Print LP Stemi Pci
Print LP Stemi Pci
Disusun Oleh :
LAYLA VIARA RIZKY
176410024
Malang………..
……….2018
Mahasiswa
Menyetujui
( ) ( )
Kepala ruangan
( )
LAPORAN PENDAHULUAN
ST- elevation infark miocard (STEMI)
1. Definisi STEMI
STEMI merupakan sindroma klinis yang dididefinisikan dengan tanda gejala
dan karakteristik iskemi miokard dan berhubungan dengan persisten ST elevasi dan
pengeluaran biomarker dari nekrosis miokard. Cardiac troponin merupakan
biomarker yang digunakan untuk diagnosis infark miokard. (AHA, 2013).
IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua kategori, yaitu ST-
elevation infark miocard (STEMI) dan non ST- elevation infark miocard (NSTEMI).
STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark
yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan
adanya elevasi segmen ST pada EKG. Sedangkan NSTEMI merupakan oklusi
sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium,
sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG.
2. Faktor Risiko
Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah terjadinya rupture
vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagian besar kasus, terdapat beberapa
faktor presipitasi yang muncul sebelum terjadinya STEMI, antara lain aktivitas fisik
yang berlebihan, stress emosional, dan penyakit dalam lainnya. Selain itu, terdapat
beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya IMA pada individu.
Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu faktor resiko yang
tidak dapat dirubah dan faktor resiko yang dapat diubah.
2.1. Faktor yang tidak dapat dirubah:
a) Usia
Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang progresif,
biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi mencapai ambang
kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ pada usia menengah maupun
usia lanjut. Oleh karena itu, pada usia antara 40 dan 60 tahun, insiden infark
miokard pada pria meningkat lima kali lipat (Kumar, et al., 2007).
b) Jenis kelamin
Infark miokard jarang ditemukan pada wanita premenopause kecuali jika
terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi berat. Setelah menopause,
insiden penyakit yang berhubungan dengan atherosclerosis meningkat
bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan pria.
c) Ras
Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit putih.
d) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (saudara,
orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan
kemungkinan timbulnya IMA.
3. Faktor Etiologi
Penyebab infark miokard secara umum, antara lain:
a. Thrombus dan/atau embolus yang menyebabkan aterosklerosis dan aklusis
di arteri coroner
b. Vasospasme (vasokonstriksi atau penyempitan mendadak) pada arteri
coroner
c. Penurunan suplai oksigen (tekanan darah rendah, kehilangan darah yang
akut atau anmeia).
d. Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
e. Penyempitan aterorosklerotik
f. Plak aterosklerotik
g. Lambatnya aliran darah di daerah plak atau oleh viserasi plak
h. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
i. Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
j. Spasme otot segmental pada arteri kejang otot
4. Patofisiologi
STEMI biasa terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara tiba-tiba
setelah oklusi trombotik dari arteri koroner yang sebelumnya mengalami
atherosclerosis. STEMI terjadi ketika thrombus pada arteri koroner berkembang
secara cepat pada tempat terjadinya kerusakan vascular. Kerusakan ini difasilitasi
oleh beberapa faktor, seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada
sebagian besar kasus, STEMI terjadi ketika permukaan plak atherosclerotic
mengalami ruptur sehingga komponen plak tersebut terekspos dalam darah dan
kondisi yang mendukung trombogenesis (terbentuknya thrombus). Mural thrombus
(thrombus yang menempel pada pembuluh darah) terbentuk pada tempat rupturnya
plak, dan terjadi oklusi pada arteri koroner. Setelah platelet monolayer terbentuk
pada tempat terjadinya ruptur plak, beberapa agonis (kolagen, ADP, epinefrin,
serotonin) menyebabkan aktivasi platelet. Setelah stimulasi agonis platelet,
thromboxane A2 (vasokonstriktor local yang kuat) dilepas dan terjadi aktivasi platelet
lebih lanjut.
Selain pembentukan thromboxane A2, aktivasi platelet oleh agonis
meningkatkan perubahan konformasi pada reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Ketika
reseptor ini dikonversi menjadi bentuk fungsionalnya, reseptor ini akan membentuk
protein adhesive seperti fibrinogen. Fibrinogen adalah molekul multivalent yang
dapat berikatan dengan dua platelet secara simultan, menghasilkan ikatan silang
patelet dan agregasi. Kaskade koagulasi mengalami aktivasi karena paparan faktor
jaringan pada sel endotel yang rusak, tepatnya pada area rupturnya plak. Aktivasi
faktor VII dan X menyebabkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang
kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner seringkali
mengalami oklusi karena thrombus yang terdiri dari agregat platelet dan benang-
benang fibrin.
Pada sebagian kecil kasus STEMI terjadi karena emboli arteri koroner,
abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit sistemik, terutama
inflamasi.
Besarnya kerusakan myocardial yang disebabkan oklusi koroner tergantung
pada:
a) Daerah yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi
b) Apakah pembuluh darah mengalami oklusi total atau tidak
c) Durasi oklusi koroner
d) Kuantitas darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral pada jaringan yang
terkena
e) Kebutuhan oksigen pada miokardium yang suplai darahnya menurun secara tiba-
tiba
f) Faktor lain yang dapat melisiskan thrombus secara dini dan spontan
g) Keadekuatan perfusi miokard pada zona infark ketika aliran pada arteri koroner
epikardial yang mengalami oklusi telah dikembalikan.
5. Manifestasi Klinis
a. Keluhan utama klasik
Nyeri dada sentral yang berat, seperti rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti
ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak
berkurang dengan pemberian nitrat. Karakteristik nyeri pada STEMI hampir
sama dengan pada angina pectoris, namun biasanya terjadi pada saat istirahat,
lebih berat, dan berlangsung lebih lama. Nyeri biasa dirasakan pada bagian
tengah dada dan/atau epigastrium, dan menyebar ke daerah lengan.
Penyebaran nyeri juga dapat terjadi pada abdomen, punggung, rahang bawah,
dan leher. Nyeri sering disertai dengan kelemahan, berkeringat, nausea, muntah,
dan ansietas (Fauci, et al., 2007). Volume dan denyut nadi cepat, namun pada
kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia
juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam
atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal. Dari
auskultasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah.
Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi
sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan
suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung dan
paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel
jantung.
Tabel 1. Karakteristik ACS (Acute Coronary Syndrome)
b. Respiratory
- Nafas yang memendek, dispnea, takipnea
- Krakles dapat terdengar jika ada kongesti pulmonary
- Dapat pula disertai edema paru
c. Neurologis
Kecemasan, rasa kelelahan, pusing, mengindikasikan peningkatan stimulus
simpatis atau penurunan kontraktilitas dan oksigenasi cerebral. Gejala ini dapat
mengarahkan kepada gambaran syok kardiogenik.
Sakit kepala, gangguan penglihatan, perubahan ucapan, perubahan fungsi
motorik, dan perubahan kesadaran dapat mengindikasikan perdarahan cerebral
jika klien mendapatkan trombolitik.
d. Gastrointestinal
Mual dan muntah
e. Urinary
Penurunan keluaran urin dapat mengindikasikan syok kardiogenik
f. Integumen
Dingin, berkeringat, diaforesis, dan pucat, dapat muncul karena stimulus dari
kurangnya kontraktilitas yang dapat mengindikasikan adanya shock kardiogenik.
Oedema dapat muncul karena kurangnya kontaktilitas.
g. Psikologis
Ketakutan akan kematian, atau penyangkalan terhadap penyakit dapat terjadi
pada klien.
6. Pemeriksaan Penunjang
Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI dapat
dibagi menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac imaging, dan indeks
nonspesifik nekrosis jaringan dan inflamasi.
1. Electrocardiograf (ECG)
Gelombang Q dengan ST elevasi yang signifikan menunjukkan keakutan.
(a)
(b)
Gambar 1. a) segmen ST elevasi pada STEMI inferior, ada juga ST depresi di lead aVL.
b) STEMI pada dinding lateral dengan ST elevasi di lead V5 dan V6.
Gambar 3. STEMI inferolateral diikuti perubahan reciprocal pada lateral (I dan aVL) dan lead
anterior (V1 hingga V3)
Gambar 4. STEMI di dinding anterior dengan segmen ST elevasi pada lead V1 dan V4 juga
dengan perubahan reciprocal pada lead inferior.
Gambar 5. Variasi penyebab segmen ST elevasi pada dewasa dengan nyeri dada, LVH (left
ventricular hypertrophy).
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut,
EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi
segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan
berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang
non-Q. Pada STEMI inferior, ST elevasi dapat dilihat pada lead II, III, dan aVF.
Cardiac Imaging
a) Echocardiography
Abnormalitas pergerakan dinding pada two-dimentional echocardiography
hampir selalu ditemukan pada pasien STEMI. Walaupun STEMI akut tidak dapat
dibedakan dari scar miokardial sebelumnya atau dari iskemia berat akut dengan
echocardiography, prosedur ini masih digunakan karena keamanannya. Ketika
tidak terdapat ECG untuk metode diagnostic STEMI, deteksi awal akanada atau
tidaknya abnormalitas pergerakan dinding dengan echocardiography dapat
digunakan untuk mengambil keputusan, seperti apakah pasien harus
mendapatkan terapi reperfusi. Estimasi echocardiographic untuk fungsi ventrikel
kiri sangat berguna dalam segi prognosis, deteksi penurunan fungsi ventrikel kiri
menunjukkan indikasi terapi dengan inhibitor RAAS. Echocardiography juga
dapat mengidentifikasi infark pada ventrikel kanan, aneurisma ventrikuler, efusi
pericardial, dan thrombus pada ventrikel kiri. Selain itu, Doppler
echocardiography juga dapat mendeteksi dan kuantifikasi VSD dan regurgitasi
mitral, dua komplikasi STEMI.
b) High resolution MRI
Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan high resolution cardiac
MRI.
c) Angiografi
Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang
memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner besar dan
pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri.
Jika dinilai secara angiografi, aliran di dalam arteri koroner yang terlibat (culprit)
digambarkan dengan skala kualitatif sederhana disebut thrombolysis in
myocardial infarction (TIMI) grading system:
Grade 0 menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada arteri yang
terkena infark.
Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras melewati titik
obstruksi tetapi tanpa perfusi vascular distal.
Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke bagian
distal tetapi dengan aliran yang melambat dibandingkan arteri normal.
Grade 3 menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark
dengan aliran normal.
7. Penatalaksanaan
Menurut American Heart Ascossiation, 2013
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri
dada, penilaian dan implementasi strategi perfusi yang mungkin dilakukan,
pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan
tatalaksana komplikasi IMA (Smeltzer, 2001)
Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi
umum yaitu: komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure).
Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan adanya
fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama
onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen
utama tatalaksana prahospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:
a. Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis.
b. Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan
resusitasi.
Pasien dibawa oleh EMS setelah memanggil 9-1-1: Reperfusi pada pasien
STEMI dapat dilakukan dengan terapi farmakologis (fibrinolisis) atau
pendekatan kateter (PCI primer). Implementasi strategi ini bervariasi tergantung
cara transportasi pasien dan kemampuan penerimaan rumah sakit. Sasaran
adalah waktu iskemia total 120 menit. Waktu transport ke rumah sakit bervariasi
dari kasus ke kasus lainnya, tetapi sasaran waktu iskemik total adalah 120
menit. Terdapat 3 kemungkinan:
JIka EMS mempunyai kemampuan memberikan fibrinolitik dan pasien
memenuhi syarat terapi, fibrinolisis pra rumah sakit dapat dimulai dalam
30 menit sejak EMS tiba.
Jika EMS tidak mampu memberikan fibrinolisis sebelum ke rumah sakit
dan pasien dibawa ke rumah sakit yang tak tersedia sarana PCI, hospital
door-needle time harus dalam 30 menit untuk pasien yang mempunyai
indikasi fibrinolitik.
Jika EMS tidak mampu memberikan fibrinolisis sebelum ke rumah sakit
dan pasien dibawa ke rumah sakit dengan sarana PCI, hospital-door-to-
balloon time harus dalam waktu 90 menit.
c. Transportasi pasien ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta
staf medis dokter dan perawat yang terlatih.
d. Melakukan terapi perfusi.
Tatalaksana STEMI
a. Tatalaksana di Ruang Emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup:
mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang
merupakan kandidat terapi perfusi segera, triase pasien risiko rendah ke
ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat
pasien dengan STEMI.
b. Tatalaksana Umum
Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat
diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4
mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan Intervensi 5 menit.
Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan
oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai
oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena
infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat
diberikan NGT intravena. NGT intravena juga diberikan untuk
mngendalikan hipertensi atau edema paru. Terapi nitrat harus dihindari
pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90mmHg atau pasien yang
dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP
meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada
pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil
dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.
Mengurangi/menghilangkan nyeri dada
Mengurangi atau menghilangkan nyeri dada sangat penting, karena nyeri
dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi
dan meningkatkan beban jantung.
Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic
pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan
dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit
sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada
pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui
penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan
mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini
dapat diatasi dengan elevasi tungkai pada kondisi tertentu diperlukan
penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat
menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok
jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini
biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mgIV.
Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI
dan efektif pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat
siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2
dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di
ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162
mg.
Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat
beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasadiberikan
adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan
syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg,
interval PR <0,24 detik dan ronchi tidak lebih dari 10 cm dari diafragma.
Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol
oral dengan dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan
dosis 50 mg tiap 6 jam dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan
derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan
pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia
ventricular yang maligna.
Sasaran terapi perfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau
medical contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat
dicapai dalam 30 menit atau door-to-ballon) time untuk PCI dapat dicapai
dalam 90 menit. Tujuan manajemen medis dicapai dengan reperfusi
melalui penggunaan obat trombolitik atau PTCA (percutaneous
transluminal coronary angioplasty). PTCA dapat dikenal juga sebagai
PCI (percutaneous cardiac intervention). PCI (Percutaneous Cardiac
Intervention) primer: metode reperfusi yang direkomendasikan untuk
dilakukan dengan cara yang tepat waktu oleh tenaga ahli
berpengalaman. Dilakukan pada klien dengan STEMI dan gejala iskemik
pada waktu kurang dari 12 jam. PCI dilakukan untuk membuka
hambatan pada arteri koroner dan menunjang reperfusi pada area yang
kekurangan oksigen. Biasanya dilakukan dengan menggunakan balon/
stent/ ring.
8. Komplikasi
8.1. Disfungsi ventrikel
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran, dan
ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non infark. Proses ini
dinamakan remodeling ventricular. Secara akut, hal ini terjadi karena ekspansi
infark, disrupsi sel-sel miokardial yang normal, dan kehilangan jaringan pada
zona nekrotik. Pembesaran yang terjadi berhubungan dengan ukuran dan lokasi
infark.
8.2. Gagal pemompaan (pump failure)
Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan
nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa
dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis
yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4
gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
8.3. Aritmia
Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala awal.
Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi
ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit, iskemia,
dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.
8.4. Gagal jantung kongestif
Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Disfungsi
ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena pulmonalis,
sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan mengakibatkan
kongesti vena sistemik.
8.5. Syok kardiogenik
Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang massif,
biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan akibat
perubahan hemodinamik progresif hebat yang ireversibel dengan manifestasi
seperti penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner, peningkatan
kongesti paru-paru, hipotensi, asidosis metabolic, dan hipoksemia yang
selanjutnya makin menekan fungsi miokardium.
8.6. Edema paru akut
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga
interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya
kongesti paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran melalui
dinding kapiler, merembes keluar, dan menimbulkan dispnea yang sangat berat.
Kongesti paru terjadi jika dasar vascular paru menerima darah yang berlebihan
dari ventrikel kanan yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung
kiri. Oleh karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat
mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi hipoksia berat.
8.7. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu fungsi
katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium
selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograde dari
ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat yaitu pengurangan aliran ke
aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.
8.8. Defek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding septum
sehingga terjadi defek septum ventrikel.
8.9. Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark
selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut.
Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi peradarahan massif ke dalam
kantong pericardium yang relative tidak elastic dapat berkembang. Kantong
pericardium yang terisi oleh darah menekan jantung, sehingga menimbulkan
tamponade jantung. Tamponade jantung ini akan mengurangi aliran balik vena
dan curah jantung.
8.10. Aneurisma ventrikel
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks jantung.
Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setiap sistolik
dan teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.
8.11. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar
yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus
mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik.
8.12. Perikarditis
Infark transmural membuat lapisan epikardium langsung berkontak dan
menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan pericardium dan
menimbulkan reaksi peradangan.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN ST- ELEVATION INFARK MIOCARD (STEMI)
A. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien
Nama, usia, jenis kelamin, alamat, no.telepon, status pernikahan, agama, suku,
pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No.RM, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, sumber informasi, nama keluarga dekat yang bias dihubungi, status,
alamat, no.telepon, pendidikan, dan pekerjaan.
b. Keluhan utama
nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.
1) Provoking incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan
istirahat.
2) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien,
sifat keluhan nyeri seperti tertekan.
3) Region, radiation, relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di atas
pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri serta
ketidakmampuan bahu dan tangan.
4) Severity (scale) of pain: klien bias ditanya dengan menggunakan rentang 0-5
dan klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan. Biasanya pada
saat angina skala nyeri berkisar antara 4-5 skala (0-5).
5) Time: sifat mulanya muncul (onset), gejala timbul mendadak. Lama timbulnya
(durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri oleh infark miokardium
dapat timbul pada waktu istirahat, biasanya lebih parah dan berlangsung lebih
lama. Gejala-gejala yang menyertai infark miokardium meliputi dispnea,
berkeringat, amsietas, dan pingsan.
c. Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, dan
hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa
lalu yang masih relevan. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu.
Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi apa yang timbul.
d. Riwayat keluarga
Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada anggota
keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya. Penyakit jantung
iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan factor risiko
utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
e. Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup menetap,
jadual olahraga tak teratur. Tanda: takikardia, dispnea pada istirahat/kerja.
f. Sirkulasi
Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung koroner,
masalah hipertensi, DM.
Tanda:
1) TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur
sampai duduk/berdiri
2) Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
3) Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal
jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel.
4) Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar
5) Friksi; dicurigai perikarditis.
6) Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
7) Edema, edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal
jantung/ventrikel.
8) Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
g. Integritas ego
Gejala: menyangkal gejala penting, takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah
pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’, khawatir tentang keluarga, pekerjaan
dan keuangan.
Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri/nyeri.
h. Eliminasi: bunyi usus normal atau menurun
i. Makanan/cairan
Gejala: mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
Tanda:penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah, dan perubahan
berat badan
j. Hygiene: kesulitan melakukan perawatan diri
k. Neurosensori
Gejala: pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk/istirahat)
Tanda: perubahan mental dan kelemahan
l. Pernapasan
Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk produktif/tidak
produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda:peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas bersih
atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda kental.
m. Interaksi sosial
Gejala: stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga) dan kesulitan koping dengan
stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi). Tanda: kesulitan istirahat dengan
tenang, respon emosi meningkat, dan menarik diri dari keluarga.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang sering terjadi antara lain:
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi
arteri koroner
2. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan pengembangan paru
tidak optimal, kelebihan cairan di dalam paru akibat sekunder dari edema
paru akut
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama,
konduksi elektri, penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik,
otot infark, kerusakan struktural
4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah,
misalnya vasikonstriksi,hipovolemia, dan pembentukan troboemboli
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik jaringan
miokard, efek obat depresan jantung
6. Distress spiritual berhubungan dengan bedrest total akibat intoleransi aktivitas
DAFTAR PUSTAKA