Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

Percobaan 2

PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT

Rekristalisasi dan Titik Leleh

Disusun oleh

Nama : Cinderi Maura Restu

NPM : 10060312009

Shift / kelompok : B / 2

Tanggal Praktikum : 18 Februari 2013

Tanggal Laporan : 25 Februari 2013

Asisten : Averroes Prabowo

LABORATORIUM KIMIA TERPADU A

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2013
Percobaan 2

Pemisahan dan Pemurnian Zat Padat

Rekristalisasi dan Titik Leleh

I. Tujuan :

Dapat menjelaskan konsep dan tujuan dari kristalisasi.

Serta dapat terampil dalam melakukan rekristalisasi dengan baik,

memilih pelarut yang sesuai untuk rekristalisasi, menjernihkan

dan menghilangkan warna larutan, dan memisahkan serta

memurnikan campuran dengan rekristalisasi.

II. Prinsip :

- Adanya perbedaan kelarutan zat-zat padat dalam

pelarut tertentu.
- Suatu zat padat akan lebih larut dalam pelarut panas

dibandingkan dengan pelarut dingin.

III. Teori dasar :

Prinsip pemisahan/pemurnian dengan teknik kristalisasi,

didasarkan pada : adanya perbedaan kelarutan zat-zat padat

dalam pelarut tertentu, dan sifat dari suatu zat padat yang akan

lebih larut dalam pelarut panas dibandingkan pelarut dingin.

Proses kristalisasi menuntut adanya perubahan fasa zat padat

yang terlarut dalam larutan menjadi kristal. Suatu zat dipisahkan

dari zat lain yang larut dengan cara penyaringan dengan


saringan isap. Teknik kristalisasi adalah proses melarutkan zat

padat tidak murni dalam pelarut panas, yang dilanjutkan dengan

pendinginan larutan tersebut untuk membiarkan zat tersebut

mengkristal. Keberhasilan teknik kristalisasi ditentukan oleh

keberhasilan dalam memilih pelarut yang tepat. Pelarut yang

tepat adalah pelarut yang sukar melarutkan senyawa pada suhu

kamar, tetapi dapat melarutkan dengan baik pada titik didihnya.

A. Proses pelarutan zat padat

Larutan jenuh adalah jumlah terkecil pelarut yang

digunakan dalam melarutkan sejumlah zat padat. Sejumlah

energi diperlukan untuk melarutkan zat padat, yaitu untuk

memecahkan struktur kristalnya yang diambil dari pelarutnya.

B. Kristalisasi

Merupakan kebalikan dari proses pelarutan. Dalam

keadaan kesetimbangan, pembentukan kristal ini akan mencapai

optimum.

C. Pemilihan pelarut untuk rekristalisasi

Kriteria pelarut yang baik :

1. Tidak bereaksi dengan zat padat yang akan direkristalisasi.


2. Zat padatnya harus mempunyai kelarutan terbatas, atau

relatif tidak larut dalam pelarut pada suhu kamar atau suhu

kristalisasi.

3. Zat padatnya harus mempunyai kelarutan yang tinggi dalam

suhu didih pelarutnya.

4. Titik didih pelarut tidak melebihi titik leleh zat padat yang akan

direkristalisasi.

5. Zat pengotor yang tidak diinginkan harus sangat larut dalam

pelarut pada suhu kamar, atau tidak larut dalam pelarut panas.

6. Pelarut harus cukup volatile (mudah menguap) sehingga

mudah untuk dihilangkan setelah zat padat yang diinginkan telah

terkristalisasi.

Urutan kepolaran beberapa pelarut :

Air (100) > metanol (65) > etanol (78) > aseton (56) > metilen

klorida (40) > etil eter (35) > kloroform (61) > benzena (80) >

CCl4 (76) > ligroin (90 – 115) > heksana (68) > petroleum eter

(35 – 60) > pentana (36).

D. Cara rekristalisasi

Secara umum, tahapannya yaitu zat padat ditambah

pelarut panas dicampur, kemudian disaring dengan penyaring

biasa. Penyaringan tersebut menghasilkan zat terlarut dan


pengotor. Zat terlarut kemudian didinginkan dan disaring dengan

penyaringan isap. Penyaringan tersebut menghasilkan pelarut

dan juga kristal.

Penambahan norit (arang halus) kepada larutan yang akan

dikristalkan yang berwarna, padahal zat padatnya tidak

berwarna. Suatu keadaan yang lewat jenuh (supersaturation),

dimana kristal-kristal baru mau keluar bila dipancing dengan

sebutir kristal murni.

Beberapa pasang pelarut yang sering digunakan : metanol

– air, etanol – air, asam asetat – air, aseton – air, eter – aseton,

eter – metanol, eter – petroleum eter, benzen – ligroin,

metilklorida – metanol.

E. Titik Leleh dan cara penentuannya

Titik leleh adalah suhu yang teramati ketika zat padat

mulai meleleh sampai semua partikel berubah menjadi cair. Titik

leleh senyawa murni adalah suhu dimana fasa padat dan fasa

cair senyawa tersebut, berada dalam kesetimbangan pada

tekanan 1 atm.

Adanya zat pengotor dalam sampel memiliki 2 pengaruh

terhadap pengukuran titik leleh : (a). Suhu titik leleh lebih

rendah; dan (b). Melebarnya trayek titik leleh (>3°C).


Sublimasi zat padat adalah analog dengan proses distilasi

dimana zat padat berubah langsung menjadi gasnya tanpa

melalui fasa cair, kemudian terkondensasi menjadi padatan.

Sublimasi bisa dilakukan lebih efektif lagi bila dilakukan pada

tekanan vakum.

IV. Alat dan bahan :

a. Alat :

1. Termometer

2. Tabung reaksi

3. Lampu spirtus

4. Neraca analitik

5. Gelas kimia 100 mL

6. Kasa asbes

7. Pembakar bunsen

8. Kaki tiga

9. Batang pengaduk

10. Corong penyaring

11. Kertas saring

12. Labu erlenmeyer


13. Corong buchner

14. Peralatan isap

15. Alat Thomas – Hoover Apparatus

16. Alat Thiele

17. Melting block

18. Alat Fisher – Johns Apparatus

19. Klem

20. Cawan porselen

b. Bahan :

1. 10 mL aquaddes

2. Sedikit batu didih

3. Pelarut (air)

4. 2 gram asam benzoat kotor

5. 0,5 gram karbon/norit

6. Air kran

7. Air es

V. Prosedur :

a. Kalibrasi Termometer
1. Kedalam tabung reaksi besar, dimasukkan aquades sebanyak

10 mL dan 2 buah batu didih.

2. Tabung reaksi tersebut kemudian di klem tegak lurus.

3. Tabung reaksi yang sudah diklem, dipanaskan perlahan

sampai mendidih.

4. Setelah mendidih, keatas permukaan air yang mendidih

tersebut dimasukkan termometer.

5. Dicatat suhu awal dan akhir yang tertera pada termomter

tersebut.

b. Kristalisasi Asam Benzoat dalam Air

1. Kedalam neraca analitik, dimasukkan asam benzoat kotor

untuk ditimbang sebanyak 2 gram.

2. Asam benzoat yang telah ditimbang, dimasukkan kedalam

gelas kimia 100 mL.

3. Kedalam gelas kimia tersebut kemudian dimasukkan pelarut

(air) yang dalam keadaan panas sampai asam benzaot tepat

larut.

4. Setelah semua senyawa larut, kedalam gelas kimia tersebut

dimasukkan sedikit berlebih pelarut panas.


5. Campuran tersebut kemudian dididihkan diatas kasa asbes

dengan pembakar bunsen.

6. Campuran tersebut diaduk terus sampai asam benzoat benar-

benar larut.

7. Disiapkan corong penyaring kaca tangkai pendek yang sudah

diengkapi dengan kertas saring.

8. Untuk menampung filtrat panas, digunakan labu erlenmeyer

bersih yang sudah dipasang.

9. Dalam keadaan panas, larutan tersebut kemudian dituangkan

kedalam/keatas corong.

10. Ketika larutan menjadi dingin dan mengkristal, diulangi

pemanasan diatas kasa, penyaringan, dan sampai semua larutan

tersaring.

11. Filtrat dibiarkan dingin diudara terbuka, dan dengan tidak

diganggu atau diguncang.

12. Ketika sudah lama belum terbentuk kristal, erlenmeyer

kemudian didinginkan, disiram di bawah curahan air kran atau

direndam didalam air es.

13. Ketika semua kristal sudah terbentuk dan terpisah, dilakukan

penyaringan kristal dengan menggunakan corong buchner yang

sudah dilengkapi dengan peralatan isap.


14. Kedalam corong buchner, kristal dicuci dengan sedikit pelarut

dingin. Dilakukan pencucian sebanyak 1 sampai 2 kali.

15. Dengan menggunakan spatula, kristal kemudian ditekan

sekering mungkin.

16. Keatas kertas saring lebar dan kering, kristal yang sudah

ditekan tadi ditebarkan.

17. Kristal kering tersebut kemudian ditimbang dan ditentukan

titik lelehnya dengan cara kapiler (Thiele atau melting block).

18. Dihitung perolehan kembali benzoat murni.

c. Sublimasi

1. Kedalam cawan porselen dimasukkan 1 gram serbuk kamper

kotor.

2. Cawan tersebut kemudian dipasang diatas klem bundar yang

cocok.

3. Cawan kemudian ditutup dengan menggunakan kaca arloji

hingga tertutup rapat.

4. Dibagian atas kaca arloji diletakkan beberapa potong es.

5. Cawan beserta kaca arloji tersebut kemudian dipanaskan

dengan api kecil.


6. Kristal yang menempel di kaca dikumpulkan, ditimbang, dan

ditentukan titik lelehnya.

VI. Hasil dan pembahasan :

A. Kalibrasi termometer

Kalibrasi termometer merupakan suatu metode yang

digunakan untuk mengetahui kelayakan fungsi dari suatu

termometer. Suhu awal yang ditunjukkan dari termometer yang

disediakan adalah 30°C. Sedangkan suhu akhirnya 52°C. Suhu

akhir yang diinginkan adalah 100°C (menurut literatur, titik didih

air adalah 100°C). Dikarenakan suhu akhir yang didapat adalah

52°C, jadi termometer yang disediakan tersebut tidak bisa

dipakai lagi karena titik akhir dari skala yang ditunjukkan tidak

mencapai 100°C. Terdapat suhu akhirnya 52°C, ini dikarenakan

keadaan pelarutnya kurang panas. Sehingga dalam proses

pengkalibrasiannya, menunjukkan angka yang tidak sesuai

dengan yang diinginkan. Ketika memanaskan campuran yang

terdapat dalam tabung reaksi, tidak boleh terlalu mendidih. Ini

dikarenakan jika airnya terlalu mendidih, akan terjadi bumping

(airnya keluar dari tabung reaksi). Untuk meminimalkan

terjadinya bumping pada saat pemanasan, ditambahkanlah

beberapa potong batu didih yang dimasukkan kedalam tabung

reaksi tersebut. Cara mendapatkan batu didih mudah sekali.

Yaitu dengan cara pemecahan batu – batu porselen menjadi kecil


– kecil sesuai ukuran dan bentuk yang diinginkan. Pada proses

kalibrasi, menggunakan pelarut air, karena air mudah didapat.

Selain air mudah didapat, air mudah untuk ditemukan, dan

harganya juga murah. Tidak seperti pelarut – pelarut yang lain

yang kebanyakan harganya mahal, dan susah untuk

menemukannya.

B. Kristalisasi asam benzoat dalam air

Kristalisasi merupakan proses pemurnian zat padat. Dalam

proses kristalisasi, pemilihan pelarut yang tepat sangatlah

berpengaruh terhadap hasil akhir dari kristalisasi. Pelarut yang

tepat adalah pelarut yang sukar melarutkan senyawa pada suhu

kamar, tetapi dapat melarutkan dengan baik pada titik didihnya.

Dalam keadaan kesetimbangan, pembentukan kristal yang

dihasilkan akan mencapai titik optimum. Prinsip pemisahan pada

teknik kristalisasi ini didasarkan pada : perbedaan kelarutan zat –

zat padat dalam pelarut tertentu, dan sifat dari suatu zat padat

yang akan lebih larut dalam pelarut panas dibanding dengan

pelarut dingin. Didalam percobaan ini, digunakan asam benzoat

sebagai bahan uji coba. Asam benzoat merupakan suatu

senyawa yang memiliki bau yang khas dan tajam. Dalam

pelarutan asam benzoat, asam benzoat harus dicampur dengan

aqua yang benar-benar mendidih supaya cepat larut. Pelarut air

baik digunakan dalam melarutkan beberapa senyawa. Air


merupakan senyawa yang mudah larut dan melarutkan,

sehingga dalam proses pelarutan, tidak membutuhkan waktu

yang lama dan dapat menyingkat waktu. Pada percobaan ini

digunakan pelarut air karena air mudah ditemukan dan harganya

murah. Boleh saja menggunakan pelarut lain yang sukar larut.

Tetapi, pelarut lain umumnya susah ditemukan, harganya

lumayan mahal, dan membutuhkan waktu yang lama saat proses

pelarutan sehingga terjadi pemborosan waktu. Asam benzoat +

air dilarutkan, menghasilkan larutan yang jenuh. Larutan jenuh

adalah jumlah zat terlarut sama dengan jumlah pelarut. Pada

saat proses pemanasan, ditambahkan norit kedalam campuran.

Norit bersifat adsorben. Adsorben adalah sifat dari suatu

senyawa yang dapat menyerap pengotor. Penambahan norit

tidak masalah jika tidak dilakukan. Tetapi, syaratnya tidak ada

zat pengotor dalam senyawa asam benzoat. Karena pada

percobaan ini digunakan asam benzoat yang kotor (tidak murni),

maka penambahan norit sangatlah berguna untuk mendapatkan

asam benzoat yang tidak lagi mengandung zat pengotor (murni).

Saat dikocok diatas pemanas busen, pengocokannya harus

sangat diperhatikan. Karena teknik mengocok / kecepatan dalam

mengocok mempengaruhi kelarutan. Selain teknik mengocok,

terdapat hal lain yang mempengaruhi kelarutan, yaitu : suhu,

tekanan, dan ikatan antar molekul. Pada saat pengocokan juga

tidak boleh bersilangan dengan beaker glass. Ini dikarenakan


bisa menyebabkan asam benzoat + air tersebut akan keluar dari

beaker glass (bumping). Pada saat campuran tersebut disaring,

seharusnya tidak ada yang mengkristal duluan diatas kertas

saring. Ketika semua campuran sudah disaring dan ditampung

didalam erlenmeyer, campuran tersebut harus didiamkan dan

tidak boleh bergerak supaya terbentuk kristal. Penyaringan

ditampung ke erlenmeyer, supaya senyawa yang dihasilkan

benar – benar murni. Dalam proses penyaringan kristal,

penyaringan dilakukan dengan menggunakan corong buchner.

Corong buchner digunakan karena lebih efektif menghemat

waktu daripada kertas saring biasa. Corong buchner memiliki

kecepatan dalam menyaring suatu larutan atau campuran karena

corong buchner menggunakan mesin penyedot. Dimana,

campuran atau larutan yang akan disaring, disedot oleh mesin

yang terdapat pada corong ini. Dibandingkan dengan kertas

saring yang hanya akan menunggu proses jatuhnya larutan

murni yang membutuhkan waktu yang lumayan lama. Dengan

menggunakan corong buchner, dilakukan 2 kali penyaringan. Ini

dilakukan supaya didapat jumlah kristal yang berlebih, dan

supaya senyawanya lebih murni. Setelah terbentuk kristal, kristal

tersebut kemudian ditimbang dengan menggunakan neraca

analitik. Dari hasil penimbangan, didapat data sebagai berikut :

Berat kertas saring kosong = 703,5 mg.


Berat kertas saring + kristal = 1656,0 mg.

Dari dua data diatas, dapat diketahui berat kristal murni, yaitu

952,5 mg.

Perhitungannya :

Berat kristal murni = (Berat kertas saring + kristal) – (berat

kertas saring kosong)

Berat kristal murni = 1656,0 mg – 703,5 mg

Berat kristal murni = 952,5 mg

Dari berat kristal murni, dapat ditentukan % rendemen dari asam

benzoat, yaitu 47,625 %.

Perhitungannya :

berat kristal
% rendemen = berat sampel x 100 %

952,5
% rendemen = 2000 x 100 %

% rendemen = 47,625 %

Setelah didapat % rendemen, penentuan titik leleh dari asam

benzoat tidak dilakukan. Ini dikarenakan keterbatasannya waktu.

Pada penentuan titik leleh, langkah awal yang dilakukan adalah

penggerusan kristal. Penggerusan ini dilakukan supaya kristal


asam benzoat berbentuk partikel kecil dan dapat masuk kedalam

pipa kapiler yang kecil.

C. Sublimasi

Sublimasi adalah suatu proses perubahan wujud suatu zat

dari padat ke gas tanpa melalui fasa cair yang kemudian

terkondensasi menjadi padatan. Pada percobaan ini digunakan

kamper sebagai bahan uji coba. Kamper biasanya digunakan oleh

kebanyakan orang untuk menjaga keawetan suatu barang,

seperti buku, baju, tas, dan lain – lain. Dari hasil pengamatan,

suhu awal dari serbuk kamper adalah 28°C ketika diukur dengan

menggunakan termometer. Suhu dimana kamper mulai meleleh

ditunjukkan oleh termometer adalah 74°C. Dan suhu ketika

kamper sudah meleleh semua adalah 84°C. Berat kertas saring

kosong ketika ditimbang dengan menggunakan neraca analitik

yaitu 413,0 mg. Berat kertas saring + kamper adalah 1413,0 mg.

Berat kertas saring setelah dipanasi adalah 422,8 mg. Dan, berat

kristal dari kamper + berat kertas saring setelah dipanasi adalah

1455,4 mg. Ketika kamper dimasukkan kedalam cawan, cawan

harus ditutup dengan menggunakan kaca arloji dan harus

tertutup seluruh bibir dari cawan tersebut. Ini dikarenakan

supaya tidak ada zat dan gas lain yang masuk kedalam cawan

tersebut dan mengganggu sublimasi. Kebagian atas kaca arloji

ditempatkan beberapa potong bongkahan es. Ini dilakukan


supaya terbentuk kristal yang diinginkan. Kalau tidak

ditambahkan es, larutan tersebut tidak akan mengkristal dan

terus menjadi larutan pada fase cair. Kamper yang awalnya

berbentuk bubuk dan berwarna putih, setelah dipanaskan diatas

pemanas, berubah menjadi warna putih kristal dan mengkristal

serta menempel di kaca arloji. Rentang waktu dimana kamper

mulai meleleh sampai kamper meleleh seluruhnya sangatlah

singkat. Oleh karena itu, perlu ketelitian mata dalam mengamati

perubahan fasa dari kamper tersebut, supaya mendapatkan hasil

suhu yang tepat.

Dari data yang telah disebutkan diawal tadi, dapat ditentukan

berat kristal murni.

Perhitungannya ;

Berat kristal murni = (berat kristal + berat kertas setelah

dipanasi) – (berat kertas setelah dipanasi)

Berat kristal murni = (1455,4 mg) – (422,8 mg)

Berat kristal murni = 1032,6 mg

Dari berat kristal murni, dapat ditentukan % rendemen dari

kamper.

Perhitungannya ;
berat kristal
% rendemen = berat sampel x 100 %

1032,6
% rendemen = 1000 x 100 %

% rendemen = 103,2 %

VII. Kesimpulan :

Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan

bahwa konsep dari kristalisasi adalah dalam memilih pelarut

harus sesuai. Ini dikarenakan jika tidak sesuai dapat

mempengaruhi hasilnya. Tujuan dari kristalisasi adalah

mendapatkan suatu zat yang telah menjadi kristal dengan baik

dan mencapai optimum dalam kesetimbangan. Proses

pemisahan dan pemurnian zat padat sagatlah baik dengan cara

rekristalisai.

VIII. Daftar pustaka :

Tim Asisten Laboratorium Farmasi Unit A.2013.Penuntun


Praktikum Kimia Organik.Bandung:Universitas Islam Bandung.

Mayo, D.W., Pike,R.M., Trumper, P.K., Miroscale Organic


Laboratory, 3rd edition, John Wiley & Sons, New York, 1994, p.90
- 96; 132 – 141.

Pasto, D., Johnson, C., Miller, M., Experiments and Techniques in

Organic Chemistry, Prentice Hall Inc.,New Jersey, 1992, p.43 –46;

5; 387 – 395.
Williamson, Macroscale and Microscale Organic Experiments, 3rd

edition, Boston, 1999, p.122 – 126; 39 – 65.

S,Syukri.1991.Kimia dasar 1.ITB:Bandung.

Sunardi.2004.Diktat Kuliah Cara-Cara

Pemisahan.Depok:Dept.Kimia FMIPA UI.

Petrucci,Ralph H dan seminar.1987.Kimia Dasar.Jilid

I.Jakarta:Erlangga.

Petrucci.1996.Kimia Dasar.Jilid I.Jakata:Erlangga.

IX. Tugas Post – Lab :

Buatlah kurva distilasi (lihat gambar 4) hasil tiap percobaan

diatas. Diskusikan hasilnya. Mana yang memberikan hasil

pemisahan lebih baik ?

Jawab :

Dari percobaan yang telah dilakukan, hanya percobaan distilasi

sederhana saja yang dilakukan. Sedangkan distilasi

bertingkatnya belum dikerjakan. Ini dikarenakan mungkin

keterbatasan waktu praktikumnya yang harus seefisiensi

mungkin dalam penggunaan waktu.

Anda mungkin juga menyukai