengontrol berat badan dengan melakukan diet
dan berolahraga untuk membentuk tubuh yang ideal.

Kim dan Lennon (2006) mengatakan bahwa, diet mencakup pola-pola perilaku yang
bervariasi, dari pemilihan makanan yang baik untuk kesehatan sampai pembatasan yang
sangat ketat akan konsumsi kalori. Menurut Ilyas (Kompas, 2009) diet yang sebenarnya
adalah cara mengombinasikan makanan dan minuman yang kita konsumsi setiap hari,
yaitu kombinasi antara 60-70% karbohidrat, 10-15% protein, dan 20-25% lemak. Jadi, diet
itu bukan berarti harus menahan lapar sepanjang hari. Perilaku tidak sehat yang dapat
diasosiasikan dengan diet misalnya puasa, tidak makan dengan sengaja, penggunaan pil-pil
diet, penahan nafsu makan atau laxative, muntah dengan disengaja, dan binge eating
(French, Perry, Leon & Fulkerson, 1995). Diet yang dilakukan oleh remaja bukanlah hal
yang dapat disepelekan. Saat remaja adalah saat ketika tubuh seseorang sedang
berkembang pesat dan sudah seharusnya mendapatkan komponen nutrisi penting yang
dibutuhkan untuk berkembang. Kebiasaan diet pada remaja dapat membatasi masukan
nutrisi yang mereka butuhkan agar tubuh dapat tumbuh. Selain itu, diet pada remaja juga
dapat menjadi sebuah titik awal berkembangnya gangguan pola makan. Beberapa
penelitian lain juga mengatakan bahwa seorang remaja yang berdiet kemudian
menghentikan dietnya dapat menjadi overeater (perilaku makan berlebihan) pada tahun-
tahun berikutnya (Hill, Oliver & Rogers dalam Elga, 2007). Hal ini menjadi sebuah bukti
bahwa perilaku diet dapat membawa dampak yang buruk bagi kesehatan remaja yang
melakukannya.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Apa definisi citra tubuh atau body image


2. Apa definisi diet
3. Apa itu diet tidak sehat
4. Bagaimanakah gambaran body image mahasiswi keperawatan
5. Apakah terdapat hubungan antara gambaran tubuh dan perilaku diet pada
mahasiswi fakultas keperawatan?

1.3. Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk melihat hubungan antara gambaran tubuh dan perilaku diet pada mahasiswi fakultas
keperawatan universitas padjadjaran.

1.4. Manfaat
Dari penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat baik secara teoritis maupun manfaat
secara praktis:

1.Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan agar dapat menambah penelitian mengenai
hubungan antara gambaran tubuh dan perilaku diet tidak sehat pada mahasiswi fakultas
keperawatan.

2.Manfaat praktis

Bagi para mahasiswi agar tetap bisa menghargai dan bersyukur dengan tubuh yang
dimiliki dengan segala kelebihan dan kekurangannya dan juga mengetahui bahwa diet tidak sehat
bisa menyebabkan berbagai macam penyakit, dan juga diharapkan agar sesama mahasiwi selalu
memberikan dukungan satu sama lain untuk selalu menghargai tubuh yang dimiliki dan tidak
melakukan body shaming. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
referensi, khususnya penelitian yang berhubungan dengan gambaran tubuh dan perilaku diet
pada mahasiswi fakultas keperawatan.
1.5. Kerangka Pemikiran

Body Image Perilaku Diet

-Positif -Diet Sehat

-Negatif -Diet Tidak Sehat

Variabel Pengganggu

1. Cara Pandang Orang Lain

2. Obesitas

3. Perubahan Fungsi Tubuh

4. Perubahan Struktur Tubuh

5. Perubahan Penampilan Tubuh

6. Media Massa

Keterangan :

= area yang diteliti

= area yang tidak diteliti


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Terdapat beberapa pengertian mengenai gambaran tubuh yang dikemukakan oleh


beberapa ahli. Setiap ahli memiliki pendapat yang berbeda dalam mendefinisikan
gambaran tubuh. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dijelaskan pengertian perilaku diet
yang dikemukakan oleh beberapa orang ahli.

2.1 Gambaran Tubuh

2.1.1 Definisi gambaran tubuh

Terdapat beberapa pengertian mengenai gambaran tubuh yang dikemukakan oleh para
ahli. Menurut Papalia, Olds, dan Feldman (dalam Papalia, 2008) gambaran tubuh adalah
evaluasi mengenai penampilan seseorang. Jade (1999) mengatakan bahwa gambaran tubuh
adalah perasaan subjektif mengenai penampilan dan tubuh. Cash dan Deagle (dalam Jones,
2002) mendefinisikan gambaran tubuh sebagai derajat kepuasan individu terhadap dirinya
secara fisik yang mencakup ukuran, bentuk, dan penampilan umum. Menurut Cash dan
Pruzinsky (2002), gambaran tubuh merupakan sikap yang dimiliki seseorang terhadap
tubuhnya yang dapat berupa penilaian positif atau negatif. Berdasarkan definisi di atas
dapat disimpulkan bahwa gambaran tubuh merupakan perasaan, pengalaman, sikap dan
evaluasi yang dimiliki seseorang mengenai tubuhnya yang meliputi bentuk tubuh, ukuran
tubuh, dan berat tubuh yang mengarah kepada penampilan fisik yang dapat bersifat positif
atau negatif.
2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran tubuh
Beberapa ahli menyatakan bahwa gambaran tubuh dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan gambaran tubuh adalah sebagai
berikut:
a. Jenis kelamin
Cash dan Pruzinsky (2002) mengatakan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang
mempengaruhi dalam perkembangan gambaran tubuh seseorang. Dacey dan Kenny (2001)
juga sependapat bahwa jenis kelamin mempengaruhi gambaran tubuh. Ketidakpuasan
terhadap tubuh lebih banyak dialami oleh remaja perempuan dari pada remaja laki-laki.
Pada umumnya, remaja perempuan lebih kurang puas dengan keadaan tubuhnya dan
memiliki lebih banyak gambaran tubuh yang negatif, dibandingkan dengan remaja laki-
laki selama masa pubertas. Hal tersebut dikarenakan pada saat mulai memasuki masa
remaja, seorang perempuan akan mengalami peningkatan lemak tubuh yang membuat
tubuhnya semakin jauh dari bentuk tubuh yang ideal, sedangkan remaja laki-laki menjadi
lebih puas karena massa otot yang meningkat. (Brooks-Gunn & Paikoff dalam Santrock,
2003). Ketidakpuasan terhadap gambaran tubuh pada remaja perempuan umumnya
mencerminkan keinginan untuk menjadi lebih langsing (Davison, Markey, & Birch dalam
Markey, 2005). Sedangkan pada remaja laki-laki ketidakpuasan terhadap tubuhnya juga
timbul karena keinginan untuk menjadi lebih besar, lebih tinggi, dan berotot (Evans, 2008).

b. Media Massa

Tiggemann (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) mengatakan bahwa media yang muncul
dimana-mana memberikan gambaran ideal mengenai figur perempuan dan laki-laki yang
dapat mempengaruhi gambaran tubuh seseorang. Media massa menjadi pengaruh yang
paling kuat dalam budaya sosial.
Anak-anak dan remaja lebih bahyak menghabiskan waktunya dengan menonton
televisi. Konsumsi media yang tinggi dapat mempengaruhi konsumen. Isi tayangan media
sering menggambarkan bahwa standart kecantikan perempuan adalah tubuh yang kurus
dalam hal ini berarti dengan level kekurusan yang dimiliki, kebanyakan perempuan
percaya bahwa mereka adalah orang-orang yang sehat. Media juga menggambarkan
gambaran ideal bagi laki-laki adalah dengan memiliki tubuh yang berotot.
c. Hubungan Interpersonal

Hubungan interpersonal membuat seseorang cenderung membandingkan diri dengan


orang lain dan feedback yang diterima mempengaruhi konsep diri termasuk mempengaruhi
bagaimana perasaan terhadap penampilan fisik. Hal

inilah yang sering membuat orang merasa cemas dengan penampilannya dan gugup ketika
orang lain melakukan evaluasi terhadap dirinya. Rosen dan koleganya (dalam Cash &
Purzinsky, 2002) menyatakan bahwa feedback terhadap penampilan dan kompetisi teman
sebaya dan keluarga dalam hubungan interpersonal dapat mempengaruhi bagaimana
pandangan dan perasaan mengenai tubuh.
Menurut Dunn & Gokee (dalam Cash Purzinsky, 2002) menerima feedback mengenai
penampilan fisik berarti seseorang mengembangkan persepsi tentang bagaimana orang lain
memandang dirinya. Keadaan tersebut dapat membuat mereka melakukan perbandingan
sosial yang merupakan salah satu proses pembentukan dalam penilaian diri mengenai daya
tarik fisik.
Pikiran dan perasaan mengenai tubuh bermula dari adanya reaksi orang lain. Dalam
konteks perkembangan, gambaran tubuh berasal dari hubungan interpersoanal.
Perkembangan emosional dan pikiran individu juga berkontribusi pada bagaimana
seseorang melihat diriya. Maka, bagaimana seseorang berpikir dan merasa mengenai
tubuhnya dapat mempengaruhi hubungan dan karakteristik psikologis (Chase, 2001).

2.1.3 Gangguan gambaran tubuh

Menurut Dalami, dkk (2009) gangguan pada body image dibagi menjadi dua macam,
yakni distorsi body image dan ketidakpuasaan terhadap body image. Distorsi body image
terjadi apabila yang terganggu adalah komponen persepsi (Cash, 2010). Gangguan ini dapat
berupa over-estimation (persepsi terhadap tubuh lebih kecil dari keadaan yang sebenarnya).
Ketidakpuasan terhadap body image sendiri terjadi apabila yang terganggu adalah komponen
afeksinya. Ketidakpuasaan disini berarti keyakinan terhadap penampilan fisik tubuhnya
tidak sesuai dengan standar yang diharapkan. Artinya derajat kepuasan body image lebih
rendah dari yang diharapkan. Ketidakpuasaan terhadap body image ini dapat pada semua
bentuk dan ukuran tubuh seseorang.
Sedangkan menurut Keliat, dkk (2011) gangguan body image terjadi sebagai akibat
adanya persepsi yang negatif, dimana seseorang memiliki pandangan yang berlebihan
mengenai tubuhnya. Gangguan-gangguan ini berhubungan dengan beberapa aspek body
image. Aspek-aspek body image tersebut meliputi aspek kognitif (berupa harapan yang
berlebihan terhadap penampilannya), dan aspek afeksi (berupa pengharapan yang berlebihan
terhadap ukuran tubuh) danaspek tingkah laku berupa penghindaran terhadap kejadian yang
berhubungan dengan gambaran body image yang buruk.
Menurut Dacey dan Kennya (2007) dampak gangguan body image dari segi kesehatan
adalah dapat mempengaruhi diet, kekurangan kalori, anoreksia, suntikan pembakar lemak dan
bulimia. Sedangkan dampak psikologis dari body image adalah frustasi, depresi, harga diri
rendah, dan isolasi sosial. Sedangkan menurut Potter dan Perry (2005) seseorang dengan
gangguan body image, seperti mereka yang mengalami perubahan wajah, struktur dan fungsi
tubuh sering merasa ditolak, terasingkan dan merasa tidak berdaya. Keinginan isolasi sosial ini
sering didasarkan pada realistis, orang takut merasa malu atau individu yang mengalami
perubahan dan demikian menghindari kontak dengan mereka.

2.1.5 Pengukuran gambaran tubuh

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai body image pada umumnya
menggunakan Multidimensional Body Self Relation Questipnnaire Appearance Scales (MBSRQ-
AS) yang dikemukakan oleh Cash (dalam Brausch dan Gutierrez, 2009) yang terdiri dari lima
dimensi body image, yaitu :

1) Evaluasi Penampilan

Digunakan untuk mengukur kepuasan atau ketidakpuasan individu terhadap penampilan.


Semakin tinggi skor menunjukkan kepuasan terhadap penampilannya, begitu pula sebaliknya.

2) Orientasi Penampilan

Digunakan untuk mengukur tingkat perhatian individu terhadap penampilan dirinya dan usaha
yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan penampilan dirinya.

3) Kepuasan Terhadap Bagian Tubuh

Mengukur kepuasan terhadap bagian tubuh secara spesifik seperti wajah, rambut, tubuh
bagian bawah, dan penampilan secara keseluruhan

4) Kecemasan Menjadi Gemuk

Mengukur kecemasan terhadap kegemukan, kewaspadaan individu terhadap berat badan,


kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan dan membatasi pola makan.
2.2 Perilaku Diet

2.2.1 Definisi Diet


Definisi diet menurut Muda (2003) adalah aturan makan khusus untuk kesehatan dan
sebagainya (biasanya atas petunjuk dokter), berpantang atau menahan diri terhadap makanan
tertentu untuk kesehatan, mengatur kuantitas dan jenis makanan untuk mengurangi berat badan
atau karena penyakit. Menurut Kim dan Lennon (2006), diet adalah pengurangan kalori untuk
mengurangi berat badan. Menurut Hawks (2008) perilaku diet adalah usaha sadar seseorang
dalam membatasi dan mengontrol makanan yang akan dimakan dengan tujuan untuk
mengurangi dan mempertahankan berat badan. Berdasarkan definisi di atas, perilaku diet dapat
diartikan sebagai kegiatan membatasi dan mengontrol makanan atau kalori yang akan dimakan
dengan tujuan untuk mengurangi atau mempertahankan berat badan.

2.2.2 Jenis Perilaku diet


Berikut ini akan dijabarkan beberapa perilaku diet yang sehat dan tidak sehat menurut Kim
dan Lennon (2006):
a. Diet sehat
Diet dapat diasosiasikan dengan perubahan perilaku ke arah yang lebih sehat, seperti
mengubah pola makan dengan mengkonsumsi makanan rendah kalori atau rendah lemak, dan
menambah aktivitas fisik secara wajar. Diet sehat dapat membuat seseorang memiliki tubuh ideal
tanpa mendatangkan efek samping yang berbahaya bagi tubuh. Diet sehat dapat dilakukan dengan
cara mengurangi

masukan kalori ke dalam tubuh namun tetap menjaga pola makan yang dianjurkan oleh pedoman
gizi seimbang (Anwar, dalam Elga, 2007). Orang yang melakukan diet untuk alasan kesehatan
akan melakukan cara yang sehat pula, misalnya mengikuti pola makan yang dianjurkan (Kim &
Lennon, 2006).
Adapun pola makan sehat yang dianjurkan agar seseorang senantiasa mendapatkan nutrisi
yang seimbang bagi tubuh mereka adalah:
(1) Berbagai macam variasi dari buah-buahan dan sayuran sebaiknya dikonsumsi paling sedikit lima
porsi sehari.
(2) Beberapa makanan yang mengandung karbohidrat sebaiknya dikonsumsi, khususnya yang
mengandung serat tinggi seperti roti, pasta, sereal, dan kentang. Di Indonesia, karbohidrat lebih
umum dikonsumsi dalam bentuk nasi, roti, mie, atau kentang sebagai makanan pokok yang
dimakan setiap hari (Anwar, dalam Elga, 2007).
(3) Daging, ikan, dan sejenisnya dikonsumsi dalam jumlah sedang dan lebih dianjurkan untuk memilih
yang rendah lemak.
(4) Susu dan produk-produk olahan dari susu sebaiknya dikonsumsi dalam jumlah sedang dan
mengandung kadar lemak yang rendah.
(5) Cemilan dan makanan yang mengandung gula seperti keripik kentang, permen, dan minuman yang
mengandung gula sebaiknya dikonsumsi dalam jumlah kecil dan jarang.
b. Diet tidak sehat
Diet jenis ini dapat diasosiasikan dengan perilaku yang membahayakan kesehatan dapat dilakukan
dengan berpuasa (di luar niat ibadah) atau melewatkan waktu makan dengan sengaja, penggunaan
obat penurun berat badan, penahan nafsu makan, muntah dengan disengaja, dan binge eating.
Orang-orang yang berdiet semata-mata bertujuan untuk memperbaiki penampilan akan cenderung
menempuh cara-cara yang tidak sehat untuk menurunkan berat badan mereka (Kim & Lennon,
2006).

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku diet

Beberapa ahli menyatakan bahwa perilaku diet dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku diet adalah sebagai berikut:
a. Jenis kelamin

Diet merupakan kegiatan membatasi dan mengontrol makanan yang akan dimakan
dengan tujuan untuk mengurangi dan mempertahankan berat badan (Hawks, 2008). Perilaku
diet menjadi lebih umum diantara anak perempuan ketimbang anak laki-laki. Berdasarkan
hasil penelitian Vereecken dan Maes (dalam Papalia 2008), pada usia 15 tahun, lebih dari
setengah remaja perempuan di enam belas negara melakukan diet atau berpikir mereka harus
melakukan hal tersebut. Pada umumnya, perempuan memiliki lemak tubuh yang lebih
banyak dibandingkan laki-laki.

b. Status berat badan


Dwyer (1997) mengatakan bahwa orang yang memiliki berat badan lebih, lebih
perhatian terhadap berat badan dari pada orang yang lebih ringan.
c. Kelas sosial
Perilaku diet dan perhatian terhadap berat badan cenderung terjadi pada orang yang
kelas sosialnya tinggi dari pada yang rendah (Dwyer, 1997)
2.2.4 Dampak Perilaku diet

Menurut Hawks (2008), perilaku diet dapat menimbulkan dampak bagi seseorang, yaitu:
d. Dampak biologis
Peneliti mengatakan bahwa diet akan meningkatkan level systemic cortisol. Cortisol
merupakan pertanda dari timbulnya stres, yang merupakan prediktor terhadap level rasa lapar
dan hal ini merupakan faktor yang beresiko terhadap timbulnya tulang yang rapuh.
e. Dampak psikologis
Individu yang melakukan diet biasanya akan lebih depresi dan emosional dari pada
individu yang tidak diet, dan akan mengalami kecemasan, serta kurangnya penyesuaian diri
yang baik pada area sosialisasi, kematangan, tanggung jawab, dan struktur nilai
intrapersonal.

f. Dampak kognitif
Kerusakan dalam working memory, waktu reaksi, tingkat perhatian dan performansi
kognitif dipengaruhi oleh bentuk tubuh, makanan, dan diet, yang disebabkan oleh kecemasan
yang dihasilkan oleh efek stres terhadap diet.

2.2.5 Pengukuran perilaku diet

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai perilaku diet pada


umumnya mengacu pada alat ukur yang disusun oleh French, Perry, Leon dan Fulkerson
(dalam Elga, 2007). Alat ukur ini terdiri dari dua metode penurunan berat badan, antara
lain:
a. Metode penurunan berat badan yang sehat yang mencerminkan pola makan sehat dan
olahraga. Metode ini terdiri dari: pengurangan kalori, memperbanyak olahraga,
memperbanyak makan buah dan sayur, mengurangi cemilan, mengurangi asupan
lemak, mengurangi permen atau makanan manis, mengurangi porsi makan yang di
konsumsi, mengubah tipe makanan, mengurangi konsumsi daging, mengurangi
makanan yang berkarbohidrat tinggi, dan mengkonsumsi makanan-makanan rendah
kalori.
b. Metode penurunan berat badan yang tidak sehat yang mencerminkan usaha mengontrol
berat badan yang tidak sehat. Metode ini terdiri dari: puasa (di luar ibadah), sengaja
melewatkan waktu makan (sarapan, makan siang, makan malam), memperbanyak
merokok, penggunaan laxative (obat pelancar buang air besar), menggunakan diuretic
(obat penyerap kadar air dalam tubuh), menggunakan penahan nafsu makan,
menggunakan pil diet, memuntahkan makanan dengan disengaja, tidak makan daging
sama sekali, tidak makan makanan yang mengandung karbohidrat sama sekali, dan
hanya memakan satu jenis makanan saja dalam sehari.

2.3 Remaja

2.3.1 Definisi Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin, yaitu ‘adolescere’ yang berarti
perkembangan menjadi dewasa (Monks, 1999). Piaget (dalam Hurlock, 1999)
mengemukakan bahwa istilah adolescence mempunyai arti lebih luas yaitu mencakup
kematangan emosional, mental, sosial, dan fisik. Santrock (2003), mengatakan bahwa masa
remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang
mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial. Batasan usia yang ditetapkan para ahli
untuk masa remaja berbeda-beda. Menurut Hall (dalam Santrock, 2003), usia remaja adalah
masa antara usia 12 sampai 23 tahun. Monks (1999) menyatakan bahwa batasan usia remaja
antara 12 hingga 21 tahun, yang terbagi dalam 3 fase, yaitu remaja awal (usia 12 hingga 15
tahun), remaja tengah/madya (usia 15 hingga 18 tahun) dan remaja akhir (usia 18 hingga 21
tahun). Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah
periode perkembangan dari anak-anak ke dewasa awal yang mencakup perubahan fisik,
sosial, emosional, kognitif dan mental yang berlangsung antara usia 12 hingga 21 atau 23
tahun.

2.3.2 Karakteristik perkembangan remaja

a. Perkembangan fisik remaja


Perkembangan fisik remaja ditandai dengan adanya suatu periode yang disebut pubertas.
Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon
(gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan,
yaitu Follicle-Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH).

Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang perkembangan dua jenis
hormon kewanitaan, yaitu estrogen dan progesteron. Pada anak laki- laki, Luteinizing
Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH) merangsang
perkembangan testosteron. Perkembangan secara cepat dari hormon-hormon tersebut
menyebabkan terjadinya perubahan sistem biologis seorang anak. Pada anak perempuan,
peristiwa pertama yang terjadi adalah telarke, yaitu terbentuknya payudara, diikuti oleh
pubarke, yaitu tumbuhnya rambut pubis dan ketiak, lalu menarke, yaitu periode haid
pertama. Haid merupakan pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu
terjadi juga pertumbuhan otot yang cepat, tumbuhnya rambut pubis, dan suara yang semakin
halus. Perubahan dan perkembangan fisik yang pesat ini membuat remaja memperhatikan
tubuhnya yang mempengaruhi interaksinya dengan orang lain di sekitarnya, terutama teman
sebayanya.

b. Perkembangan kognitif remaja

Menurut Piaget (dalam Papalia, 2008), perkembangan kognitif remaja berada pada tahap
operasional formal. Tahap ini merupakan tahap yang paling tinggi dalam perkembangan
kognitif individu, dimana remaja mempunyai kemampuan untuk memanipulasi informasi
dan mempunyai pemikiran yang lebih luas lagi. Pada masa remaja, proses pembentukan
gambaran tubuh sudah di ikuti dengan proses kognisi. Proses kognisi tersebut berupa
pemikiran dan keinginan untuk mengidentifikasikan diri sesuai dengan tokoh idolanya.
Proses pembentukan gambaran tubuh yang baru pada masa remaja ke dalam diri adalah
bagian dari tugas perkembangan yang sangat penting (Dacey & Kenny, 2001). Dalam
beberapa hal pemikiran para remaja masih terlihat kurang matang. Salah satu karakteristik
pemikiran remaja yang belum matang ini adalah kesadaran diri. Elkind (dalam Papalia,
2008) merujuk kondisi kesadaran diri ini sebagai imaginary audience, yaitu menggambarkan
peningkatan kesadaran remaja yang tampil pada keyakinan mereka bahwa orang lain
memiliki perhatian yang amat besar terhadap diri mereka, sebesar perhatian mereka sendiri.
Gejala imaginary audience mencakup berbagai perilaku untuk mendapatkan perhatian,
keinginan agar kehadirannya diperhatikan, disadari oleh orang lain, dan menjadi pusat
perhatian.

c. Perkembangan sosial remaja

Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan
dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam
hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang
dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah (Hurlock, 1999). Pada saat memasuki usia
remaja, seorang individu sudah mulai menyadari bahwa dirinya bukan akan-anak lagi dan
mulai berusaha untuk memasuki dunia orang dewasa, berusaha untuk mendapatkan
pengakuan dari orang dewasa dan mencari identitas diri yang dapat mempengaruhi perasaan
mereka terhadap diri sendiri. Menurut Handel (dalam Rice, 1990), sejak masa puber, remaja
umumnya mulai memperhatikan dan membandingkan hal-hal khusus seperti penampilan
fisik (misalnya bentuk tubuh) dan kemampuan sosialisasinya dengan lingkungan pergaulan
dan tokoh idolanya. Remaja menyadari bahwa daya tarik fisik berperan penting dalam
hubungan sosial. Hal tersebut yang menyebabkan remaja sangat terpengaruh terhadap
penilaian dari orang lain terhadap bentuk tubuhnya dan peka terhadap rasa malu (karena
adanya penilaian yang kurang baik).

2.4 Hubungan antara gambaran tubuh dan perilaku diet pada remaja

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perilaku diet seseorang adalah harga diri.
Harga diri adalah penilaian seseorang tentang dirinya secara positif maupun negatif. Individu
dengan harga diri yang rendah cenderung takut mengalami kegagalan dalam menjalani
hubungan sosial, kurang dapat mengekspresikan diri, dan sangat tergantung pada lingkungan
(Coopersmith dalam Siregar, 2006). Individu yang sangat tergantung pada lingkungan, kurang
dapat mengekspesikan diri, dan takut untuk menjalani hubungan sosial akan cenderung
mengikuti apa yang diinginkan oleh lingkungan. Apabila individu cenderung mengikuti apa
yang diinginkan oleh lingkungan dalam berbagai hal seperti bentuk tubuh, cara berpakaian,
dan cara berdandan maka ia akan cenderung untuk merubah tubuh mereka dan berupaya untuk
mencapai diri yang ideal seperti yang diinginkan lingkungan dengan berbagai cara
(Hassanah,2010).

Banyak penelitian yang menunjukkan diet sering dilakukan dengan cara yang tidak
sehat, khususnya pada remaja putri. Mereka melakukan diet secara agresif untuk mendapatkan
bentuk tubuh yang ideal (Jaworowska, 2007). Kecenderungan untuk merubah tubuh ideal
sesuai dengan konsep yang dibentuk oleh lingkungan ini salah satunya dipengaruhi oleh teman
sebaya. Pengaruh teman sebaya sangat besar pada masa remaja. Hal ini karena remaja lebih
banyak menghabiskan waktunya dengan teman-temanya dibandingkan dengan keluarganya
(Hurlock,1980). Teman sebaya yang melakukan perilaku diet yang ekstrim dapat
mempengaruhi remaja putri untuk melakukan perilaku diet yang ekstrim pula (Gaskill, 2000).
Bentuk-bentuk perilaku diet yang ektrim ini sama dengan bentuk perilaku diet yang tidak sehat
antara lain: menggunakan laxative, dan memuntahkan makanan (Cheung, 2007).

Selain itu, kecenderungan remaja putri untuk merubah tubuh sesuai dengan konsep
yang dibentuk oleh lingkungan juga dipengaruhi oleh tekanan media. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa membaca majalah wanita atau majalah kecantikan dapat diasosiasikan
dengan metode penurunan berat badan yang tidak ideal (Utter, 2003). Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Grigg, Bowman, dan Redman ditemukan bahwa 87% dari sampel penelitian
mereka memiliki keinginan untuk memiliki bentuk tubuh yang “kurus” ideal yang
dipromosikan oleh media. Hal ini secara konsisten berhubungan dengan gangguan makan,
perilaku diet tidak sehat, dan distorsi terhadap gambaran tubuh (Grigg, 1996). Selain itu,
dalam penelitian yang dilakukan oleh Beasley ditemukan bahwa tekanan media memiliki
korelasi yang kuat dan signifikan dengan perilaku diet tidak sehat.
BAB III

METODE PENELITIAN

Hadi (2000) mengatakan bahwa metode penelitian dalam suatu penelitian ilmiah
merupakan unsur penting karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan
apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. Penelitian ini menggunakan
metode kuantitatif yang bersifat korelasional, yang bertujuan untuk melihat hubungan antara satu
variabel dengan variabel lain. Pembahasan dalam bab ini meliputi identifikasi variabel penelitian,
definisi operasional, populasi dan metode pengambilan sampel, instrumen/alat ukur yang
digunakan, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian dan metode analisis
data.

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk
untuk mengidentifikasi gambaran citra tubuh terhadap pola diet mahasiswi fakultas
keperawatan universitas padjadjaran.

3.2 Variabel Penelitian

Menurut Sugiono (2009) variabel penelitian adalah suatu ukuran atau ciri yang
dimiliki anggota-anggota suatu kelompok berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok
lain. Variabel-variabel pada penelitian ini adalah :

1. Variabel bebas (Independent)


Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahan atau timbulnya variabel terikat (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini
variabel bebasnya adalah citra tubuh.

2. Variabel terikat (Dependent)


Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena
adanya variabel bebas (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini variabel terikatnya
adalan pola makan.
3.3 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional

3.3.1 Definisi Konseptual

Gambaran citra tubuh dengan perilaku diet tidak sehat merupakan sejumlah
informasi atau hal yang diketahui mengenai pentingnya perilaku diet sehat sebagai upaya
pencegahan gangguan body image pada mahasiwi.

3.3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional Gambaran citra tubuh dengan perilaku diet tidak
sehat mahasiswi fakultas keperawatan universitas padjadjaran sebagai upaya pencegahan
gangguan body image pada mahasiwi.

No. Variabel Definisi Alat Hasil Ukur Skala Ukur


Operasional ukur/Cara
Ukur
1. Citra Tubuh Penilaian Kuisioner a. Citra tubuh Ordinal
Mahasiswi Fakultas individu positif
Keperawatan Unpad tentang ukuran. b. Citra
dengan perilaku diet Penampilan, tubuh negatif
tidak sehat dan bentuk
tubuhnya
3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Populasi yang akan diteliti dalam
penelitian ini adalah Mahasiswa Keperawatan Universitas Padjadjaran.

3.4.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Sugiyono, 2014). Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu
sebanyak 100 orang yang diambil melalui metode simple random sampling. Kriteria
inklusi dalam penelitian ini adalah mahasiswa keperawatan Unpad angkatan 2018 dan
2019 yang berusia dibwah 20 tahun. Ukuran sampel yang diambil diberikan toleransi
sebesar 5% (0,05) dari populasi dan dihitung berdasarkan Rumus Slovin. Rumus tersebut
adalah sebagai berikut:

Keterangan:

n : ukuran sampel

N: ukuran populasi
e: margin of error
3.5 Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui beberapa
tahap, yaitu :

1. Penyusunan proposal penelitian melalui metode studi literatur.

2. Mempersiapkan seminar usulan penelitian setelah mendapatkan


persetujuan dari dosen pembimbing utama dan dosen pembimbing.

3. Melaksanakan seminar usulan penelitian yang disaksikan oleh kedua


dosen pembimbing dan kedua dosen penguji.

4. Setelah dilaksanakan seminar usulan penelitian, peneliti memperbaiki


draft proposal penilitian yang telah dibahas dengan
perbaikan dari dosen pembimbing maupun penguji seminar usulan
penelitian.

5. Setelah proposal penelitian sudah final revisi, peneliti melakukan uji


etik Penelitian.

6. Peneliti mulai melakukan pengumpulan data dengan masuk ke dalam


kelas setiap angkatan di Fakultas Keperawatan Jatinangor dan mulai
membagikan kuesioner untuk diisi. Sementara, untuk pengambilan
data pada mahasiswa keperawatan Garut dan Pangandaran dilakukan
secara online dengan membagikan link kuesioner google form kepada
responden. Kuesioner terdiri dari kuesioner gambaran citra tubuh.
Kuesioner yang digunakan telah melalui proses back-translation.

7. Setelah data responden terkumpul sesuai dengan jumlah sampel,


semua data dikumpulkan untuk dianalisis.

3.6 Instrumen Penelitian

Alat ukur merupakan metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian yang
bertujuan untuk mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti. Alat ukur yang digunakan
hendaknya disesuaikan dengan tujuan penelitian dan bentuk data yang akan diambil serta diukur.
Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode skala. Skala adalah suatu metode
pengumpulan data yang merupakan suatu daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh subjek
secara tertulis (Hadi, 2000). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner.
Kuesioner merupakan instrumen penelitian yang berisi serangkaian pertanyaan atau pernyataan
untuk menjaring data atau informasi yang harus dijawab responden secara bebas sesuai dengan
pendapatnya (Arifin, 2011).

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur gambaran tubuh adalah skala gambaran
tubuh yang dirancang dan dikembangkan sendiri oleh peneliti yang disusun berdasarkan
Multidimensional Body Self Relation Questionnaire- Appearance Scales (MBSRQ-AS) yang
dikemukakan oleh Cash (dalam Seawell & Danorf-Burg, 2005).
Gambaran tubuh yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor yang diperoleh dari
jawaban subjek terhadap skala gambaran tubuh yang disusun dengan format Likert dengan lima
pilihan jawaban dari Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Netral (N), Sesuai (S), dan
Sangat Sesuai (SS) dan juga disusun dengan format Diferensial Semantik dengan lima pilihan
jawaban yang terletak di kutub berseberangan, yaitu kutub negatif (yang berisi keadaan negatif)
dan kutub positif (yang berisi keadaan positif). Alat ukur gambaran tubuh ini dikembangkan
oleh peneliti berdasarkan Multidimensional Body Self Relation Questionnaire-Appearance
Scales (MBSRQ-AS) yang dikemukakan oleh Cash.
Cash mengemukakan adanya lima dimensi gambaran tubuh, yaitu:

f. Appearance evaluation (evaluasi Penampilan)

g. Appearance orientation (orientasi penampilan)

h. Body area satisfaction (kepuasan terhadap bagian tubuh)

i. Overweight preoccupation (kecemasan menjadi gemuk)

j. Self-classified weight (pengkategorian ukuran tubuh)

Skor total pada skala gambaran tubuh merupakan petunjuk gambaran tubuh yang positif
atau negatif. Skor skala yang tinggi menunjukkan gambaran tubuh yang positif, sebaliknya skor
skala yang rendah menunjukkan gambaran tubuh yang negatif.

3.7 Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk memperoleh penyajian data dan


sebagai hasil untuk menyatakan adanya kesimpulan yang baik. Langkah–langkah
pengolahan pada penelitian ini antara lain (Notoatmodjo, 2010) :

Setelah seluruh data terkumpul, kemudian dilakukan pengolahan data melalui


tahapan sebagai berikut :

Editing
Penelitian menyeleksi atau memeriksa ulang kelengkapan pengisian
kuesioner dari seluruh pertanyaan yang ada sehingga tidak ada kuesioner yang
terbuang. Kuesioner di urutkan sesuai dengan nomer responden yang ada di dalam
kertas kuesioner. Proses ini untuk melihat apakah semua data sudah di isi sesuai
petunjuk.
Coding
Setelah semua data yang ada pada kuesioner lengkap, peneliti melakukan
coding terhadap semua jawaban atau informasi koresponden. Kode pada
instrument yang digunakan sebagai berikut :

Body image positif diberi kode =1, body image negatif diberi kode =2, sedangkan
pola makan baik diberi kode =1, pola makan buruk diberi kode=2.

Entry data

Dalam proses ini peneliti memasukkan data kedalam program komputer.


Semua data di masukkan secara cermat sampai nomer responden terakhir. Entri
data dini di lakukan dengan mengisi kolom–kolom atau kotak-kotak lembar kode
atau kartu kode sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan.

Tabulating

Tabulating data, untuk menghitung data secara statistik.Yakni membuat


tabel-tabel data sesuai dengan tujuan penilaian atau yang diinginkan oleh
penelitian.

3.8 Analisa Data


Data primer yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner akan disusun secara
sistematis dan dianalisis. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis statistik deskriptif. Data akan diringkas dalam bentuk tabel, kemudian dihitung
nilai distribusi frekuensi yang nantinya akan diketahui persentase dari variabel yang
diukur.
3.9 Prosedur Penelitian

Tahap Persiapan penelitian

Tahap persiapan penelitian dimulai dari mempersiapkan instrumen


penelitian dengan terlebih dahulu melakukan literature review dan observasi
terkait dengan variabel yang diteliti, yaitu pengetahuan mahasiswa. Seluruh
kebutuhan penelitian disesuaikan dengan fenomena-fenomena yang ditemukan
dan tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini, termasuk alat ukur dan skala
kuesioner.

Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah tahap persiapan selesai dilakukan, langkah berikutnya adalah


melakukan penyebaran kuisioner kepada mahasiswa Fakultas Keperawatan
Universitas Padjadjaran kampus Jatinangor, kampus Garut, dan kampus
Pangandaran yang dilakukan secara online. Setelah itu peneliti mengolah dan
menganalisis data yang telah didapatkan sesuai dengan rencana yang telah dibuat
oleh peneliti. Peneliti akan memastikan data yang dikumpulkan telah lengkap dan
cukup untuk selanjutnya diolah menjadi informasi.

Tahap Akhir Penelitian

Pada tahapan ini, data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis dan
diinterpretasikan dalam bentuk laporan tertulis yang sistematis. Hasil dari data
tersebut kemudian akan dipertanggungjawabkan dalam sidang akhir.
3.10 Etika Penelitian

Etika penelitian diperlukan agar semua responden penelitian dapat


mempertahankan hak dan martabatnya saat menjadi responden. Menurut Hidayat
(2010), masalah etika pada penelitian yang menggunakan subjek manusia menjadi
isu sentral yang akan berkembang saat ini. Dalam penelitian di keperawatan,
peneliti hampir menggunakan manusia sebagai subjeknya, maka peneliti harus
memperhatian hal berikut :

1. Informed consent
Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan memberikan
lembar prsetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian
dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.
Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti tujuan penelitian dan
mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka harus menandatangani lembar
persetujuan, jika tidak maka peneliti harus menghormati hak subjek penelitian.

2. Anonymity (tanpa nama)

Merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan


sbyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama
responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar
pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentially (kerahasiaan)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaanya oleh peneliti.


4. Sukarela

Responden sukarela tanpa adanya unsur paksaan secara langsung maupun tidak
langsung oleh peneliti kepada responden.

3.11 Waktu dan Tempat Penelitian


Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan di Fakultas Keperawatan Universitas
Padjadjaran Kampus Jatinangor, Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran Kampus
Pangandaran, Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran Kampus Garut pada bulan
April s.d Mei 2020.
DAFTAR PUSTAKA

Makdalena, M. (2009). HUBUNGAN BODY IMAGE DENGAN PERILAKU DIET PADA


REMAJA Email : maryhamasah@gmail.com. 35–42.

Irawan, S., & Safitri, S. (2014). Hubungan Antara Body Image Dan Perilaku Diet Mahasiswi
Universitas Esa Unggul. Jurnal Psikologi Esa Unggul, 12(01).

Lintang, A., Ismanto, A., & Onibala, F. (2015). Hubungan Citra Tubuh Dengan Perilaku Diet
Pada Remaja Putri Di Sma Negeri 9 Manado. Jurnal Keperawatan UNSRAT, 3(2).

Irawan, S., & Safitri, S. (2014). Hubungan Antara Body Image Dan Perilaku Diet Mahasiswi
Universitas Esa Unggul. Jurnal Psikologi Esa Unggul, 12(01).

Mayasari, N. (2015). HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DENGAN PERILAKU DIET


PADA MAHASISWI Diunduh oleh : MAKASSAR DAFTAR ISI. Jurnal Empati, 4(2), 14–
19.

Indahwati, I. (2011). Hubungan Persepsi Gambaran Tubuh Dengan Perilaku Diet Pada Remaja
Putri Di Smk Negeri 2 Godean Sleman.

Azwar, S. (2000). Reliabilitas dan validitas (edisi ketiga) Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Cash, T. F. (1994). Body images attitudes: Evaluation, investment, and affect: Perceptual motor
skills. Journal of Psychology, (78), 1168-1170.

Chase, M. E. (2001). Identitiy development and body image dissatisfaction in college females.
(50).

Dacey, J. & Kenny, M. (2001). Adolescent development (2th ed). USA: Brown & Benchmark
Publishers.

Dwyer, J. T. (1997). The Social Psychology of Dieting. USA : Harvard School of Public Health.

Elga, Precha. (2007). Hubungan body dissastifaction dengan perilaku diet pada remaja. Skripsi
tidak dipublikasikan, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok.

French, S. A., Perry, C. L., Leon, G. R., & Fulkerson, J. A. (1995). Dieting behaviors and weight
change history in female adolescent. Journal of health Psychology, 14, 548-555.
Hadi, S. (2000). Methodology research (Jilid 1-4). Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas
Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Hawks, Steven R. (2008). Classroom approach for managing dietary restraint, negative eating
styles, and body image concerns among college women. Journal of American
college health, Vol. 56, No. 4.

Anda mungkin juga menyukai