Anda di halaman 1dari 29

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Desain Model Pembelajaran


Menurut para ahli dibidang pendidikan, terdapat beberapa model desain
pembelajaran. Model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam Model
Procedural oleh Dick and Carey, Model Circular oleh Kemp, Morrison dan Ross,
Model ARCS oleh John Keller, dan Model ADDIE oleh Reiser dan Molenda
(Prawiradilaga, 2007). Desain pembelajaran merupakan sebuah proses yang
digunakan untuk menganalisis suatu permasalahan dalam pembelajaran. Desain
pembelajaran berperan sebagai pendekatan yang terorganisasi dalam memproduksi
dan mengembangkan bahan ajar. Seorang perancang atau guru perlu menentukan
solusi yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Selanjutnya guru dapat
menerapkan solusi tersebut dalam proses pembelajaran pada siswa. Desain
pembelajaran menurut AECT (1977) yaitu ”Suatu pendekatan sistematis untuk
desain, produksi, evaluasi, dan pemanfataan sistem pengajaran yang lengkap,
termasuk semua komponen dan pola managemen yang digunakan untuk siswa.
Model pengembangan diartikan sebagai proses desain konseptual yang
beriorentasi pada tujuan untuk meningkatkan model pembelajaran. Desain
pembelajaran dapat juga diartikan sebagai proses merumuskan tujuan, strategi,
teknik, dan media pembelajaran. Prawiradilaga (2007 hlm 16) menyatakan bahwa
”Esensi desain pembelajaran hanyalah mencakup empat komponen yaitu siswa,
tujuan, metode, dan evaluasi serta analisis topik. Empat komponen tersebut
dipengaruhi oleh teori belajar dan pembelajaran, sedangkan untuk analisis topik
merupakan desain pembelajaran yang dihasilkan dari disiplin ilmu tertentu”.
Desain atau perencanaan pembelajaran bagi guru adalah sesuatu yang sangat
penting. Guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar tentunya memiliki
kemampuan untuk mendesain pembelajaran yang menarik. Agar desain pembelajaran
yang disusun oleh guru memiliki kualitas yang baik maka guru harus memperhatikan
prinsip-prinsip pengajaran. Desain pembelajaran dikembangkan karena adanya

9
10

masalah yang dihadapi. Melalui suatu desain pembelajaran guru dapat memecahkan
suatu permasalahan dengan langkah-langkah yang sistematis.
Desain pembelajaran dapat membantu proses belajar seseorang dimana proses
belajar tersebut memiliki tahapan dalam jangka yang panjang. Seperti yang
dinyatakan Raiser 2002 (dalam Prawiradilaga, 2007, hlm 16) desain pembelajaran
yang berbentuk rangkaian prosedur sebagai suatu sistem untuk pengembangan
program pendidikan dan pelatihan yang konsisten dan teruji. Dari pendapat tersebut,
dapat disimpulkan bahwa desain pembelajaran dalam bidang pendidikan lebih kepada
proses merumuskan atau mengembangkan suatu sistem pembelajaran yang bertujuan
untuk membantu transfer informasi antara guru dan siswa.
Gagne, Briggs, dan Wager (1992, hlm 21) berpendapat bahwa ”Desain sistem
pembelajaran adalah proses sistematis dari sistem perencanaan dan pengembangan
pembelajaran untuk mengimplementasikan perencanaan”. Desain sistem
pembelajaran dapat terjadi diberbagai level yang berbeda. Lebih lanjut Gagne,
Briggs, dan Wager (1992, hlm 21) berpendapat bahwa ”Alasan dasar pengembangan
desain pembelajaran adalah untuk membuat kemungkinan tujuan pendidikan
tercapai”. Tujuan pendidikan adalah aktivitas manusia yang berkontribusi dan
berfungsi pada masyarakat yang diperoleh melalui pembelajaran. Hasil dari
pengembangan desain pembelajaran juga dapat menjadikan siswa memiliki
pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Desain pembelajaran merupakan proses keseluruhan tentang kebutuhan dan
tujuan belajar serta sistem penyampaiannnya. Desain pembelajaran mencakup
pengembangan bahan dan kegiatan pembelajaran, uji coba dan penilaian bahan, serta
pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Arti lain dalam pengertian desain pembelajaran
yaitu sebagai bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran yang akan dilakukan. Selain itu, model desain pembelajaran merupakan
suatu cara yang sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangkan, dan
mengevaluasi materi dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
11

B. Model Pembelajaran ADDIE


Salah satu desain sistem model pembelajaran yang memperlihatkan tahapan-
tahapan dasar dalam desain pembelajaran sederhana adalah model ADDIE. Desain
pembelajaran model ADDIE adalah salah satu proses pembelajaran yang bersifat
interaktif dengan tahapan-tahapan dasar pembelajaran yang efektif, dinamis, dan
efesien. Seperti yang dinyatakan oleh Aldoobie (2015, hlm. 68) bahwa ”Model
ADDIE adalah salah satu model yang paling umum digunakan dalam panduan bidang
desain pengajaran untuk menghasilkan desain yang efektif”. Model ini merupakan
pendekatan yang membantu perancang pengajaran atau guru untuk membuat desain
pengajaran yang efektif dan efesien dengan menerapkan proses model ADDIE pada
setiap produk pengajaran. Unsur-unsur yang dibuat dengan mengikuti model ADDIE
dapat digunakan dalam lingkungan apapun baik dalam lingkungan online ataupun
tatap muka.
Model ADDIE dapat digunakan untuk berbagai macam bentuk pengembangan
produk seperti model, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, media dan bahan
ajar. Desain pembelajaran model ADDIE yang dikembangkan oleh Reiser dan
Mollenda pada tahun 1990 bertujuan untuk menjadi pedoman dalam membangun
perangkat dan infrastruktur program pelatihan yang efektif, dinamis, dan mendukung
kenerja pelatihan. Model ADDIE adalah istilah yang digunakan untuk pengembangan
pembelajaran. ADDIE adalah singkatan yang mengacu pada proses-proses utama dari
proses pengembangan sistem pembelajaran.
Danks (2011) menyatakan bahwa model ADDIE yaitu “Suatu alat managemen
proyek dan desain pengajaran dengan lima langkah yang diadopsi dari human
performance technology (HPT), dan pada umumnya digunakan untuk
mengembangkan, melaksanakan, dan mengevaluasi layanan perbaikan kinerja.
Beberapa nilai-nilai inti dan prinsip-prinsip yang mengatur penggunaan model
ADDIE di (HTP) meliputi: fokus pada hasil, sistem persepektif, penambahan nilai,
upaya sistematis untuk semua aspek desain intervensi dan solusi”.
Terdapat lima tahapan dalam desain model pengembangan ADDIE yaitu:
Analysis (analisis), Design (desain) Development (pengembangan), Implementation
12

(implementasi), dan Evaluate (evaluasi). Setiap langkah dalam model ADDIE saling
terkait dan berinteraksi antara satu dengan lainnya. Seperti yang dikemukakan oleh
Mullins (2014, hlm. 2) mengenai tahapan model ADDIE yaitu ”ADDIE (analisis,
desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi) adalah pendekatan model resmi
yang pertama diadopsi secara luas untuk pelatihan kerja”. Lebih lanjut, Welty (2007,
hlm. 40) menyatakan mengenai model ADDIE yaitu ”Model umpan balik yang
diartikan bahwa hasil dari tahap evaluasi diperbaiki ke tahap analisis untuk
memperbaiki kekurangan”. Hal tersebut dilakukan agar tahapan model ADDIE yang
telah diterapkan menjadi lebih baik lagi. Lebih lanjut, Welty (2007, hlm. 40)
menyatakan “Jika evaluasi menunjukan bahwa modul memiliki kekurangan seperti
tujuan modul yang tidak sejajar dengan tujuan awal maka dievaluasi atau dikoreksi ke
tahap awal lagi. Lebih lanjut bahwa desain dan pengembangan dilakukan terus-
menerus sampai modul memiliki kriteria yang diinginkan”.
Seperti yang dijelaskan oleh Welty (2007) model ADDIE dimulai dengan tahap
analisis sampai dengan tahap evaluasi untuk mengetahui feedback atau umpan balik
dari desain yang telah digunakan. Hal tersebut memberikan penjelasan bahwa setiap
perencanaan pembelajaran harus berdasarkan pada suatu rencana yang baik agar
hasilnya akan baik juga. Mengacu pada penjelasan Ngussa (2014, hlm. 3) bahwa
”Usaha desain pengajaran yang berpusat pada fakta adalah bahwa setiap
pembelajaran yang efektif harus direncanakan dengan baik. Desain pengajaran tetap
menjadi kegiatan wajib bagi guru dan pengembangan kurilulum agar pembelajaran
lebih baik lagi”.
Danks (2011) berpendapat ”Model ADDIE dapat diadaptasi oleh seorang
pelatih atau guru untuk menganalisis kebutuhan siswa”. Desain model ADDIE
mendukung dan mengembangkan model yang logis, implementasi, dan evaluasi pada
tiap fungsi yang ada pada model ADDIE. Pendapat lain oleh Moradmand dkk (2014)
bahwa ”Model ADDIE adalah model desain pembelajaran yang sistematis yaitu
merupakan pedoman yang dinamis dan fleksibel untuk membangun alat pengajaran
dan pembelajaran yang efektif”. Penjelasan mengenai tahapan mengenai model
ADDIE adalah sebagai berikut.
13

Gambar 1: Adaptasi Model ADDIE dari Branch (2009)

1. Analysis (Tahap Analisis)


Tujuan dari tahap analisis adalah untuk mengidentifikasi penyebab atau
kemungkinan dalam mengatasi kesenjangan. Branch (2009) berpendapat bahwa tahap
analisis dilakukan untuk menentukan sejauh mana analisis ini dapat dibuat untuk
mengatasi kesenjangan belajar siswa. Tahap analisis merupakan suatu proses untuk
mendefinisikan apa yang akan dipelajari oleh siswa. Tahap tersebut dimulai dengan
beberapa kegiatan, antara lain identifikasi kebutuhan siswa, identifikasi masalah, dan
analisis tugas. Muruganantham (2015, hlm. 53) menyatakan ”Tahap analisis adalah
dasar untuk semua tahapan desain pengajaran. Selama tahap ini, pengembang atau
guru mendefinisikan masalah, mengidentifikasi sumber permasalahan, dan
menentukan solusi yang mungkin diterapkan. Tahap analisis dapat mencakup teknik
penelitian tertentu seperti analisis kebutuhan, analisis tujuan, dan analisis tugas. Hasil
dari tahap ini termasuk tujuan pengajaran dan daftar tugas yang harus diselesaikan.
Hasil pada tahap analisis juga akan digunakan sebagai masukan untuk tahap desain”.
14

Tahap analisis terdiri dari dua tahap, yaitu analisis kerja dan analisis kebutuhan.
Pada analisis kerja yaitu menganalisis keterampilan, pengetahuan, dan motivasi
belajar siswa pada proses pembelajaran. Pada analisa kebutuhan pengembang atau
guru menganalisis kebutuhan dan permasalahan belajar yaitu berupa materi yang
relevan, media pembelajaran, strategi pembelajaran, dan kondisi belajar siswa.
Lebih lanjut, Branch (2009) bahwa pada tahap menganalisis yaitu validasi
kesenjangan kinerja, menentukan tujuan pengajaran, menganalisis siswa, mengaudit
sumber daya yang tersedia, dan menyusun managemen proyek. Dari tahap analisis
tersebut dapat diketahui apakah model atau metode yang digunakan pada
pembelajaran masih sesuai, apakah materi relevan dengan sasaran yang dibutuhkan
siswa, dan lain sebagainya.
Pada bagian analisis, guru melakukan suatu analisis pada siswa untuk
menyediakan fokus pada pembelajaran yang dibutuhkan mereka. Analisis kebutuhan
merupakan langkah yang diperlukan untuk menentukan kemampuan-kemampuan
atau kompetensi yang perlu dipelajari oleh siswa. Analisis tersebut terkait dengan
analisis konten, analisis struktur, dan analisis tujuan. Hal tersebut dilakukan dengan
mengadakan suatu pengkajian literatur terkait dengan materi yang akan diajarkan.
Pada tahap analisis, dilakukan analisis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
yang dilakukan untuk mengidentifikasi tujuan pengajaran. Inti dari tahap analisis
merupakan suatu proses definisi yang akan dipelajari oleh siswa. Oleh karena itu,
output atau hasil analisis adalah berupa karakteristik atau profile calon siswa,
indentifikasi kesenjangan, identifikasi kebutuhan, dan analisis tugas yang rinci
berdasarkan pada kebutuhan.

2. Design (Tahap Desain)


Pada tahap ini, ada dua yang perlu didesain oleh guru atau pengembang yaitu
media pembelajaran dan instrumen penelitian. Moradmand dkk (2013, hlm 39)
berpendapat bahwa tahap desain digunakan untuk tujuan tertentu, menentukan
kegiatan belajar, mengidentifikasi pengajaran atau strategi pedagogik, membuat
bahan atau materi pembelajaran, desain aktivitas pembelajaran, memperjelas
15

kontribusi guru dan siswa selama periode pembelajaran, dan memilih media dan
metode yang digunakan.
Tujuan pembelajaran yang akan dihasilkan selanjutnya dilakukan pada tahap
ini. Pada tahap selanjutnya menyusun tes dimana tes tersebut harus didasarkan pada
tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan pada tahap analisis. Kemudian
menentukan strategi pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Pada tahap ini ada banyak pilihan kombinasi metode dan media yang relevan untuk
dipilih dan ditentukan. Disamping itu, guru harus mempertimbangkan sumber-sumber
lain yang mendukung pembelajaran, misalnya sumber belajar yang relevan,
lingkungan belajar seperti apa yang seharusnya digunakan, dan lain sebagainya.
Semua itu tertuang dalam suatu dokumen yang jelas dan rinci. Mullins (2014)
menyatakan tujuan dari tahap desain ini adalah untuk menganalisis data yang
dikumpulkan selama tahapan wawancara untuk mengidektifikasi informasi konten
literasi, dan pengajaran yang mendukung tujuan kursus siswa. Kesenjangan informasi
literasi didefinisikan menurut perbedaan antara literasi siswa, pengalaman penelitian
siswa, dan kompleksitas informasi siswa. Analisis kesenjangan dimulai dengan
menilai pengalaman literasi informasi siswa dari tahap pemula, menengah, sampai
tingkat lanjut.
Desain merupakan langkah kedua dari model desain sistem pembelajaran
ADDIE. Pada tahap ini, diperlukan adanya klarifikasi program pembelajaran yang
didesain sehingga program tersebut dapat mencapai tujuan pembelajaran seperti yang
diharapkan. Pada tahap desain, pusat perhatian perlu difokuskan pada upaya untuk
menyelidiki masalah pembelajaran yang sedang dihadapi. Aytekin dkk (2012, hlm
72) yaitu ”Merancang tujuan dan hasil yang diinginkan dari kegiatan pembelajaran
dan rencana keseluruhan seperti waktu, strategi, rencana pelajaran, dan lain
sebagainya”.
Hal ini merupakan inti dari analisis, yaitu mempelajari masalah dan
menemukan alternatif solusi yang akan ditempuh. Solusi tersebut digunakan untuk
mengatasi masalah pembelajaran yang berhasil diidentifikasi melalui langkah analisis
kebutuhan. Langkah penting yang perlu dilakukan pada tahap desain adalah
16

menentukan pengalaman belajar yang perlu dimiliki oleh siswa selama mengikuti
aktivitas pembelajaran. Langkah desain harus mampu menjawab pertanyaan apakah
program pembelajaran yang didesain dapat digunakan untuk mengatasi masalah
kesenjangan performa yang terjadi pada diri siswa.
Kesenjangan kemampuan yang dimaksud dalam hal ini adalah perbedaan yang
dapat diamati atau diobservasi antara kemampuan yang telah dimiliki dengan
kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh siswa. Artinya, kesenjangan tersebut
menggambarkan perbedaan antara kemampuan yang dimiliki dengan kemampuan
ideal. Contoh pertanyaan adalah kesenjangan kemampuan yang siswa tidak mampu
mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan setelah mengikuti proses
pembelajaran. Contoh pertanyaan lain yaitu siswa hanya mampu mencapai tingkat
kompetensi 60% dari standar kompetensi yang telah digariskan.

3. Development (Tahap Pengembangan)


Development atau pengembangan adalah proses mewujudkan produk yang telah
didesain pada tahap sebelumnya. Artinya, apabila dalam desain memerlukan suatu
software berupa pembuatan multimedia pembelajaran maka multimedia tersebut
harus dibuat atau dikembangkan. Apabila diperlukan sebuah modul yang akan dibuat
maka modul tersebut dikembangkan pada tahap ini. Sependapat dengan penelitian
Aprianti dkk (2015) hal-hal yang dilakukan pada tahap pengembangan yaitu
”Penulisan draft modul, mengembangkan panduan siswa dan guru, pembuatan media
audio-visual, mengadakan revisi evaluasi formatif oleh validasi ahli materi, ahli
media, serta guru, mengadakan pilot tes berupa uji coba kelompok kecil, dan melihat
kembali kebenaran teks serta kelengkapan modul”.
Begitu halnya dengan lingkungan belajar lain yang akan mendukung proses
pembelajaran semuanya harus disiapkan dalam tahap ini. Satu langkah penting dalam
tahap pengembangan adalah uji coba sebelum diimplementasikan. Tahap uji coba ini
merupakan bagian dari salah satu langkah ADDIE yaitu evaluasi formatif. Hasil dari
evaluasi digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran yang dikembangkan.
17

Development dalam model ADDIE berisi kegiatan realisasi rancangan produk.


Pada tahap desain, telah disusun kerangka konseptual penerapan model dan metode
pembelajaran baru. Tahap pengembangan, kerangka yang masih konseptual tersebut
direalisasikan menjadi produk yang siap diimplementasikan. Sebagai contoh, apabila
pada tahap design telah dirancang penggunaan model dan metode baru yang masih
konseptual, maka pada tahap pengembangan disiapkan atau dibuat perangkat
pembelajaran dengan model dan metode baru. Seperti pembuatan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), media, dan materi pelajaran yang telah didesain.
Branch (2009) menyatakan ”Selama pertemuan dengan klien dimana desain
pengajaran disampaikan, harus ada tingkat kepercayaan yang tinggi untuk menutupi
kesenjangan kinerja. Identifikasi tugas-tugas penting yang diperlukan untuk mencapai
tujuan pengajaran yaitu tujuan pengajaran dari karakteristik umum dari kelompok
siswa dan sumber daya yang diperlukan untuk menyelesaikan proses model
ADDIE…”
Tahap pengembangan merupakan langkah ketiga dalam implementasi model
desain sistem pembelajaran ADDIE. Langkah pengembangan meliputi kegiatan
membuat, membeli, dan memodifikasi bahan ajar yang digunakan dalam
penyampaian materi. Pada penelitian ini hanya membuat dan memodifikasi model
dan metode. Ada dua tujuan penting yang perlu dicapai apabila akan melakukan
langkah pengembangan, antara lain:
a. Membuat, membeli, atau merevisi bahan ajar atau sumber pembelajaran yang
akan digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan
sebelumnya.
b. Memilih media terbaik yang akan digunakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran.

4. Implementation (Tahap Penerapan)


Pada tahap ini, rancangan dan model dan metode yang telah dikembangkan
diimplementasikan pada situasi yang nyata yaitu di kelas. Selama implementasi,
rancangan model dan metode yang telah dikembangkan diterapkan pada kondisi yang
18

sebenarnya. Materi disampaikan sesuai dengan model dan metode baru yang telah
dikembangkan. Setelah penerapan model dan metode kemudian dilakukan evaluasi
awal untuk memberi umpan balik pada penerapan model dan metode baru tersebut.
Aldoobie (2015, hlm. 70) berpendapat bahwa ”Tahap ini adalah mengubah rencana
kami ke dalam tindakan nyata. Untuk menuju tahap ini, harus mempertimbangkan
tiga langkah utama yaitu melatih instruktur, mempersiapkan siswa, dan mengatur
lingkungan belajar. Melalui tiga langkah ini dapat menampilkan kursus dengan cara
yang sangat aktif dan otentik untuk mencapai tahap implementasi”.
Implementasi atau penyampaian materi pembelajaran merupakan langkah ke
empat dari model desain sistem pembelajaran ADDIE. Langkah implementasi sering
diasosiasikan dengan penyelenggaraan program pembelajaran itu sendiri. Langkah ini
memang mempunyai makna adanya penyampaian materi pembelajaran dari guru atau
pengembang kepada siswa. Tujuan utama dari tahap implementasi yang merupakan
langkah realisasi desain dan pengembangan model desain sistem pembelajaran
ADDIE adalah sebagai berikut.
a. Membimbing siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran atau kompetensi.
b. Menjamin terjadinya pemecahan masalah atau solusi untuk mengatasi
kesenjangan hasil belajar yang dihadapi oleh siswa.
c. Memastikan bahwa pada akhir program pembelajaran siswa perlu memiliki
kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) yang diperlukan.
Pertanyaan-pertanyaan kunci yang harus dicari jawabannya oleh guru atau
perancang program pembelajaran pada saat melakukan langkah implementasi yaitu
sebagai berikut.
a. Metode pembelajaran seperti apakah yang paling efektif untuk digunakan
dalam menyampaikan bahan atau materi pembelajaran.
b. Upaya atau strategi seperti apa yang dapat dilakukan untuk menarik minat
siswa agar tetap memusatkan perhatian mereka terhadap penyampaian materi
pembelajaran yang disampaikan.
19

5. Evaluate (Tahap Evaluasi)


Langkah terakhir dari model desain sistem pembelajaran ADDIE adalah
evaluasi. Evaluasi dapat didefinisikan sebagai sebuah proses yang dilakukan untuk
memberikan nilai terhadap program pembelajaran. Evaluasi adalah proses untuk
melihat apakah sistem pembelajaran yang sedang dibangun berhasil dan sesuai
dengan harapan pada awal analisis. Pada dasarnya, evaluasi dapat
dilakukan sepanjang pelaksanaan kelima langkah dalam model ADDIE. Pada langkah
analisis misalnya, proses evaluasi dilaksanakan dengan cara melakukan klarifikasi
terhadap kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) yang harus dimiliki oleh
siswa setelah mengikuti program pembelajaran.
Di samping itu, evaluasi juga dapat dilakukan dengan cara membandingkan
antara hasil pembelajaran yang telah dicapai oleh siswa dengan tujuan pembelajaran
yang telah dirumuskan sebelumnya. Implementasi model desain sistem pembelajaan
ADDIE yang dilakukan secara sistematis, diharapkan dapat membantu seorang
perancang program, guru, atau instruktur dalam menciptakan program pembelajaran
yang efektif, efesien, dan menarik.
Evaluasi terhadap program pembelajaran bertujuan untuk mengetahui beberapa
hal, yaitu:
a. Sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran secara keseluruhan.
b. Peningkatan kompetensi dalam diri siswa yang merupakan pengaruh dari
keikutsertaan dalam program pembelajaran.
c. Keuntungan yang dirasakan oleh sekolah dari adanya peningkatan kompetensi
siswa setelah mengikuti program pembelajaran.
Beberapa pertanyaan penting yang harus dikemukakan oleh perancang program
atau guru dalam melakukan langkah-langkah evaluasi yaitu sebagai berikut.
a. Apakah siswa menyukai program pembelajaran yang mereka ikuti selama ini?
b. Seberapa besar manfaat yang dirasakan oleh siswa dalam mengikuti program
pembelajaran?
c. Seberapa jauh siswa dapat belajar tentang materi atau substansi pembelajaran?
20

d. Seberapa besar siswa mampu mengaplikasikan pengetahuan, keterampilan,


dan sikap yang telah dipelajari?
e. Seberapa besar kontribusi program pembelajaran yang dilaksanakan terhadap
prestasi belajar siswa?
Evaluasi dilakukan dalam dua bentuk yaitu evaluasi formatif dan sumatif.
Evaluasi formatif dilaksanakan pada setiap akhir tatap muka (mingguan) sedangkan
evaluasi sumatif dilakukan setelah kegiatan berakhir secara keseluruhan (semester).
Pada penelitian ini dibatasi hanya pada tahap evaluasi mingguan setelah siswa
mendapatkan pembelajaran dengan desain model pembelajaran ADDIE. Evaluasi
sumatif mengukur kompetensi akhir dari mata pelajaran atau tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai. Hasil evaluasi digunakan untuk memberi umpan balik kepada
pihak pengguna model dan metode. Revisi dibuat sesuai dengan hasil evaluasi atau
kebutuhan yang belum dapat dipenuhi oleh model dan metode baru tersebut.
Aldoobie (2015, hlm. 71) menjelaskan bahwa ”Proses akhir dalam model ADDIE
adalah tahap evaluasi. Hal ini sangat penting untuk mengevaluasi langkah dalam
memastikan bahwa tujuan desain pengajaran memenuhi kebutuhan siswa”.

C. Efektivitas Desain Pembelajaran Model ADDIE


Tujuan utama dari desain pengajaran adalah untuk meningkatkan kinerja
manusia. Untuk mencapai tujuan itu, model desain pengajaran telah dikembangkan
dengan pendekatan intruksi dari persefektif sistem. Pengembangan sistem pengajaran
merupakan adaptasi dari proses rekayasa sistem ke proses pengembangan kurikulum.
Sejak model ini digunakan dalam banyak instruksi pengajaran mengintegrasikan
proses (tahapan) dari analisis, desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi.
Smith dan Ragan (2005) berpendapat bahwa ”Pengembangan sistem pengajaran juga
menjelaskan pendekatan sistem dimana melibatkan untuk memilih diantara
alternative solusi akan menghasilkan hasil yang paling efektif”.
Selanjutnya, Holden (2015) berpendapat bahwa ADDIE adalah ”Akronim yang
mengacu pada lima fase utama yang terdiri dari proses analysis, desain,
pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Model ADDIE paling banyak digunakan
21

saat ini sejak pengembangannya lebih dari 50 tahun yang lalu”. Tahap analisis yaitu
mendefinisikan apa yang perlu dilatih. Berikutnya, desain pengajaran dibuat untuk
memenuhi kebutuhan ini hanya setelah desain selesai kemudian bahan ajar
dikembangkan. Selama tahapan pengembangan, pengujian dilakukan pada individu
atau kelompok. Hasil umpan balik atau masukan dari tahap uji coba kemudian
dievaluasi untuk memperbaiki kekurangan selama tahap implementasi.
Penelitian oleh Rahman (2014, hlm 14) menemukan bahwa ”Untuk mendesain
dan mengembangkan software interaktif untuk pengajaran dan pembelajaran pada
pembelajaran fisika menilai efektivitas dalam kelas dan menilai motivasi belajar
siswa SMA di Pekanbaru”. Software yang dikembangkan dengan menggunakan
model desain ADDIE dibuat dengan mempertimbangkan desain teknis, pedagogis,
dan isi dari materi yang akan diajarkan pada siswa.
Wegener (2006, hlm 4) menyatakan bahwa desain sistem pengajaran telah
digambarkan sebagai model yang menekankan pada pendekatan sistematis untuk
desain pelatihan program. Pembelajaran yang baik harus mempersiapkan terlebih
dahulu program pelatihan yang akan disusun, untuk membuat rencana tersebut dapat
dilakukan dengan model ADDIE. Lebih lanjut Wegener (2006, hlm 9) ”Pada tahap
analisis model ADDIE, hal yang paling utama dilakukan adalah fokus pada audiens.
Pertanyaan yang diajukan oleh sebagian besar peserta pelatihan/siswa adalah ’apa
keuntungan yang didapatkan oleh peserta pelatihan atau siswa mempelajari ini’.

D. Sikap Peduli Lingkungan


1. Permasalahan Lingkungan
Erhabor dan Don (2016, hlm 5367) berpendapat bahwa ”Aktivitas manusia
sebagai hasil dari pencarian untuk standar kualitas hidup melalui ilmu pengetahuan
dan teknologi telah membawa masalah pada lingkungan. Seperti kelebihan jumlah
penduduk, pertambahan penduduk yang besar, kematian yang disebabkan oleh racun,
penebangan hutan untuk pemukiman, dan lain sebagainya”. Kondisi lingkungan
global saat ini semakin memprihatinkan dan kompleks Mulyana (2009, hlm 175 dan
Sriyanto (2007, hlm 107). Hal tersebut dipicu oleh aktivitas manusia yang
22

mengeksploitasi sumber daya alam dan lingkungan tanpa batas. Sriyanto (2007, hlm
107) berpendapat bahwa ”Keberhasilan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
yang dilaksanakan dengan memanfaatkan sumber daya alam ternyata banyak
menimbulkan dampak yang negatif terhadap lingkungan”. Dari perspektif
lingkungan, keberhasilan pembangunan tidak hanya selalu diukur dengan banyaknya
pertumbuhan ekonomi yang baik, akan tetapi lebih kepada tercapainya keseimbangan
antara pembangunan dan kelestariannya lingkungan.
Pendapat Grob (2005, hlm 209) yaitu ”Pada kehidupan sehari-hari manusia
sering dihadapkan dengan banyak pengalaman dan berita tentang Negara miskin dan
penanganan masalah lingkungan”. Hal ini semakin jelas bahwa kualitas lingkungan
sedang terdegradasi. Salah satu asumsi bahwa sebagian besar degradasi lingkungan
tersebut disebabkan oleh perilaku manusia yang kurang bijak terhadap lingkungan.
Grob (2005, hlm 209) menyatakan bahwa degradasi lingkungan saat ini terjadi
di beberapa Negara. Kerusakan lingkungan yang terjadi disebabkan oleh kurangnya
kesadaran manusia dalam memanfaatkan alam. Kebutuhan manusia yang semakin
banyak menyebabkan kebutuhan sumber daya juga semakin meningkat. Manusia
kurang menyadari bahwa segala sesuatu yang berasal dari alam memiliki
keterbatasan. Beberapa contoh masalah lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan
manusia antara lain penebangan hutan secara liar, merusak hutan bakau, reklamasi
pantai, pembuangan sampai di sungai, pembangunan bangunan liar di sepanjang
Daerah Aliran Sungai (DAS), dan lain sebagainya. Kerusakan lingkungan tersebut
dapat mengganggu proses alam yaitu fungsi ekologi.
Faktor penyebab kerusakan lingkungan yang terjadi dimana manusia
merupakan faktor terbesar yang menyebabkan kerusakan tersebut. Contohnya adalah
pencemaran air seperti di sungai, danau, dan laut. Pencemaran air dapat terjadi karena
air terkontaminasi dengan bahan kimia. Pencemaran air banyak terjadi di daerah
perkotaan karena banyaknya penduduk yang kurang sadar pentingnya kebersihan.
Akibat dari pencemaran air dapat menimbulkan beberapa permasalahan antara lain:
dapat menyebabkan banjir, terjadinya erosi, terjadinya kekurangan sumber air, serta
dapat merusak ekosistem sungai, danau, dan laut.
23

Dari permasalahan tersebut, tentunya diperlukan peran dalam berbagai pihak


yaitu masyarakat. Masyarakat harus dilibatkan secara langsung mengenai pelestarian
lingkungan. Masyarakat merupakan elemen penting dalam proses tersebut. Hal ini
dilakukan agar semua masyarakat dapat sadar dan peduli pada lingkungan. Selain itu,
dalam menyadarkan manusia untuk sadar dan peduli terhadap lingkungan maka
dibutuhkan suatu lembaga yang mendukung pelestarian lingkungan tersebut.

2. Definisi Lingkungan Hidup


Pengertian lingkungan hidup menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1997
yang disempurnakan menjadi Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 yaitu ”Kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
mahluk hidup lain”. Lingkungan adalah segala sesuatu yang terdapat di bumi, baik
lingkungan abiotik atau benda mati maupun lingkungan biotik atau mahluk hidup.
Lingkungan hidup dengan kualitas baik akan sangat penting bagi terciptanya
kehidupan manusia yang sehat, aman, dan sejahtera. Kualitas tersebut dikatakan baik
apabila semua keadaan unsur alami lingkungan yang ada mendukung kehidupan
berbagai mahluk hidup. Terdapat ekosistem dalam lingkungan hidup yaitu tatanan
unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling
mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan dan produktivitas lingkungan hidup.
Unsur-unsur lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu unsur
hayati, unsur sosial budaya, dan unsur fisik.
a. Unsur hayati (biotik)
Unsur hayati (biotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari mahluk
hidup, seperti manusia hewan, tumbuh-tumbuhan, dan jasad renik. Jika berada di
kebun sekolah, maka lingkungan hayatinya didominasi oleh tumbuhan. Tetapi jika
berada di dalam kelas, maka lingkungan hayati yang dominan adalah teman-teman
atau manusia.
24

b. Unsur sosial budaya


Unsur sosial budaya, yaitu lingkungan sosial dan budaya yang dibuat manusia
yang merupakan sistem nilai, gagasan, dan keyakinan dalam perilaku sebagai
makhluk sosial. Kehidupan masyarakat dapat mencapai keteraturan berkat adanya
sistem nilai dan norma yang diakui dan ditaati oleh segenap anggota masyarakat.
c. Unsur fisik (abiotik)
Unsur fisik (abiotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari benda-
benda tidak hidup, seperti, tanah, air, udara, iklim, dan lain-lain. Keberadaan
lingkungan fisik sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup segenap
kehidupan di bumi.
Dari definisi lingkungan hidup selanjutnya membahas mengenai urgensi
lingkungan sebagai tempat tinggal manusia dan mahluk hidup lainnya di
bumi. Adapun urgensi lingkungan adalah:
a. Tiap-tiap makhluk hidup akan bertempat tinggal di dalam lingkungan tempat
mereka berada. Makhluk hidup akan selalu berkelompok dengan jenisnya
masing-masing. Dalam hal ini makhluk hidup dalam lingkungan ada yang
hidup sebagai individu, populasi, komunitas atau ekosistem tertentu.
b. Urgensi Lingkungan sebagai tempat mencari makan. Keseimbangan
lingkungan atau ekosistem akan terjadi jika rantai makanan, jaring makanan,
dan piramida makanan tepat. Hakekatnya tiap komponen dalam lingkungan
hidup dapat dikatakan sebagai satu untuk yang lain. Contoh rumput dimakan
rusa dan rusa dimakan harimau dan seterusnya.
c. Urgensi Lingkungan sebagai Tempat Berlangsungnya Aktivitas
Kehidupan manusia diwarnai oleh berbagai aktivitas yang bertujuan
memenuhi kebutuhan bagi hidupnya. Sehubungan dengan itulah terjalin
interaksi sosial yang menunjukkan ketergantungan antar sesama manusia.
Melalui proses interaksi sosial manusia mampu mencapai kesejahteraan bagi
hidupnya.
d. Urgensi Lingkungan sebagai wahana/tempat bagi Kelanjutan
Kejadian tumpahnya minyak mentah di laut lepas akibat kebocoran
25

kapal tanker, merupakan salah satu berita buruk bagi pola kehidupan di laut.
Demikian pula kasus kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatra yang
membawa dampak tercemarnya udara dan ancaman bagi kelangsungan hidup
masyarakat di sekitarnya. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa
kelangsungan hidup seluruh organisme di bumi ini sangat tergantung pada
kondisi lingkungannya.

3. Sikap Siswa Terhadap Lingkungan


Canon (2008, hlm 19) berpendapat bahwa ”Sikap merupakan bagian penting
karena dapat membentuk persepsi masyarakat tentang dunia dan pengaruh sosial serta
fisik perilaku manusia yang terbuka”. Misalnya, persahabatan dan permusuhan Sikap
Terhadap pengaruh orang lain, memberi dan menerima bantuan, dan mempekerjakan
calon karyawan etnis minoritas. Lebih lanjut Canon (2008, hlm 19) bahwa ”Sikap
tidak bisa prediksi atau diamati langsung tetapi perlu disimpulkan dari tanggapan
individu terhadap obyek sikap tersebut. Respon ini dapat dijalankan dari perilaku
terbuka (seperti objek mendekati atau menghindari) dan pernyataan lisan yang secara
eksplisit misalnya jawaban pertanyaan sikap tersebut”.
Sikap dalam pembelajaran merupakan suatu komponen yang penting. Sikap
memiliki definisi dan ciri-ciri tertentu. Rahmat (1998, hlm. 39) mendefinisikan sikap
dalam lima pengertian. Pertama sikpa adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi,
berfikir, dan merasa dalam menanggapi objek, ide dan situasi atau nilai. Sikap bukan
perilaku tetapi kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap
objek sikap. Objek sikap dapat berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi dan
kelompok. Jadi intinya sikap harus diikuti oleh kata terhadap atau pada objek sikap.
Kedua, sikap mempunyai pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekedar
rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra
terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharapkan dan diinginkan;
mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari Sherif 1956
(dalam Rahmat 1998:40). Ketiga, sikap relatif lebih menetap. Berbagai studi
menunjukan bahwa sikap politik kelompok cenderung dipertankan dan jarang
26

mengalami perubahan. Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif yang artinya


adalah mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan. Kelima, sikap
timbul dari pengalaman; tidak dibawa sejak lahir tetapi merupakan hasil belajar. Oleh
karena itu, sikpa dapat diperteguh dan dapat diubah.
G.W Allport 1935 (dalam Sears 1999, hlm 137) mengemukakan bahwa sikap
adalah keadaan mental dan saraf dari kesepian yang diatur melalui pengalaman yang
memebrikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua
objek dan situasi yang berkaitan dengannya. Krech dan Crutchfield 1948 (dalam
Sears 1999, hlm 137) yang sangat mendukung persepektif kognitif, mendefinisikan
sikap sebagai ”Organisasi yang bersifat menetapkan dari proses motivasional,
emosional, perseptual, kognitif mengenai beberapa aspek dunia individu”.
Menurut Sears (1999, hlm 138) sikap terhadap objek, gagasan atau orang
tertentu merupakan orientasi yang bersifat menetap dengan komponen-komponen
kognitif, afektif, dan perilaku. Komponen kognitif terdiri dari seluruh kognisi yang
dimiliki seseorang mengenai objek sikap tertentu/fakta, pengetahuan dan keyakinan
tentang objek. Komponen afektif terdiri dari sejumlah objek terutama penilaian.
Komponen perilaku dari kesiapan seseorang untuk bereaksi atau kecenderungan
untuk bertindak terhadap objek.
Seorang siswa yang telah memiliki komponen kognitif, afektif, dan perilaku
dalam membentuk sikapnya sehingga ketika seseorang siswa telah memasuki suatu
sistem pendidikan sekolah maka ketiga komponen sikap tersebut akan mengalami
proses belajar dari segala sesuatu yang ada dalam lingkungan belajar tersebut.
Kegiatan belajar yang dilakukan tidak hanya di kelas dengan guru melainkan juga
dengan keseluruhan aktivitas yang ada di sekolah. Hal baik ataupun buruk yang
ditemukan siswa di sekolah merupakan suatu hal yang menjadi pembelajaran bagi
dirinya dalam mencapai kedewasaan sikap. Segala sesuatu yang dirasakan oleh panca
indera siswa akan memberikan kontribusi bagi terbentuknya sikap siswa terhadap hal-
hal yang dijumpainya di sekolah. Dalam hal ini adalah sikap siswa terhadap
lingkungan hidup.
27

Kumurur (2008, hlm 3) berpendapat bahwa ”Sikap adalah gambaran


kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran
terhadap suatu keadaan atau suatu objek”. Sikap merupakan tafsiran dari perilaku dan
kecenderungan untuk bertindak. Apabila seseorang mempunyai sikap yang positif
maka akan disalurkan dengan perilaku. Contohnya sikap peduli lingkungan dalam
kehidupan sehari-hari dapat diartikan sebagai upaya atau reakasi seseorang dalam
merespon lingkungan tanpa merusak lingkungan tersebut. Ruslaini (2015, hlm 21)
membuktikan bahwa ”Kepedulian terhadap lingkungan diungkapkan dalam bentuk
verbal dan tindakan nyata”.
Sikap peduli lingkungan ini tidak hanya sebatas pada konsep saja, tetapi lebih
kepada sikap kontekstual dari pemikiran kritis tentang bagaimana cara menjaga
lingkungan agar bisa dimanfaatkan untuk masa sekarang dan masa mendatang
Puspitasari dkk, (2016, hlm 123). Peduli lingkungan merupakan sikap dan tindakan
yang selalu berupaya mencegah kerusakan lingkungan alam di sekitarnya dan
pengembangan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi
Al-Anwari (2014, hlm 232). Kepedulian lingkungan menyatakan sikap manusia
secara umum dalam merespon setiap perilaku yang berhubungan dengan lingkungan.
Puspitasari dkk, (2016, hlm 122) menyatakan bahwa saat ini moral seseorang
cenderung semakin menurun akibat perubahan gaya hidup yang modern. Penurunan
tersebut terlihat dari sikap tidak disiplin, kurang bertanggungjawab, tidak menghargai
lingkungan sosial maupun lingkungan alam. Sikap-sikap tersebut menjadikan
karakter seseorang menjadi kurang baik. Karakter tersebut bukan hanya ditemui pada
orang dewasa, tetapi juga pada anak-anak maupun remaja.
Hal tersebut berarti bahwa setiap individu harus memiliki rasa tanggung jawab
terhadap lingkungan. Afandi (2013, hlm 100) menyatakan bahwa ”Sekolah
diharapkan turut serta mengambil peran dalam pengelolaan lingkungan terutama
sekolah dasar yang mampu menanamkan kesadaran terhadap lingkungan pada
generasi muda sejak dini”. Penurunan moral siswa akibat arus globalisasi dapat
dilihat dari perilaku kurang disiplin, kurang tanggung jawab, rasa cinta tanah air dan
sikap peduli lingkungan yang masih rendah Puspitasari dkk, (2016, hlm 122).
28

Sarkar (2012, hlm 106-107) menyatakan bahwa ”Secara konsekuensi sikap


terhadap lingkungan telah dipertimbangkan sebagai bagian penting dari pendididkan
lingkungan”. Lebih lanjut Sarkar (2012, hlm 106-107) menjelaskan ”Sikap promosi
yang baik terhadap lingkungan telah dikirim sebagai satu dari tujuan pendidikan
lingkungan”. Eilam (2012, hlm 2213) menjelaskan ”Peran penting dari perilaku
lingkungan sering dijelaskan oleh asumsi bahwa perubahan perilaku lingkungan pada
diri sendiri dapat menyebabkan perubahan dalam keberlanjutan pada masyarakat”.
Jika semua orang berperilaku dan bertanggung jawab dengan kelestarian lingkungan
di dalam dirinya maka secara tidak langsung akan menimbulkan rasa menghargai
terhadap lingkungan.
Milfont (2010, hlm 91-92) mengelompokkan penelitiannya menjadi 10 variabel
antara lain ”Rasa senang pada alam, mendukung kebijakan konservasi, aktivitas
perpindahan lingkungan, kepercayaan pada ilmu pengetahuan dan teknologi,
ancaman lingkungan, perubahan terhadap alam, perilaku konservasi individu,
kekuasaan manusia melebihi alam, pemanfaatan alam oleh manusia, dan mendukung
untuk kebijakan populasi. saat ini pengembangan pengetahuan dan kesadaran siswa
terhadap permasalahan lingkungan tidak pernah dijadikan tujuan penting bagi
pendidikan.

E. Perilaku Peduli Lingkungan


Steg (2009, hlm 311) menjelaskan terdapat tiga fokus utama dalam
penelitiannya terkait dengan motivasi individu dalam perilaku terhadap lingkungan.
”Fokus penelitiannya adalah biaya yang dirasakan dari manfaat itu, keprihatinan
moral dan normatif, dan pengaruh individu terhadap lingkungan”. Hal tersebut
dikarenakan manusia belum paham tentang menjaga lingkungan.
Menurut Ajzen (2006) tentang teori Behavior bahwa perilaku manusia
dikendalikan oleh tiga macam pertimbangan yaitu keyakinan tentang kemungkinan
konsekuensi dari perilaku (keyakinan perilaku), keyakinan tentang harapan normatif
orang lain (keyakinan normative), dan keyakinan tentang kebedaraan faktor yang
dapat memfasilitasi atau menghambat kinerja perilaku (keyakinan kontrol).
29

Adejoke (2014, hlm 168) mengemukakan argumen penelitiannya bahwa


”Penting bagi siswa saat remaja untuk mengetahui dan menyadari masalah
lingkungan. Selanjutnya, Adejoke berpendapat dalam kenyataannya bahwa dengan
kesadaran dan sikap yang positif, ketika siswa tumbuh menjadi dewasa akan sadar
dan bertanggung jawab untuk memperhatikan lingkungannya”.
Penelitian Aminrad (2013, hlm 1331) bahwa “Siswa dengan kesadaran yang
tinggi menunjukan sikap yang meningkat juga terhadap lingkungan, namun untuk
pengetahuan tidak berkaitan dengan kesadaran”. Selanjutnya Aminrad (2013)
menjelaskan bahwa ”Pendidikan lingkungan dapat meningkatkan sikap dan
pengetahuan tentang lingkungan dimana dapat memahami masalah dan memecahkan
isu-isu lingkungan”. Hasil penelitian ini menyatakan perlunya pendidikan lingkungan
pada jenjang sekolah. Hal tersebut dilakukan agar pendidikan lingkungan didapatkan
siswa ketika mereka berada di lingkungan sekolah kemudian dapat mengaplikasikan
pada kehidupan nyata.
Hasil penelitian Aminrad (2013, hlm 1331) menyimpulkan bahwa ”Tingginya
tingkat kesadaran, pengetahuan, dan sikap positif siswa dapat berasal dari situasi
keluarga, guru, media, membaca dan kurikulum sekolah”. Pendidikan lingkungan
membantu untuk mencapai kesadaran, pengetahuan, sikap dan perilaku yang
bertanggung jawab terhadap lingkungan. Hal tersebut bahwa pendidikan lingkungan
adalah proses yang menciptakan kesadaran dan pemahaman tentang hubungan antara
manusia dan lingkungan mereka lingkungan buatan, budaya, dan teknologi.
Steg (2009, hlm 312) menjelaskan tentang perilaku seseorang yaitu ”Ketika
seseorang sering bertindak dengan cara yang sama dalam situasi tertentu, secara
mental hal tersebut merupakan suatu tingkah laku. Semakin hal ini terjadi, semakin
besar kemungkinan bahwa tindakan seseorang itu sesuai. Dapat disimpulkan bahwa
perilaku kebiasaan dipicu oleh struktur kognitif yang dipelajari, disimpan, diambil
dari memori atau otak seseorang ketika melihat situasi tertentu”.
Steg (2009, hlm 314) mengatakan bahwa psikologi lingkungan memiliki perang
yang sangat penting dalam pengelolaan masalah lingkungan. Empat isu utama yang
dapat diatasi adalah identifikasi perilaku manusia yang akan diubah, pemeriksaan
30

faktor utama yang mendasari perilaku ini, penerapan intervensi untuk mengubah
perilaku yang relevan, dan evaluasi efek intervensi pada perilaku itu sendiri terutama
penentu untuk kualitas lingkungan dan hidup manusia. Lebih lanjut Steg (2009, hlm
315) menyatakan bahwa ”Kolaborasi interdisipliner diperlukan secara efektif untuk
mengatasi permasalahn ini. Sebab, masalah lingkungan bukan hanya masalah
psikologi saja melainkan juga masalah ekologi, teknologi, dan masalah sosial budaya.
Selanjutnya untuk mengajarkan sikap dan perilaku terhadap lingkungan, peran
sekolah merupakan sebuah lingkungan sosial yang dapat mempengaruhi perilaku
siswa. Sekolah merupakan lingkungan sosial yang berpengaruh bagi kehidupan
siswa. Sehubungan dengan hal tersebut, penanaman kepedulian terhadap kelestarian
sumber daya alam dan lingkungan sekolah perlu dilakukan sejak dini. Hal tersebut
dilakukan agar terbentuk rasa menghargai, memiliki, dan memelihara sumber daya
alam pada diri siswa.
Seperti yang dikemukakan oleh Darsiharjo (2014, hlm 1) bahwa ”Sekolah
sebagai salah satu lembaga yang masih diyakini dan diakui oleh masyarakat sebagai
lembaga atau tempat pembentukan karakter bangsa, sehingga kelangsungan dan
kemajuan adab bangsa masih sangat diharapkan terbentuk dalam proses pendidikan,
dalam hal ini adalah proses pembelajaran di sekolah”. Dari sekolah dapat dibentuk
karakter siswa untuk lebih peduli terhadap lingkungan. Hal ini berarti bahwa lembaga
pendidikan dapat menjadikan siswa mempunyai kepedulian terhadap lingkungan.
Hasil penelitian oleh Pooly (2000, hlm 711) bahwa ”Fokus utama dari program
pendidikan lingkungan telah mengubah perilaku lingkungan melalui peningkatan
pengetahuan lingkungan. Seperti banyak studi lingkungan telah gagal dalam
menerapkan teori sikap dalam meneliti sikap terhadap lingkungan. Penelitian ini
meneliti dasar kognitif dan afektif dari sikap lingkungan untuk menunjukan orang
agar peduli terhadap lingkungan”.
Ruslaini (2015, hlm 22) menjelaskan bahwa ”Perilaku manusia merupakan
hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan
lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan”.
Artinya bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seorang individu terhadap
31

stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat
pasif (tanpa tindakan: berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan
tindakan). Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif tidak tampak, seperti
pengetahuan, persepsi, atau motivasi.
Apabila tingkat kepedulian terhadap lingkungan tinggi maka kemungkinan
besar akan mendorong siswa untuk berperilaku yang mendukung lingkungan.
Selanjutnya, untuk menciptakan kepedulian lingkungan perlu adanya pengetahuan
sebelumnya tentang lingkungan yang berasal dari belajar secara mandiri dengan
membaca buku, melihat teleivisi, internet, dan bisa juga berasal dari proses belajar
mengajar di kels secara klasikal.
Ruth (1992, hlm 10) menyatakan bahwa ”Tujuan utama pendidikan adalah
menyediakan manusia dengan pengetahuan dan keterampilan untuk memberikan
kehidupan yang sukses, produktif, dan untuk menjalankan fungsi sebagai warga
Negara yang baik dalam masyarakat”. Tujuan kajian geografi meliputi tiga aspek,
yaitu: aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap. Aspek pengetahuan adalah (a)
mengembangkan konsep dasar geografi yang berkaitan dengan pola keruangan dan
proses-prosesnya, (b) mengembangkan pengetahuan sumber daya alam, peluang dan
keterbatasannya untuk dimanfaatkan, dan (c) mengembangkan konsep dasar geografi
yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan wilayah negara atau dunia. Aspek
keterampilan meliputi (a) mengembangkan keterampilan, mengamati lingkungan
fisik, lingkungan social dan lingkungan binaan, (b) mengembangkan keterampilan
mengumpulkan, mencatat data dan informasi yang berkaitan dengan aspek-aspek
keruangan, (c) mengembangkan keterampilan analisis, sintesis, kecenderungan dan
hasil-hasil dan interaksi berbagai gejala geografis. Terakhir aspek sikap adalah (a)
menumbuhkan kesadaran terhadap perubahan fenomena geografi yang terjadi di
lingkungan sekitar, (b) mengembangkan sikap melindungi dan tanggung jawab
terhadap kualitas lingkungan, (c) mengembangkan kepekaan terhadap permasalahan
dalam pemanfaatan sumber daya, (d) mengembangkan sikap toleransi terhadap
perbedaaan social dan budaya, dan (e) mewujudkan rasa cinta tanah air dan persatuan
bangsa Ach.Amirudin 2003 (dalam Wesnawa, 2004, hlm 119).
32

F. Kesadaran Masyarakat Terhadap Lingkungan


Hungerford dan Volk (2013) menyatakan bahwa perilaku lingkungan dalam
sebuah kutipan dari Deklarasi Konferensi Tbilisi (1978) yaitu: 1) Awareness, untuk
membantu individu dan kelompok masyarakat memperoleh suatu kesadaran and
kepekaan terhadap masalah lingkungan. 2) Sensitivity, untuk membantu individu dan
kelompok masyarakat memperoleh variasi dalam pengalaman dan memperoleh
pemahaman tentang masalah lingkungan. 3) Attitudes, untuk membantu individu dan
kelompok masyarakat memperoleh seperangkat nilai-nilai dan perasaan kepedulian
terhadap lingkungan dan motivasi untuk berpartsipasi aktif dalam perlindungan dan
perbaikan lingkungan. 4) Attitudes, untuk membantu individu dan kelompok sosial
memperoleh keterampilan untuk mengidentifikasi dan memecahkan permasalahan
lingkungan. 5) Participation, untuk membantu individu dan kelompok sosial dengan
kesempatan untuk secara aktif terlibat dalam rosolusi masalah lingkungan.
Pernyataan tersebut memberikan pemahaman bahwa dalam menjaga lingkungan
melibatkan kesadaran, kepekaan, sikap, dan partisipasi dari individu maupun
kelompok masyarakat.
Daldjoeni (1992) menyarankan bahwa ”Geografi sebagai ilmu di samping
mempertahankan pengajaran geografi yang berpaham ekologis, juga memasukkan
geografi perilaku sehari-hari manusia penghuninya, ini yang dapat dipahami sebagai
satu sinergitas geografi analitik kuantitatif menuju pada paham geografi behavioristis-
humanistis”. Hal itu bahwa pengajaran geografi harus berdasarkan pada perilaku
manusia dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran Geografi dalam pembahasan
materi apapun senantiasa dijelaskan dengan menggunakan persefektif kelingkungan,
kewilayahan, dan kompleks wilayah. Sudarma (2011: 59) menjelaskan ”Melalui
geografi diharapkan siswa mampu meminimalisir perilaku-perilaku yang masih
belum peka terhadap lingkungan sekitarnya, dan diharapkan siswa lebih paham dalam
memanfaatkan, mengelola ruang atau lingkungan dengan bijaksana”.
Pembelajaran Geografi sebaiknya diberikan dengan pendekatan kontekstual
agar materi pelajaran dapat dikaitkan dengan kondisi siswa pada kehidupan sehari-
hari. Puspitasari dkk, (2016, hlm 123) menjelaskan ”Pendekatan kontekstual salah
33

satunya dapat diberikan melalui pembelajaran Geografi yang diberikan di SMA kelas
XI IPS, yaitu pada materi Pelestarian Lingkungan Hidup dan Pembangunan
Berkelanjutan”. Materi tersebut dapat menjadi wadah bagi siswa dalam
mengintegrasikan kemampuan berpikir kritis dan karakter peduli lingkungan.
Wesnawa (2004, hlm 122) menyatakan bahwa ”Pembelajaran geografi di setiap
jenjang pendidikan dapat mengenalkan dan memberi pemahaman bahwa geografi
bukanlah mata pelajaran yang semata-mata ilmu pengetahuan berdasarkan buku dan
kegiatan motorik belaka, tetapi dapat membangkitkan motivasi untuk peduli terhadap
lingkungan pada setiap orang yang mempelajarinya. Menanamkan sikap peduli
terhadap lingkungan bukanlah hal yang mudah, tetapi dengan melibatkan siswa
sebagai bagian dari lingkungan dan berperan dalam ekosistem, diharapkan tumbuh
kesadaran terhadap lingkungan, sehingga ia dapat menyadari setiap perbuatannya
terhadap lingkungan sebagai pemelihara lingkungan”.
Sutomo (2014, hlm 42) menjelaskan bahwa ”Geografi sebagai salah satu mata
pelajaran ditingkat sekolah baik mandiri maupun terintegrasi dengan mata pelajaran
lain memiliki tanggung jawab ikut memecahkan masalah yang sedang melanda
bangsa ini”. Sesuai dengan tugas dan kewenangannya, geografi dalam konteks
pembelajaran memiliki tiga ranah tujuan, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah
psikomotorik. Sasaran pembelajaran geografi adalah mengembangkan potensi
kecerdasan otak, kecerdasan spiritual (sikap) dan keterampilan fisikal-jasmaniah.
Pembelajaran geografi dengan sumber dan objek yang digali dari alam lingkungan
dan kehidupannya dalam persamaan dan perbedaan serta keunikan, dapat
menanamkan nilai-nilai kemanusiaan dan kebersamaan.
Penanaman karakter peduli lingkungan sangat perlu ditanamkan pada siswa.
Tugas guru bukan hanya mentransfer aspek kognitif saja tetapi juga mengajarkan
aspek afektif dan psikomotor. Sutomo (2014, hlm 27) menyatakan bahwa
”Lingkungan sekolah adalah kesatuan ruang dalam lembaga pendidikan formal yang
memberikan pengaruh pembentukan sikap dan pengembangan potensi siswa”.
Sadik (2014, 2379) menjelaskan pendidikan lingkungan yaitu ”Tujuan
pendidikan lingkungan adalah untuk mengembangkan populasi dunia dengan
34

pengetahuan, keterampilan, dan sikap serta tugas individu, sosial, dan tanggung
jawab untuk memberikan kontribusi terhadap solusi dari masalah lingkungan
sekarang dan untuk mencegah kemungkinan yang akan datang”. Untuk itu,
pentingnya pendidikan di tingkat sekolah yang dapat mengajarkan sikap peduli
lingkungan siswa. Hasil yang diharapkan adalah siswa dapat peduli terhadap
lingkungan di sekitanya pada khususnya dan lingkungan masyarakat pada khususnya.
Apabila pembelajaran mengenai lingkungan sudah ditanamkan sejak dini, maka akan
tertanam pada siswa untuk bersikap yang bijak pada lingkungan.

G. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Berdasarkan
rumusan masalah pada BAB I, kemudian peneliti merumuskan hipotesis sebagai
berikut:
a. H0 = Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari penerapan desain
pembelajaran model ADDIE terhadap sikap dan perilaku peduli lingkungan
siswa.
b. H1 = Terdapat terdapat pengaruh yang signifikan dari penerapan desain
pembelajaran model ADDIE terhadap sikap dan perilaku peduli lingkungan
siswa.
35

H. Penelitian yang Relevan


No Nama Tahun Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian
1. Rosmalia Eva 2015 Pengaruh Aplikasi Model Assure Metode penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Terhadap Motivasi Dan Hasil Belajar menggunakan penelitian pembelajaran dengan menggunakan desain
Peserta Didik Dalam Pembelajaran eksperimen (Quasi model ASSURE dalam pembelajaran
Geografi Experiment) dengan Geografi berpengaruh terhadap hasil
menggunakan Design belajar dan motivasi belajar peserta didik.
Non-Equivalent, Pretest- Hal ini dapat diketahui dari hasil rata-rata
Posttest Control Group pretes dan postes hasil belajar dan motivasi
Design belajar peserta didik dalam pembelajaran
Geografi.
2. Sri Adelila 2016 The Development Of Mind Mapping This type of study was the Results of this study found that in
Sari Media In Flood Material Using Research and developing mind mapping media through
Addie Model Development (R & D) by five stages, namely: analysis, design,
using ADDIE models. development, implementation and
Data was analyzed by evaluation. The study concluded that the
descriptive statistics. media mind mapping that have been
developed and validated could be a viable
and effective media used in the learning
process.
3. Ni Made. Ari 2015 Pengaruh Model Pembelajaran Jenis penelitian ini Penerapan model pembelajaran ADDIE
Dwipayanti, I ADDIE Berbantuan Media Konkret adalah kuasi eksperimen. berbantuan media konkret lebih
Wayan. Romi Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Data yang diperoleh berpengaruh positif
Sudhita, Dsk. Kelas V SD Negeri 1 Pangkungparuk dianalisis terhadap hasil belajar IPA siswa
Putu Parmiti dengan teknik analisis dibandingkan dengan model pembelajaran
statistik deskriptif dan konvensional
statistik inferensial (uji-t)

4. K. T. Dewi, I. 2013 Pengaruh Model Pembelajaran Penelitian ini Hasil penelitian terdapat: (1) perbedaan
W. Suastra, Analyze, Design, Develop, menggunakan desain keterampilan berpikir kritis dan
N. M. Pujani Implement, Evaluate (ADDIE) eksperimen post-test only pemahaman konsep antara siswa yang
36

Terhadap Keterampilan Berpikir control group design belajar dengan model ADDIE dan MPK
Kritis Dan Pemahaman (F=30,294; p<0,05), (2) perbedaan
Konsep Fisika keterampilan berpikir kritis antara siswa
yang belajar dengan model ADDIE dan
MPK (F=40,286; p<0,05), (3) perbedaan
pemahaman konsep antara siswa yang
belajar dengan model ADDIE dan MPK
(F=61,231; p<0,05), dengan uji lanjut
menggunakan Least Significant Difference
(LSD = 2,124; Δμ = 27,629).
5. N. W. 2015 Pengaruh Model Pembelajaran Penelitian ini termasuk Hasilnya penelitian (1) terdapat perbedaan
Siwardani, N. ADDIE Terhadap Pemahaman jenis penelitian pemahaman konsep fisika antara kelompok
Dantes, IGK Konsep Fisika Dan Keterampilan eksperimen dengan siswa yang belajar dengan model
Arya Sunu Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMA rancangan“ non pembelajaran ADDIE dan kelompok siswa
Negeri 2 Mengwi Tahun Pelajaran equivalent post-test only yang belajar dengan model pembelajaran
2014/2015 control group design. konvensional dengan FHitung = 88,771,
Data dikumpulkan sig.=0,002 (p < 0,05), (2) terdapat
dengan tes dan dianalisis perbedaan keterampilan berpikir kritis
dengan analisis varians antara kelompok siswa yang belajar dengan
dan Multivariate Analysis model pembelajaran ADDIE dan kelompok
of Variance (MANOVA) siswa yang belajar dengan model
dengan uji-F pembelajaran konvensional dengan Fhitung
= 33,093, sig. =0,000 (p<0,05), dan (3)
terdapat perbedaan pemahaman konsep
fisika dan keterampilan berpikir kritis
secara simultan antara kelompok siswa
yang belajar dengan model pembelajaran
ADDIE dan kelompok siswa yang belajar
dengan model pembelajaran konvensional
siswa di Kelas X SMA Negeri 2 Mengwi
dengan Fhitung = 97,143, sig.=0,000
(p<0,05).
37

I. Diagram Alir Penelitian

Studi Pendahuluan

Identifikasi Masalah dan Perumusan Masalah

Studi Literatur

Menyusun Instrumen Penelitian

Instrumen tes Instrumen non tes


(Pengetahuan) (Sikap dan Perilaku)
Uji Coba Instrumen

Valid Tidak Valid

Tes Awal (Pretest)

Rencana Proses Pembelajaran

Proses Pembelajaran Dengan Desain Proses Pembelajaran Tanpa Desain


Pembelajaran Model ADDIE dengan Pembelajaran Model ADDIE
metode outdoor study dengan metode ceramah

Tes Akhir (Posttest)

Analisis Data

Kesimpulan

Bagan 1. Diagram Alir Penelitian

Anda mungkin juga menyukai