Biostatistika
Disusun Oleh :
Istikomah
220110170139
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-
Nya sehingga proposal penelitian yang berjudul “Gambaran Citra Tubuh Dengan
Perilaku Diet Tidak Sehat Pada Mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas
Padjadjaran” ini dapat tersusun hingga selesai.
Tidak lupa peneliti mengucapkan banyak-banyak terima kasih atas bantuan dan
dukungan pihak yang telah memberikan masukan dan dukungan dalam penulisan
proposal ini dan semoga proposal ini dapat bermanfaat.
Peneliti
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Manfaat Penelitian
Manfaat Teoritis
Manfaat Praktis
Kerangka Pemikiran
Gambaran Tubuh
Perilaku diet
Remaja
Definisi Remaja
Rancangan Penelitian
Variabel Penelitian
Definisi Konseptual
Definisi Operasional
Populasi
Sampel
Instrumen Penelitian
Analisa Data
Prosedur Penelitian
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan majalah perempuan Glamour, diperoleh hasil
bahwa dari 4000 remaja perempuan, hanya 19% saja yang merasa puas akan tubuhnya, dan
sisanya 81% merasa tidak puas dan cenderung melakukan diet. Berikut penulis
mencantumkan sebuah artikel yang diambil dari sebuah media cetak.
“Gue mau banget punya badan langsing. Soalnya temen-temen gue men- “support” untuk
mempunyai badan yang langsing. Gue juga mengonsumsi suplemen untuk memperlancar gue
mendapatkan tubuh yang indah, yah, meskipun ada efek sampingnya, tapi ya gak apa-apalah.
Hehe.” (Putri, Kompas 10 Juli 2009).
Pada usia remaja banyak dari mereka yang berusaha mengubah penampilannya
sehingga terlihat menarik. Kepedulian terhadap penampilan dan gambaran tubuh yang
ideal dapat mengarah kepada upaya obsesif seperti mengontrol berat badan (Davison &
Birch dalam Papalia, 2008). Pola ini menjadi lebih umum diantara anak perempuan
ketimbang anak laki-laki. Pada umumnya remaja melakukan diet, berolahraga, melakukan
perawatan tubuh, mengkonsumsi obat pelangsing dan lain-lain untuk mendapatkan berat
badan yang ideal (Dacey & Kenny, 2001). Konsep tubuh yang ideal pada perempuan
adalah tubuh langsing (Sanggarwaty, 2003). Begitu sadar berat badannya bertambah,
biasanya orang akan mencoba membatasi makanannya (Gunawan, 2004). Hal ini
mengakibatkan banyak dari remaja yang mengontrol berat badan dengan melakukan diet
dan berolahraga untuk membentuk tubuh yang ideal.
Kim dan Lennon (2006) mengatakan bahwa, diet mencakup pola-pola perilaku yang
bervariasi, dari pemilihan makanan yang baik untuk kesehatan sampai pembatasan yang
sangat ketat akan konsumsi kalori. Menurut Ilyas (Kompas, 2009) diet yang sebenarnya
adalah cara mengombinasikan makanan dan minuman yang kita konsumsi setiap hari,
yaitu kombinasi antara 60-70% karbohidrat, 10-15% protein, dan 20-25% lemak. Jadi, diet
itu bukan berarti harus menahan lapar sepanjang hari. Perilaku tidak sehat yang dapat
diasosiasikan dengan diet misalnya puasa, tidak makan dengan sengaja, penggunaan pil-pil
diet, penahan nafsu makan atau laxative, muntah dengan disengaja, dan binge eating
(French, Perry, Leon & Fulkerson, 1995). Diet yang dilakukan oleh remaja bukanlah hal
yang dapat disepelekan. Saat remaja adalah saat ketika tubuh seseorang sedang
berkembang pesat dan sudah seharusnya mendapatkan komponen nutrisi penting yang
dibutuhkan untuk berkembang. Kebiasaan diet pada remaja dapat membatasi masukan
nutrisi yang mereka butuhkan agar tubuh dapat tumbuh. Selain itu, diet pada remaja juga
dapat menjadi sebuah titik awal berkembangnya gangguan pola makan. Beberapa
penelitian lain juga mengatakan bahwa seorang remaja yang berdiet kemudian
menghentikan dietnya dapat menjadi overeater (perilaku makan berlebihan) pada tahun-
tahun berikutnya (Hill, Oliver & Rogers dalam Elga, 2007). Hal ini menjadi sebuah bukti
bahwa perilaku diet dapat membawa dampak yang buruk bagi kesehatan remaja yang
melakukannya.
1.3. Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk melihat hubungan antara gambaran tubuh dan perilaku diet pada mahasiswi fakultas
keperawatan universitas padjadjaran.
1.4. Manfaat
Dari penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat baik secara teoritis maupun manfaat
secara praktis:
1.Manfaat teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan agar dapat menambah penelitian mengenai
hubungan antara gambaran tubuh dan perilaku diet tidak sehat pada mahasiswi fakultas
keperawatan.
2.Manfaat praktis
Bagi para mahasiswi agar tetap bisa menghargai dan bersyukur dengan tubuh yang
dimiliki dengan segala kelebihan dan kekurangannya dan juga mengetahui bahwa diet tidak sehat
bisa menyebabkan berbagai macam penyakit, dan juga diharapkan agar sesama mahasiwi selalu
memberikan dukungan satu sama lain untuk selalu menghargai tubuh yang dimiliki dan tidak
melakukan body shaming. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
referensi, khususnya penelitian yang berhubungan dengan gambaran tubuh dan perilaku diet
pada mahasiswi fakultas keperawatan.
1.5. Kerangka Pemikiran
Variabel Pengganggu
2. Obesitas
6. Media Massa
Keterangan :
TINJAUAN PUSTAKA
Terdapat beberapa pengertian mengenai gambaran tubuh yang dikemukakan oleh para
ahli. Menurut Papalia, Olds, dan Feldman (dalam Papalia, 2008) gambaran tubuh adalah
evaluasi mengenai penampilan seseorang. Jade (1999) mengatakan bahwa gambaran tubuh
adalah perasaan subjektif mengenai penampilan dan tubuh. Cash dan Deagle (dalam Jones,
2002) mendefinisikan gambaran tubuh sebagai derajat kepuasan individu terhadap dirinya
secara fisik yang mencakup ukuran, bentuk, dan penampilan umum. Menurut Cash dan
Pruzinsky (2002), gambaran tubuh merupakan sikap yang dimiliki seseorang terhadap
tubuhnya yang dapat berupa penilaian positif atau negatif. Berdasarkan definisi di atas
dapat disimpulkan bahwa gambaran tubuh merupakan perasaan, pengalaman, sikap dan
evaluasi yang dimiliki seseorang mengenai tubuhnya yang meliputi bentuk tubuh, ukuran
tubuh, dan berat tubuh yang mengarah kepada penampilan fisik yang dapat bersifat positif
atau negatif.
2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran tubuh
Beberapa ahli menyatakan bahwa gambaran tubuh dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan gambaran tubuh adalah sebagai
berikut:
a. Jenis kelamin
Cash dan Pruzinsky (2002) mengatakan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang
mempengaruhi dalam perkembangan gambaran tubuh seseorang. Dacey dan Kenny (2001)
juga sependapat bahwa jenis kelamin mempengaruhi gambaran tubuh. Ketidakpuasan
terhadap tubuh lebih banyak dialami oleh remaja perempuan dari pada remaja laki-laki.
Pada umumnya, remaja perempuan lebih kurang puas dengan keadaan tubuhnya dan
memiliki lebih banyak gambaran tubuh yang negatif, dibandingkan dengan remaja laki-
laki selama masa pubertas. Hal tersebut dikarenakan pada saat mulai memasuki masa
remaja, seorang perempuan akan mengalami peningkatan lemak tubuh yang membuat
tubuhnya semakin jauh dari bentuk tubuh yang ideal, sedangkan remaja laki-laki menjadi
lebih puas karena massa otot yang meningkat. (Brooks-Gunn & Paikoff dalam Santrock,
2003). Ketidakpuasan terhadap gambaran tubuh pada remaja perempuan umumnya
mencerminkan keinginan untuk menjadi lebih langsing (Davison, Markey, & Birch dalam
Markey, 2005). Sedangkan pada remaja laki-laki ketidakpuasan terhadap tubuhnya juga
timbul karena keinginan untuk menjadi lebih besar, lebih tinggi, dan berotot (Evans, 2008).
b. Media Massa
Tiggemann (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) mengatakan bahwa media yang muncul
dimana-mana memberikan gambaran ideal mengenai figur perempuan dan laki-laki yang
dapat mempengaruhi gambaran tubuh seseorang. Media massa menjadi pengaruh yang
paling kuat dalam budaya sosial.
Anak-anak dan remaja lebih bahyak menghabiskan waktunya dengan menonton
televisi. Konsumsi media yang tinggi dapat mempengaruhi konsumen. Isi tayangan media
sering menggambarkan bahwa standart kecantikan perempuan adalah tubuh yang kurus
dalam hal ini berarti dengan level kekurusan yang dimiliki, kebanyakan perempuan
percaya bahwa mereka adalah orang-orang yang sehat. Media juga menggambarkan
gambaran ideal bagi laki-laki adalah dengan memiliki tubuh yang berotot.
c. Hubungan Interpersonal
inilah yang sering membuat orang merasa cemas dengan penampilannya dan gugup ketika
orang lain melakukan evaluasi terhadap dirinya. Rosen dan koleganya (dalam Cash &
Purzinsky, 2002) menyatakan bahwa feedback terhadap penampilan dan kompetisi teman
sebaya dan keluarga dalam hubungan interpersonal dapat mempengaruhi bagaimana
pandangan dan perasaan mengenai tubuh.
Menurut Dunn & Gokee (dalam Cash Purzinsky, 2002) menerima feedback mengenai
penampilan fisik berarti seseorang mengembangkan persepsi tentang bagaimana orang lain
memandang dirinya. Keadaan tersebut dapat membuat mereka melakukan perbandingan
sosial yang merupakan salah satu proses pembentukan dalam penilaian diri mengenai daya
tarik fisik.
Pikiran dan perasaan mengenai tubuh bermula dari adanya reaksi orang lain. Dalam
konteks perkembangan, gambaran tubuh berasal dari hubungan interpersoanal.
Perkembangan emosional dan pikiran individu juga berkontribusi pada bagaimana
seseorang melihat diriya. Maka, bagaimana seseorang berpikir dan merasa mengenai
tubuhnya dapat mempengaruhi hubungan dan karakteristik psikologis (Chase, 2001).
Menurut Dalami, dkk (2009) gangguan pada body image dibagi menjadi dua macam,
yakni distorsi body image dan ketidakpuasaan terhadap body image. Distorsi body image
terjadi apabila yang terganggu adalah komponen persepsi (Cash, 2010). Gangguan ini dapat
berupa over-estimation (persepsi terhadap tubuh lebih kecil dari keadaan yang sebenarnya).
Ketidakpuasan terhadap body image sendiri terjadi apabila yang terganggu adalah komponen
afeksinya. Ketidakpuasaan disini berarti keyakinan terhadap penampilan fisik tubuhnya
tidak sesuai dengan standar yang diharapkan. Artinya derajat kepuasan body image lebih
rendah dari yang diharapkan. Ketidakpuasaan terhadap body image ini dapat pada semua
bentuk dan ukuran tubuh seseorang.
Sedangkan menurut Keliat, dkk (2011) gangguan body image terjadi sebagai akibat
adanya persepsi yang negatif, dimana seseorang memiliki pandangan yang berlebihan
mengenai tubuhnya. Gangguan-gangguan ini berhubungan dengan beberapa aspek body
image. Aspek-aspek body image tersebut meliputi aspek kognitif (berupa harapan yang
berlebihan terhadap penampilannya), dan aspek afeksi (berupa pengharapan yang berlebihan
terhadap ukuran tubuh) danaspek tingkah laku berupa penghindaran terhadap kejadian yang
berhubungan dengan gambaran body image yang buruk.
Menurut Dacey dan Kennya (2007) dampak gangguan body image dari segi kesehatan
adalah dapat mempengaruhi diet, kekurangan kalori, anoreksia, suntikan pembakar lemak dan
bulimia. Sedangkan dampak psikologis dari body image adalah frustasi, depresi, harga diri
rendah, dan isolasi sosial. Sedangkan menurut Potter dan Perry (2005) seseorang dengan
gangguan body image, seperti mereka yang mengalami perubahan wajah, struktur dan fungsi
tubuh sering merasa ditolak, terasingkan dan merasa tidak berdaya. Keinginan isolasi sosial ini
sering didasarkan pada realistis, orang takut merasa malu atau individu yang mengalami
perubahan dan demikian menghindari kontak dengan mereka.
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai body image pada umumnya
menggunakan Multidimensional Body Self Relation Questipnnaire Appearance Scales (MBSRQ-
AS) yang dikemukakan oleh Cash (dalam Brausch dan Gutierrez, 2009) yang terdiri dari lima
dimensi body image, yaitu :
1) Evaluasi Penampilan
2) Orientasi Penampilan
Digunakan untuk mengukur tingkat perhatian individu terhadap penampilan dirinya dan usaha
yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan penampilan dirinya.
Mengukur kepuasan terhadap bagian tubuh secara spesifik seperti wajah, rambut, tubuh
bagian bawah, dan penampilan secara keseluruhan
masukan kalori ke dalam tubuh namun tetap menjaga pola makan yang dianjurkan oleh pedoman
gizi seimbang (Anwar, dalam Elga, 2007). Orang yang melakukan diet untuk alasan kesehatan
akan melakukan cara yang sehat pula, misalnya mengikuti pola makan yang dianjurkan (Kim &
Lennon, 2006).
Adapun pola makan sehat yang dianjurkan agar seseorang senantiasa mendapatkan nutrisi
yang seimbang bagi tubuh mereka adalah:
(1) Berbagai macam variasi dari buah-buahan dan sayuran sebaiknya dikonsumsi paling sedikit lima
porsi sehari.
(2) Beberapa makanan yang mengandung karbohidrat sebaiknya dikonsumsi, khususnya yang
mengandung serat tinggi seperti roti, pasta, sereal, dan kentang. Di Indonesia, karbohidrat lebih
umum dikonsumsi dalam bentuk nasi, roti, mie, atau kentang sebagai makanan pokok yang
dimakan setiap hari (Anwar, dalam Elga, 2007).
(3) Daging, ikan, dan sejenisnya dikonsumsi dalam jumlah sedang dan lebih dianjurkan untuk memilih
yang rendah lemak.
(4) Susu dan produk-produk olahan dari susu sebaiknya dikonsumsi dalam jumlah sedang dan
mengandung kadar lemak yang rendah.
(5) Cemilan dan makanan yang mengandung gula seperti keripik kentang, permen, dan minuman yang
mengandung gula sebaiknya dikonsumsi dalam jumlah kecil dan jarang.
b. Diet tidak sehat
Diet jenis ini dapat diasosiasikan dengan perilaku yang membahayakan kesehatan dapat dilakukan
dengan berpuasa (di luar niat ibadah) atau melewatkan waktu makan dengan sengaja, penggunaan
obat penurun berat badan, penahan nafsu makan, muntah dengan disengaja, dan binge eating.
Orang-orang yang berdiet semata-mata bertujuan untuk memperbaiki penampilan akan cenderung
menempuh cara-cara yang tidak sehat untuk menurunkan berat badan mereka (Kim & Lennon,
2006).
Beberapa ahli menyatakan bahwa perilaku diet dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku diet adalah sebagai berikut:
a. Jenis kelamin
Diet merupakan kegiatan membatasi dan mengontrol makanan yang akan dimakan
dengan tujuan untuk mengurangi dan mempertahankan berat badan (Hawks, 2008). Perilaku
diet menjadi lebih umum diantara anak perempuan ketimbang anak laki-laki. Berdasarkan
hasil penelitian Vereecken dan Maes (dalam Papalia 2008), pada usia 15 tahun, lebih dari
setengah remaja perempuan di enam belas negara melakukan diet atau berpikir mereka harus
melakukan hal tersebut. Pada umumnya, perempuan memiliki lemak tubuh yang lebih
banyak dibandingkan laki-laki.
Menurut Hawks (2008), perilaku diet dapat menimbulkan dampak bagi seseorang, yaitu:
d. Dampak biologis
Peneliti mengatakan bahwa diet akan meningkatkan level systemic cortisol. Cortisol
merupakan pertanda dari timbulnya stres, yang merupakan prediktor terhadap level rasa lapar
dan hal ini merupakan faktor yang beresiko terhadap timbulnya tulang yang rapuh.
e. Dampak psikologis
Individu yang melakukan diet biasanya akan lebih depresi dan emosional dari pada
individu yang tidak diet, dan akan mengalami kecemasan, serta kurangnya penyesuaian diri
yang baik pada area sosialisasi, kematangan, tanggung jawab, dan struktur nilai
intrapersonal.
f. Dampak kognitif
Kerusakan dalam working memory, waktu reaksi, tingkat perhatian dan performansi
kognitif dipengaruhi oleh bentuk tubuh, makanan, dan diet, yang disebabkan oleh kecemasan
yang dihasilkan oleh efek stres terhadap diet.
2.3 Remaja
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin, yaitu ‘adolescere’ yang berarti
perkembangan menjadi dewasa (Monks, 1999). Piaget (dalam Hurlock, 1999)
mengemukakan bahwa istilah adolescence mempunyai arti lebih luas yaitu mencakup
kematangan emosional, mental, sosial, dan fisik. Santrock (2003), mengatakan bahwa masa
remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang
mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial. Batasan usia yang ditetapkan para ahli
untuk masa remaja berbeda-beda. Menurut Hall (dalam Santrock, 2003), usia remaja adalah
masa antara usia 12 sampai 23 tahun. Monks (1999) menyatakan bahwa batasan usia remaja
antara 12 hingga 21 tahun, yang terbagi dalam 3 fase, yaitu remaja awal (usia 12 hingga 15
tahun), remaja tengah/madya (usia 15 hingga 18 tahun) dan remaja akhir (usia 18 hingga 21
tahun). Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah
periode perkembangan dari anak-anak ke dewasa awal yang mencakup perubahan fisik,
sosial, emosional, kognitif dan mental yang berlangsung antara usia 12 hingga 21 atau 23
tahun.
Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang perkembangan dua jenis
hormon kewanitaan, yaitu estrogen dan progesteron. Pada anak laki- laki, Luteinizing
Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH) merangsang
perkembangan testosteron. Perkembangan secara cepat dari hormon-hormon tersebut
menyebabkan terjadinya perubahan sistem biologis seorang anak. Pada anak perempuan,
peristiwa pertama yang terjadi adalah telarke, yaitu terbentuknya payudara, diikuti oleh
pubarke, yaitu tumbuhnya rambut pubis dan ketiak, lalu menarke, yaitu periode haid
pertama. Haid merupakan pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu
terjadi juga pertumbuhan otot yang cepat, tumbuhnya rambut pubis, dan suara yang semakin
halus. Perubahan dan perkembangan fisik yang pesat ini membuat remaja memperhatikan
tubuhnya yang mempengaruhi interaksinya dengan orang lain di sekitarnya, terutama teman
sebayanya.
Menurut Piaget (dalam Papalia, 2008), perkembangan kognitif remaja berada pada tahap
operasional formal. Tahap ini merupakan tahap yang paling tinggi dalam perkembangan
kognitif individu, dimana remaja mempunyai kemampuan untuk memanipulasi informasi
dan mempunyai pemikiran yang lebih luas lagi. Pada masa remaja, proses pembentukan
gambaran tubuh sudah di ikuti dengan proses kognisi. Proses kognisi tersebut berupa
pemikiran dan keinginan untuk mengidentifikasikan diri sesuai dengan tokoh idolanya.
Proses pembentukan gambaran tubuh yang baru pada masa remaja ke dalam diri adalah
bagian dari tugas perkembangan yang sangat penting (Dacey & Kenny, 2001). Dalam
beberapa hal pemikiran para remaja masih terlihat kurang matang. Salah satu karakteristik
pemikiran remaja yang belum matang ini adalah kesadaran diri. Elkind (dalam Papalia,
2008) merujuk kondisi kesadaran diri ini sebagai imaginary audience, yaitu menggambarkan
peningkatan kesadaran remaja yang tampil pada keyakinan mereka bahwa orang lain
memiliki perhatian yang amat besar terhadap diri mereka, sebesar perhatian mereka sendiri.
Gejala imaginary audience mencakup berbagai perilaku untuk mendapatkan perhatian,
keinginan agar kehadirannya diperhatikan, disadari oleh orang lain, dan menjadi pusat
perhatian.
Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan
dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam
hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang
dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah (Hurlock, 1999). Pada saat memasuki usia
remaja, seorang individu sudah mulai menyadari bahwa dirinya bukan akan-anak lagi dan
mulai berusaha untuk memasuki dunia orang dewasa, berusaha untuk mendapatkan
pengakuan dari orang dewasa dan mencari identitas diri yang dapat mempengaruhi perasaan
mereka terhadap diri sendiri. Menurut Handel (dalam Rice, 1990), sejak masa puber, remaja
umumnya mulai memperhatikan dan membandingkan hal-hal khusus seperti penampilan
fisik (misalnya bentuk tubuh) dan kemampuan sosialisasinya dengan lingkungan pergaulan
dan tokoh idolanya. Remaja menyadari bahwa daya tarik fisik berperan penting dalam
hubungan sosial. Hal tersebut yang menyebabkan remaja sangat terpengaruh terhadap
penilaian dari orang lain terhadap bentuk tubuhnya dan peka terhadap rasa malu (karena
adanya penilaian yang kurang baik).
2.4 Hubungan antara gambaran tubuh dan perilaku diet pada remaja
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perilaku diet seseorang adalah harga diri.
Harga diri adalah penilaian seseorang tentang dirinya secara positif maupun negatif. Individu
dengan harga diri yang rendah cenderung takut mengalami kegagalan dalam menjalani
hubungan sosial, kurang dapat mengekspresikan diri, dan sangat tergantung pada lingkungan
(Coopersmith dalam Siregar, 2006). Individu yang sangat tergantung pada lingkungan, kurang
dapat mengekspesikan diri, dan takut untuk menjalani hubungan sosial akan cenderung
mengikuti apa yang diinginkan oleh lingkungan. Apabila individu cenderung mengikuti apa
yang diinginkan oleh lingkungan dalam berbagai hal seperti bentuk tubuh, cara berpakaian,
dan cara berdandan maka ia akan cenderung untuk merubah tubuh mereka dan berupaya untuk
mencapai diri yang ideal seperti yang diinginkan lingkungan dengan berbagai cara
(Hassanah,2010).
Banyak penelitian yang menunjukkan diet sering dilakukan dengan cara yang tidak
sehat, khususnya pada remaja putri. Mereka melakukan diet secara agresif untuk mendapatkan
bentuk tubuh yang ideal (Jaworowska, 2007). Kecenderungan untuk merubah tubuh ideal
sesuai dengan konsep yang dibentuk oleh lingkungan ini salah satunya dipengaruhi oleh teman
sebaya. Pengaruh teman sebaya sangat besar pada masa remaja. Hal ini karena remaja lebih
banyak menghabiskan waktunya dengan teman-temanya dibandingkan dengan keluarganya
(Hurlock,1980). Teman sebaya yang melakukan perilaku diet yang ekstrim dapat
mempengaruhi remaja putri untuk melakukan perilaku diet yang ekstrim pula (Gaskill, 2000).
Bentuk-bentuk perilaku diet yang ektrim ini sama dengan bentuk perilaku diet yang tidak sehat
antara lain: menggunakan laxative, dan memuntahkan makanan (Cheung, 2007).
Selain itu, kecenderungan remaja putri untuk merubah tubuh sesuai dengan konsep
yang dibentuk oleh lingkungan juga dipengaruhi oleh tekanan media. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa membaca majalah wanita atau majalah kecantikan dapat diasosiasikan
dengan metode penurunan berat badan yang tidak ideal (Utter, 2003). Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Grigg, Bowman, dan Redman ditemukan bahwa 87% dari sampel penelitian
mereka memiliki keinginan untuk memiliki bentuk tubuh yang “kurus” ideal yang
dipromosikan oleh media. Hal ini secara konsisten berhubungan dengan gangguan makan,
perilaku diet tidak sehat, dan distorsi terhadap gambaran tubuh (Grigg, 1996). Selain itu,
dalam penelitian yang dilakukan oleh Beasley ditemukan bahwa tekanan media memiliki
korelasi yang kuat dan signifikan dengan perilaku diet tidak sehat.
BAB III
METODE PENELITIAN
Hadi (2000) mengatakan bahwa metode penelitian dalam suatu penelitian ilmiah
merupakan unsur penting karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan
apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. Penelitian ini menggunakan
metode kuantitatif yang bersifat korelasional, yang bertujuan untuk melihat hubungan antara satu
variabel dengan variabel lain. Pembahasan dalam bab ini meliputi identifikasi variabel penelitian,
definisi operasional, populasi dan metode pengambilan sampel, instrumen/alat ukur yang
digunakan, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian dan metode analisis
data.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk
untuk mengidentifikasi gambaran citra tubuh terhadap pola diet mahasiswi fakultas
keperawatan universitas padjadjaran.
Menurut Sugiono (2009) variabel penelitian adalah suatu ukuran atau ciri yang
dimiliki anggota-anggota suatu kelompok berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok
lain. Variabel-variabel pada penelitian ini adalah :
Gambaran citra tubuh dengan perilaku diet tidak sehat merupakan sejumlah
informasi atau hal yang diketahui mengenai pentingnya perilaku diet sehat sebagai upaya
pencegahan gangguan body image pada mahasiwi.
Tabel 3.1. Definisi Operasional Gambaran citra tubuh dengan perilaku diet tidak
sehat mahasiswi fakultas keperawatan universitas padjadjaran sebagai upaya pencegahan
gangguan body image pada mahasiwi.
3.4.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Populasi yang akan diteliti dalam
penelitian ini adalah Mahasiswa Keperawatan Universitas Padjadjaran.
3.4.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Sugiyono, 2014). Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu
sebanyak 100 orang yang diambil melalui metode simple random sampling. Kriteria
inklusi dalam penelitian ini adalah mahasiswa keperawatan Unpad angkatan 2018 dan
2019 yang berusia dibwah 20 tahun. Ukuran sampel yang diambil diberikan toleransi
sebesar 5% (0,05) dari populasi dan dihitung berdasarkan Rumus Slovin. Rumus tersebut
adalah sebagai berikut:
Keterangan:
n : ukuran sampel
N: ukuran populasi
e: margin of error
3.5 Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui beberapa
tahap, yaitu :
Alat ukur merupakan metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian yang
bertujuan untuk mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti. Alat ukur yang digunakan
hendaknya disesuaikan dengan tujuan penelitian dan bentuk data yang akan diambil serta diukur.
Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode skala. Skala adalah suatu metode
pengumpulan data yang merupakan suatu daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh subjek
secara tertulis (Hadi, 2000). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner.
Kuesioner merupakan instrumen penelitian yang berisi serangkaian pertanyaan atau pernyataan
untuk menjaring data atau informasi yang harus dijawab responden secara bebas sesuai dengan
pendapatnya (Arifin, 2011).
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur gambaran tubuh adalah skala gambaran
tubuh yang dirancang dan dikembangkan sendiri oleh peneliti yang disusun berdasarkan
Multidimensional Body Self Relation Questionnaire- Appearance Scales (MBSRQ-AS) yang
dikemukakan oleh Cash (dalam Seawell & Danorf-Burg, 2005).
Gambaran tubuh yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor yang diperoleh dari
jawaban subjek terhadap skala gambaran tubuh yang disusun dengan format Likert dengan lima
pilihan jawaban dari Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Netral (N), Sesuai (S), dan
Sangat Sesuai (SS) dan juga disusun dengan format Diferensial Semantik dengan lima pilihan
jawaban yang terletak di kutub berseberangan, yaitu kutub negatif (yang berisi keadaan negatif)
dan kutub positif (yang berisi keadaan positif). Alat ukur gambaran tubuh ini dikembangkan
oleh peneliti berdasarkan Multidimensional Body Self Relation Questionnaire-Appearance
Scales (MBSRQ-AS) yang dikemukakan oleh Cash.
Cash mengemukakan adanya lima dimensi gambaran tubuh, yaitu:
Skor total pada skala gambaran tubuh merupakan petunjuk gambaran tubuh yang positif
atau negatif. Skor skala yang tinggi menunjukkan gambaran tubuh yang positif, sebaliknya skor
skala yang rendah menunjukkan gambaran tubuh yang negatif.
Editing
Penelitian menyeleksi atau memeriksa ulang kelengkapan pengisian
kuesioner dari seluruh pertanyaan yang ada sehingga tidak ada kuesioner yang
terbuang. Kuesioner di urutkan sesuai dengan nomer responden yang ada di dalam
kertas kuesioner. Proses ini untuk melihat apakah semua data sudah di isi sesuai
petunjuk.
Coding
Setelah semua data yang ada pada kuesioner lengkap, peneliti melakukan
coding terhadap semua jawaban atau informasi koresponden. Kode pada
instrument yang digunakan sebagai berikut :
Body image positif diberi kode =1, body image negatif diberi kode =2, sedangkan
pola makan baik diberi kode =1, pola makan buruk diberi kode=2.
Entry data
Tabulating
Pada tahapan ini, data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis dan
diinterpretasikan dalam bentuk laporan tertulis yang sistematis. Hasil dari data
tersebut kemudian akan dipertanggungjawabkan dalam sidang akhir.
3.10 Etika Penelitian
1. Informed consent
Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan memberikan
lembar prsetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian
dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.
Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti tujuan penelitian dan
mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka harus menandatangani lembar
persetujuan, jika tidak maka peneliti harus menghormati hak subjek penelitian.
3. Confidentially (kerahasiaan)
Responden sukarela tanpa adanya unsur paksaan secara langsung maupun tidak
langsung oleh peneliti kepada responden.
Irawan, S., & Safitri, S. (2014). Hubungan Antara Body Image Dan Perilaku Diet Mahasiswi
Universitas Esa Unggul. Jurnal Psikologi Esa Unggul, 12(01).
Lintang, A., Ismanto, A., & Onibala, F. (2015). Hubungan Citra Tubuh Dengan Perilaku Diet
Pada Remaja Putri Di Sma Negeri 9 Manado. Jurnal Keperawatan UNSRAT, 3(2).
Irawan, S., & Safitri, S. (2014). Hubungan Antara Body Image Dan Perilaku Diet Mahasiswi
Universitas Esa Unggul. Jurnal Psikologi Esa Unggul, 12(01).
Indahwati, I. (2011). Hubungan Persepsi Gambaran Tubuh Dengan Perilaku Diet Pada Remaja
Putri Di Smk Negeri 2 Godean Sleman.
Azwar, S. (2000). Reliabilitas dan validitas (edisi ketiga) Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Cash, T. F. (1994). Body images attitudes: Evaluation, investment, and affect: Perceptual motor
skills. Journal of Psychology, (78), 1168-1170.
Chase, M. E. (2001). Identitiy development and body image dissatisfaction in college females.
(50).
Dacey, J. & Kenny, M. (2001). Adolescent development (2th ed). USA: Brown & Benchmark
Publishers.
Dwyer, J. T. (1997). The Social Psychology of Dieting. USA : Harvard School of Public Health.
Elga, Precha. (2007). Hubungan body dissastifaction dengan perilaku diet pada remaja. Skripsi
tidak dipublikasikan, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok.
French, S. A., Perry, C. L., Leon, G. R., & Fulkerson, J. A. (1995). Dieting behaviors and weight
change history in female adolescent. Journal of health Psychology, 14, 548-555.
Hadi, S. (2000). Methodology research (Jilid 1-4). Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas
Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Hawks, Steven R. (2008). Classroom approach for managing dietary restraint, negative eating
styles, and body image concerns among college women. Journal of American
college health, Vol. 56, No. 4.