Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang di tandai dengan

hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat

lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau

penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi

kronis mikrovaskuler, dan neuropatik. ( yuliana elin, 2009 ). American Diabetes

Association (ADA) (dalam Standards of Medical Care in Diabetes, 2009)

mengklasifikasikan diabetes melitus menjadi 4 yaitu diabetes melitus tipe 1,

diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus gestastional dan diabetes melitus tipe

khusus. Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, (2011), seseorang dapat

didiagnosa diabetes melitus apabila mempunyai gejala klasik diabetes melitus

seperti poliuria, polidipsi dan polifagi diserta dengan gula darah sewaktu ≥200

mg/dL dan gula darah puasa ≥126mg/dL.

Menurut survei yang di lakukan oleh World Health Organization (WHO)

tahun 2010, lebih dari 347 juta penduduk dunia menderita diabetes. Diperkirakan

pada tahun 2030, DM akan menjadi 7 penyebab kematian utama di dunia dan

diabetes akan meningkat dua pertiganya antara tahun 2008 sampai 2030. (WHO,

2010).

1
Gambaran masyarakat indonesia di masa depan berdasarkan berdasarkan

visi pembangunan kesehatan dalam indonesia sehat 2010 adalah

masyarakat,bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam

lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat , memiliki kemampuan untuk

menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adal dan merata serta

memiliki target kesehatan yang setinggi- tinginya di suluruh wilayah republik

indonesia. ( Depkes, 1999 )

Salah satu masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian adalah

penyakit diabetes mellitus, yaitu suatu penyakit metabolik menahun yang dapat

menurunkan daya tahan tubuh serta dapat mengganggu aktivitas sehari-hari,

olehnya itu perlu segera mendapat konsultasi secara dini agar dapat mengetahui

penyakitnya sehingga memudahkan dalam pengobatan maupun perawatan.

Diabetes mellitus atau secara awam dikenal sebagai penyakit kencing

manis merupakan salah satu penyakit menahun (kronik) yang sampai saat ini

masih belum bisa disembuhkan sehingga perawat melaksanakan asuhan

keperawatan dengan memperhatikan klien secara menyeluruh baik fisik, mental,

sosial dan spiritualnya dimana perawat harus selalu berusaha untuk

meningkatkan mutu pelayanan dalam proses penyembuhan dan pemulihan klien

dengan gangguan sistem endokrin khususnya Diabetes Mellitus.

2
Lebih dari 80% kematian akibat penyakit DM terjadi di negara pada tingkat

penghasilan rendah dan menengah (WHO, 2010). Di Indonesia sendiri Populasi

penderita diabetes mellitus (DM) saat ini menduduki peringkat kelima terbanyak

di dunia. Berdasarkan data IDF Diabetes Atlas, pada tahun 2013 penderita DM di

Tanah Air mencapai 8.554.155 orang. "Bahkan angka tersebut semakin naik pada

tahun 2014 hingga mencapai 9,1 juta orang," kata Ketua Perkumpulan

Endrokologi Indonesia (Perkeni) Prof. Dr. Achmad Rudijanto di Jakarta, Sabtu

(25/4/2015).

Tahun 2035 jumlah penderita DM diprediksi melonjak hingga ke angka

14,1 juta orang dengan tingkat prevalensi 6,67 persen untuk populasi orang

dewasa. "Tidak hanya itu, umur penderita diabetes pun kini semakin menurun

atau semakin muda. Satu dari lima penderita diabetes masih berumur dibawah 40

tahun, yakni diantara 20 hingga 39 tahun sebanyak 1.671.000 orang. Sedangkan

usia 40 hingga 59 tahun sebanyak 4.651.000 orang. Sisanya berusia 60 hingga 79

tahun.

Apabila tidak ditangani dengan baik DM akan menimbulkan berbagain

macam komplikasi, baik akut maupun kronik. Salah satu komplikasi kronik yang

serius dan paling ditakuti adalah ulkus diabetikum (Waspadji, 2006). Ulkus

diabetikum merupakan luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan

adanya makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati.

Ulkus diabetikum mudah berkembang menjadi infeksi karena masuknya kuman

3
atau bakteri dan adanya gula darah yang tinggi menjadi tempat yang strategis

untuk pertumbuhan kuman (Riyanto, 2007; Waspadji, 2007).

Ulkus diabetikum kalau tidak segera mendapatkan pengobatan dan

perawatan, maka akan mudah terjadi infeksi yang segera meluas dan dalam

keadaan lebih lanjut memerlukan tindakan amputasi (Misnadiarly, 2006;

Riyanto, 2007). Ulkus diabetikum merupakan komplikasi menahun yang paling

ditakuti bagi penderita DM, baik ditinjau dari lamanya perawatan, biaya tinggi

yang diperlukan untuk pengobatan yang menghabiskan dana 3 kali lebih banyak

dibandingkan tanpa ulkus (Djokomoeljanto, 1997).

Prevalensi penderita ulkus diabetikum di Indonesia sekitar 15%, angka

amputasi 30%, angka mortalitas 32% dan ulkus diabetikum merupakan sebab

perawatan rumah sakit yang terbanyak sebesar 80% untuk DM (Riyanto, 2007).

Penderita ulkus diabetikum di Indonesia memerlukan biaya yang tinggi sebesar

Rp. 1,3 juta sampai Rp. 1,6 juta perbulan dan Rp. 43,5 juta per tahun untuk

seorang penderita (Suyono, 1996).

Di provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2010 terdapat 1.124 pasien yang

menderita penyakit diabetes militus dan pada tahun 2011 Januari sampai

pertengahan Juni penderita Diabetes melitus sebanyak 793 orang. Sedangkan

pada tahun 2013 jumlah penderita Diabetes Melitus di Profinsi Sulawaei

Tenggara mencapai 12.315 orang. Hal ini merupakan angka kejadian yang sangat

4
fantastis jika dilihat dari perkembangan tahun ketahun.

(http://www.dinkessumenep.com).

Di RSUD kota BauBau pada tahun 2014 yaitu terdapat 38 orang yang

menderita penyakit diabetes mellitus dan ternyata pada tahun 2015 jumlah

penderita diabetes militus meningkat menjadi 215 orang, jumlah ini di perkirakan

meningkat karena banyaknya faktor resiko atau pencetus seperti banyak

masyarakat kota BauBau dalam kondisi yang serba sibuk mengkonsumsi

makanan cepat saji mengandung banyak glukosa yang brdampak buruk pada

sistem endokrin yaitu dapat menimbulkan gangguan metabolisme salah satunya

menimbulkan penyakit diabetes mellitus. Kondisi seperti ini perlu di tangani

salah satunya dengan melakukan asuhan keperawatan semaksimal mungkin atau

sebagai mahasiswa melakukan studi kasus pada klien dengan penyakit diabetes

mellitus khususnya di RSUD Kota BauBau dengan semaksimal mungkin.

Berdasarkan kasus-kasus di atas, angka kejadian Diabetes Mellitus masih

terlampau tinggi, hal ini yang menyebabkan angka kematian semakin tinggi.

Oleh sebab itu, penulis mengangkat judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien

Dengan Gangguan Sistem Endokrin: Diabetes Mellitus Di Ruang Perawatan

Bedah BLUD RSUD Kota Baubau Tahun 2016”.

5
B. Rumusan Masalah

1. Pernyataan masalah

Diabetes melitus merupakan masalah yang masih sering terjadi di masyarakat.

Diabetes melitus disebabkan oleh faktor genetik, faktor imunologi,juga dapat

disebabkan oleh pola makan yang tidak sehat seperti mengomsumsi makanan

yang siap saji, minuman ringan dengan kadar glukosa tinggi dan kurang

olahraga. Apabila hal tersebut tidak diperhatikan maka sekarang cederung

akan menderita diabetes melitus oleh karena itu perlu penanganan ekstrim

dalam memberikan perawatan.

2. Pertanyaan Masalah

“ Bagaimanakah peranan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan

sistem endokrim : diabetes melitus dirunag penyakit bedah (CHR ) BLUD

RSUD kota Baubau ?”

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Memperoleh gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan

gangguan sistem endokrin: Ulkus Diabetik di Ruang Perawatan Bedah BLUD

RSUD Kota Baubau.

2. Tujuan Khusus

Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan pengkajian keperawatan,

merumuskan diagnosa keperawatan, menetapkan intervensi keperawatan,

melaksanakan implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan, serta

6
pengalaman nyata dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien

dengan gangguan sistem endokrin: Diabetes Mellitus di ruang perawatan

bedah BLUD RSUD Kota Baubau Tahun 2016

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan

sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya, khususnya pada kasus Diabetes

Mellitus.

2. Manfaat Klien

a. Bagi Klien

Diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi klien dan keluarga

mengenai penyakit Diabetes Mellitus dan cara perawatannya.

b. Bagi Pembaca

Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca

khususnya mahasiswa keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan

secara kopmrehensif pada klien Diabetes Mellitus

c. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan Karya Tulis Ilmiah ini dapat menjadi sumbangsi referensi bagi

RSUD Kota Baubau dalam proses pemberian asuhan keperawatan pada

klien dengan kasus Diabetes Mellitus.

d. Bagi Institusi pendidikan

7
Dapat dijadikan referensi dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah bagi peneliti

selanjutnya khususnya pada kasus Diabetes Mellitus.

e. Bagi penulis

Karya Tulis Ilmiah ini dapat menambah ilmu pengetahuan penulis dalam

bidang ilmu keperawatan serta dalam proses keperawatan khususnya pada

kasus Diabetes Mellitus.

E. Metode Penulisan Dan Pengumpulan Data

1. Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini adalah

metode deskriptif melalui studi kepustakaan dan studi kasus dengan

pendekatan asuhan keperawatan

2. Tehnik Pengumpulan Data

a. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan adalah proses untuk mendapatkan dasar teoritis yang

berhubungan dengan karya tulis ilmiah. Adapun sumber tersebut dari

beberapa buku dan sumber lainya yang bersifat ilmiah.

b. Studi kasus

1) Wawancara

Wawancara adalah suatu proses tanya jawab yang dilakukan langsung

pada pasien dan keluarga.

8
2) Observasi

Observasi adalah tindakan yang langsung digunakan kepada klien dengan

cara mengamati keadaan umum dari perilaku klien.

3) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik adalah tehnik perawatan untuk memperoleh data sesuai

dengan kasus yang dikelola melalui inspeksi , palpasi, perkusi, Dan

aukultasi.

4) Studis dokumentsi

Studi dokumentsi adalah proses pencatatan yang dilakukan perawat dari

keadaan klien, seperti catatan medis maupun catatan keperawatan dan

laboratorium.

F. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan

Lokasi : ruang perawatan penyakit bedah (CHR ) BLUD

RSUD kota Baubau

Waktu pelaksanaan : Direncanakan dari tanggal 28 s/d 1 Mei 2016

G. Sistematika Penulisan

Pada bagian ini akan akan diuraikan mengenai langkah – langkah yang akan

diambil dalam pembahasan laporan kasus ini, adapun sistematika penulisan

diantaranya :

9
I : PENDAHULUAN

Pada bab ini membahas tentang Latar Belakang, Rumusan

Masalah, Tujuan Dan Manfaat Penelitian , Manfaat Penulisan,

Metode Penulisan, lokasi dan waktu pelaksanaan dan

sistematika penulisan

II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini menguraikan mengenai berbagai macam landasan

teori yang sesuai dengan permasalahan yang sedang di bahas.

III : TINJAUAN KASUS

Pada bab ini membahas tentang mengenai laporan kasus

penyakit klien yang berisi Pengkajian Keperawatan, Diagnosa

Keperawatan, Intervensi Keperawatan , Implementasi

Keperawatan dan Evaluasi

IV : PEMBAHASAN

Bab ini, membahas mengenai kasus penyakit klien guna

melihat adanya penyimpangan antara teori pada bab II dan

kasus nyata yang ada pada Bab III.

10
V : PENUTUP

Bab ini, berisi kesimpulan yang diambil berkaitan dengan

laporon kasus dan saran – saran untuk pengembangan lebih

lanjut

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis

1. Anatomi Fisiologi Pangkreas.

Pankreas adalah kelenjar majemuk bertanda dan strukturnya sangat mirip

dengan kelenjar ludah , panjang kira- kira 15 cm berat 60- 100 gram. Letak pada

daerah umbilical , dimana kepalanya dalam lekukan doudenum dan ekornya

menyentuh kelenjar lympe, menyekresikan insulin dan klikogen ke darah.

Pankreas terdiri dari 3 bagian yaitu :

1) Kepala pangkreas merupakan bagian yang paling besar terletak di sebelah

kanan umbilical dalam lekukan duodenum.

2) Badan pangkreas merupakan bagian utama organ itu letaknya sebelah

lambung dan depan vertebra lumbalis pertama.

3) Ekor prankeas adalah bagian runcing sebelah kiri, dan yang sebenarnya

menyentuh lympa.

Pangkreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :

1) Icini yang menyekresi getah pencernaan ke doudenum.

2) Pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya kelur, tetapi

menyekresikan insulin dengan glukagon langsung ke darah. Pulau

langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama yaitu sel alfa, beta

12
dan delta yang satu sama lain di bedakan dari struktur dan sifat

pewarnaanya. Sel beta menyekresikan insulin, sel alfa menyekresikan

glukagon, dan sel- sel delta mengekresi somatostatin.

pangkreas ada dua , maka di sebut organ rangka , yaitu :

a. Fungsi eksokrin,dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang

membentuk getah pangkreas berisi enzim dan elektrolit.jenis – jenis

enzim daripangkreas adalah :

1) Amylase ; menguraikan tepung menjadi maltosa atau maltosa

dijadikam polisakarida dan polisakarida dijadikan sakarida

kemudian di jadikan monosakarida.

2) Tripsin ; menganalisa pepton menjadi polipeptida kemudian

menjadi asam amino.

3) Lipase ; menguraikan lemak yang sudah diemulsi menjadi asam

lemak dan gliserol gliserin.

b. Fungsi endokrim atau kelenjar tertutup berfungsi membentuk hormon

dan pulau langerhans yaitu kelompok pulau- pulau kecil yang tersebar

antara alveoli – alveoli pangkreas terpisah dan tidak mempunyai

saluran.

Oleh karena itu hormon insulin yang dihasilkan pulau langerhans langung

diserap dalam kapiler darah untuk dibawah ke tempat yang membutuhkan

13
hormon tersebut. Dua hormon penting yang di hasilkan oleh pangkreas adalah

insulin dan klukagon.

1) Insulin

Insulin adalah suatu hormon yang dihasilkan oleh sel- sel beta di kelenjar

pangkreas. Fungsi insulin dalam tubuh sangat bermacam - macam salah

satunya adalah membantu menurunkan kadar glukosa ( gula ) dalam darah.

Cara kerja insulin yang terdapat dalam sel berubah dan zat makanan tadi

bisah masuk ke dalam sel. Dengan kata lain, insulin dapat dianggap dalam

suatu anak kunci yang bertugas membuka pintu sel agar glukosa dapat

masuk ke dalam sel. Perlu di ketahui juga bahwa walaupun tidak semua sel

tubuh kita membutuhkan insulin untuk memasukkan glikosa ke dalam

selnya( seperti sel darah merah ,sel hati dan sel ke otak ), tetapi sebagian

besar sel tubuh sangat tergantung dengan insulin untuk memasukan glikosa

ke dalam selnya.

Adapun efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat, yaitu :

a. Menambah kecepatan metabolisme glukosa

b. Mengurangi konsentrasi gula darah.

c. Menambah penyimpanan klukosa ke jaringan.

2) Glukagon

Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel – sel alfa pulau

langerhans mempunyai beberapa fungsi yang berlawanan dengan insulin.

14
Fungsi yang terpenting adalah: meningkatkan konsentr asi glukosa dalam darah.

Glukagon merupakan protein kecil mempunyai berat molekul 3842 dan terdiri

dari 29 rantai asam amini.

Dua efek glukagon pada metabolisme glukosa darah :

a. Pemecahan glikogen ( glikogenolisis )

b. Peningkatan glukosa ( glukogenesis )

Pengaatur sekresi glukosa darah perubahan konsentrasi glukosa darah

mempunyai efek yang jelas berlawanan pada sekresi glukagon, bila

glukagon darah turun 70 mg/ 100 ml drah pangkreas menyekresi glukosa

dalam jumlah yang sangat banyak yang cepat memobilisasi glukosa dari

hati. Jadi glukagon membantu melindungi terhadap hipoglikemia.

2. Pengertian Diabtes Melitus

Diabetes berasal dari bahasa yunani “ diabainein” ( tembus atau pencuran

air ) dan melitus berasal dari bahasa latin yang artinya rasa yang manis. Yang

umumnya di kenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang di tandai

dengan hiperglikemia ( peningkatan kadar gula dalam darah). ( mengenal

diabetes melitus, mirzamaulana :2009 )

Diabetes melitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang

akibat peningkatan kadar glukosa dalam darah yang disebabkan oleh

15
kekurangan insulin baik absolut maupun ralatif .( suryono: 2002, dikutip oleh

hernawatiaj:2008)

Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronis yang disebabkan

oleh faktor lingkungan dan keturunan secarah bersama – sama mempunyai

karakteristik hiperglikemia kronis. Tidak dapat di sembuhkan tetapi dapat

dikontrol. ( WHO:2000,di kutip oleh hidayat:2007 )

Diabetes melitus adalah suatu penykit kronik yang menimbulkan

gangguan multi sistem dan mempunyai karakteristik hiperglikemia yang

disebabkan oleh defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adikuat.(

brunner dan suddarth:1996, dikutip oleh hernawatiaj: 2008)

3. Klafikasi Diabetes Melitus

Berdasarkan klafikasi dari WHO 1985 di bagi beberapa tipe yaitu :

a) Diabetes melitus tipe 1, tipe insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM)

yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset Diabetes (JOD), klien

tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis

dan mempertahnkan hidup. Biasanya pada anak – anak atau usia muda

dapat disebabkan karnah keturunan.

b) Diabetes Melitus Tipe 2, Non Insulin Dependen Diabetes Melitus (

NIDDM ) yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset Diabetes (

MOD) terbagi dua yaitu non obesitas dan obesitas. Obesitas disebabkan

16
karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pangkreas, tetapi biasanya

resistensi aksi insulin pada jaringan perifer.

c) Diabetes melitus lainnya yaitu diabetes oleh beberapa sebab, seperti

kelainan pangkreas, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor

insulin, kelainan genetik, dan lain – lain. Adapun obat – obatan yang

menyebabkan hiperglikemia antara lain, furosemid, thiasida diuretic

glukokortikoid, asam hidotinik.selain itu, di kenal juga diabetes gestasional

( diabetes kehamilan ) yang intoleransi glukosa selama kehamilan tidak

dikelompokan ke dalam NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat

sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin

(HCS). Hormon ini meningkat mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.

Adapun grade ulkus dabetikum antara lain

1. Grade 0 : tidak ada luka.

2. Grade 1 : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit

3. Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang

4. Grade III : terjadi abses

5. Grade IV : ganggren pada kaki bagian distal

6. Grade V : ganggren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal.

17
4. Etiologi Diabetes Melitus

1. DM tipe 1

Diabetes yang tergantung insulin di tandai dengan penhancuran sel – sel beta

pangkreas yang di sebabkan oleh :

- Faktor genetik penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi

mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya

diabetes tipe I .

- Faktor imunologi ( autoimun )

- Faktor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu proses

autoimun yang menimbulkan estruksi sel beta.

2. DM tipe II

Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Faktor

yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II : usia, obesitas,

riwayat dan keluarga. Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca

pembedahan dibagi menjadi tiga yaitu:( Sudoyo Aru, dkk 2009 )

a) <140 mg / dl normal

b) 140-<200 mg/ dl teleransi glukosa terganggu

c) > 200 mg / dl diabetes.

3. Diabetes gestasional disebabkan oleh peningkatan kebutuhan energi dan

kadar estrogen dan hormon pertumbuhan yang terus menerus tinggi selama

kehamilan. Hormon pertumbuhan dan estrogen merangsang pengeluaran

insulin dan dapat menyebabkan gambaran sekresi berlebihan insulin seperti

18
diabetes tipe 2 yang akhirnya menyebabkan penurunan responsitas sel.

Hormon pertumbuhan memiliki beberapa efek anti insulin, misalnya

perangsangan glikogenolisis dan penguraian jaringan lemak. Semua faktor

ini menimbulkan hiperglikemia pada diabetes gestasional.

4. Patofisiologi diabetes melitas

Insulin di sekresikan oleh sel beta yang merupakan salah satu dari 4

sel yang ada dalam pulau langerhans pangkreas. Inslin merupakan hormon

anabolik atau hormon penyimpan kalori. Apabila seseorang mengomsumsi

makanan, sekresi insulin akan meningkat dan menggerakkan glokosa ke

dalam sel otot, hati dan lemak, dalam sel – sel tersebut insulin menimbulkan

efek yaitu : menstimulasi penyimpanan glukosa dalam hati dan otot,

meningkatkan penyimpanan lemak dari makanan, mempercepat pengangkutan

asam amino yang berasal dari protein ke dalam sel. Insulin juga menghambat

pemecahan glukosa protein dan lemak yang disimpan.

Selama masa puasa pangkreas akan melepaskan sejumlah kecil insulin

secara terus menerus bersama dengan hormon pangkreas lain yang di sebut

glukagon, insulin dan glukagon secara bersama – sama mempertahankan

kadar glukosa dalam darah yang konstan dengan menstimulasi pelepasan

glukosa melalui pemecahan glikogen. Setelah 8 – 12 jam tanpa makanan. Hati

akan membentuk glukosa dari pemecahan zat lain.

19
Terjadinya proses autoimun menyebabkan ketidakmampuan untuk

menghasilkan insulin di karenakan sel beta pada pangkreas telah dihancur

oleh proses autoimun sehingga produksi glukosa tidak dapat terukur oleh hati,

jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi ginjal tidak dapat

menyerap kembali semua glukosa yang terasing keluar akibatnya glukosa

tersebut munculdalam urene ( glukosuria ) ketika glukosa yang dilepaskan

pada urene ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang

berlebihan ( diuresis osmotik ) dan sebagai kehilangan cairan yang berlebihan

pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih ( poliuria ) dan rasa haus

( polidipsi).

Pada penderita defisiensi insulin proses ini akan terjadi tanapa

hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia, di samping itu

akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi

badan keton yang merupakan produksi samping pemecahan lemak. (

price,2002 )

20
5. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus

Manifestasi klinis DM, dikaitkan dengan konsekuensi metaboloc difisiensi

insulin ( price wilsom )

1) Kadar glukosa darah puasa tidak normal

2) Hiperglikemia berat berakibat glukosuria yang akan menjadi dieresis

osmotic yang meningkatkan pengeluaran urin ( poliuria ) dan timbul rasa

haus ( polidipsi )

3) Rasa lapar yang semakin besar ( polifagia ), berat badan berkurang

4) Lelah dan mengantuk

5) Gejalah lain yang di keluhkan adalah kesemutan, gatal, mata

kabur,impotensi, peruritas vulva.

Kriteria dignosa DM: (Sudoyo Aru,dkk 2009 )

1) Gejala klasik DM+ glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/ L )

2) Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu

hari tanpa tanpa memperhatikan waktu.

3) Gejala klasik DM+ Glukosa plasma > 126mg / dL ( 7,0 mmol/ L ) puasa

diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam

4) Glukosa plasma dua jam pada TTGO > 200 mg /dl ( 11,1 mmol/ L) TTGO

dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara

dengan 75 gram glukosa anhidrus di larutkan ke dalam air.

Cara penatalaksaan TTGO ( WHO 1994 ): ( sudoyo aru,ddk 2009 )

21
1) 3 (tiga) hari sebelum pemeiksaan tetap makan seperti biasa ( dengan

karbohidrat yang cukup)

2) Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,

minum air putih tanpa gula tetap di perbolehkan

3) Diperiksa kosentrasi glukosa darah puasa.

4) Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram /kg BB (anak –

anak ) dilarutkan dalam air 250 ml dan dilarutkan dalam air ml dan minum

larutkan glukosa selesai.

5) Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2

jam setelah minum larutan glukosa selesai.

6) Periksa glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.

7) Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahata

6. Pemeriksaan Penunjang

1) Padar glukosa darah

Tabel : kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik

sebagai patokan penyaring

Kadar glukosa darah sewaktu ( mg/dl)

Kadar glukosa darah sewaktu DM Belum pasti DM

Plasma vena >200 100 – 200

22
Darah kapiler >200 80 – 100

Kadar glukosa darah puasa ( mg / dl )

Kadar glukosa darah puasa DM Belum pasti DM

Plasma vena >120 110 – 120

Darah kapiler >110 90 – 110

2) Kriteria dignostik WHO untuk diabetes melitus pada sedikitnya 2 kali

pemeriksaan.

- Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/dl )

- Glukosa plasma puasa > 140 mg / dl ( 7,8 mmol/ L )

- Glukosa plasma sewaktu dari sampel yang di ambil 2 jam kemudian

sesudah mengkomsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial(pp)>200

mg/dl)

3) Tes laboratorum DM

Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tesdiagnosis, tes

pemantauan terapi dan tes untuk mendektesi komplikasi.

4) Tes saring

Tes – tes saring pada DM adalah :

- GDP, GDS

- Tes glukosa urin :

 Tes konvensiona ( metode reduksi / benedict )

23
 Tes carik celup ( metode glucose oxidase/ hexokinase.

5) Tes diagnostik

Tes- tes diagnostik pada DM adalah : GDP,GDS,GD2PP ( glukosa darah 2 jam

post prandial ) glukosa jam ke - 2 TTGO

6) Tes monitoring terapi

Tes monitoring terapi DM adalah :

- GDP : plasma vena, darah kapiler

- GD2PP : plasma vena

- A1c : darah vena, darah kapiler

7) Tes untuk mendeteksi komplikasi

Tes- tes untuk mendeteksi komplikasi adalah :

- Mikroalbuminuria : urin

- Ureum, kreatinin, asam urat

- Kolestrol total : plasma vena ( puasa )

- Kolestrol LDL : plasma vena (puasa)

- Kolestrol HDL : plasma vena (puasa)

- Trigliserida : plasma vena (puasa)

7. Komplikasi diabetes melitus

Diabetes melitus jika tidak di tangani dengan baik akan mengakibatkan

timbulnya komplikasi yang pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di

seluruh bagian tubuh (angiopatik diabetik)

24
1) Komplikasi akut DM

a. Hiperglikemia dan ketoasidosis diabetikum

Meskipun hiperklikemia dan ketoasidosis teratasi, pasien tetap beresiko

mengalami serangan ulang. Oleh karnah itu kadar klukosa darah serta

kreatinin urin perlu dipantau.

b. Ketidakseimbangan elektrolit

Kelebihan cairan dapat terjadi akibat pemberian cairan dalam jumlah besar

dengan kecepatan tinggi yang sering dilakukan mengatasi ketoasidosis

diabetik atau sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK)

untuk menghindari kelebihan cairan dan gagal jantung kongesti serta

edema polmoner yang diakibatkan kelebihan cairan.

c. Hiperglikemia, hiperosmolar

Perubahan tingkat kesadaran (sense of awarennes), kelainan dasar

biokimia pada sindrom ini berupa kekurangan insulin efektif. Keadaan

hiperglikemia menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi kehilangan

cairan dan elektrolit untuk mempertahankan keseimbangan osmotik

cairan dan akan berpindah dari ruangan intrasel keadaan ruangan ekstrasel.

d. Hipoglikemia (reaksi insulin)

Hipoglikemia dapat terjadi pasien melewatkan atau menundah waktu

makan tidak mengikuti diet yang telah di programkan. Disamping itu, baik

pasien yang dirawat inap maupun pasien yang rawat jalan, yang berpuasa

sebelum pemeriksaan diagnostik.

25
2) Komplikasi kronik DM

a. Komplikasi makrovaskuler

Komplikasi makrovaskuler adalah: coronary anteri diases ( CAD ) atau

peubahan arterosklerotik dalam pembuluh arteri koroner akibat

penurunan aliran darah, hipertensi, infeksi,cerebro vaskuler disease dan

penyakit vaskuler perifer. Penyakit makrovaskuler menunjukkan

arteroklorosis dengan pengumpulan lemak didinding pembuluh darah

lapisan dalam.

b. Komplikasi mikrovaskular

Mikrovaskular berhubungan dengan perubahan pada kapiler mata dan

ginjal. Pada mata dapat terjadi retinopati diabetik, pandangan kabur dan

katarak.pada ginjal dapat terjadi neoropatik. Neuropatik adalah

komplikasi diabetes melitus yang paling umum. Neuropatik perifer

adalah komplikasi komplikasi tersering, pada awalnya menyebabkan

hilangnya sentakan dan pergelangan kaki dan tidak adanya sensasi getar

pada ekstremitas bawah.

8. Penatalaksanaan Medis

Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan diabetes melitus adalah

untuk mengatur glukosa darah untuk mencegah timbulnya komplikasi acut dan

kronik . jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar

dari hyperglikemia.penatalaksanaan diabetes tergantung pada ketepatan pada

26
interaksi dari 3 faktor aktivitas fisik, diet, dan intervensi farmakologi dengan

preparat hyperglikemik oral dan insulin.

Pada penderita dengan diabetes melitus harus rentang gula dan makanan

yang manis untuk selamanya. Tiga hal penting yang harus di perhatiakan pada

penderita diabetes adalah tiga j ( jumlah jadwal dan jenis makanan) yaitu :

a) J 1 : jumlah kalori sesuai dengan resep dokter harus dihabiskan

b) J2 : jadwal makan harus diikuti sesuai dengan jam makan terdaftar

c) J3 : jenis makanan harus di perhatikan (pantangan gula dan makan manis)

27
B. KONSEP KEPERAWATAN

Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang

melibatkan hubungan kerja sama antara perawat dengan klien dan keluarga,

untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal dalam melakukan proses

terapeutik maka perawat melakukan metode ilmiah yaitu proses keperawatan.

Proses keperawatan merupakan tindakan yang berurutan yang dilakukan

secara sistematis dengan latar belakang pengetahuan komprehensif untuk

mengkaji status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah dan diagnosa,

merencanakan intervensi mengimplementasikan rencana dan mengevaluasi

rencana sehubungan dengan proses keperawatan pada klien dengan gangguan

sistem endokrin.

1. Pengkajian

Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes

mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata,

riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu,

pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.( Carpenito, Lynda Juall 1997)

Hal yang perlu dikaji pada klien dengan diabetes mellitus :

a) Aktivitas / istrahat.

Gejala : lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot,tonus otot

menurun, gangguan tidur/ istrahat.

28
Tanda : takikardi dan takipnea pada keadaan istrahat atau dengan

aktivitas, latergi/ disorientasi,

b) Sirkulasi

Gejala : adanya riwayat hipertensi, IMA, klaudikasi, kebas, dan

kesemutan dan ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.

Tanda : takikardi, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang

menurun/ tak ada, distritmea, krekles, GJK, kulit panas, kering dan

kemerahan, bola mata cekung.

c) Integritas ego.

Gejala : stress

Tanda : ansietas, peka terhadap rangsangan.

d) Eliminasi

Gejala : perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia), rasa nyeri/

terbakar, ISK, nyeri tekan abdomen,diare.

Tanda : urin encer, pucat, kuning, berkabut, bau busuk, abdomen, keras,

adanya ascites, bising usus lemah dan menurun.

e) Makanan/cairan

Gejala : hilang nafsu makan, mual/muntah, penurunan BB lebih dari

periode beberapa hari beberapa hari/ minggu, haus.

Tanda : kulit kering / bersisik,turgor jelak, kekakuan/distensi abdomen,

muntah, bau halitosis/manis, bau napas aseton.

29
f) Neurosensori

Gejala : pusing – pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada

otot , parestesia, gangguan penglihatan.

Tanda : disorientasi, mengantuk, latergi, stupor/koma, reflek tendon

menurun.

g) Nyeri / kenyamanan

Gejala : abdomen yang tegang/nyeri ( sedang/ berat)

Tanda : wajah meringis dengan palpitasi

h) Pernapasan

Gejala : merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanda sputum

purulen.

Tanda : lapar udara, batuk dengan atau tanpa sputum purulen.

i) Keamanan

Gejala : kulit kering, gatal, ulkus kulit.

Tanda : demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ ulserasi, menurunya kekuatan

umum/ tentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otot- otot

pernapasan.

j) Seksualitas

Gejala : rabas vagina ( cenderung infeksi ), kesulitan orgasme pada

wanita, masalah impoten pada pria.

30
2. Diagnosa Keperawatan

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.

c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya ganggren.

d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajannya

informasi.

e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh menurun.

f. Perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan perubahan kimia

endogen: ketidakseimbangan glukosa/insulin dan elektrolit.

g. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik,

perubahan kimia darah: insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan

energi: status hipermetabolik/infeksi.

h. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka

panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang

lain.

i. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan bentuk salah

satu anggota tubuh.

31
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa I

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.

Tujuan : klien akan menunjukan hydrasi adekuat dengan criteria :

a) Turgor kulit baik

b) Dehidrasi hilang/berkurang

c) Volume cairan yang edekuat

Intervensi :

1. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik.

Rasional : hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan

takikardia.

2. Pantau suhu, warna kulit, atau kelembabannya

Rasional : demam dengan kulit yang kemerahan, kering mungkin

sebagai cerminan dari dehidrasi.

3. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane

mukosa

Rasional : merupakan indicator dari tingkat dehidrasi, atau volume

sirkulasi yang adekuat.

4. Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine

32
Rasional : memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan

pengganti,fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan.

5. Pantau pemeriksaan laboraturium seperti hemotokrik (Ht)

Rasional :mengkaji tingkat hidrasi dan seringkali meningkat akibat

hemokonsentrasi yang terjadi setelah diuresis osmotic.

Diagnosa 2

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan

insulin, penurunan masukan oral.

Tujuan : kilen akan menunjukan perbaikan nutrisi dengan criteria :

a) Berat badan dalam batas normal

b) Tidak Nampak mual, muntah

Intervensi

1. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan

dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien.

Rasional : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari

kebutuhan terapeutik.

2. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.

Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk

absorbsi dan utilisasinya).

3. Kaji masukan kalori dan pola makan dalam 24 jam

33
Rasional :membantu dalam mengevaluasi pemahaman klien tentang

mentaati aturan diet.

4. Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan

etnik/kultural.

Rasional : Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan

dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah

pulang.

5. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi.

Rasional : Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberikan informasi

pada keluarga untuk memahami nutrisi pasien.

6. Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.

Rasional : Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya

dengan cepat pula dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam

sel.

Diagnosa 3

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya ganggren.

Tujuan : kerusakan integritas kulit dapat berkurang/teratasi dengan criteria :

a) Luka dapat sembuh/berkurang

b) Klien tidak tampak lemah

Intervensi

1. Kaji area dan kulit sekitar luka

34
Rasional : sebagai data dasar untuk intervensi selanjutnya.

2. Lindungi permukaan yang sehat dengan mengoleskan cairan

copolymer skin sealant dan masase dengan lembut kulit yang kasar.

Rasional : copolymer skin sealant untuk mencegah infeksi pada kulit

yang sehat masase berguna untuk merangsang sirkulasi dan

mempercepat penyembuhan luka.

3. Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan luka

Rasional: mencegah infeksi sekunder akibat mikroorganisme

4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antibiotik.

Rasional: antibiotic sebagai pencegah infeksi dan mempercepat

penyembuhan.

Diagnosa 4

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajannya informasi.

Tujuan : klien akan menunjukan pemahaman tentang penyakitnya

dengan kriteria :

a) Klien tampak tenang

b) Klien dapat menerima setiap prosedur tindakan yang dilakukan

padanya.

Intervensi

1. Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh

perhatian, dan selalu ada untuk pasien.

35
2. Rasional : menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum

pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.

3. Demonstrasikan cara pemeriksaan gula darah dengan menggunakan

finger stick dan beri kesempatan pasien untuk mendemonstrasikan

kembali.

Rasional : melakukan pemeriksaan gula darah oleh diri sendiri 4 kali

atau lebih dalam setiap harinya memungkinkan fleksibilitas dalam

perawatan diri.

4. Diskusikan tentang rencana diet.

Rasional :kesadaran tentang pentingnya control diet akan membantu

pasien dalam merencanakan makan/mentaati program.

5. Tinjau kembali pemberian insulin oleh pasien sendiri dan perawatan

terhadap peralatan yang digunakan.

Rasional : mengidentifikasikan pemahaman dan kebenaran dari

prosedur atau masalah yang potensial dapat terjadi sehingga solusi

alternatif dapat ditentukan untuk pemberian insulin tersebut.

Diagnosa 5

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh menurun.

Tujuan : menghindarkan tubuh dari infeksi dan cedera yang dapat

memperberat penyakit.

Intervensi

36
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam,

kemerahan, adanya pus pada luka.

Rasional : pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya

telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami

infeksi nasokomial.

2. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasive.

Rasional : kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi

media terbaik bagi pertumbuhan kuman.

3. Pasang kateter/lakukan perawatan perineal dengan baik.

Rasional : mengurangi resiko terjadinya infeksi saluran kemih

4. Berikan obat antibiotic yang sesuai

Rasional : penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya

sepsis.

Diagnosa 6

Perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan perubahan kimia

endogen, ketidakseimbangan glukosa/insulin dan elektrolit.

Tujuan : tidak terjadi perubahan sensori-perseptual dengan kriteria hasil :

- Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori

Intervensi

1. Pantau tanda-tanda vital dan status mental.

Rasional :Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal,

seperti suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental.

37
2. Panggil klien dengan nama, orientasikan kembali sesuai

kebutuhannya.Berikan penjelasan yang singkat dengan bicara

perlahan dan jelas.

Rasional : Menurunkan kebingungan dan membantu untuk

mempertahankan kontak dengan realitas.

3. Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu waktu

istirahat klien.

Rasional : Meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih, dan dapat

memperbaiki daya pikir.

4. Pelihara aktivitas rutin klien sekonsisten mungkin, dorong untuk

melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya.

Rasional : Membantu memelihara klien tetap berhubungan dengan

realitas dan mempertahankan orientasi pada lingkungannya.

5. Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri, atau kehilangan sensori

pada paha/kaki. Lihat adanya ulkus, daerah kemerahan, tempat-

tempat tertekan, kehilangan denyut nadi perifer.

Rasional : Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman

yang berat, kehilangan sensasi sentuhan/distorsi yang mempunyai

risiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gangguan kesimbangan.

6. Kolaborasi: Pantau nilai laboratorium, seperti glukosa darah,

osmolalitas darah, Hb/Ht, ureum kreatinin.

38
7. Rasional : Ketidakseimbangan nilai laboratorium ini dapat

menurunkan fungsi mental.

Diagnosa 7

Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik,

perubahan kimia darah: insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi:

status hipermetabolik/infeksi.

Tujuan : tidak terjadi penurunan produksi energi metabolik dengan criteria

hasil:

- Menunjukan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam

aktivitas yang diinginkan

Intervensi :

1. Diskusikan dengan klien kebutuhan akan akltivitas. Buatjadwal

perencanaan dengan klien dan identifikasi aktivitas yang

menimbulkan kelelahan.

Rasional : Pendidikan dapat memberikan motvasi untuk

meningkatkan tingkat aktivitas meskipun klien mungkin sangat

lemah.

2. Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup/tanpa

diganggu.

Rasional : Mencegah kelelahan yang berlebihan.

39
3. Pantau nadi, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah

sebelum/sesudah beraktivitas.

Rasional : Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi

secara fisiologis.

4. Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat

dan sebagainya.

Rasional : Klien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan

penurunan kebutuhan akan energi pada setiap kegiatan.

5. Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari

sesuai dengan yang dapat ditoleransi.

Rasional : Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif

sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi klien.

Diagnosa 8

Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif

yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.

Tujuan : tidak terjadi penyakit jangka panjang dengan kriteria hasil :

a) Mengakui perasaan putus asa

b) Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan

Intervensi :

1. Kaji bagaimana klien telah menangani masalahnya dimasa lalu.

40
Rasional : Pengetahuan gaya individu membantu untuk menentukan

kebutuhan terhadap tujuan penanganan

2. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mengekspresikan

perhatiannya dan diskusikan cara mereka dapat membantu

sepenuhnya terhadap klien.

Rasional : Meningkatkan perasaan terlibat dan memberikan

kesempatan keluarga untuk memecahkan masalah untuk membantu

mencegah terulangnya penyakit pada klien tersebut.

3. Tentukan tujuan/harapan dari klien atau keluarga.

Rasional : Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari

orang lain atau diri sendiri dapat mengakibatkan perasaan

frustasi/kehilangan kontrol diri dan mungkin mengganggu

kemampuan koping.

4. Berikan dukungan pada klien untuk ikut berperan serta dalam

perawatan diri sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai dengan

usaha yang dilakukannya.

Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.

5. Anjurkan klien untuk membuat keputusan sehubungan dengan

perawatannya, seperti ambulasi, waktu beraktivitas, dan seterusnya.

Rasional: Mengkomunikasikan pada klien bahwa beberapa

pengendalian dapat dilatih pada saat perawatan dilakukan.

41
Diagnosa 9

Gangguan body image berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu

anggota tubuh.

Tujuan : persepsi positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh sendir

dengan Kriteria Hasil :

a) Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa

rasa malu dan rendah diri.

b) Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.

Intervensi :

1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri

berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang

berfungsi secara normal.

Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.

2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan

pasien.

Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.

3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.

Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai.

4. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.

42
Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan

hubungan dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi.

5. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan

kehilangan.

Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung

yang normal.

6. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan

hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.

Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien

43
Lampiran 1

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada

Yth. Bapak/Ibu/Saudara(i)

di-

Tempat

Sebagai persyaratan tugas akhir Mahasiswa Akper Pemkab Buton, maka

dengan ini saya akan melakukan penelitian tentang “ Asuhan Keperawatan pada

Klien Dengan Gangguan Sistem Endokrin: Diabetes Melitus di Ruang Penyakit

Bedah BLUD RSUD Kota Baubau” .

Untuk keperluan tersebut saya memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara(i)

Untuk menjawab pertanyaan yang saya sebutkan dengan kejujuran dan apa adanya

tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Saya menjamin kerahasiaan jawaban saudara dan

identitas saudara.

Demikian permohonan ini atas bantuan dan partisipasi Bapak/Ibu/Saudara(i)

saya ucapkan terimakasih.

Penulis

( JUMADIN DJAMILA KAIMUDDIN )

44
Lampiran 2

PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Setelah diberikan penjelasan oleh penulis tentang tujuan penelitian

untuk memberikan pengalaman nyata kepada penulis dalam menerapkan

pengetahuan dan keterampilan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan

Gangguan Sistem Endokrin: Diabetes Melitus Di Ruang Penyakit Bedah BLUD

RSUD Kota Baubau , secara langsung dan komperhensif meliputi aspek bio,

psiko, sosial, dan spiritual yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan,

maka dengan ini saya menyatakan bersedia menjadi responden untuk

membantu dan berperan serta demi kelancaran penelitian tersebut.

Responden,

TTD

( )

45

Anda mungkin juga menyukai