Anda di halaman 1dari 22

TUGAS PROPOSAL

PERAN SERTA ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK


INDONESIA DALAM PENANGGULANGAN KENAKALAN ANAK
DI KOTA DENPASAR

OLEH :
DEWA SANG MADE WIJAYA
1504742010213
VI D

UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR


FAKULTAS ILMU HUKUM
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam rangka terwujudya masyarakat yang tertib, aman dan damai maka
kepastian hukum dalam suatu masyarakat merupakan syarat utama. Pemeliharaan
keamanan dan ketertiban dalam suatu masyarakat diperlukan upaya penegakan
hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat yang
dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat Negara yang
didukung oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi
Manusia.

Perkembangan kemajuan yang cukup pesat dan jumlah penduduk yang sangat
padat seiring merebaknya paradigm penegakan supremasi hukum, Hak Asasi
Manusia, era globalisasi, demokratisasi, transparansi dan akuntabilitas telah banyak
melahirkan berbagai paradigmabaru dalam melihat tujuan, fungsi, wewenang dan
tanggungjawab Kepolisian Negara Republik Indonesia yang semakin meningkat
dan lebih berorientasi pada pelayanan ketertiban dan keamanan masyarakat yang
dilayaninya.

Dalam rangka mengantipasi era globalisasi seiring perkembangan ilmu


pengetahuan dan tehnologi di semua aspek kehidupan masyarakat, maka Kepolisian
Negara Republik Indonesia dituntut untuk lebih professional, bertanggungjawab
dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.

Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai bagian integral fungsi


pemerintahan Negara mempunyai tatanan tugas dan wewenang yang sangat
luas,oleh karena fungsi Kepolisian tidak hanya pada aspek represif dalam kaitan
dengan proses pidana khususnya pada tingkat penyidikan, tetapi mencakup pula
aspek preventif. Beberapa tugas-tugas yang melekat pada fungsi utama administrasi
Negara mulai dari bimbingan dan pengaturan sampai dengan tindakan Kepolisian
yang bersifat administrasi yang bukan kompetensi pengadilan.
Aspek preventif dalam penangan kasus kejahatan dan pelanggaran di
lapangan nampak terlihat dalam peranan Kepolisian Negara Republik Indonesia
selaku Pengayom yang memberikan perlindungan dan pelayanan kepada
masyarakat serta selaku pembimbing masyarakat kearah terwujudnya tertib dan
tegaknya hukum dan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, serta
peegakan hukum.

Tugas Kepolisian dalam penegakan hukum semakin berat oleh karena di satu
sisi Kepolisian wajib memedomani dan menaati ketentuan Undang-undang, di lain
sisi polisi diwajibkan juga mengembangkan asas preventif dan asas kewajiban
umum kepolisian yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Dalam
hal ini setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki kewenangan
untuk bertindak demi kepentingan umum berdasarkan penilaian sendiri, yakni
kewenangan diskresi.

Sebagai suatu kegiatan sosial masalah kenakalan anak tidak dapat


dihindarkan dan memang selalu ada, kapan dan di mana saj serta tidak dapat
dihilangkan sama sekali, tetapi hanya dapat diupayakan seminimal mungkin
kualitas dan kuantitasnya.

Tugas dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia secara tegas


telah diatur dalam Undang-undang Nomor nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (KUHAP), terutama dalam proses pidana sebagai penyelidik dan
penyidik serta melaksanakan koordinasi dan pengawasan terhadap penyidik
Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang.

Lahirnya Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana


sebagai pengganti dari Het Herzine Inlands Reglement (HIR) yang tidak sesuai
dengan pertumbuhan dan perkembangan hukum Nasional merupakan era baru
dalam bidang hukum, khususnya Hukum Acara Pidana.

Hukum Acara Pidana merupakan sarana penting dalam penegakan hukum


pidana yang merupakan hukum publikyang mengatur langsung kehidupan
masyarakat serta hak-hak Asasi Manusia. Demikian juga Hukum Acara Pidana
mengatur proses peradilan pidana mulai tingkat penyidikan sampai dengan
pelaksanaan putusan pengadilan.

Proses peradilan pada tingkat penyidikan yang merupakan wewenang


kepolisian membawa perubahan di dalam taktik dan teknik penyidiakan, khususnya
taktik dan teknik pada pemeriksaan tersangka. Hal ini secara tegas diatur dalam
pedoman pelaksanaan KUHAP (1982:23) yang menegaskan :

Berlakunya KUHAP dengan segala perubahan di dalam sistem peradilan


pidana pada umumnya, dan khususnya sistim penyidikan, peningkatan personal,
peralatan, dana dan sarana-sarana lainnya baik kuantitatif maupun kualitatif guna
melaksanakan tugas polri pada umumnya khususnya tugas reserse yang
mengemban tugas penyidikan berdasarkan KUHAP.

Hal ini sangat menentukan dalam rangka penegakan hukum, khususnya


pencegahan dan penanggulangan kejahatan diantaranya kenakalan yang dilakukan
oleh anak yang merupakan tugas pokok kepolisian.

Sebagaimana dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang tugas dan


wewenang Kepolisian Republik Indonesia pada Pasal 13 ayat :

1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.


2. Menegakkan hukum, dan
3. Memberi perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Berdasarkan instrumen tersebut di atas tugas pokok Kepolisian Republik


Indonesia adalah mewujudkan keamanan dalam negeri merupakan syarat mutlak
untuk mendukung terwujudnya masyarakat madani, adil, makmur, berdasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu
Kepolisian Republik Indonesia dalam menjalankan tugas dan wewenang perlu
dibantu dan didukung oleh seluruh komponen masyarakat untuk bersama-sama
mewujudkan rasa aman dan tentram dalam rangka mencegah terjadinya kenakalan
yang dilakukan oleh anak.

Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur


yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka kualitas sumber daya manusia
Indonesia sebagai salah satu wahana pembangunan Nasional yang perlu
ditingkatkan secara berkesinambungan, khusunya bagi sektor pendidikan, baik
formal maupun non formal, yang banyak melibatkan generasi muda, remaja, dan
anak-anak sebagai peserta didik.

Anak-anak dan remaja berada dalam masa transisi yang sedang mencari
identitas diri sehingga tidak terlepas dari persoalan-persoalan yang mengiringi masa
pertumbuhannya. Dalam masa transisi tersebut tidak sedikit anak-anak yang
mengalami tekanan batin yang menggelisahkan dirinya, baik karena faktor internal
atau pengaruh yang berasal dari diri individu itu sendiri, maupun faktor ekstern atau
pengaruh lingkungan, karena lingkungan banyak memberikan inspirasi dan
membentuk perilaku sebagai suatu kebiasaan. Masing-masing faktor tersebut itu
selain mempengaruhi dan ikut menentukan sifat individual seseorang sebagai orang
pribadi, terlebih khusus usia anak-anak yang sagat cepat dan rentan menerima apa
yang dilihat, didengar, dan dialami sebagai pengaruh , baik positif maupun negatif.

Indonesia merupakan Negara hukum yang dimana salah satu hukumnya yaitu
hukum pidana yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran serta
penghukuman atasnya, di muat dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP). Selain itu juga kenakalan dan kejahatan yang dilakukan oleh anak telah
diatur tersendiri dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan
Anak, dan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang perlindungan hak-hak , yaitu
dengan ditetapkannya Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak. Sehingga tindakan kenakalan yang dilakukan anak perlu mendapat
pengkajian dan perhatian dan serius. Sehingga pemberian sanksi tidak
meninggalkan aspek pembinaan, dan dari sisi lainnya tidak melanggar perlindungan
hak-hak asasi anak. Dalam Islam dijelaskan betapa pentingnya menjaga dan
mendidik anak, karena anak merupakan Amanah yang diberiakan oleh Tuhan
kepada setiap manusia yang dikehendakinya.

Kejahatan ( Crime ) yang dilakukan oleh orang dewasa, tidak dapat


disamakan begitu saja dengan kenakalan anak atau remaja ( Juvenil Deliquency)
yang biasa dilakukan oleh anak, sebab harus dibedakan sifat dan bentuk perbuatan
seorang anak dengan perbuatan orang dewasa. Perbuatan orang dewasa sudah
didasari sikap kesengajaan dalam arti penuh yang telah dipertimbangkan dan
dipikirkan secara matang. Sedangkan perbuatan anak dalam hal ini kenakalan anak
masih terpengaruh oleh masa pencarian identitas diri dan sedang mengalami
perkembangan dan pertumbuhan fisik dan mental yang belum stabil/matang,
sehingga dapat dikatakan masa anak-anak dan remaja merupakan masa teransisi
dari anak ke remaja.

Bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan oleh anak secara faktual, misalnya


dalam mengendarai roda dua tanpa mematuhi aturan lalu lintas terutama pada akhir-
akhir ini menjelang ujian akhir kelulusan SLTA, dimana anak secara berkelompok-
kelompok dengan berkendaraan roda dua di jalan raya tanpa memakai helm
begitupun mereka secara bersamaan tidak mengindahkan trafficlight dan begitupun
terhadap bentuk kenakalan lainnya. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut
diatas, maka penulis tertarik mengajukan Skipsi yang berjudul “Peran Serta
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Penanggulangan
Kenakalan Anak Di Kota Denpasar”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis menentukan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah tugas dan fungsi Kepolisian Wilayah hukum Polresta Denpasar
timur sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang
berlaku?
2. Upaya apakah yang dilakukan oleh pihak Kepolisian dalam
menanggulangi kenakalan yang dilakukan oleh anak di kota Denpasar?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui tugas dan fungsi Polri dalam penanganan kenakalan
yang dilakukan oleh anak berdasarkan KUHAP dan Undang-undang
Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia,
2. Untuk mempelajari dan menganalisis upaya yang dilakukan oleh pihak
Kepolisian dalam mencegah dan menanggulangi kenakalan yang
dilakukan oleh anak.
Kegunaan Penelitian adalah :
Adapun kegunaan penelitian dari penelitian yang dilakukan ini dimaksudkan
sebagai berikut :

 PRAKTEK :
Sebagai bahan masukan bagi masyarakat pada umumnya dan bagi para penegak
hukum pada khususnya untuk dapat mengambil langkah-langkah dalam upaya
pencegahan dan penanggulangan kenakalan yang dilakukan oleh anak.

 TEORITIS :
Diharapkan pula agar dapat menjadi salah satu bahan referensi dan kepustakaan
bagi rekan mahasiswa fakultas Hukum, dan kalangan yang berminat mengkaji lebih
lanjut, khusunya menambah khasanah perpustakaan fakultas Hukum Universitas
Mahasaraswati Denpasar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Fungsi Hukum
Hukum sebagai kaidah, pada dasarnya menempatkan hukum sebagai
pedoman yang mengatur kehidupan dalam bermasyarakat agar tercipta ketentraman
dan ketertiban bersama.
Berdasarakan uraian tersebut di atas E. Utrecht (2006:38), menyatakan
bahwa:
“Hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup yang berisi perintah-
perintah dan larangan-larangan yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan
karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu”.
Capitant melihat bahwa, hukum adalah keseluruhan daripada norma-norma
yang secara mengikat mengatur hubungan yang berbelit-belit antara manusia dalam
masyarakat. Definisi ini seperti yang dikemukakan oleh Roscoe Pound yakni :
“Hukum adalah sekumpulan penuntun yang berwibawa atau dasar-dasar
ketetapan yang dikembangkan dan ditetapkan oleh suatu teknik yang berwenang
atas latar belakang cita-cita tentang ketertiban masyarakat dan hukum yang sudah
diterima”.

Mempertimbangkan kembali teori hukum progresif menurut Satjipto Raharjo


(2006:38) bahwa gagasan hukum progresif menempati posisi hukum tersendiri.
Berbagai kalangan dalam penanganan suatu kasus hukum, khususnya di dalam
negeri yang menekankan preposisi teori hukum progresif. Terutama penekanan
pada unsur kemanfaatan berupa ketentraman manusia dalam masyarakat, berbangsa
dan bernegara. Progresivisme bertolak dari pandangan kemanusiaan, bahwa
manusia pada dasarnya adalah baik, memiliki sifat kasih sayang serta kepedulian
terhadap sesama sebagai modal penting bagi membangun kehidupan berhukum
dalam masyarakat. Progresivisme tidak ingin menjadikan hukum sebagai teknologi
yang tidak bernurani, melainkan suatu institusi yang bermoral kemanusiaan.
Asumsi yang mendasari progresivisme hukum adalah :
1. Hukum adalah untuk manusia, dan tidak untuk dirinya sendiri.
2. Hukum itu selalu berada pada status law in the making dan tidak bersifat
final.
3. Hukum adalah institusi yang bermoral kemanusiaan, dan bukan teknologi
yang tidak bernurani.

Atas dasar asumsi ceritera hukum, Hukum progresif adalah :


1. Mempunyai tujuan besar berupa kesejahteraan dan kebahagian manusia.
2. Memuat kandungan moral kemanusiaan yang sangat kuat.
3. Hukum progresif adalah “hukum yang membebaskan” meliputi dimensi
yang amat luas yang tidak hanya bergerak pada ranah praktik, melainkan
juga teori.
4. Bersifat kritis dan fungsional, oleh karena ia tidak henti-hentinya melihat
kekurangan yang ada dan menemukan jalan untuk memperbaikinya.

Hukum ada (baik dibuat ataupun lahir dari masyarakat) pada dasarnya berlaku
dan untuk ditaati, dengan demikian akan tercipta ketentraman dan ketertiban.
Menurut Mochtar Kusumaatmadja, (Samidjo dan A. Sahal), menyatakan :
“Hukum adalah keselurhan kaidah-kaidah serta asas-asas yang mengatur
pergaulan hidup manusia dalam masyarakat yang bertujuan memelihara ketertiban
juga meliputi lembaga-lembaga dan proses-proses guna mewujudkan berlakunya
kaidah sebagai kenyataan dalam masyarakat ”
Selanjutnya menurut L.J Van Aveldoorn (2006:32) menegaskan bahwa tujuan
hukum ialah pengaturan kehidupan masyarakat secara adil dan damai dengan
mengadakan keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Menurut Jeremy Bentham menegaskan bahwa tujuan hukum ialah sedapat
mungkin mendatangkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi
masyarakat. Sementara menurut Soerjono Soekanto (2006:35), dalam pandangan
para ahli hukum terdapat dua bidang kajian yang meletakkan fungsi hukum di
dalamnya yaitu:
1. Terhadap bidang-bidang kehidupan masyarakat yang sifatnya netral
(duniawi, lahiriah), hukum berfungsi sebagai sarana untuk melakukan
perubahan masyarakat (social Engineering).
2. Terhadap bidang-bidang kehidupan masyarakat yang sifatnya peka
(sensitive, rohaniah), hukum berfungsi sebagai sarana untuk melakukan
pengendalian social (social control).

B. Fungsi Kepolisian
Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan
lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebagai alat Negara
kepolisian secara umum memiliki fungsi dan tugas pokok kepolisian.
Dalam hal ini pada Pasal 13, dan Pasal 14 butir 1 dan 2 Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan
sebagai berikut :
Pasal 13 :
Tugas pokok kepolisian Negara Republik Indonesia adalah
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. Menegakkan hukum, dan
c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Pasal 14
butir 1 : Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :
a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap
kegiatan masyarakat dan perintah sesuai kebutuhan;
b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban,
dan kelancaran lalu lintas jalan;
c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap
hukum dan peraturan perundang-undangan;
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa;
g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai
dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;
h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas
kepolisian;
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, dan lingkungan hidup dari
gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan
pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani
oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k. Memberi pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam
lingkup tugas kepolisian; serta melaksanakan tugas lain sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

butir 2 : Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf F diatur lebih lanjut dengan perturan pemerintah.
Di bidang penegakan hukum secara khusus kepolisian bertugas melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum
Acara pidana dan perturan perundang-undangan.
Sebagai contoh wewenang polisi yang dinyatakan dalam Pasal 30 ayat 4
Undang-undang nomor 20 tahun 1982 (D.P.M. Sitopul dan Edward Syahperenong),
(1985:24) menyatakan bahwa :
a. Selaku alat Negarapenegak hukum memelihara serta meningkatkan
ketertiban hukum dan bersama-sama dengan segenap komponen kekuatan
pertahanan keamanan lainnya membina ketentraman masyarakat dalam
wilayah Negara guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat.
b. Melaksanakan tugas kepolisian selaku pengayom dalam memberikan
perlindungan dan layanan bagi masyarakat bagi tegaknya ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c. Membimbing masyarakat bagi terciptanya kondisi yang menunjang
terselenggaranya usaha dan kegiatan sebagaimana yang dimaksud ayat 4
Pasal ini.

Wewenang penyidik dari pejabat kepolisian Negara adalah (Nico Ngani, dkk,
1984;22), adalah ;
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana;
2. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian (TKP);
3. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan menerima tanda pengenal diri
tersangka;
4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
8. Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannnya dengan
pemeriksaan perkara;
9. Mengadakan penghentian penyidikan;
10. Mengadakan tindakan lain menurut yang bertanggungjawab.
Menurut Prakoso (1987:144-149) dalam penggunaan wewenang Polri harus
berdasarkan pada :

1. Azas Legalitas
Legal berarti sah menurut Undang-undang Azas Legalitas ialah azas dimana
setiap tindakan polisi harus didasarkan kepada undang-undang/ peraturan
perundang-undangan. Tindakan yang tidak didasarkan pada peraturan perundang-
undangan, ialah tindakan yang melawan hukum.

2. Azas Oportunitas
Oportunitas berarti waktu yang tepat atau kesempatan berbuat sesuatu atau
peluang.
3. Azas Kewajiban
Azas Kewajiban ialah azas yang memberikan kebsahan bagi tindakan Polri
yang bersumber kepada kekuasaan dan kewenangan umum. Untuk menentukan
batas-batas kewajiban dan sekaligus untuk membatasi tindakan kepolisian,
diperlukan azas-azas yang merupakan sub azas dari kewajiban, yakni (Prakoso,
1987:151-152).
a. Azas Keperluaan (Notwending; noodzkelijk)
Azas ini menentukan bahwa tindakan hanya dapat diambil apabila
memeng diperlukan untuk mencegah terjadinya suatu gangguan.
b. Azas Masalah sebagai patokan (Sachich; Zakelijk)
Azas ini menghendaki bahwa tindakan yang diambil akan dikaitkan
dengan masalah yang perlu ditangani. Ini berarti bahwa tindakan
kepolisian harus memakai pertimbangan-pertimbangan yang objektif,
tidak boleh mempunyai motif pribadi.
c. Azas Tujuan sebagai ukuran (Zweckmassig; Doelmating)
Azas ini menghendaki tindakan yang betul-betul bertujuan untuk
mencapai sasaran, yaitu hilangnya suatu gangguan atau tidak terjadinya
suatu ganggua. Ini berarti sasaran yang dipergunakan dalam tindakan itu
harus tepat untuk serta dapat mencapai sasaran.
d. Azas Keseimbangan (Everedig)
Azas ini menghendaki bahwa dalam satu tindakan kepolisian harus
dipelihara suatau keseimbangan antara sifat keras lunaknya tindakan atau
sarana dipergunakan pada satu pihak, dan besar kecilnya suatau
gangguan atau berat ringannya suatu objek yang harus ditindak pada
pihak lainnya.
C. Penyidik, Fungsi dan Kewenangan Penyidik
Dalam Kitap Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 6
disebut siapa-siapa yang menjadi penyidik, yakni :
1) Penyidik adalah ;
a. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia
b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang.
2) Syarat kepangkatan sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur
lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Dari keterangan bunyi Pasal 6 KUHAP tersebut, dinyatakan tentang siapa-
siapa sajakah penyidik itu. Dalam Pasal tersebut juga disebutkan tentang syarat
kepangkatan. Diterangkan bahwa yang menjadi penyidik adalah polisi Negara
Republik Indonesia dan pegawai negeri sipil tertentu yang ditunjuk oleh Undang-
undang.
Polisi adalah salah satu aparat penegak hukum yang bertugas memelihara
keamanan, melindungi dan meleyani masyarakat. Dengan demikian jika terjadi
sesuatu yang mengganggu ketertiban dan keamanan di dalam lingkungan
masyarakat, maka polisi akan turun tangan untuk memelihara pengamanan.
Demikian pula jika terjadi pelanggaran terhadap norma-norma yang berlaku
di masyarakat, pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan
yang berlaku secara positif di Negara Indonesia, maka polisilah yang turun tangan.
Pelangaran yang dimaksud termasuk pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh
anak.
Suatau perkara pidana menjadi urusan polisi oleh karena beberapa hal
sebagaimana di kemukakan oleh (Karyadi, t: 42) antara lain :
1. karena diajukan suatu pemberitahuan (aangifle) oleh seorang yang
menderita suatu peristiwa pidana atau mengetahui terjadinya suatu tindak
pidana.
2. Karena disampaikan suatu pengaduan (klachter) oleh seorang
yang berkepentingan.
3. Karena Polisi sendiri mengetahui atau melihat adanya peristiwa yang
terjadi.
Dengan demikian jika ada pengaduan dari masyarakat tentang terjadinya
suatu delik, maka polisi yang mendengar adanya laporan tersebut langsung menuju
ketempat kejadian yang dilaporkan oleh masyarakat tersebut. Jika laporan tersebut
merupakan tindak pidana, maka diadakanlah penyidikan.

D. Pengertian Anak
Anak adalah merupakan amanah sekaligus karunia Allah SWT. Tuhan Yang
Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena di dalam dirinya melekat harkat,
martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi oleh setiap
manusia. Selain itu juga anak sebagai bagian dari generasi muda yang merupakan
penerus cita-cita perjuangan Bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan
Nasional.
Dalam bunyi Pasal 330 KUHPerdata dan bunyi Ordonansi 31 Januari 1931
No. 54 LN. 1931. dapat kita lihat kriteria orang belum dewasa. Pasal 330
KUHPerdata (R. Subekti dan Tjitrosudibio,1981: 98) berbunyi Belum dewasa
adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak terlebih dahulu
kawin. Apabila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka 21 tahun maka
mereka tidak kembali lagi dalam belum dewasa. Mereka yang belum dewasa yang
tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian atas dasar
dan dengan cara sebagaimana diatur dalam bagian ketiga, keempat, kelima dan
keenam bab ini.
Ketentuan dalam Pasal 330 KUHPerdata ini hanya berlaku bagi orang Eropa
dan Golongan Timur Asing (Tionghoa), sehingga bagi golongan Bumi Putera
(Indonesia) diberikan Staatsblad 1917 No. 138 kemudian dicabut dan diganti
Staatblad 1931 No. 54 (R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 1981 : 99) yang berbunyi:
“Apabila peraturan undang-undang memakai istilah belum dewasa maka sekedar
mengenai Bangsa Indonesia dengan istilah yang dimaksudkan segala orang yang
belum mencapai genap dua puluh satu tahun dan tidak lebih dahulu kawin. Apabila
perkawinan itu dibubarkan sebelum umur dua puluh satu tahun maka tidaklah
mereka kembali dalam istilah belum dewasa”.
Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 330 KUHPerdata dan bunyi
Ordonansi 31 Januari 1931 No. 54 LN. 1931 atau Staatsblad 1931 No.54 tersebut
di atas, maka batasan umur sehingga seseorang dikategorikan anak masih di bawah
umur yaitu yang belum mencapai umur dua puluh satu tahun dan tidak dahulu
kawin.
Sedangkan dalam KUHP memberikan pengertian mengenai anak yaitu
dengan memberikan batasan umur sehingga dalam hal penentuan, ada pembedaan
antara pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak dan orang dewasa.
Dalam hal ini Pasal 1 butir 1, Pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang nomor
3tahun 1997 tentang pengadilan tentang anak menyatakan sebagai berikut :
Pasal 1
 butir 1 : “Anak adalah orang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8
(delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum
pernah kawin”.
 butir 2 : Anak nakal adalah :
a. Anak yang melakukan tindak pidana; atau
b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik
menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum
lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Pasal 2 : “Pengadilan anak adalah pelaksana kekuasaan kehakiman yang berada di


lingkungan Peradilan Umum”.
Pasal 3 : “Sidang Pengadilan Anak yang selanjutnya disebut sidang anak bertugas
dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara anak
sebagaimana dalam Undang-undang”.
Jadi menurut KUHAP apabila seorang anak yang telah berumur di atas 16
(enam belas) tahun pada waktu melakukan tindak pidana (kejahatan dan
pelanggaran), maka tuntutannya sama dengan yang diberlakukan pada orang
dewasa, jadi dianggap telah dewasa dan bagi orang belum mencapai umur enem
belas tahun pada waktu melakukan perbuatan yang dapat dihukum, maka Hakim
dapat memilih 3 (tiga) alternatif yaitu :
1. Dikembalikan kepada orang tuanya/walinya.
2. Ditempatkan di bawah pengawasan Pemerintah.
3. Menjatuhkan pidana.
Menurut Poerwadarminta (1990 : 813), mengklasifikasikan batas usia seseorang
sebagai berikut :
- Remaja adalah, mulai dewasa, sudah sampai umur untuk kawin.
- Muda (tentang anak-anak laki-laki dan anak-anak perempuan).
- Mulai dewasa, yaitu mulai terbit rasa cinta birahi atau waktu anak-anak mulai
terbit rasa cinta birahi.
Aristoteles (Sofyan S. Willis, 1987 : 22), membagi tiga fase perkembangan
manusia, adalah sebagai berikut :
1. 0-7 tahun = masa anak-anak
2. 7-14 tahun = masa sekolah
3. 14-21 tahun = masa remaja/puberteit
Zakiyah Daradjat ( 1982 : 6-7 ), berpendapat sebagai berikut :
Jika dipandang dari segi psikologi, maka batas usia remaja lebih banyak bergantung
kepada keadaan masyarakat dimana remaja itu hidup. Yang dapat ditentukan
dengan pasti adalah permulaan puber pertama atau mulainya perubahan jasmani
dari anak-anak menuju dewasa kira-kira umur dua belas tahun atau awal tiga belas
tahun. Akan tetapi akhir masa remaja tidak sama atau dengan yang lainnya.

Pendapat tersebut menekankan bahwa remaja adalah Seseorang dalam usia


tradisi, yang telah meninggalkan usia kanak-kanak dan masih penuh
ketergantungan. Lain halnya dengan pendapat Sigiri (Romli Atmasasmita, 1987 :
34) bahwa :
Selama ditubuhnya berjalan proses pertumbuhan dan perkembangan orang itu
masih menjadi anak dan baru dewasa bila proses perkembangannya dan
pertumbuhan itu selesai. Jadi batas umur anak-anak adalah sama dengan permulaan
menjadi dewasa yaitu 18 tahun untuk wanita 20 tahun untuk laki-laki, seperti halnya
di Amerika, Yugoslavia dan Negara-negara barat lainnya di Indonesia, tetapi atas
dasar Biologis batas 18 tahun sampai 20 tahun yang lebih tepat.

Pendapat Surigi di atas, menekankan bahwa selama berjalan proses


pertumbuhan dan perkembanagan pada diri seseorang, maka ia masih termasuk
dalam kategori anak-anak.
Soedjono (1986 : 228) menyatakan bahwa “pengertian remaja atau juvenile tidaklah
tepat diterjemahkan dengan anak-anak karena pengertian juvenile itu terlalu umum
dan mencakup semua orang yang masih muda umurnya”
Sementara itu batas usia anak, remaja, dan dewasa dengan bertitik tolak pada
usia remaja, sebagaimana yang dikemukakan oleh Yulia D. Gunarsa (1983 : 203)
bahwa : “Remaja merupakan masa peralihan antara anak dan masa dewasa yakni
antara 12 tahun sampai 21 tahun”.
Berdasarkan uraian di atas mengenai pengertian anak di bawah umur menurut
peraturan perundang-undangan dan pendapat para ahli Hukum, maka dapat
disimpulkan bahwa pengertian anak di bawah umur adalah seseorang yang di
bawah 21 (dua puluh satu) tahun atau belum kawin.

E. Pengertian Kenakalan Anak


Kenakalan anak adalah kenakalan dalam bertingkah laku serta perbuatan atau
tindakan anak yang bersifat asusila, amoral. Dalam pembahasan ini terdapat
pelanggaran-pelanggaran terhadap norma-norma sosial, agama yang dianut
masyarakat dan tindakan pelanggaran hukum, serta pelanggaran terhadap tata tertib
sekolah. Konsep tersebut dijelaskan oleh seorang ahli sebagai berikut:
“Kenakalan anak merupakan suatu perbuatan yang tidak baik, perbuatan dosa
maupun sebagai mana dan rasa tidak puas, kegelisahan mengganggu ketenangan
dan kepentingan orang lain dan kadang-kadang diri sendiri “. (Zajcaria Darojah,
1983 : 113).
Berdasarkan konsep pengertian di atas kenakalan anak merupakan suatu
tindakan atau perbuatan yang selalu bertentangan dengan norma-norma atau
peraturan yang berlaku di lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan sekolah
khususnya. Sedangkan pakar yang lain menjelaskan tentang kenakalan anak
sebagai berikut:
- Kenakalan anak disebabkan perbuatan atau tingkah laku yang bersifat
pelanggaran dan nilai-nilai yang berlaku.
- Mempunyai tujuan dengan perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai atau
norma sosial yang ada di lingkungannya.
- Perbuatan yang dilakukan selalu merugikan lingkungan.
- Kenakalan anak dapat dilakukan secara individu dan kelompok. (Singgih
Gunarsa, 1981 : 30).
Dengan demikian kenakalan anak merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh
anak yang tindakannya tersebut bertentangan dengan norma-norma, aturan maupun
tata tertib di masyarakat, keluarga, sekolah dan tindakan tersebut bersifat
merugikan lingkungannya. Kenakalan anak pada umumnya dapat terjadi di suatu
daerah yang disebabkan oleh kurangnya rasa kasih sayang atau perhatian oleh orang
tua kepada anak-anaknya.

F. Faktor Penyebab Kenakalan dan Penanggulangannya


Faktor Penyebab Kenakalan
a. Faktor Ekonomi
Terjadinya kenakalan yang menyebabkan kejahatan disebabkan karena
ekonomi orang tua yang rendah (miskin) sedangkan kebutuhan mendesak untuk
dipenuhi, tekanan atau desakan seperti itu yang menyebabkan si anak melakukan
kejahatan yang merupakan jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan mereka.
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan seseorang ternyata cukup berpengaruh terhadap pembentukan
karakter yang bersangkutan, kalau lingkungan baik, kemungkinan perilakunya pun
akan baik, tapi kalau bergaul dengan anak yang sering melakukan kenakalan
kemungkinan akan terpengaruh sehingga ikut berbuat kenakalan.
c. Faktor Rendahnya Pendidikan
Tingkat pendidikan si anak juga ikut mendorong cara anak berfikir,
bertindak dan mengambil keputusan. Anak yang berpendidikan rendah atau
bahkan tidak berpendidikan cara berfikirnya tentu tidak sama dengan anak yang
mempunyai pendidikan.
Penanggulangannya
Upaya penggulangannya adalah sebagai berikut :
1. Penanggulangan secara Preventif, wujudnya mengadakan ceramah-ceramah
di sekolah mulai dari tingkat dasar sampai tingkat lanjut atas, mengenai
pentingnya pengetahuan tentang Agama, kesadaran hukum, bahaya
Narkotika, kesadaran berlalulintas dan hal-hal yang dapat meresahkan
masyarakat, menjauhkan anak-anak dari sarana yang mendorong mereka
untuk melakukan kenakalan.
2. Penanggulangan secara Represif, wujudnya berupa memberikan hukuman
terhadap pelaku kejahatan tersebuts dalam batas-batas kewajaran yang
diberikan oleh undang-undang.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di kota Denpasar yakni di Polresta Denpasar.
Alasan penulis memilih kota Denpasar sebagai lokasi penelitian karena di Denpasar
banyak indikasi-indikasi kenakalan yang dilakukan oleh anak, sehingga penelitian
ini sangat tepat apabila dilakukan di kota Denpasar. Pertimbangan lain bahwa Kota
Denpasar merupakan Ibu Kota Propivinsi Bali dan sebagai pusat pariwisata di
Indonesia menjadi ukuran keamanan dan jaminan untuk masa mendatang yang
senantiasa wajib dijaga keamanan dan ketertibannya.

B. Populasi dan Sampel


POPULASI
Populasi penelitian adalah jajaran atau anggota Polri khususnya wilayah
hukum Polresta Denpasar yang mempunyai tugas dan tanggungjawab langsung
tentang penanganan tindak pidana dan penanggulangan kenakalan yang dilakukan
oleh anak.
SAMPEL
Sampel dalam penelitian ini 10 orang dari pejabat yang berwenang dalam
memberikan perintah, tentang pelaksanaan tugas dan wewenang tentang
penangulangan kenakalan yang dilakukan oleh anak.

C. Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dara primer, yaitu data yang diperoleh dari berbagai sumber, data yang
diperoleh langsung dari penelitian, termasuk apa yang di dengar dan
disaksikan sendiri oleh penulis.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber lain, hasil kajian buku-
buku karya Ilmiah serta peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya
dengan proposal ini.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam teknik pengumpulan data penulis menggunakan dua metode yakni
1. Wawancara
Dalam teknik wawancara penulis melakukan tanya jawab langsung kepada pihak
responden dalam hal ini pihak Polresta Denpasar, sebagai pihak pembinaan dan
penanggulangan kenakalan yang dilakukan oleh anak.
2. Penelitian Pustaka
Dalam melakukan teknik penelitian kepustakaan penulis melakukan dengan cara
membaca buku-buku literatur sebagai sumber teori serta dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan skripsi ini.

E. Analisis Data
Data dari primer maupun data sekunder yang diperoleh dalam penelitian ini
maka penulis menggunakan metode analisis kualitatif kemudian
mendeskripsikannya kedalam sebuah konklusi umum yang akan penulis
rampungkan kemudian dalam bentuk laporan hasil penelitian (skripsi).

Anda mungkin juga menyukai