KAJIAN PUSTAKA
9
10
masalah yang dihadapi. Melalui suatu desain pembelajaran guru dapat memecahkan
suatu permasalahan dengan langkah-langkah yang sistematis.
Desain pembelajaran dapat membantu proses belajar seseorang dimana proses
belajar tersebut memiliki tahapan dalam jangka yang panjang. Seperti yang
dinyatakan Raiser 2002 (dalam Prawiradilaga, 2007, hlm 16) desain pembelajaran
yang berbentuk rangkaian prosedur sebagai suatu sistem untuk pengembangan
program pendidikan dan pelatihan yang konsisten dan teruji. Dari pendapat tersebut,
dapat disimpulkan bahwa desain pembelajaran dalam bidang pendidikan lebih kepada
proses merumuskan atau mengembangkan suatu sistem pembelajaran yang bertujuan
untuk membantu transfer informasi antara guru dan siswa.
Gagne, Briggs, dan Wager (1992, hlm 21) berpendapat bahwa ”Desain sistem
pembelajaran adalah proses sistematis dari sistem perencanaan dan pengembangan
pembelajaran untuk mengimplementasikan perencanaan”. Desain sistem
pembelajaran dapat terjadi diberbagai level yang berbeda. Lebih lanjut Gagne,
Briggs, dan Wager (1992, hlm 21) berpendapat bahwa ”Alasan dasar pengembangan
desain pembelajaran adalah untuk membuat kemungkinan tujuan pendidikan
tercapai”. Tujuan pendidikan adalah aktivitas manusia yang berkontribusi dan
berfungsi pada masyarakat yang diperoleh melalui pembelajaran. Hasil dari
pengembangan desain pembelajaran juga dapat menjadikan siswa memiliki
pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Desain pembelajaran merupakan proses keseluruhan tentang kebutuhan dan
tujuan belajar serta sistem penyampaiannnya. Desain pembelajaran mencakup
pengembangan bahan dan kegiatan pembelajaran, uji coba dan penilaian bahan, serta
pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Arti lain dalam pengertian desain pembelajaran
yaitu sebagai bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran yang akan dilakukan. Selain itu, model desain pembelajaran merupakan
suatu cara yang sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangkan, dan
mengevaluasi materi dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
11
(implementasi), dan Evaluate (evaluasi). Setiap langkah dalam model ADDIE saling
terkait dan berinteraksi antara satu dengan lainnya. Seperti yang dikemukakan oleh
Mullins (2014, hlm. 2) mengenai tahapan model ADDIE yaitu ”ADDIE (analisis,
desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi) adalah pendekatan model resmi
yang pertama diadopsi secara luas untuk pelatihan kerja”. Lebih lanjut, Welty (2007,
hlm. 40) menyatakan mengenai model ADDIE yaitu ”Model umpan balik yang
diartikan bahwa hasil dari tahap evaluasi diperbaiki ke tahap analisis untuk
memperbaiki kekurangan”. Hal tersebut dilakukan agar tahapan model ADDIE yang
telah diterapkan menjadi lebih baik lagi. Lebih lanjut, Welty (2007, hlm. 40)
menyatakan “Jika evaluasi menunjukan bahwa modul memiliki kekurangan seperti
tujuan modul yang tidak sejajar dengan tujuan awal maka dievaluasi atau dikoreksi ke
tahap awal lagi. Lebih lanjut bahwa desain dan pengembangan dilakukan terus-
menerus sampai modul memiliki kriteria yang diinginkan”.
Seperti yang dijelaskan oleh Welty (2007) model ADDIE dimulai dengan tahap
analisis sampai dengan tahap evaluasi untuk mengetahui feedback atau umpan balik
dari desain yang telah digunakan. Hal tersebut memberikan penjelasan bahwa setiap
perencanaan pembelajaran harus berdasarkan pada suatu rencana yang baik agar
hasilnya akan baik juga. Mengacu pada penjelasan Ngussa (2014, hlm. 3) bahwa
”Usaha desain pengajaran yang berpusat pada fakta adalah bahwa setiap
pembelajaran yang efektif harus direncanakan dengan baik. Desain pengajaran tetap
menjadi kegiatan wajib bagi guru dan pengembangan kurilulum agar pembelajaran
lebih baik lagi”.
Danks (2011) berpendapat ”Model ADDIE dapat diadaptasi oleh seorang
pelatih atau guru untuk menganalisis kebutuhan siswa”. Desain model ADDIE
mendukung dan mengembangkan model yang logis, implementasi, dan evaluasi pada
tiap fungsi yang ada pada model ADDIE. Pendapat lain oleh Moradmand dkk (2014)
bahwa ”Model ADDIE adalah model desain pembelajaran yang sistematis yaitu
merupakan pedoman yang dinamis dan fleksibel untuk membangun alat pengajaran
dan pembelajaran yang efektif”. Penjelasan mengenai tahapan mengenai model
ADDIE adalah sebagai berikut.
13
Tahap analisis terdiri dari dua tahap, yaitu analisis kerja dan analisis kebutuhan.
Pada analisis kerja yaitu menganalisis keterampilan, pengetahuan, dan motivasi
belajar siswa pada proses pembelajaran. Pada analisa kebutuhan pengembang atau
guru menganalisis kebutuhan dan permasalahan belajar yaitu berupa materi yang
relevan, media pembelajaran, strategi pembelajaran, dan kondisi belajar siswa.
Lebih lanjut, Branch (2009) bahwa pada tahap menganalisis yaitu validasi
kesenjangan kinerja, menentukan tujuan pengajaran, menganalisis siswa, mengaudit
sumber daya yang tersedia, dan menyusun managemen proyek. Dari tahap analisis
tersebut dapat diketahui apakah model atau metode yang digunakan pada
pembelajaran masih sesuai, apakah materi relevan dengan sasaran yang dibutuhkan
siswa, dan lain sebagainya.
Pada bagian analisis, guru melakukan suatu analisis pada siswa untuk
menyediakan fokus pada pembelajaran yang dibutuhkan mereka. Analisis kebutuhan
merupakan langkah yang diperlukan untuk menentukan kemampuan-kemampuan
atau kompetensi yang perlu dipelajari oleh siswa. Analisis tersebut terkait dengan
analisis konten, analisis struktur, dan analisis tujuan. Hal tersebut dilakukan dengan
mengadakan suatu pengkajian literatur terkait dengan materi yang akan diajarkan.
Pada tahap analisis, dilakukan analisis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
yang dilakukan untuk mengidentifikasi tujuan pengajaran. Inti dari tahap analisis
merupakan suatu proses definisi yang akan dipelajari oleh siswa. Oleh karena itu,
output atau hasil analisis adalah berupa karakteristik atau profile calon siswa,
indentifikasi kesenjangan, identifikasi kebutuhan, dan analisis tugas yang rinci
berdasarkan pada kebutuhan.
kontribusi guru dan siswa selama periode pembelajaran, dan memilih media dan
metode yang digunakan.
Tujuan pembelajaran yang akan dihasilkan selanjutnya dilakukan pada tahap
ini. Pada tahap selanjutnya menyusun tes dimana tes tersebut harus didasarkan pada
tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan pada tahap analisis. Kemudian
menentukan strategi pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Pada tahap ini ada banyak pilihan kombinasi metode dan media yang relevan untuk
dipilih dan ditentukan. Disamping itu, guru harus mempertimbangkan sumber-sumber
lain yang mendukung pembelajaran, misalnya sumber belajar yang relevan,
lingkungan belajar seperti apa yang seharusnya digunakan, dan lain sebagainya.
Semua itu tertuang dalam suatu dokumen yang jelas dan rinci. Mullins (2014)
menyatakan tujuan dari tahap desain ini adalah untuk menganalisis data yang
dikumpulkan selama tahapan wawancara untuk mengidektifikasi informasi konten
literasi, dan pengajaran yang mendukung tujuan kursus siswa. Kesenjangan informasi
literasi didefinisikan menurut perbedaan antara literasi siswa, pengalaman penelitian
siswa, dan kompleksitas informasi siswa. Analisis kesenjangan dimulai dengan
menilai pengalaman literasi informasi siswa dari tahap pemula, menengah, sampai
tingkat lanjut.
Desain merupakan langkah kedua dari model desain sistem pembelajaran
ADDIE. Pada tahap ini, diperlukan adanya klarifikasi program pembelajaran yang
didesain sehingga program tersebut dapat mencapai tujuan pembelajaran seperti yang
diharapkan. Pada tahap desain, pusat perhatian perlu difokuskan pada upaya untuk
menyelidiki masalah pembelajaran yang sedang dihadapi. Aytekin dkk (2012, hlm
72) yaitu ”Merancang tujuan dan hasil yang diinginkan dari kegiatan pembelajaran
dan rencana keseluruhan seperti waktu, strategi, rencana pelajaran, dan lain
sebagainya”.
Hal ini merupakan inti dari analisis, yaitu mempelajari masalah dan
menemukan alternatif solusi yang akan ditempuh. Solusi tersebut digunakan untuk
mengatasi masalah pembelajaran yang berhasil diidentifikasi melalui langkah analisis
kebutuhan. Langkah penting yang perlu dilakukan pada tahap desain adalah
16
menentukan pengalaman belajar yang perlu dimiliki oleh siswa selama mengikuti
aktivitas pembelajaran. Langkah desain harus mampu menjawab pertanyaan apakah
program pembelajaran yang didesain dapat digunakan untuk mengatasi masalah
kesenjangan performa yang terjadi pada diri siswa.
Kesenjangan kemampuan yang dimaksud dalam hal ini adalah perbedaan yang
dapat diamati atau diobservasi antara kemampuan yang telah dimiliki dengan
kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh siswa. Artinya, kesenjangan tersebut
menggambarkan perbedaan antara kemampuan yang dimiliki dengan kemampuan
ideal. Contoh pertanyaan adalah kesenjangan kemampuan yang siswa tidak mampu
mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan setelah mengikuti proses
pembelajaran. Contoh pertanyaan lain yaitu siswa hanya mampu mencapai tingkat
kompetensi 60% dari standar kompetensi yang telah digariskan.
sebenarnya. Materi disampaikan sesuai dengan model dan metode baru yang telah
dikembangkan. Setelah penerapan model dan metode kemudian dilakukan evaluasi
awal untuk memberi umpan balik pada penerapan model dan metode baru tersebut.
Aldoobie (2015, hlm. 70) berpendapat bahwa ”Tahap ini adalah mengubah rencana
kami ke dalam tindakan nyata. Untuk menuju tahap ini, harus mempertimbangkan
tiga langkah utama yaitu melatih instruktur, mempersiapkan siswa, dan mengatur
lingkungan belajar. Melalui tiga langkah ini dapat menampilkan kursus dengan cara
yang sangat aktif dan otentik untuk mencapai tahap implementasi”.
Implementasi atau penyampaian materi pembelajaran merupakan langkah ke
empat dari model desain sistem pembelajaran ADDIE. Langkah implementasi sering
diasosiasikan dengan penyelenggaraan program pembelajaran itu sendiri. Langkah ini
memang mempunyai makna adanya penyampaian materi pembelajaran dari guru atau
pengembang kepada siswa. Tujuan utama dari tahap implementasi yang merupakan
langkah realisasi desain dan pengembangan model desain sistem pembelajaran
ADDIE adalah sebagai berikut.
a. Membimbing siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran atau kompetensi.
b. Menjamin terjadinya pemecahan masalah atau solusi untuk mengatasi
kesenjangan hasil belajar yang dihadapi oleh siswa.
c. Memastikan bahwa pada akhir program pembelajaran siswa perlu memiliki
kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) yang diperlukan.
Pertanyaan-pertanyaan kunci yang harus dicari jawabannya oleh guru atau
perancang program pembelajaran pada saat melakukan langkah implementasi yaitu
sebagai berikut.
a. Metode pembelajaran seperti apakah yang paling efektif untuk digunakan
dalam menyampaikan bahan atau materi pembelajaran.
b. Upaya atau strategi seperti apa yang dapat dilakukan untuk menarik minat
siswa agar tetap memusatkan perhatian mereka terhadap penyampaian materi
pembelajaran yang disampaikan.
19
saat ini sejak pengembangannya lebih dari 50 tahun yang lalu”. Tahap analisis yaitu
mendefinisikan apa yang perlu dilatih. Berikutnya, desain pengajaran dibuat untuk
memenuhi kebutuhan ini hanya setelah desain selesai kemudian bahan ajar
dikembangkan. Selama tahapan pengembangan, pengujian dilakukan pada individu
atau kelompok. Hasil umpan balik atau masukan dari tahap uji coba kemudian
dievaluasi untuk memperbaiki kekurangan selama tahap implementasi.
Penelitian oleh Rahman (2014, hlm 14) menemukan bahwa ”Untuk mendesain
dan mengembangkan software interaktif untuk pengajaran dan pembelajaran pada
pembelajaran fisika menilai efektivitas dalam kelas dan menilai motivasi belajar
siswa SMA di Pekanbaru”. Software yang dikembangkan dengan menggunakan
model desain ADDIE dibuat dengan mempertimbangkan desain teknis, pedagogis,
dan isi dari materi yang akan diajarkan pada siswa.
Wegener (2006, hlm 4) menyatakan bahwa desain sistem pengajaran telah
digambarkan sebagai model yang menekankan pada pendekatan sistematis untuk
desain pelatihan program. Pembelajaran yang baik harus mempersiapkan terlebih
dahulu program pelatihan yang akan disusun, untuk membuat rencana tersebut dapat
dilakukan dengan model ADDIE. Lebih lanjut Wegener (2006, hlm 9) ”Pada tahap
analisis model ADDIE, hal yang paling utama dilakukan adalah fokus pada audiens.
Pertanyaan yang diajukan oleh sebagian besar peserta pelatihan/siswa adalah ’apa
keuntungan yang didapatkan oleh peserta pelatihan atau siswa mempelajari ini’.
mengeksploitasi sumber daya alam dan lingkungan tanpa batas. Sriyanto (2007, hlm
107) berpendapat bahwa ”Keberhasilan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
yang dilaksanakan dengan memanfaatkan sumber daya alam ternyata banyak
menimbulkan dampak yang negatif terhadap lingkungan”. Dari perspektif
lingkungan, keberhasilan pembangunan tidak hanya selalu diukur dengan banyaknya
pertumbuhan ekonomi yang baik, akan tetapi lebih kepada tercapainya keseimbangan
antara pembangunan dan kelestariannya lingkungan.
Pendapat Grob (2005, hlm 209) yaitu ”Pada kehidupan sehari-hari manusia
sering dihadapkan dengan banyak pengalaman dan berita tentang Negara miskin dan
penanganan masalah lingkungan”. Hal ini semakin jelas bahwa kualitas lingkungan
sedang terdegradasi. Salah satu asumsi bahwa sebagian besar degradasi lingkungan
tersebut disebabkan oleh perilaku manusia yang kurang bijak terhadap lingkungan.
Grob (2005, hlm 209) menyatakan bahwa degradasi lingkungan saat ini terjadi
di beberapa Negara. Kerusakan lingkungan yang terjadi disebabkan oleh kurangnya
kesadaran manusia dalam memanfaatkan alam. Kebutuhan manusia yang semakin
banyak menyebabkan kebutuhan sumber daya juga semakin meningkat. Manusia
kurang menyadari bahwa segala sesuatu yang berasal dari alam memiliki
keterbatasan. Beberapa contoh masalah lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan
manusia antara lain penebangan hutan secara liar, merusak hutan bakau, reklamasi
pantai, pembuangan sampai di sungai, pembangunan bangunan liar di sepanjang
Daerah Aliran Sungai (DAS), dan lain sebagainya. Kerusakan lingkungan tersebut
dapat mengganggu proses alam yaitu fungsi ekologi.
Faktor penyebab kerusakan lingkungan yang terjadi dimana manusia
merupakan faktor terbesar yang menyebabkan kerusakan tersebut. Contohnya adalah
pencemaran air seperti di sungai, danau, dan laut. Pencemaran air dapat terjadi karena
air terkontaminasi dengan bahan kimia. Pencemaran air banyak terjadi di daerah
perkotaan karena banyaknya penduduk yang kurang sadar pentingnya kebersihan.
Akibat dari pencemaran air dapat menimbulkan beberapa permasalahan antara lain:
dapat menyebabkan banjir, terjadinya erosi, terjadinya kekurangan sumber air, serta
dapat merusak ekosistem sungai, danau, dan laut.
23
kapal tanker, merupakan salah satu berita buruk bagi pola kehidupan di laut.
Demikian pula kasus kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatra yang
membawa dampak tercemarnya udara dan ancaman bagi kelangsungan hidup
masyarakat di sekitarnya. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa
kelangsungan hidup seluruh organisme di bumi ini sangat tergantung pada
kondisi lingkungannya.
faktor utama yang mendasari perilaku ini, penerapan intervensi untuk mengubah
perilaku yang relevan, dan evaluasi efek intervensi pada perilaku itu sendiri terutama
penentu untuk kualitas lingkungan dan hidup manusia. Lebih lanjut Steg (2009, hlm
315) menyatakan bahwa ”Kolaborasi interdisipliner diperlukan secara efektif untuk
mengatasi permasalahn ini. Sebab, masalah lingkungan bukan hanya masalah
psikologi saja melainkan juga masalah ekologi, teknologi, dan masalah sosial budaya.
Selanjutnya untuk mengajarkan sikap dan perilaku terhadap lingkungan, peran
sekolah merupakan sebuah lingkungan sosial yang dapat mempengaruhi perilaku
siswa. Sekolah merupakan lingkungan sosial yang berpengaruh bagi kehidupan
siswa. Sehubungan dengan hal tersebut, penanaman kepedulian terhadap kelestarian
sumber daya alam dan lingkungan sekolah perlu dilakukan sejak dini. Hal tersebut
dilakukan agar terbentuk rasa menghargai, memiliki, dan memelihara sumber daya
alam pada diri siswa.
Seperti yang dikemukakan oleh Darsiharjo (2014, hlm 1) bahwa ”Sekolah
sebagai salah satu lembaga yang masih diyakini dan diakui oleh masyarakat sebagai
lembaga atau tempat pembentukan karakter bangsa, sehingga kelangsungan dan
kemajuan adab bangsa masih sangat diharapkan terbentuk dalam proses pendidikan,
dalam hal ini adalah proses pembelajaran di sekolah”. Dari sekolah dapat dibentuk
karakter siswa untuk lebih peduli terhadap lingkungan. Hal ini berarti bahwa lembaga
pendidikan dapat menjadikan siswa mempunyai kepedulian terhadap lingkungan.
Hasil penelitian oleh Pooly (2000, hlm 711) bahwa ”Fokus utama dari program
pendidikan lingkungan telah mengubah perilaku lingkungan melalui peningkatan
pengetahuan lingkungan. Seperti banyak studi lingkungan telah gagal dalam
menerapkan teori sikap dalam meneliti sikap terhadap lingkungan. Penelitian ini
meneliti dasar kognitif dan afektif dari sikap lingkungan untuk menunjukan orang
agar peduli terhadap lingkungan”.
Ruslaini (2015, hlm 22) menjelaskan bahwa ”Perilaku manusia merupakan
hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan
lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan”.
Artinya bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seorang individu terhadap
31
stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat
pasif (tanpa tindakan: berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan
tindakan). Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif tidak tampak, seperti
pengetahuan, persepsi, atau motivasi.
Apabila tingkat kepedulian terhadap lingkungan tinggi maka kemungkinan
besar akan mendorong siswa untuk berperilaku yang mendukung lingkungan.
Selanjutnya, untuk menciptakan kepedulian lingkungan perlu adanya pengetahuan
sebelumnya tentang lingkungan yang berasal dari belajar secara mandiri dengan
membaca buku, melihat teleivisi, internet, dan bisa juga berasal dari proses belajar
mengajar di kels secara klasikal.
Ruth (1992, hlm 10) menyatakan bahwa ”Tujuan utama pendidikan adalah
menyediakan manusia dengan pengetahuan dan keterampilan untuk memberikan
kehidupan yang sukses, produktif, dan untuk menjalankan fungsi sebagai warga
Negara yang baik dalam masyarakat”. Tujuan kajian geografi meliputi tiga aspek,
yaitu: aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap. Aspek pengetahuan adalah (a)
mengembangkan konsep dasar geografi yang berkaitan dengan pola keruangan dan
proses-prosesnya, (b) mengembangkan pengetahuan sumber daya alam, peluang dan
keterbatasannya untuk dimanfaatkan, dan (c) mengembangkan konsep dasar geografi
yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan wilayah negara atau dunia. Aspek
keterampilan meliputi (a) mengembangkan keterampilan, mengamati lingkungan
fisik, lingkungan social dan lingkungan binaan, (b) mengembangkan keterampilan
mengumpulkan, mencatat data dan informasi yang berkaitan dengan aspek-aspek
keruangan, (c) mengembangkan keterampilan analisis, sintesis, kecenderungan dan
hasil-hasil dan interaksi berbagai gejala geografis. Terakhir aspek sikap adalah (a)
menumbuhkan kesadaran terhadap perubahan fenomena geografi yang terjadi di
lingkungan sekitar, (b) mengembangkan sikap melindungi dan tanggung jawab
terhadap kualitas lingkungan, (c) mengembangkan kepekaan terhadap permasalahan
dalam pemanfaatan sumber daya, (d) mengembangkan sikap toleransi terhadap
perbedaaan social dan budaya, dan (e) mewujudkan rasa cinta tanah air dan persatuan
bangsa Ach.Amirudin 2003 (dalam Wesnawa, 2004, hlm 119).
32
satunya dapat diberikan melalui pembelajaran Geografi yang diberikan di SMA kelas
XI IPS, yaitu pada materi Pelestarian Lingkungan Hidup dan Pembangunan
Berkelanjutan”. Materi tersebut dapat menjadi wadah bagi siswa dalam
mengintegrasikan kemampuan berpikir kritis dan karakter peduli lingkungan.
Wesnawa (2004, hlm 122) menyatakan bahwa ”Pembelajaran geografi di setiap
jenjang pendidikan dapat mengenalkan dan memberi pemahaman bahwa geografi
bukanlah mata pelajaran yang semata-mata ilmu pengetahuan berdasarkan buku dan
kegiatan motorik belaka, tetapi dapat membangkitkan motivasi untuk peduli terhadap
lingkungan pada setiap orang yang mempelajarinya. Menanamkan sikap peduli
terhadap lingkungan bukanlah hal yang mudah, tetapi dengan melibatkan siswa
sebagai bagian dari lingkungan dan berperan dalam ekosistem, diharapkan tumbuh
kesadaran terhadap lingkungan, sehingga ia dapat menyadari setiap perbuatannya
terhadap lingkungan sebagai pemelihara lingkungan”.
Sutomo (2014, hlm 42) menjelaskan bahwa ”Geografi sebagai salah satu mata
pelajaran ditingkat sekolah baik mandiri maupun terintegrasi dengan mata pelajaran
lain memiliki tanggung jawab ikut memecahkan masalah yang sedang melanda
bangsa ini”. Sesuai dengan tugas dan kewenangannya, geografi dalam konteks
pembelajaran memiliki tiga ranah tujuan, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah
psikomotorik. Sasaran pembelajaran geografi adalah mengembangkan potensi
kecerdasan otak, kecerdasan spiritual (sikap) dan keterampilan fisikal-jasmaniah.
Pembelajaran geografi dengan sumber dan objek yang digali dari alam lingkungan
dan kehidupannya dalam persamaan dan perbedaan serta keunikan, dapat
menanamkan nilai-nilai kemanusiaan dan kebersamaan.
Penanaman karakter peduli lingkungan sangat perlu ditanamkan pada siswa.
Tugas guru bukan hanya mentransfer aspek kognitif saja tetapi juga mengajarkan
aspek afektif dan psikomotor. Sutomo (2014, hlm 27) menyatakan bahwa
”Lingkungan sekolah adalah kesatuan ruang dalam lembaga pendidikan formal yang
memberikan pengaruh pembentukan sikap dan pengembangan potensi siswa”.
Sadik (2014, 2379) menjelaskan pendidikan lingkungan yaitu ”Tujuan
pendidikan lingkungan adalah untuk mengembangkan populasi dunia dengan
34
pengetahuan, keterampilan, dan sikap serta tugas individu, sosial, dan tanggung
jawab untuk memberikan kontribusi terhadap solusi dari masalah lingkungan
sekarang dan untuk mencegah kemungkinan yang akan datang”. Untuk itu,
pentingnya pendidikan di tingkat sekolah yang dapat mengajarkan sikap peduli
lingkungan siswa. Hasil yang diharapkan adalah siswa dapat peduli terhadap
lingkungan di sekitanya pada khususnya dan lingkungan masyarakat pada khususnya.
Apabila pembelajaran mengenai lingkungan sudah ditanamkan sejak dini, maka akan
tertanam pada siswa untuk bersikap yang bijak pada lingkungan.
G. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Berdasarkan
rumusan masalah pada BAB I, kemudian peneliti merumuskan hipotesis sebagai
berikut:
a. H0 = Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari penerapan desain
pembelajaran model ADDIE terhadap sikap dan perilaku peduli lingkungan
siswa.
b. H1 = Terdapat terdapat pengaruh yang signifikan dari penerapan desain
pembelajaran model ADDIE terhadap sikap dan perilaku peduli lingkungan
siswa.
35
4. K. T. Dewi, I. 2013 Pengaruh Model Pembelajaran Penelitian ini Hasil penelitian terdapat: (1) perbedaan
W. Suastra, Analyze, Design, Develop, menggunakan desain keterampilan berpikir kritis dan
N. M. Pujani Implement, Evaluate (ADDIE) eksperimen post-test only pemahaman konsep antara siswa yang
36
Terhadap Keterampilan Berpikir control group design belajar dengan model ADDIE dan MPK
Kritis Dan Pemahaman (F=30,294; p<0,05), (2) perbedaan
Konsep Fisika keterampilan berpikir kritis antara siswa
yang belajar dengan model ADDIE dan
MPK (F=40,286; p<0,05), (3) perbedaan
pemahaman konsep antara siswa yang
belajar dengan model ADDIE dan MPK
(F=61,231; p<0,05), dengan uji lanjut
menggunakan Least Significant Difference
(LSD = 2,124; Δμ = 27,629).
5. N. W. 2015 Pengaruh Model Pembelajaran Penelitian ini termasuk Hasilnya penelitian (1) terdapat perbedaan
Siwardani, N. ADDIE Terhadap Pemahaman jenis penelitian pemahaman konsep fisika antara kelompok
Dantes, IGK Konsep Fisika Dan Keterampilan eksperimen dengan siswa yang belajar dengan model
Arya Sunu Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMA rancangan“ non pembelajaran ADDIE dan kelompok siswa
Negeri 2 Mengwi Tahun Pelajaran equivalent post-test only yang belajar dengan model pembelajaran
2014/2015 control group design. konvensional dengan FHitung = 88,771,
Data dikumpulkan sig.=0,002 (p < 0,05), (2) terdapat
dengan tes dan dianalisis perbedaan keterampilan berpikir kritis
dengan analisis varians antara kelompok siswa yang belajar dengan
dan Multivariate Analysis model pembelajaran ADDIE dan kelompok
of Variance (MANOVA) siswa yang belajar dengan model
dengan uji-F pembelajaran konvensional dengan Fhitung
= 33,093, sig. =0,000 (p<0,05), dan (3)
terdapat perbedaan pemahaman konsep
fisika dan keterampilan berpikir kritis
secara simultan antara kelompok siswa
yang belajar dengan model pembelajaran
ADDIE dan kelompok siswa yang belajar
dengan model pembelajaran konvensional
siswa di Kelas X SMA Negeri 2 Mengwi
dengan Fhitung = 97,143, sig.=0,000
(p<0,05).
37
Studi Pendahuluan
Studi Literatur
Analisis Data
Kesimpulan