Anda di halaman 1dari 8

Dias Amalia Hartono

240210150020

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Praktikum teknologi pengolahan serealia, kacang, dan umbi-umbian kali ini


membahas tentang pengolahan suhu dingin. Pengolahan suhu dingin dalam prosesnya
menggunakan suhu rendah, salah satunya adalah suhu pembekuan. Pembekuan bahan
pangan biasanya digunakan untuk pengawetan bahan dan produk olahan yang mudah
rusak (biasanya memiliki kadar air atau aktivitas air yang tinggi) seperti buah, sayur,
ikan, daging dan unggas. Pada suhu beku, sebagian besar air yang ada di dalam bahan
pangan (90%-95%) membeku. (Kusnandar, 2010). Suhu yang digunakan untuk
membekukan bahan pangan umumnya dibawah -2°C. Praktikum pengolahan suhu
dingin kali ini membahas tentang pembuatan French fries.

4.1. Pengolahan Suhu Dingin


Tahapan prosedur pada pengolahan suhu dingin adalah pertama singkong atau ubi
disortasi dan ditrimming atau dibuang bagian yang tidak bisa dimakan seperti kulit
singkong dan ubi. Selanjutnya singkong dan ubi dicuci di air yang mengalir untuk
membersihkan dari kotoran. Kemudian singkong atau ubi dipotong memanjang seperti
french fries. Selanjutnya singkong atau ubi yang telah dipotong direndam dalam larutan
Na-Metabisulfit 1%. Perendaman dalam Na-Metabisulfit 1% berfungsi untuk menekan
degradasi warna dan memperpanjang masa simpan (Latapi and Barret, 2006). Selain itu
menurut Widyawati (2007), Na-Metabisulfit juga dapat menghambat penurunan kadar
protein. Selanjutnya singkong atau ubi diblansing selama 7 menit pada suhu 100°C.
Blansing adalah suatu proses pemanasan yang diberikan terhadap suatu bahan yang
bertujuan untuk menginaktivasi enzim, melunakkan jaringan dan mengurangi
kontaminasi mikroorganisme yang merugikan (Fellows, 2000). Setelah itu singkong
atau ubi ditiriskan dan dilakukan dua macam perlakuan, yaitu pembaluran minyak lalu
pemanggangan selama 3 menit pada suhu 250°C dan penggorengan setengah matang.
Setelah dilakukan pemasakan, ubi atau singkong dibekukan selama 2 hari dan digoreng.
Kemudian diamati warna dan organoleptik dari French fries ubi atau singkong.
Pengamatan warna dilakukan menggunakan chromameter dengan sistem Hunter
(CIELAB) yang menggunakan satuan L*a*b*. Satuan L* menandakan gelap terangnya
(lightness) benda, sedangkan a* dan b* merupakan koordinat chromacity yang
Dias Amalia Hartono
240210150020

menunjukan arah warna. Nilai +a* adalah arah merah, -a* adalah hijau, +b* adalah
kuning dan –b* adalah biru dengan pusatnya merupakan achromatic (Hermawan, dkk.,
2012). Berikut hasil pengamatan pengolahan suhu dingin dengan pembekuan.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan French Fries Umbi-Umbian
Berat (g)
K Samp Arom Tekst Ras Sebelum Sesudah Rendem
Kondisi Warna
el el a ur a Pengolah Pengolah en (%)
an an
Sebelum Kuning
penggoren pucat
gan Gurih Keras
-
(L* 63,07; ++ +++
a* -2,53;
Singko b* 21,52)
1 ng Setelah 350 176 50,28
Kuning
goreng penggoren keemasan
gan dengan Gurih Reny Guri
sedikit +++ ah + h
warna
cokelat
Putih
kekuninga
Sebelum n Khas
penggoren (L* singon Keras -
Singko gan 61,375; a* g
5 ng -3,74; b* 400 327 81,75
goreng 19,61)
Khas
Setelah
Kuning singko Reny Guri
penggoren
keemasan ng ah h
gan
goreng
Kuning
cerah
Sebelum
(L* Gurih Keras
penggoren -
71,365; a* + +
gan
-5,61; b*
Singko 26,42)
9 ng Setelah 375 203 54.13%
goreng penggoren
Taw
gan
Kining Gurih Reny ar
pucat ++ ah guri
h
Dias Amalia Hartono
240210150020

Berat (g)
K Samp Arom Tekst Ras Sebelum Sesudah Rendem
Kondisi Warna
el el a ur a Pengolah Pengolah en (%)
an an
Sebelum
Putih
penggoren
kekuninga
gan Khas
n Luna
singko -
(L* 64,68; k
ng
Singko a* -2,92;
ng b* 14,30)
2 500 360 72,00%
pangg Setelah
ang penggoren
gan Kuning Singko
Reny Guri
keemasan ng
ah h
goreng

Kuning
Sebelum cerah + Khas
Keras
penggoren (L* 62,19; singko -
Singko +
gan a* -2,54; ng
ng
10 b* 21,43) 383 269 70,23%
pangg
Taw
ang Setelah Singko
Kuning Reny ar
penggoren ng
keemasan ah guri
gan goreng
h
Sebelum
penggoren
gan
Khas Luna Man
Kuning
ubi k is

Ubi
3 350 290 82,86 %
goreng Setelah
penggoren Kuning
gan keemasan
Khas Reny Man
(L* 55,73;
ubi ah is++
a* 2,69;
b* 29,48)

Sebelum
Ubi Kuning Khas Luna
7 penggoren - 365 170 53,42 %
goreng cerah ubi k
gan
Dias Amalia Hartono
240210150020

Berat (g)
K Samp Arom Tekst Ras Sebelum Sesudah Rendem
Kondisi Warna
el el a ur a Pengolah Pengolah en (%)
an an

Setelah
penggoren Kuning
gan keemasan
Khas Reny Man
(L* 64,32;
ubi ah is
a* - 1,68;
b* 32,58

Sebelum
Kuning Khas Luna
penggoren -
cerah ++ ubi k
gan
Setelah Luna
Ubi penggoren Coklat k
4 pangg gan 400 252 63%
keemasan Khas denga Man
ang
(L* 58,27; ubi n is
a* -2,06; manis pingg ubi
b* 29,41) iran
keras
Sebelum
Kuning Khas Luna
penggoren -
++ ubi k
gan
Setelah
penggoren
Ubi
Kuning
8 pangg Man 400 203 49,5%
orange
ang Khas renya is
(L* 62,36;
ubi h guri
a* 1,115;
h
b*31,525)
gan

Ubi Sebelum
Kuning Khas Luna
pangg penggoren - 350 194 55,43 %
6 cerah ++ ubi k
ang gan
Dias Amalia Hartono
240210150020

Berat (g)
K Samp Arom Tekst Ras Sebelum Sesudah Rendem
Kondisi Warna
el el a ur a Pengolah Pengolah en (%)
an an

Setelah
penggoren Kuning
gan tua Man
Khas
Reny is
ubi
(L* 61,92; ah guri
goreng
a* - 1,28; h
b* 33,02)

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2018)

Berdasarkan hasil pengamatan pembuatan French fries, secara keseluruhan,


french fries yang telah digoreng memiliki karakteristik warna putih kekuningan hingga
coklat kuning keemasan, beraroma khas yang gurih dan seperti minyak, memiliki
tekstur renyah, namun memiliki rasa yang berbeda-beda. Warna kuning keemasan
disebabkan oleh terjadinya reaksi Maillard selama penggorengan. Hal ini sejalan dengan
pernyataan menurut Winarno (1997), warna kecoklatan terbentuk karena reaksi
Maillard, yaitu reaksi yang terjadi antara gula pereduksi dengan asam amino yang
terjadi pada saat pemasakan. Warna french fries pun dipengaruhi oleh suhu dan waktu
penggorengan, warna yang lebih pucat akan menimbulkan kesan produk belum matang,
sedangkan warna terlalu coklat menimbulkan kesan gosong (Meilianti, 2003).
Aroma yang timbul umumnya yaitu aroma khas masing-masing umbi, namun juga
ada yang beraroma gurih dan berbau minyak. Menurut Romdhijati (2010), aroma khas
hasil penggorengan terbentuk dari degradasi komponen bahan pangan oleh panas yang
menghasilkan komponen volatil sehingga tercium sebagai aroma yang lezat. Aroma
seperti minyak diduga timbul akibat penetrasi minyak ke dalam bahan pangan yang
digoreng. Reaksi Maillard juga memiliki peran dalam timbulnya cita rasa dan aroma
pada french fries. Menurut Muchidin (1984), reaksi Mailard dikehendaki karena
menimbulkan bau, aroma dan cita-rasa yang dikehendaki.
Dias Amalia Hartono
240210150020

Tekstur yang dihasilkan adalah renyah. Tekstur yang renyah dapat dipengaruhi
oleh perlakuan pemanasan sebelum penggorengan, dalam hal ini perlakuan panas yang
diberikan pada french fries adalah blansing rebus. Perlakuan pemanasan sebelum
penggorengan keripik, seperti pengukusan dan perebusan, membantu melonggarkan
jaringan bahan melalui pembebasan substansi material jaringan ke medium dan
gelatinisasi pati akibat panas (Grizotto & De Menezes, 2002). Pelonggaran jaringan
dimaksudkan untuk mempersiapkan struktur poros pada bahan sebelum proses
penggorengan sehingga memaksimalkan pengembangan produk setelah digoreng.
Pengembangan ini menyebabkan terbentuknya matriks solid yang lebih rapuh dengan
banyak pori (Saeleaw & Schleining, 2011). Pori memegang peranan penting dalam
tekstur dan kerenyahan (Tsukakoshi et al., 2008).
French fries singkong memiliki rasa yang tawar karena pada proses
pembuatannya tidak ditambahkan bumbu atau penyedap apapun. Hal ini seperti yang
dijelaskan oleh Estiasih dan Ahmadi (2011) bahwa adanya garam akan meningkatkan
tekanan osmosis dalam cairan, sehingga cairan bahan akan keluar dan larutan garam
akan masuk ke dalam bahan. French fries ubi jalar memiliki rasa manis karena pada
dasarnya ubi jalar memiliki rasa manis yang dipengaruhi oleh kandungan gula total di
dalamnya.
Rendemen french fries mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil yaitu pada
french fries ubi panggang (55,98%), singkong goreng (62,05%), ubi goreng (68,14%),
singkong panggang (71,12%). Rendemen berkaitan dengan kehilangan berat akibat
pemasakan. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa rendemen french
frries dengan perlakuan panggang lebih tinggi dari perlakuan penggorengan. Hasil ini
sejalan dengan penelitian oleh Bognar (1998) yaitu kehilangan berat paling tinggi
ditemukan pada chips kentang setelah penggorengan dibandingkan metode pemasakan
yang lain.
Dias Amalia Hartono
240210150020

V. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dari praktikum ini adalah :


 Rendemen french fries mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil yaitu pada
french fries ubi panggang (55,98%), singkong goreng (62,05%), ubi goreng
(68,14%), singkong panggang (71,12%).
 Rasa dari singkong goreng cenderung lebih gurih dibandingkan singkong
panggang.
 Rasa dari ubi cenderung manis gurih dan lebih lunak sedangkan rasa singkong
cenderung tawar gurih dan bertekstur lebih keras.
Dias Amalia Hartono
240210150020

DAFTAR PUSTAKA
Bognar, A. 1998. Comparative Study of Frying to Other Cooking Techniques Influence
on the Nutritive Value. Grasas y Aceites Vol. 49(3-4): 250-260.
Estiasih, T. dan Kgs. Ahmadi. 2011. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara,
Jakarta.
Fellows, P. 2000. Food Processing Technology. CRC Press, Boca Raton.
Grizotto, R. and H. C. De Menezes. 2002. Effect of Cooking on the Crispness of
Cassava Chips. J Food Science Vol. 67(1): 1219-1223.
Hermawan, R., E. K. Haryati, U. S. Budi, dan A. Barizi. 2012. Effect of Temperature,
pH on Total Concentration and Color Stability of Anthocyanins Compound
Extract Roselle Calyx (Hibiscus sabdariffa L.). Universitas Islam Maulana Malik
Ibrahim Malang, Vol. 2(1).
Kusnandar, Feri. 2010. Pembekuan. Artikel.USU digital library.
Latapi G, Barret D.M. 2006. Influence of Pre Drying Treatment on Quality and Safety
of Sun-Dried Tomatoe, Part II. Effect of Storage on Nutritional and Sensory
Quality of Sun Dried Tomatoes Pretreated With Sulfur, Sodium Metabisulphite or
Salt. Journal Food Science 71 (1): 32-37.
Meilianti. 2003. Pengembangan Buah Sukun (Artocarpus altilis) Menjadi Keripik
Simulasi dalam Rangka Diversifikasi Pangan Lokal. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Muchidin, A. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Alumni, Bogor.
Romdhijati, L. 2010. Olahan Dari Kentang. Kanisus, Yogyakarta.
Saeleaw, M. and G. Schleining. 2011. Effect of Frying Parameters on Crispiness and
Sound Emission of Cassava Crackers. J Food Eng Vol. 103(3): 229- 236.
Tsukakoshi, Y., S. Naito, and N. Ishida. 2008. Fracture Intermittency during A Puncture
Test of Cereal Snacks and Its Relation to Porous Structure. Food Res Int Vol.
41(9): 909–917.
Widyawati I.I. 2007. Effect of soaking time and metabisulphite on the flour quality from
sweet potato (in Indonesian). Journal Agriculture Technology.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka, Jakarta.
.

Anda mungkin juga menyukai