Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem gastroinstestinal adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk
menerima makanan dan mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi
ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau
merupakan sisa proses pencernaan tersebut dari tubuh. Sistem gastrointestinal merupakan
saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh
dengan jalan proses pencernaan (pengunyahan, penelanan dan pencampuran) dengan enzim
dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus. Saluran pencernaan terdiri
dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan (esofagus), lambung (gaster), usus halus,
usus besar (kolon), rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang
terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.5
2. DEFINISI
Perdarahan saluran cerna adalah hilangnya darah dalam jumlah tidak normal pada
saluran cerna mulai dari rongga mulut hingga ke anus. Normalnya, volume darah yang hilang
Perdarahan saluran cerna dibagi menjadi perdarahan saluran cerna atas dan
perdarahan saluran cerna bawah. Perdarahan saluran cerna atas adalah perdarahan yang
berasal dari saluran cerna bagian atas (esofagus) di bagian proksimal dari ligamentum Teritz.
Perdarahan saluran cerna bawah didefinisikan sebagai perdarahan yang berasal dari usus
bagian distal di bawah dari ligamentum Treitz dimana berlokasi pada duodenojojunal juction.
Hematemesis (coffeeground vomitus) adalah muntah darah dari saluran gastrointestinal atas
atau, kadang-kadang, setelah menelan darah dari bagian nasofaring. Hematemesis merah
terang biasanya menunjukkan perdarahan aktif dari esofagus, lambung atau duodenum.
Muntah hitam seperti kopi termasuk ada darah didalamnya. Melena adalah tinja berwarna
hitam, biasanya karena perdarahan saluran cerna atas akut tetapi kadang-kadang pendarahan
Perdarahan saluran cerna pada anak walaupun jarang terjadi tetapi berpotensi serius.
Prevalensi perdarahan saluran cerna atas berkisar antara 10% dari keseluruhan penyebab
perdarahan pada anak, sedangkan prevalensi perdarahan saluran cerna bawah lima kali lebih
rendah. Etiologi keduanya tergantung pada usia. Bila prevalensi perdarahan saluran cerna
pada Pediatric Intensive Care Unit (PICU) berkisar antara 10%, maka risiko tersebut lebih
Perdarahan saluran cerna atas dan bawah didominasi oleh anak perempuan daripada
anak laki-laki ( 52% dan 54%). Kelompok anak usia 1-6 tahun paling banyak mengalami
Angka rawat inap karena perdarahan saluran cerna bagian atas diperkirakan sebesar
36-102 pasien per 100.000 populasi per tahun. Perdarahan saluran cerna bawah lebih jarang
terjadi, yaitu sekitar 20 per 100.000 pada pasien semua umur. Perdarahan saluran cerna
bagian bawah merupakan keluhan utama pada 0,3% pasien anak yang datang ke ruang rawat
darurat.8
Angka kematian di seluruh dunia untuk perdarahan saluran cerna bagian atas pada
anak-anak dapat berkisar dari 5% hingga 15%, hal ini tergantung dari kondisi yang terkait
dengan perdarahan saluran cerna bagian atas seperti perdarahan varises akut. Kasus di Asia
dan negara berkembang lainnya menunjukkan insidensi perdarahan varises yang lebih
tinggi.6
di negera barat dimana perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak maka di
Indonesia perdarahan karena ruptura varises gastroesofagus merupakan penyebab tersering
yaitu sekitar 50-60%, gastritis erosif hemoragika sekitar 25-30%, tukak peptik sekitar 10-
4. ETIOLOGI
cerna atas adalah varises esofagus (37%). Hasil tersebut serupa dengan penelitian di negara
timur tengah dan India yang melaporkan bahwa 35%-40% etiologi perdarahan saluran cerna
atas adalah varises esophagus. Secara global, etiologi perdarahan saluran cerna atas pada
anak bervariasi tergantung populasi, letak geografis, dan komorbid dari pasien. Varises
esofagus banyak terjadi di negara Timur Tengah dan Asia, sedangkan di Amerika Utara
ulkus peptikum menjadi etiologi terbanyak. Penyebab varises esofagus di negara berkembang
kemungkinan berhubungan dengan tingginya penyakit hati, hepatitis B, dan riwayat sepsis
pada masa neonatus. Di negara maju, penyebab terbanyak ulkus peptikum adalah infeksi
Helicobacter pylori. Kolitis (60%) merupakan etiologi terbanyak dari perdarahan saluran
cerna bawah. Systematic review oleh Bai dkk menyimpulkan 3 penyebab terbanyak
perdarahan saluran cerna bawah pada anak di negara Cina adalah polip kolorektal (49%),
kolitis (11%), dan intususepsi (9%). Pada populasi negara barat dilaporkan 17%-40% pasien
Perdarahan masif pada saluran cerna bagian atas dapat menyebabkan hemodinamik
terganggu hingga pasien jatuh dalam keadaan syok. Ruptur varises esofagus merupakan
Tabel 1. Penyebab tersering perdarahan SCBA pada pasien yang menjalani endoskopi di
5. PATOGENESIS
Secara teoritis lengkap terjadinya penyakit atau kelainan saluran cerna bagian atas
disebabkan oleh ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor defensif, dimana faktor agresif
meningkat atau faktor defensifnya menurun. Yang dimaksud dengan faktor agresif antara lain
asam lambung, pepsin, refluks asam empedu, nikotin, obat anti inflamasi non steroid
(OAINS) dan obat kortikosteroid, infeksi Helicobacter pylori dan faktor radikal bebas. Yang
dimaksud dengan faktor defensif yaitu aliran darah mukosa yang baik, sel epitel permukaan
mukosa yang utuh, prostaglandin, musin atau mukus yang cukup tebal, sekresi bikarbonat,
motilitas yang normal, impermeabilitas mukosa terhadap ion H+ dan regulasi pH intra sel.10
penyakit sirosis hati.Sirosis hati di Indonesia masih banyak disebabkan oleh infeksi virus
hepatitis B dan hepatitis C. Varises esofagus adalah vena collateral yang berkembang sebagai
hasil dari hipertensi sistemik ataupun hipertensi segmental portal. Saat ini, faktor-faktor
terpenting yang bertanggung jawab atas terjadinya perdarahan varises adalah: tekanan portal,
ukuran varises, dinding varises dan tegangannya, dan tingkat keparahan penyakit hati.10
Pada gagal hepar seperti sirosis hepatis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
submukosa esophagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk mengalihkan
darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini,
maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah dan timbul
dapat mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung dan
penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan
tanda dan gejala utama yang terlihat. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi
anaerob dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah akan mengakibatkan/ memberi
efek pada seluruh sistem tubuh dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi sistem tersebut
Penyebab perdarahan non varises yang banyak di Indonesia yaitu gastritis erosive dan
tukak peptik. Gastritis erosif dan tukak peptik ini berhubungan dengan pemakaian obat anti
inflamasi non steroid (OAINS), infeksi Helicobacter pylori dan stres. Penggunaan NSAIDs
merupakan penyebab umum terjadi tukak gaster. Penggunaan obat ini dapat mengganggu
proses peresapan mukosa, proses penghancuran mukosa, dan dapat menyebabkan cedera.
Sebanyak 30% orang dewasa yang menggunakan NSAIDs mempunyai GI yang kurang
baik.11
Faktor yang menyebabkan peningkatan penyakit tukak gaster dari penggunaan NSAIDs
adalah usia, jenis kelamin, pengambilan dosis yang tinggi atau kombinasi dari NSAIDs,
penggunaan NSAIDs dalam jangka waktu yang lama, penggunaan disertai antikoagulan, dan
severe comorbid illness. Walaupun prevalensi penggunaan NSAIDs pada anak tidak
diketahui, tetapi sudah tampak adanya peningkatan, terutama pada anak dengan arthritis
kronik yang dirawat dengan NSAIDs. Penggunaan kortikosteroid saja tidak meningkatkan
terjadinya tukak gaster, tetapi penggunaan bersama NSAIDs mempunyai potensi untuk
Sindroma Mallory-Weiss adalah sebuah kondisi di mana lapisan mukosa di bagian distal
Perdarahan muncul ketika luka sobekan telah melibatkan esophageal venous atau arterial
plexus. Pasien dengan hipertensi portal dapat meningkatkan resiko daripada perdarahan
muntah, mengedan saat buang air besar, batuk, kejang epilepsi dan trauma abdomen 12
Gambar 7. Gambaran sistem gastrointestinal saat terjadinya robekan Mallory Weiss
6.MANIFESTASI KLINIK
Nyeri perut sebagai gejala penyerta perdarahan saluran cerna atas ditemukan 48%,
sedangkan diare tercatat 29%. Penelitian Javid di India melaporkan 36% pasien perdarahan
saluran cerna atas mengeluhkan nyeri perut. Ojuawo dkk melaporkan diare dan nyeri perut
sebagai gejala penyerta terbanyak perdarahan saluran cerna bawah. Gejala nyeri perut yang
dirasakan pasien dapat disebabkan adanya lesi di mukosa saluran cerna sehingga terjadi
perdarahan lokal. Lesi yang semakin meluas menyebabkan nyeri perut semakin memberat.
Adanya diare dan perdarahan melalui dubur kemungkinan terjadi karena kolitis yang
disebabkan infeksi. Infeksi pada saluran cerna dianggap sebagai penyebab terbanyak
Melena : Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur
asam lambung, biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna bagian atas, atau
perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bagian kanan dapat juga menjadi sumber
lainnya.
Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah anemia, sinkope, instabilitas
hemodinamik karena hipovolemik dan gambaran klinis dari komorbid seperti penyakit
7. DIAGNOSIS
melaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu melakukan anamnesis yang sangat
cermat dan pemeriksaan fisik yang sangat detil, dalam hal ini yang diutamakan
pasien dalam keadaan tidak stabil yang didahulukan adalah resusitasi ABC. Setelah keadaan
pasien cukup stabil maka dapat dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih
seksama.9
a. Anamnesis 2
kasus yang sering dikelirukan dengan perdarahan saluran cerna antara lain:
-Tertelan darah ibu saat persalinan atau saat menyusu akibat puting yang lecet
2. Tentukan volume darah yang hilang untuk menentukan berat ringannya perdarahan
3. Tanyakan warna darah dan jenis perdarahannya untuk menentukan lokasi perdarahan,
6. Riwayat menelan benda asing, bepergian keluar daerah, dan perubahan pola makan
7. Riwayat trauma abdomen terutama epigastrium atau kuadran kanan atas, serta luka
umbilical atau sepsis, riwayat operasi, penyakit hati, penyakit saluran cerna
Hemofilia.
9. Riwayat penyakit keluarga: penyakit perdarahan, penyakit hati kronik, penyakit
Gambar 9. Makanan dan obat-obatan penyebab warna muntahan dan tinja menyerupai
darah.2
b. Pemeriksaan Fisik 2
Perdarahan berat ditandai dengan keadaan umum pucat, gelisah, letargis, dan nyeri
perut.
terbaik perdarahan berat dan tanda awal gagal jantung adalah takikardi saat istirahat
dan perubahan ortostatik tekanan darah, yaitu peningkatan denyut nadi 20 kali/ menit
atau penurunan tekanan darah sistolik sebesar 10 mmHg atau lebih pada perubahan
posisi supine ke posisi duduk. Perdarahan kronis atau akut dapat menimbulkan
dekompensasi jantung
3. Tanda-tanda fisik yang sering dijumpai pada anak dengan perdarahan saluran cerna
Gambar 10. Pemeriksaan fisik pada anak dengan perdarahan saluran cerna 2
Pemeriksaan yang tidak boleh dilupakan adalah colok dubur. Warna feses ini
mempunyai nilai dalam prognosis penyakit. Dalam prosedur diagnosis ini penting
melihat aspirat dari Naso Gastric Tube (NGT) jika ada.Aspirat berwarna putih keruh
c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium:2
Uji Guaiac dengan sampel tinja digunakan untuk mengetahui perdarahan samar.
Pemeriksaan ini cukup sensitif dan spesifik. Hasil positif palsu dijumpai apabila
sampel mengandung hemoglobin (Hb) atau mioglobin dari daging, lobak, ferrous
sulfate (pH tinja < 6), tomat, ceri merah segar. Hasil negatif palsu dijumpai apabila
Pemeriksaan Hb, hematokrit (Ht), dan eritrosit (RBC), di mana pada perdarahan
kronis ditandai dengan penurunan Hb, Ht, dan RBC. Anemia dengan RBC normal
perdarahan kronis.
Apabila tidak ada tanda-tanda syok, penyakit sistemik, ataupun penyakit hati dapat
dilakukan pemeriksaan berikut: darah rutin lengkap, laju endap darah (LED), blood
urea nitrogen (BUN), prothrombin time (PT), partial thromboplastin time (APTT), uji
Apabila ada tanda-tanda syok, penyakit sistemik, ataupun penyakit hati dilakukan
pemeriksaan berikut: darah rutin lengkap, LED, BUN, PT, APTT, uji Guaiac dari
sampel tinja dan muntahan, golongan darah dan cross match, aspartate
Uji Apt-Downey untuk konfirmasi apakah hematemesis bayi berasal dari saluran
cerna bayi atau darah ibu yang tertelan. Tertelan darah ibu adalah penyebab tersering
hematemesis pada neonatus. Darah mungkin tertelan saat lahir atau selama bayi
menyusu dari puting ibu yang lecet. Prinsip tes ini adalah hemoglobin fetus tidak
mengalami denaturasi alkali; hasil tes positif menunjukkan bayi menelan darah ibu
2. Endoskopi
mencari penyebab spesifik perdarahan saluran cerna, biopsi jaringan, dan bila mungkin
3. Pemeriksaan radiologis. 2
Barium enema
Pada kasus perdarahan saluran cerna atas disertai disfagia, odinofagia, atau drooling
Ultrasonografi abdomen
melokalisir perdarahan kecil dan intermiten dengan kecepatan perdarahan 0,1–0,3 mL/menit
(500 mL/hari)
Angiografi
Untuk lesi perdarahan aktif atau perdarahan kronik rekuren yang tidak tampak dengan
pemeriksaan lain. Sumber perdarahan dapat diketahui jika kecepatan perdarahan >0,5
Skema 3. Alur diagnosis perdarahan saluran cerna bawah pada anak dan bayi 6
8. TATALAKSANA
perdarahan aktif.2
1. Suportif.
pengisian intravaskular terlalu cepat yang meningkatkan tekanan porta dan memicu
perdarahan berulang.
kurang dari 30% untuk menghindari kondisi overtransfused yang dapat meningkatkan
antibiotik (Neomisin, Colistin) bertujuan untuk mensterilkan usus dari bakteri usus
yang akan mencerna bekuan darah menjadi amonia (neurotoksik). Dosis laktulosa
Perdarahan aktif:
sekali sehari; anak-anak >40 kg: 20–40 mg sekali sehari (maksimal 40 mg/ hari)
Esomeprazol: bayi: 0,5 mg/kgBB/ hari; anak 1–17 tahun <55 kg: 10 mg, >55 kg: 20
mg.
Agen vasoaktif IV: mempunyai efek menurunkan tekanan vena porta dengan menurunkan
dilanjutkan 1–4 mcg/ kgBB/jam. Bila perdarahan sudah terkontrol, dosis diturunkan
50% perlahan-lahan tiap 12 jam hingga mencapai 25% dosis pertama baru dihentikan.
Oktreotid lebih disukai karena lebih sedikit menimbulkan efek samping sistemik
dibanding vasopresin dan mempunyai efek mengurangi sekresi asam lambung. Efek
- Ranitidin 2–3 mg/kgBB/kali, 2–3 kali per hari (maksimum 300 mg/hari)
- Lansoprazol 1–1,5 mg/kgBB/ hari, 1–2 kali sehari (maksimal 30 mg 2 kali sehari
- Omeprazol 1–1,5 mg/kgBB/ hari, 1–2 kali sehari (maksimal 20 mg 2 kali sehari)
- Esomeprazol: bayi: 3,5–5 kg: 2,5 mg/hari; 5–7,5 kg: 5 mg/ hari; anak 1–11 tahun:
Propranolol (beta adrenergic blocker) 0,6–0,8 mg/kgBB/ hari terbagi dalam 2–4
dosis, dapat dinaikkan tiap 3–7 hari (maksimal 8 mg/kgBB/hari) hingga mendapatkan
penurunan sedikitnya 25% dari denyut nadi awal. Propranolol mempunyai efek
Terapi lain
Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati kronis yang mengalami
Bertujuan untuk mengeluarkan sisa bekuan darah, melihat apakah perdarahan masih
berlangsung dan untuk persiapan endoskopi emergensi. Sisa bekuan darah yang tidak segera
dikeluarkan akan menjadi sumber protein yang dapat memicu ensefalopati dan dapat pula
4. Endoskopi
Gastroskopi:
Terapi ligasi dan skleroterapi untuk perdarahan karena varises esofagus. Efek tidak
diinginkan skleroterapi adalah striktur yang terjadi pada sekitar 15% anak pasca-terapi
sklerosing. Rebleeding dapat terjadi pasca-terapi dan lebih sering pada skleroterapi dibanding
ligasi.
6. Angiografi
perdarahan difus atau perdarahan dari pembuluh darah kecil.2 Bila dinilai tidak ada kontra
indikasi dan fasilitas dimungkinkan, pada perdarahan varises dapat dipertimbangkan TIPS
1. DEFINISI
Gastritis erosif atau ulserasi duodenum adalah kondisi lambung dimana terjadi erosi atau
ulserasi lambung atau duodenum yang telah mencapai sistem pembuluh darah lambung atau
2. EPIDEMIOLOGI
Data studi retrospektif di RS Cipto Mangunkusumo tahun 2001-2005 dari 4154 pasien
yang menjalani endoskopi, diketahui bahwa 807 (19,4%) pasien mengalami perdarahan
SCBA. Penyebab perdarahan SCBA antara lain: 380 pasien (33,4%) ruptur varises esofagus,
225 pasien (26,9%) perdarahan ulkus peptikum, dan 219 pasien (26,2%) gastritis erosif.16
Berdasarkan penelitian Adi pada tahun 2009 dari 1673 kasus perdarahan SCBA di SMF
Penyakit Dalam RSU dr Soetomo Surabaya, penyebabnya 76,9% pecahnya varises esofagus,
19,2% gastritis erosif, 1,0% tukak peptik, 0,6% kanker lambung, dan 2,6% karena sebab-
sebab lain.17
3. ETIOLOGI
Adapun beberapa etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya gastritis erosif adalah
sebagai berikut:
prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. Jika pemakaian obat - obat
tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika
pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat
Beberapa penelitian juga telah dilakukan di RSCM untuk melihat efek samping dari
penggunaan obat rematik antara lain pemeriksaan endoskopi pada pasien yang telah
menggunakan aspirin selama lebih dari 2 bulan. Penelitian tersebut menunjukan bahwa
terjadi kerusakan pada struktur saluran cerna bagian atas yaitu 66,7% pasien, hampir 30 %
pengguna aspirin tersebut mengalami tukak pada saluran cerna bagian atas, dan yang
menarik adalah 25 % pasien pengguna aspirin tersebut tidak merasakan apa apa walaupun
Alkohol dan kokain dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan
membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun pada kondisi
4. PATOFISIOLOGI
Stress-induced gastritis
Stres yang berkaitan dengan inflamasi mukosa gaster merupakan salah satu kasus
yang umum dilaporkan pada pasien-pasien yang rawat inap di Rumah Sakit. Pada bayi
kecil (infants), syok akibat asfiksia prenatal, traumatik, dan sepsis merupakan beberapa
tampak erosi yang multipel dari mukosa gaster maupun duodenum, yang terlihat melalui
endoskopi.20
Pada kondisi normal, mukosa gaster dapat mentoleransi sekresi asam lambung
yang tinggi dan sekresi ini meningkatkan aliran darah ke mukosa, dimana akan
meningkatkan fungsi faktor defensif. Hal ini menunjukkan bahwa sekresi asam lambung
yang tinggi tidak bisa menginduksi terjadinya ulserasi stres sendiri. Walaupun begitu,
jika sawar mukosa gaster suatu ketika rusak, maka keasaman lambung akan
memperparah lesi yang ada. Untuk itu, walaupun asam lambung berperan penting dalam
perkembangan erosi akut gaster, proses dinamik ini juga dipengaruhi oleh perubahan
aliran darah gaster, permeabilitas mukosa, sekresi mukosa dan keseimbangan asam-basa
secara keseluruhan.21
Pada situasi stres tertentu, juga telah ditunjukkan bahwa walaupun tidak ada
hipersekresi dari asam lambung dan keasaman intralumen tidak rendah, lesi pada gaster
dapat terjadi. Kerusakan langsung pada mukosa gaster biasanya akibat dari paparan obat
(seperti, kortikosteroid, NSAIDs), hipersekresi asam lambung dan pepsin atau refluks
garam empedu. Hal ini terjadi ketika motilitas menurun dan pilorus tertutup dengan tidak
baik saat terjadi stres. Di bawah tekanan stres, semua mekanisme ini akan merusak sawar
Lambung sangat kaya akan vaskularisasi dan sirkulasi limfatik. Ini merupakan salah
satu alasan selama hipotensi, saluran cerna merupakan area pertama yang berkembang
metabolisme energi dan juga akan menyebabkan tidak berlanjutnya proses difusi balik
ion hidrogen. Hipoksia meningkatkan radikal bebas lokal dalam lambung dan radikal-
radikal ini sebagian menyebabkan kerusakan oksidatif mukosa gaster yang diinduksi oleh
stres. Hipoksia pada fetus atau neonatus dapat menjadi tahap awal terjadinya lesi gaster
pada bayi baru lahir, hingga berkembang menjadi perforasi intestinal. Secara skematik,
Akibat risiko penggunaan aspirin pada penyakit viral (misal, Reye syndrome) dan
berbagai preparasi antpiretik yang tersedia, penggunaan aspirin pada populasi pediatrik
telah berkurang secara signifikan. Namun, baik NSAIDs maupun aspirin dapat
menyebakan kerusakan pada mukosa gaster dan duodenum dengan sejumlah mekanisme
patofisiologi. Kedua senyawa ini menyebabkan kerusakan lokal secara langsung. Aspirin
menurunkan pH permukaan sel apikal epitelial gaster dan mengganggu fungsi vital sel.
Selain itu, aspirin juga memodulasi komponen mukus gaster, isi dan kuantitasnya, serta
pelepasan histamin oleh sel mast dan merusak kapiler mukosa. Kedua obat ini
Cow Milk Allergy (CMA) masih merupakan masalah utama pada bayi dan anak-
anak, yang dapat melibatkan sistem gastrointestinal, sistem respirasi dan kulit. CMA
selalu merupakan suspek pada bayi dengan muntah dan/atau diare kronis. Keterlibatan
saluran gastrointestinal antar lain esofagitis, gastrits dan duodenitis, yang dapat
menyebabkan hematemesis pada CMA, tetapi hanya tersedia sedikit data pasien CMA
dengan hematemesis.22
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aanpreung dan Atisook6, gastritis
akibat CMA lebih umum terjadi daripada GERD pada bayi kecil. Gastritis yang diinduksi
CMA merupakan penyebab paling umum perdarahan SCBA pada bayi kecil (infants).
Hal ini terjadi akibat reaksi imunologis terhadap protein susu sapi. Gastritis yang
alergik. Pada gastritis eosinofilik alergik, rentang usia dapat terjadi pada neonatus sampai
usia dewasa. 50% kasus memiliki penyakit atopik dan eosinofilia. Patologi menunjukkan
tanda infiltrasi eosinofil pada mukosa dan submukosa gaster, khususnya pada daerah
hematemesis. Pada penelitien yang dilakukan Aanpreung dan Atisook, tanda adanya
infiltrasi eosinofil tidak ditemukan. Hal ini memungkinkan gastritis yang diinduksi CMA
pada bayi kecil tidak diklasifikasikan sebagai gastritis eosinofilik. Telah dilaporkan
adanya kasus bayi laki-laki berusia 3,5 bulan dengan hematemesis akibat gastritis erosif
disertai adanya riwayat konsumsi whole cow milk. Adanya infiltrasi eosinofil pada
Gastritis alkoholik
Penggunaan alkohol merupakan masalah mayor pada usia remaja. Rata-rata usia
untuk konsumsi alkohol pertama kali yaitu 11,9 pada laki-laki dan 12,7 pada perempuan.
Peminum berat telah dilaporkan pada 15% anak-anak kelas delapan, 24% kelas sepuluh,
menyebabkan gastritis hemoragik akut atau erosif melalui iritasi langsung pada mukosa
gaster. Alkohol juga dapat menyebabkan peningkatan produksi gastrin dan penurunan
sekresi pepsin, dimana dapat mengakibatkan iritasi gaster. Walaupun gastritis yang
berkaitan dengan alkohol lebih sering asimtomatik, dapat juga ditemukan nyeri
epigastrium atau nyeri abdomen atas, mual, muntah, dan perdarahan gastrointestinal yang
Walaupun jarang terjadi, identifikasi dan tatalaksana gastritis alkoholik penting untuk
beberapa alasan: 1) gastritis kronis dan ulkus meningkatkan risiko kanker; 2) gastritis
5. DIAGNOSIS
penderita gastritis mengalami gangguan pencernaan (indigesti) dan rasa tidak nyaman di
perut sebelahatas. Pada gastritis karena stres akut, penyebabnya misalnya penyakit berat,
luka bakar atau cedera biasanya menutupi gejala-gejala lambung, tetapi perut sebelah atas
terasa tidak enak.Bila penderita tetap sakit, ulkus bisa membesar dan mulai mengalami
perdarahan, biasanya dalam waktu 2-5 hari setelah terjadinya cedera. Perdarahan
menyebabkan tinja berwarna kehitaman seperti aspal, cairan lambung menjadi kemerahan
dan jika sangat berat, tekanan darah bisa turun. Perdarahan bisa meluas dan berakibat
fatal.
Gejala dari gastritis erosif kronis berupa mual ringan dan nyeri di perut sebelah atas. Jika
gastritis menyebabkan perdarahan dari ulkus lambung, gejalanya bisa berupa:- Tinja
berwarna kehitaman seperti aspal (melena) - Muntah darah (hematemesis) atau makanan
dan adanya perubahan inflamasi kronis secara bertahap menjadi atrofi epitel glandular pada
lambung. Perubahan ini dapat menjadi displastik dan memungkinkan berubah menjadi
karsinoma. H. pylori dan sejumlah faktor lain, seperti penggunaan alkohol dalam jangka
waktu yang lama, merokok dan penggunaan NSAIDs jangka panjang dapat berperan dalam
perkembangan penyakit ini. terdapat empat tipe mayor dari gastritis kronis, yaitu H. pylori
gastritis, gastritis autoimun, gastritis atrofik multifokal dan chemical gastritis. H. pylori
gastritis merupakan penyakit inflamasi kronis pada antrum dan korpus gaster. Penyakit ini
merupakan tipe paling umum dari gastritis kronis non-erosif di Amerika Serikat.24
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas yang perlu
diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda-tanda anemia dan
gejala-gejala hipovolemik agar dengan segera diketahui keadaan yang lebih serius seperti
adanya rejatan atau kegagalan fungsi hati. Disamping itu dicari tanda-tanda hipertensi portal
dan sirosis hepatis, seperti spider naevi, ginekomasti, eritema palmaris, caput medusae,
epigastrium dan pada pemeriksaan rectal toucher dapat ditemukan BAB yang berwarnahitam.
diantaranya :
1. Darah rutin
2. Rontgen
Test ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada lambung yang dapat
dilihat dengan sinar X. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu
sebelum dilakukan rontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat
3. Endoskopi
Test ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada lambung yang mungkin
tidak dapat dilihat dengan sinar X. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan
sebuah selang kecil yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam
esophagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu
merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat
tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes ini
memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung
disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi
6.TATALAKSANA
Tujuan terapi pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal tampak pada tabel di bawah
ini.26
Selama pendekatan diagnosis pada anak dengan perdarahan saluran cerna bagian atas,
hal yang segera dilakukan adalah langsung melakukan resusitasi dan mengembalikan
kehilangan yang terjadi dengan mencapai kestabilan hemodinamik. Anamnesis yang cepat
harus dilakukan selama mengevaluasi tanda vital dan membuat akses vena. Pemeriksaan
laboratorium yang penting untuk evaluasi pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian
spesifik yang mendasari terjadinya perdarahan saluran cerna bagian atas. Sumber perdarahan
saluran cerna bagian atas dibagi menjadi dua kategori mayor, dengan masing-masing terapi
spesifik.26
1) Gangguan dengan erosi atau ulserasi mukosa (esofagitis, gastritis, duodenitis, ulkus
gaster, ulkus duodenum, Mallory-Weiss tear). Pada kelompok ini, tujuan terapi yaitu
2) Perdarahan varises : tujuan terapi yaitu secara langsung menghentikan perdarahan dan
Gastritis termasuk dalam kategori pertama, yaitu lesi mukosa. Tujuan dari terapinya
untuk menetralisasi atau mencegah pelepasan asam lambung, dengan preparat sebagai
berikut:26
Penatalaksanaan sesuai kondisi spesifik pasien sebagai berikut.
Stress-induced gastritis
antagonist secara oral atau intravena, seperti ranitidine (6,0 mg/kg/hari BID). Pasien dengan
Agen sitoprotektif seperti sukralfat lebih baik dari placebo untuk mengurangi
insidensi gastritis erosif pada pasien kritis. Di pihak lain, pemberian H2 reseptor antagonist
(contohnya, rantidine) atau proton pump inhibitor (contohnya, omeprazole) juga telah
(contohnya, misoprostol) memberikan efek proteksi atau manfaat untuk anak yang harus
menggunakan NSAID karena penyakit yang dideritanya. Penelitian pada orang dewasa,
terdapat lebih banyak bukti yang memuaskan mengenai manfaat pemberian misoprostol pada
perawatan jangka panjang pasien dengan gastropati yang diinduksi NSAID. Penelitian kohort
pediatrik dari Kanada menunjukkan bahwa anak-anak dengan artritis yang diberikan
misoprostol (2,5 μg/kg/hari) selama terapi NSAID mengurangi gejala pada 82% pasien
dengan keluhan gastrointestinal, sedangkan 18% pasien lainnya mengalami gejala yang
rekuren setelah membaik awalnya. Walaupun begitu, penelitian ini sangat terbatas karena
tidak adanya kelompok kontrol dan hanya retrospektif berdasarkan gejala saja. Sejak
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aanpreung dan Atisook, kelompok yang
tidak diberikan ranitidine dapat berespon dengan sangat baik hanya dengan mengganti
formula susu untuk anak. H2 blocker atau antasid tidak memiliki peranan pada tatalaksana
Bayi akan mentolerir secara ekstensif formula susu sapi yang dihidrolisis pada
sebagian besar kasus. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa 17-47% anak yang sensitif
terhadap susu sapi juga sensitif terhadap susu kedelai. Susu kedelai tidak direkomendasikan
pada penanganan diet CMA. Namun penelitian lainnya berbanding terbalik dan menyarankan
penggunaan susu kedelai pada anak dengan IgE-mediated CMA. Kurang lebih 86% anak
kecil dengan IgE-mediated CMA akan mentolerir susu kedelai. 50% bayi dengan reaksi non-
IgE-mediated CMA akan bereaksi dengan kedelai dan penggantian dengan formula hidrolisat
secara ekstensif harus dipertimbangkan. Pada tahun 2000, American Academy of Pediatrics
telah mengubah rekomendasi formula kedelai untuk CMA dan menyarankan penggunaan
formula kedelai untuk bayi dengan IgE-mediated symptoms CMA, khususnya setelah berusia
6 bulan. Karena formula protein hidrolisat mahal, mayoritas pasien yang menerima formula
kedelai berespon dengan sangat baik. Sebagian besar anak akan menghilang sensitivitasnya
Gambar 11. Dosis Obat pada Anak dengan Perdarahan Saluran Cerna 28
Gambar 12. Algoritme Penanganan Awal Pasien dengan Perdarahan SCBA Akut26
Gambar 13. Algoritme Penanganan Segera Pasien dengan Perdarahan SCBA Akut26