Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Definisi
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluarn feses atau
tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan
saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya
hubungan atau kontak antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya
perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan
bergumpal-gumpal. ( Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan.
Edisi 4. Jakarta : EGC)
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dan
lengket yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta
dicernanya darah pada usus halus. Warna merah gelap atau hitam berasal dari
konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Sumber perdarahannya
biasanya juga berasal dari saluran cerna atas. ( Sylvia, A price. 2005. Patofisiologi
konsep klinis proses-proses keperawatan. Edisi 6. Jakarta : EGC ).
Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal jejunum
dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis.
Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru di jumpai keadaan
melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit
dipakai sebagai patokan untuk menduga besra kecilnya perdarahan saluran makan
bagian atas. Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan
memerlukan perawatan segera di rumah sakit.
Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh penyakit
saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per
rektal yang mengandung campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan
usus proksimal (Grace & Borley, 2007).
Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk segar
(bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah karena enzim
dan asam lambung, menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi.
Memuntahkan sedikit darah dengan warna yang telah berubah adalah gambaran
nonspesifik dari muntah berulang dan tidak selalu menandakan perdarahan saluran
pencernaan atas yang signifikan. Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan
hitam seperti aspal, dengan bau yang khas, yang lengket dan menunjukkan
perdarahan saluran pencernaan atas serta dicernanya darah pada usus halus
(Davey, 2005).
Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut; darah dapat berasal
dari saluran cerna bagian atas atau darah dari luar yang tertelan (epistaksis,
hemoptisis, ekstraksi gigi, tonsilektomi). Tergantung pada lamanya kontak dengan
asam lambung, darah dapat berwarna merah, coklat atau hitam. Biasanya
tercampur sisa makanan dan bereaksi asam. Melena adalah feses berwarna
hitamseperti ter karena bercampur darah; umumnya terjadi akibat perdarahan
saluran cerna bagian atas yang lebih dari 50-100 ml dan biasanya disertai
hematemesis (Purwadianto & Sampurna, 2000).
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran feses atau
tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan
saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya
hubungan kontak antara darah dengan asam lambung dan besarkecilnya
perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah – merahan dan
bergumpal – gumpal (Netina, Sandra M, 2001).
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dan
lengket yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta
dicernanya darah pada usus halus. Warna merah gelap atau hitam berasal dari
konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Sumber perdarahannya
biasanya juga berasal dari saluran certa atas (Sylvia, A. Price, 2005)

B. Etiologi
Penyebab hematemesis melena:
1. Kelainan di esofagus
 Varises esofagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya
varises esofagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di
epigastrum. Pada umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan masif.
Darah yang dimuntahkan berwarna kehitam-hitaman dan tidak
membeku karena sudah bercampur dengan asam lambung.
 Karsinoma esofagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena daripada
hematemesis. Disamping mengeluh disfagia,badan mengurus dan
anemis, hanya seseklai penderita muntah darah dan itupun tidak masif.
Pada endoskopi jelas terlihat gambaran karsinoma yang hampir
menutup esofagus dan mudah berdarah yang terletak di sepertiga
bawah esofagus.
 Sindroma Mallory-Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntah–muntah hebat yang
pada akhirnya baru timbul perdarahan, misalnya pada peminum
alkohol atau pada hamil muda. Biasanya disebabkan oleh karena
terlalu sering muntah-muntah hebat dan terus menerus. Bila penderita
mengalami disfagia kemungkinan disebabkan oleh karsinoma
esofagus.
 Esofagitis korosiva
Pada sebuah penelitian ditemukan seorang penderita wanita dan
seorang pria muntah darah setelah minum air keras untuk patri. Dari
hasil analisis air keras tersebut ternyata mengandung asam sitrat dan
asam HCl, yang bersifat korosif untuk mukosa mulut, esofagus dan
lambung. Disamping muntah darah penderita juga mengeluh rasa nyeri
dan panas seperti terbakar di mulut. Dada dan epigastrum.
 Esofagitis dan tukak esofagus
Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat
intermittem atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering
timbul melena daripada hematemsis. Tukak di esofagus jarang sekali
mengakibatkan perdarahan jika dibandingkan dengan tukak lambung
dan duodenum.
2. Kelainan di lambung
 Gastritis erisova hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum
obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah
penderita mengeluh nyeri ulu hati. Perlu ditanyakan juga apakah
penderita sedang atau sering menggunakan obat rematik (NSAID +
steroid) ataukah sering minum alkohol atau jamu-jamuan.
 Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu hatidan
sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrum
yang berhubungan dengan makanan. Sesaat sebelum timbul
hematemesis karena rasa nyeri dan pedih dirasakan semakin hebat.
Setelah muntah darah rasa nyeri dan pedih berkurang. Sifat
hematemesis tidak begitu masif dan melene lebih dominan dari
hematemesis.
 Karsinoma lambung
Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat jarang
dan pada umumnya datang berobat sudah dalam fase lanjut, dan sering
mengeluh rasa pedih, nyeri di daerah ulu hati sering mengeluh merasa
lekas kenyang dan badan menjadi lemah. Lebih sering mengeluh
karena melena.
3. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation),
purpura trombositopenia dan lain-lain.
4. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
5. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat,
kortikosteroid, alkohol, dan lain-lain.
C. Insidensi
Perdarahan dari varises esofagus terjadi pada kurang lebih sepertiga
penderita sirosis hepatis dan varises. Angka mortalitas yang terjadi akibat
episode perdarahan pertama adalah 40% hingga 50%. Perdarahan ini
merupakan salah satu penyebab kematian yang utama pada penderita sirosis
hepatis. Perdarahan juga merupakan komplikasi paling umum dari ulkus
peptikum dan terjadi kira-kira pada 20% pasien dengan ulkus.
D. Prognosis
Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran makan bagian atas
yang disebabkan pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang
buruk/terganggu sehingga setiap perdarahan baik besar maupun kecil
mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak faktor yang mempengaruhi
prognosis penderita seperti faktor umur, kadar Hb, tekanan darah selama
perawatan, dan lain-lain. Angka kematian penderita dengan perdarahan saluran
makan bagian atas dipengaruhi oleh faktor kadar Hb waktu dirawat,
terjadi/tidaknya perdarahan ulang, keadaan hati, seperti ikterus, encefalopati
dan golongan menurut kriteria Child.
Mengingat tingginya angka kematian dan sukarnya dalam
menanggulangi perdarahan sakuran makan bagian atas maka perlu
dipertimbangkan tindakan yang bersifat preventif terutama untuk mencegah
terjadinya sirosis hati.

VI. Patofisiologi
Gastritis

Sirosis hepatis
Ulkus peptikum

Perforasi
lambung/
duodenum
Obstruksi sirkulasi
vena porta

Hipertensi portal

Pembentukan
sirkulasi kolateral

Varises esofagus

Perubahan
 tekanan nutrisi: kurang
vaskuler dari kebutuhan
tubuh

Perdarahan Kecemasan
(hematemesis,
melena)

Anemia Syok  beban nitrogen,


hipovolemik  amonia serum

 perfusi serebral, ensefalopati


Kelemahan
hepatic, ginjal

Gangguan Potensial Defisit volume


pemenuhan ADL gangguan perfusi cairan
jaringan

VI. Pemeriksaan Penunjang


1. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium
Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita lemah
atau kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu ditanyakan
riwayat penyakit dahulu, misalnya hepatitis, penyakit hati menahun, alkoholisme,
penyakit lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit darah seperti:
leukemia dan lain-lain. Biasanya pada perdarahan saluran makan bagian atas yang
disebabkan pecahnya varises esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa nyeri
atau pedih di daerah epigastrium dan gejala hematemesis timbul secara mendadak.
Dari hasil anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah perdarahan yang keluar
dengan memakai takara yang praktis seperti berapa gelas, berapa kaleng dan lain-
lain.
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas yang
perlu diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda-
tanda anemia dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan segera diketahui keadaan
yang lebih serius seperti adanya rejatan atau kegagalan fungsi hati. Disamping itu
dicari tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hepatis, seperti spider naevi,
ginekomasti, eritema palmaris, caput medusae, adanya kolateral, asites,
hepatosplenomegali dan edema tungkai.
Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit,
sediaan darah hapus, golongan darah dan uji fungsi hati segera dilakukan secara
berkala untuk dapat mengikuti perkembangan penderita.
2. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk daerah
esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada lambung dan
duodenum. emeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada
daerah 1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari
ada/tidaknya varises. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, dianjurkan
pemeriksaan radiologik ini sedini mungkin, dan sebaiknya segera setelah
hematemesis berhenti.

3. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan
secara endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat
asal dan sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik
adalah dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan
biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian
atas yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara
darurat atau sedini mungkin setelah hematemesis berhenti.
4. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi
penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab
perdarahan saluran makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan
tenaga khusus yang sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja.

Komplikasi:
 Syok hipovolemik
 Anemia

Penatalaksanaan
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin
dan sebaiknya diraat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang teliti
dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan
bagian atas meliputi :
1. Pengawasan dan pengobatan umum
 Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan
efek sedatif morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
 Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila
perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
 Infus cairan langsung dipasang dan diberilan larutan garam fisiologis
selama belum tersedia darah.
 Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan
bila perlu dipasang CVP monitor.
 Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk
mengikuti keadaan perdarahan.
 Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan
mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
 Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari,
karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor
antagonis (simetidin atau ranitidin) berguna untuk menanggulangi
perdarahan.
 Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian
antibiotika yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi
usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan
produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan
ensefalopati hepatik.
2. Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan
lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan.
Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal
sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan
demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan
berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna
jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan
endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
3. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus
akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga
menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises
dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos
sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan
pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik.
Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap
kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
4. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat
pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita
tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna
pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang
dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini
dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya
varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan
ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
5. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan
dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak
memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini
sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam
menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya
varises esofagus.
6. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan
dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi .
Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi
esofagus, pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu
perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN EMERGENCY dan KRITIS


a. Primary Survey
1) Airway
a) Sesak napas, hipoksia, retraksi interkosta, napas cuping
hidung, kelemahan.
b) Sumbatan atau penumpukan secret.
c) Gurgling, snoring, crowing, wheezing, krekels, stridor.
d) Diaporesis

2) Brething
a) Sesak dengan aktivitas ringan atau istirahat.
b) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
c) Ronki, krekels.
d) Ekspansi dada tidak maksimal/penuh.
e) Penggunaan obat bantu nafas.
f) Tampak sianosis / pucat
g) Tidak mampu melakukan aktivitas mandiri

3) Circulation
Hipotensi (termasuk postural), takikardia, disritmia
(hipovolemia, hipoksemia), kelemahan/nadi perifer lemah,
pengisian kapiler lambat/perlahan (vasokontriksi), warna kulit:
Pucat, sianosis, (tergantung pada jumlah kehilangan darah,
kelembaban kulit/membrane mukosa: berkeringat (menunjukkan
status syok, nyeri akut, respon psikologik).
a) Nadi lemah/tidak teratur.
b) Takikardi dan bradikardi bisa terjadi
c) TD meningkat/menurun.
d) Edema.
e) Gelisah.
f) Akral dingin.
g) Gangguan sistem termoregulasi (hipertermia dan Hipotermia)
h) Kulit pucat atau sianosis.
i) Output urine menurun / meningkat

4) Disability
a) Penurunan kesadaran.
b) Penurunan refleks.
c) Tonus otot menurun
d) kekuatan otot menurun karena kelemahan.
e) Kelemahan
f) Iritabilitas,
g) Turgor kulit tidak elastis

5) Exposure
Nyeri kronis pada abdomen, perdarahan peses, nyeri saat mau
BAB dan BAK, distensi abdomen, perkusi hipertimpani,
hiperperistalitik usus, mual muntah, hasil foto rontegen abdomen
infeksi saluran cerna.

b. Secondary Survey
1) TTV
a) Tekanan darah bisa normal/naik/turun (perubahan postural di
catat dari tidur sampai duduk/berdiri.
b) Nadi dapat normal/penuh atau tidak kuat atau lemah/kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur
(disritmia).
c) RR lebih dari 20 x/menit.
d) Suhu hipotermi/hipertermia.
2) Pemeriksaan fisik
a) Pemakaian otot pernafasan tambahan.
b) Nyeri abdomen, hiperperistalitik usus, produksi, Anoreksia,
mual, muntah (muntah yang memanjang diduga obstruksi
pilorik bagian luar sehubungan dengan luka duodenal),
masalah menelan; cegukan, nyeri ulu hati, sendawa bau asam,
mual/muntah, tidak toleran terhadap makanan, contoh
makanan pedas, coklat; diet khusus untuk penyakit ulkus
sebelumnya, penurunan berat badan.
Tanda : Muntah: Warna kopi gelap atau merah cerah, dengan
atau tanpa bekuan darah, membran mukosa kering, penurunan
produksi mukosa, turgor kulit buruk (perdarahan kronis), berat
jenis urin meningkat. urin menurun, pekat,
c) Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, bunyi nafas
(bersih, krekels, mengi, whwzing, ), sputum.
d) Odem ekstremitas, kelemahan, diaporesis
3) Pemeriksaan selanjutnya
a) Keluhan nyeri abdomen.
b) Obat-obat anti biotic, analgeti.
c) Makan-makanan tinggi natrium.
d) Penyakit penyerta DM, Hipertensi, hepatitis, gastroenteritis.
e) Riwayat alergi.
c. Tirtiery Survey
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Patologi Klinis : Darah lengkap, hemostasis (waktu
perdarahan, pembekuan, protrombin), elektrolit (Na,K Cl),
Fungsi hati (SGPT/SGOT, albumin, globulin)
b) Patologi Anatomi : Pertimbangkan dilakukan biopsi
lambung
c) CPKMB, LDH, AST
d) Elektrolit, ketidakseimbangan (hipokalemi).
e) Sel darah putih (10.000-20.000).
f) GDA (hipoksia).
g) Radiologi : Endoskopi SCBA, USG hati

2. Diagnose Keperawatan Emergency dan Kritis


a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
(kehilangan cairan tubuh secara aktif) ditandai dengan perubahan pada
status mental, penurunan tekanan darah, tekanan nadi, volume nadi,
turgor kulit, haluaran urine, pengisian vena, dan berat badan tiba – tiba,
membrane mukosa kering, kulit kering, peningkatan hematokrit, suhu
tubuh, frekuensi nadi, dan konsentrasi urine, haus, dan kelemahan.
b. Risiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal dan/atau ginjal
berhubungan dengan hipovolemik karena perdarahan.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (rasa
panas/terbakar pada mukosa lambung dan rongga mulut atau spasme
otot dinding perut).
d. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna makanan akibat perdarahan pada
saluran pencernaan
e. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan
informasi tentang penyakitnya.
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman
kematian.
VIII. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Defisit volume cairan Tujuan: Kebutuhan cairan 1. Ukur dan catat pemasukkan dan Dokumentasi yang akurat
berhubungan dengan terpenuhi setelah dilakukan pengeluaran. membantu meng-identifikasi
perdarahan (kehilangan perawatan. kehilangan cairan atau
secara aktif) memenuhi kebutuhan cairan
Kriteria hasil : dan mempengaruhi tindakan
 Tanda vital dalam batas selanjutnya.
normal.
 Turgor kulit normal. Hipotensi, tachikardi,
 Membran mukosa lembab. 2. Monitor vital sign peningkatan respirasi

 Produksi urine output merupakan indikasi

seimbang kekurangan cairan.

 Muntah darah dan berak


darah berhenti 3. Monitor cairan parentral Penurunan volume cairan
petensial untuk terjadinya
dehidrasi, kolaps
kardiovaskuler tidak
seimbangnya cairan dan
elektrolit.

4. Monitor laboratorium ; Hb, Hct Anemia, Hct rendah terjadi


akibat kehilangan cairan pada
saat muntah darah dan berak
darah

2 Potensial gangguan Tujuan: Setelah dilakukan a. Auskultasi frekuensi dan irama a. Frekuensi dan irama
perfusi jaringan perawatan perfusi jaringan jantung jantung yang abnormal
berhubungan dengan adekuat menunjukkan perfusi
hipovolemik karena jaringan yang tidak adekuat
perdarahan Kriteria hasil : b. Observasi warna dan suhu kulit, b. Kulit pucat dan sianosis,
- TD : 120/80 mmHg membrane mukosa suhu dingin merupakan
- Nadi : 60-100x /menit tanda fase konstriksi perifer
- Akral hangat c. Menandakan
- Sianosis (-) c. Ukur keluaran urin keseimbanagan intake
- CRT< 2 s output cairan
- Turgor d. Nadi lemah menandakan
d. Cek kualitas nadi gangguan perfusi jaringan
perifer
e. Edema menandakan
e. Observasi adanya edema adanya gangguan perfusi
jaringan
f. Peningkatan cairan untuk
f. Kolaborasi pemberian IV line mendukung perfusi
jaringan.
3 Gangguan pemenuhan Tujuan: Pasien mampu 1. Observasi respon terhadap aktivitas Melihat kemampuan
ADL berhubungan melakukan akvitas hariannya beraktivitas klien
dengan kelemahan akibat dengan bantuan orang lain.
anemia 2. Identifikasi faktor yang mempengaruhi Intevensi dilaksanakan sesuai
Kriteria Hasil: pemenuhan ADL seperti stres, efek faktor yang mempengaruhi
a. Tingkat kemandirian klien samping obat, pemasangan WSD
meningkat dari
kemandirian total ke 3. Rencanakan periode istirahat Mengurangi kelelahan melalui
parsial. isitirahat yang cukup
b. Klien memperoleh
bantuan untuk memenuhi 4. Bantu pasien memenuhi kebutuhan Membantu pasien untuk
kebutuhan ADL secara ADL memenhi kebutuhannya tanpa
parsial. menyebabkan kelelahan
c. Kebutuhan makan,
minum, BAB, BAK,
mandi, dan ganti baju
terpenuhi.

4 Perubahan nutrisi: kurang Tujuan: Kebutuhan nutrisi 1. Tentukan kemampuan pasien untuk mengetahui sejauh mana
dari kebutuhan tubuh pasien terpenuhi setelah memenuhi kebutuhan nutrisi bantuan akan diberikan
berhubungan dengan dilakukan perawatan
kehilangan nafsu makan 2. Ketahui makanan kesukaan pasien menambah nafsu makan pasien
akibat mual muntah Kriteria Hasil:
 Mempertahankan massa 3. pantau kandungan nutrisi dan kalori memastikan pasien
tubuh dan berat badan pada catatan asupan mendapatkan nutrisi adekuat
dalam batas normal
 Nilai laboratorium dalam 4. pantau nilai laboratorium, khususnya mengetahui status nutrisi
batas normal transferin, albumin, dan elektrolit pasien
5. pertahankan oral hygiene menambah nafsu makan pasien

6. kolaborasi dengan ahli gizi mengenai memberikan nutrisi yang tepat


diet yang tepat bagi pasien

5 Kecemasan berhubungan Tujuan : ansietas teratasi a. Kaji perilaku koping baru dan mengajarkan koping positif
dengan ancaman terhadap setelah dilakukan asuhan anjurkan penggunaan ketrampilan yang kepada pasien
kesejahteraan diri keperawatan berhasil pada waktu lalu.
b. Dorong dan sediakan waktu untuk membantu pasien mengurangi
Kriteria hasil : pasien mengungkapkan ansietas dan rasa stres
mampu mendemonstrasikan takut; berikan penenangan.
koping positif, TTV normal. c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan mengurangi kecemasan pasien
beri penguatan penjelasan mengenai
penyakit, tindakan dan prognosis.
d. Pertahankan lingkungan yang tenang mengurangi kecemasan pasien
dan tanpa stres.
Daftar Pustaka

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &

Suddarth volume 2. Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Davey, Patrick (2005). At a Glance Medicine (36-37). Jakarta: Erlangga.

Jhoxer (2010). Asuhan Keperawatan Hematomesis Melena. Diambil pada 13 Juli

2010 dari http://kumpulan asuhankeperawatan.

blogspot.com/2010/01/asuhankeperawatan-hematomesis-melena.html.

Mansjoer, Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1(3rd ed.). Jakarta: Media.

Aesculapius.

Mubin (2006). Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis Dan Terapi

(2ndEd.). Jakarta: EGC.

NANDA Internasional (2012). Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2012-

2014. Budi Santosa (Penerjemah). Philadelpia: Prima Medika.

Purwadianto & Sampurna (2000). Kedaruratan Medik Pedoman Pelaksanaan

Praktis (105-110). Jakarta: Binarupa Aksara.

Primanileda (2009). Askep Hematemesis Melena. Diambil pada 13 Juli 2010 dar

http://primanileda.blogspot.com/2009/01/asuhan keperawatan-gratis-

free.html.

Nettina, Sandra M. (2001). Pedoman Praktik Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : EGC

Sylvia, A Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Keperawatan.

Edisi 6. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai