OLEH :
DEWA SANG MADE WIJAYA
1504742010213
VI D
Perkembangan kemajuan yang cukup pesat dan jumlah penduduk yang sangat
padat seiring merebaknya paradigm penegakan supremasi hukum, Hak Asasi
Manusia, era globalisasi, demokratisasi, transparansi dan akuntabilitas telah banyak
melahirkan berbagai paradigmabaru dalam melihat tujuan, fungsi, wewenang dan
tanggungjawab Kepolisian Negara Republik Indonesia yang semakin meningkat
dan lebih berorientasi pada pelayanan ketertiban dan keamanan masyarakat yang
dilayaninya.
Tugas Kepolisian dalam penegakan hukum semakin berat oleh karena di satu
sisi Kepolisian wajib memedomani dan menaati ketentuan Undang-undang, di lain
sisi polisi diwajibkan juga mengembangkan asas preventif dan asas kewajiban
umum kepolisian yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Dalam
hal ini setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki kewenangan
untuk bertindak demi kepentingan umum berdasarkan penilaian sendiri, yakni
kewenangan diskresi.
Anak-anak dan remaja berada dalam masa transisi yang sedang mencari
identitas diri sehingga tidak terlepas dari persoalan-persoalan yang mengiringi masa
pertumbuhannya. Dalam masa transisi tersebut tidak sedikit anak-anak yang
mengalami tekanan batin yang menggelisahkan dirinya, baik karena faktor internal
atau pengaruh yang berasal dari diri individu itu sendiri, maupun faktor ekstern atau
pengaruh lingkungan, karena lingkungan banyak memberikan inspirasi dan
membentuk perilaku sebagai suatu kebiasaan. Masing-masing faktor tersebut itu
selain mempengaruhi dan ikut menentukan sifat individual seseorang sebagai orang
pribadi, terlebih khusus usia anak-anak yang sagat cepat dan rentan menerima apa
yang dilihat, didengar, dan dialami sebagai pengaruh , baik positif maupun negatif.
Indonesia merupakan Negara hukum yang dimana salah satu hukumnya yaitu
hukum pidana yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran serta
penghukuman atasnya, di muat dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP). Selain itu juga kenakalan dan kejahatan yang dilakukan oleh anak telah
diatur tersendiri dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan
Anak, dan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang perlindungan hak-hak , yaitu
dengan ditetapkannya Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak. Sehingga tindakan kenakalan yang dilakukan anak perlu mendapat
pengkajian dan perhatian dan serius. Sehingga pemberian sanksi tidak
meninggalkan aspek pembinaan, dan dari sisi lainnya tidak melanggar perlindungan
hak-hak asasi anak. Dalam Islam dijelaskan betapa pentingnya menjaga dan
mendidik anak, karena anak merupakan Amanah yang diberiakan oleh Tuhan
kepada setiap manusia yang dikehendakinya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis menentukan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah tugas dan fungsi Kepolisian Wilayah hukum Polresta Denpasar
timur sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang
berlaku?
2. Upaya apakah yang dilakukan oleh pihak Kepolisian dalam
menanggulangi kenakalan yang dilakukan oleh anak di kota Denpasar?
PRAKTEK :
Sebagai bahan masukan bagi masyarakat pada umumnya dan bagi para penegak
hukum pada khususnya untuk dapat mengambil langkah-langkah dalam upaya
pencegahan dan penanggulangan kenakalan yang dilakukan oleh anak.
TEORITIS :
Diharapkan pula agar dapat menjadi salah satu bahan referensi dan kepustakaan
bagi rekan mahasiswa fakultas Hukum, dan kalangan yang berminat mengkaji lebih
lanjut, khusunya menambah khasanah perpustakaan fakultas Hukum Universitas
Mahasaraswati Denpasar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Fungsi Hukum
Hukum sebagai kaidah, pada dasarnya menempatkan hukum sebagai
pedoman yang mengatur kehidupan dalam bermasyarakat agar tercipta ketentraman
dan ketertiban bersama.
Berdasarakan uraian tersebut di atas E. Utrecht (2006:38), menyatakan
bahwa:
“Hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup yang berisi perintah-
perintah dan larangan-larangan yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan
karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu”.
Capitant melihat bahwa, hukum adalah keseluruhan daripada norma-norma
yang secara mengikat mengatur hubungan yang berbelit-belit antara manusia dalam
masyarakat. Definisi ini seperti yang dikemukakan oleh Roscoe Pound yakni :
“Hukum adalah sekumpulan penuntun yang berwibawa atau dasar-dasar
ketetapan yang dikembangkan dan ditetapkan oleh suatu teknik yang berwenang
atas latar belakang cita-cita tentang ketertiban masyarakat dan hukum yang sudah
diterima”.
Hukum ada (baik dibuat ataupun lahir dari masyarakat) pada dasarnya berlaku
dan untuk ditaati, dengan demikian akan tercipta ketentraman dan ketertiban.
Menurut Mochtar Kusumaatmadja, (Samidjo dan A. Sahal), menyatakan :
“Hukum adalah keselurhan kaidah-kaidah serta asas-asas yang mengatur
pergaulan hidup manusia dalam masyarakat yang bertujuan memelihara ketertiban
juga meliputi lembaga-lembaga dan proses-proses guna mewujudkan berlakunya
kaidah sebagai kenyataan dalam masyarakat ”
Selanjutnya menurut L.J Van Aveldoorn (2006:32) menegaskan bahwa tujuan
hukum ialah pengaturan kehidupan masyarakat secara adil dan damai dengan
mengadakan keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Menurut Jeremy Bentham menegaskan bahwa tujuan hukum ialah sedapat
mungkin mendatangkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi
masyarakat. Sementara menurut Soerjono Soekanto (2006:35), dalam pandangan
para ahli hukum terdapat dua bidang kajian yang meletakkan fungsi hukum di
dalamnya yaitu:
1. Terhadap bidang-bidang kehidupan masyarakat yang sifatnya netral
(duniawi, lahiriah), hukum berfungsi sebagai sarana untuk melakukan
perubahan masyarakat (social Engineering).
2. Terhadap bidang-bidang kehidupan masyarakat yang sifatnya peka
(sensitive, rohaniah), hukum berfungsi sebagai sarana untuk melakukan
pengendalian social (social control).
B. Fungsi Kepolisian
Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan
lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebagai alat Negara
kepolisian secara umum memiliki fungsi dan tugas pokok kepolisian.
Dalam hal ini pada Pasal 13, dan Pasal 14 butir 1 dan 2 Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan
sebagai berikut :
Pasal 13 :
Tugas pokok kepolisian Negara Republik Indonesia adalah
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. Menegakkan hukum, dan
c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Pasal 14
butir 1 : Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :
a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap
kegiatan masyarakat dan perintah sesuai kebutuhan;
b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban,
dan kelancaran lalu lintas jalan;
c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap
hukum dan peraturan perundang-undangan;
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa;
g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai
dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;
h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas
kepolisian;
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, dan lingkungan hidup dari
gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan
pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani
oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k. Memberi pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam
lingkup tugas kepolisian; serta melaksanakan tugas lain sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
butir 2 : Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf F diatur lebih lanjut dengan perturan pemerintah.
Di bidang penegakan hukum secara khusus kepolisian bertugas melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum
Acara pidana dan perturan perundang-undangan.
Sebagai contoh wewenang polisi yang dinyatakan dalam Pasal 30 ayat 4
Undang-undang nomor 20 tahun 1982 (D.P.M. Sitopul dan Edward Syahperenong),
(1985:24) menyatakan bahwa :
a. Selaku alat Negarapenegak hukum memelihara serta meningkatkan
ketertiban hukum dan bersama-sama dengan segenap komponen kekuatan
pertahanan keamanan lainnya membina ketentraman masyarakat dalam
wilayah Negara guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat.
b. Melaksanakan tugas kepolisian selaku pengayom dalam memberikan
perlindungan dan layanan bagi masyarakat bagi tegaknya ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c. Membimbing masyarakat bagi terciptanya kondisi yang menunjang
terselenggaranya usaha dan kegiatan sebagaimana yang dimaksud ayat 4
Pasal ini.
Wewenang penyidik dari pejabat kepolisian Negara adalah (Nico Ngani, dkk,
1984;22), adalah ;
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana;
2. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian (TKP);
3. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan menerima tanda pengenal diri
tersangka;
4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
8. Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannnya dengan
pemeriksaan perkara;
9. Mengadakan penghentian penyidikan;
10. Mengadakan tindakan lain menurut yang bertanggungjawab.
Menurut Prakoso (1987:144-149) dalam penggunaan wewenang Polri harus
berdasarkan pada :
1. Azas Legalitas
Legal berarti sah menurut Undang-undang Azas Legalitas ialah azas dimana
setiap tindakan polisi harus didasarkan kepada undang-undang/ peraturan
perundang-undangan. Tindakan yang tidak didasarkan pada peraturan perundang-
undangan, ialah tindakan yang melawan hukum.
2. Azas Oportunitas
Oportunitas berarti waktu yang tepat atau kesempatan berbuat sesuatu atau
peluang.
3. Azas Kewajiban
Azas Kewajiban ialah azas yang memberikan kebsahan bagi tindakan Polri
yang bersumber kepada kekuasaan dan kewenangan umum. Untuk menentukan
batas-batas kewajiban dan sekaligus untuk membatasi tindakan kepolisian,
diperlukan azas-azas yang merupakan sub azas dari kewajiban, yakni (Prakoso,
1987:151-152).
a. Azas Keperluaan (Notwending; noodzkelijk)
Azas ini menentukan bahwa tindakan hanya dapat diambil apabila
memeng diperlukan untuk mencegah terjadinya suatu gangguan.
b. Azas Masalah sebagai patokan (Sachich; Zakelijk)
Azas ini menghendaki bahwa tindakan yang diambil akan dikaitkan
dengan masalah yang perlu ditangani. Ini berarti bahwa tindakan
kepolisian harus memakai pertimbangan-pertimbangan yang objektif,
tidak boleh mempunyai motif pribadi.
c. Azas Tujuan sebagai ukuran (Zweckmassig; Doelmating)
Azas ini menghendaki tindakan yang betul-betul bertujuan untuk
mencapai sasaran, yaitu hilangnya suatu gangguan atau tidak terjadinya
suatu ganggua. Ini berarti sasaran yang dipergunakan dalam tindakan itu
harus tepat untuk serta dapat mencapai sasaran.
d. Azas Keseimbangan (Everedig)
Azas ini menghendaki bahwa dalam satu tindakan kepolisian harus
dipelihara suatau keseimbangan antara sifat keras lunaknya tindakan atau
sarana dipergunakan pada satu pihak, dan besar kecilnya suatau
gangguan atau berat ringannya suatu objek yang harus ditindak pada
pihak lainnya.
C. Penyidik, Fungsi dan Kewenangan Penyidik
Dalam Kitap Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 6
disebut siapa-siapa yang menjadi penyidik, yakni :
1) Penyidik adalah ;
a. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia
b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang.
2) Syarat kepangkatan sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur
lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Dari keterangan bunyi Pasal 6 KUHAP tersebut, dinyatakan tentang siapa-
siapa sajakah penyidik itu. Dalam Pasal tersebut juga disebutkan tentang syarat
kepangkatan. Diterangkan bahwa yang menjadi penyidik adalah polisi Negara
Republik Indonesia dan pegawai negeri sipil tertentu yang ditunjuk oleh Undang-
undang.
Polisi adalah salah satu aparat penegak hukum yang bertugas memelihara
keamanan, melindungi dan meleyani masyarakat. Dengan demikian jika terjadi
sesuatu yang mengganggu ketertiban dan keamanan di dalam lingkungan
masyarakat, maka polisi akan turun tangan untuk memelihara pengamanan.
Demikian pula jika terjadi pelanggaran terhadap norma-norma yang berlaku
di masyarakat, pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan
yang berlaku secara positif di Negara Indonesia, maka polisilah yang turun tangan.
Pelangaran yang dimaksud termasuk pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh
anak.
Suatau perkara pidana menjadi urusan polisi oleh karena beberapa hal
sebagaimana di kemukakan oleh (Karyadi, t: 42) antara lain :
1. karena diajukan suatu pemberitahuan (aangifle) oleh seorang yang
menderita suatu peristiwa pidana atau mengetahui terjadinya suatu tindak
pidana.
2. Karena disampaikan suatu pengaduan (klachter) oleh seorang
yang berkepentingan.
3. Karena Polisi sendiri mengetahui atau melihat adanya peristiwa yang
terjadi.
Dengan demikian jika ada pengaduan dari masyarakat tentang terjadinya
suatu delik, maka polisi yang mendengar adanya laporan tersebut langsung menuju
ketempat kejadian yang dilaporkan oleh masyarakat tersebut. Jika laporan tersebut
merupakan tindak pidana, maka diadakanlah penyidikan.
D. Pengertian Anak
Anak adalah merupakan amanah sekaligus karunia Allah SWT. Tuhan Yang
Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena di dalam dirinya melekat harkat,
martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi oleh setiap
manusia. Selain itu juga anak sebagai bagian dari generasi muda yang merupakan
penerus cita-cita perjuangan Bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan
Nasional.
Dalam bunyi Pasal 330 KUHPerdata dan bunyi Ordonansi 31 Januari 1931
No. 54 LN. 1931. dapat kita lihat kriteria orang belum dewasa. Pasal 330
KUHPerdata (R. Subekti dan Tjitrosudibio,1981: 98) berbunyi Belum dewasa
adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak terlebih dahulu
kawin. Apabila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka 21 tahun maka
mereka tidak kembali lagi dalam belum dewasa. Mereka yang belum dewasa yang
tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian atas dasar
dan dengan cara sebagaimana diatur dalam bagian ketiga, keempat, kelima dan
keenam bab ini.
Ketentuan dalam Pasal 330 KUHPerdata ini hanya berlaku bagi orang Eropa
dan Golongan Timur Asing (Tionghoa), sehingga bagi golongan Bumi Putera
(Indonesia) diberikan Staatsblad 1917 No. 138 kemudian dicabut dan diganti
Staatblad 1931 No. 54 (R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 1981 : 99) yang berbunyi:
“Apabila peraturan undang-undang memakai istilah belum dewasa maka sekedar
mengenai Bangsa Indonesia dengan istilah yang dimaksudkan segala orang yang
belum mencapai genap dua puluh satu tahun dan tidak lebih dahulu kawin. Apabila
perkawinan itu dibubarkan sebelum umur dua puluh satu tahun maka tidaklah
mereka kembali dalam istilah belum dewasa”.
Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 330 KUHPerdata dan bunyi
Ordonansi 31 Januari 1931 No. 54 LN. 1931 atau Staatsblad 1931 No.54 tersebut
di atas, maka batasan umur sehingga seseorang dikategorikan anak masih di bawah
umur yaitu yang belum mencapai umur dua puluh satu tahun dan tidak dahulu
kawin.
Sedangkan dalam KUHP memberikan pengertian mengenai anak yaitu
dengan memberikan batasan umur sehingga dalam hal penentuan, ada pembedaan
antara pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak dan orang dewasa.
Dalam hal ini Pasal 1 butir 1, Pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang nomor
3tahun 1997 tentang pengadilan tentang anak menyatakan sebagai berikut :
Pasal 1
butir 1 : “Anak adalah orang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8
(delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum
pernah kawin”.
butir 2 : Anak nakal adalah :
a. Anak yang melakukan tindak pidana; atau
b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik
menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum
lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
E. Analisis Data
Data dari primer maupun data sekunder yang diperoleh dalam penelitian ini
maka penulis menggunakan metode analisis kualitatif kemudian
mendeskripsikannya kedalam sebuah konklusi umum yang akan penulis
rampungkan kemudian dalam bentuk laporan hasil penelitian (skripsi).