V. Hasil Dan Pembahasan 5.2 Tekstur: Cookies Ubi Jalar
V. Hasil Dan Pembahasan 5.2 Tekstur: Cookies Ubi Jalar
5.2 Tekstur
Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.
Tekstur cookies dipengaruhi oleh jumlah dan jenis karbohidrat dan protein yang
4000
3000
Force (Gf)
2000
1000
0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6
Time (second)
Keterangan: Garis berwarna biru tua merupakan perlakuan A (tepung ubi jalar
varietas shiroyutaka), garis berwarna merah perlakuan B (tepung ubi
jalar varietas kumerot), garis berwarna hijau perlakuan C (pati ubi
jalar varietas shiroyutaka) garis berwarna ungu perlakuan D (pati ubi
jalar varietas kumerot) dan garis berwarna biru tua merupakan
perlakuan E (terigu). Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari
masing-masing perlakuan.
Hardness (Kekerasan) dan fracturability (kemudahan dipatahkan)
terutama dalam produk-produk baked seperti roti dan biskuit (Pratama dkk.,
2014). kekerasan dapat diukur dengan cara merekam gaya maksimum yang
diukur dengan mengkalkulasi gaya dan jarak yang dibutuhkan untuk menekan
Apabila dibuat grafik antara gaya yang diberikan terhadap waktu akan
terlihat bahwa nilai fracturability dapat dilihat pada peak yang pertama kali
muncul pada grafik, sedangkan tingkat hardness dapat dilihat pada peak tertinggi
yang menunjukan gaya maksimum yang terekam selama pengujian. Contoh grafik
sedangkan data pengaruh perbedaan klon ubi jalar dalam bentuk tepung dan pati
4.000
3.500 [VALUE] c [VALUE] c
3.000
2.500
Hardness
2.000
1.500
[VALUE] a [VALUE] b [VALUE] a
1.000
500
0
A (Tepung Ubi Jalar B (Tepung Ubi Jalar C (Pati Ubi Jalar D (Pati Ubi Jalar E (Tepung Terigu)
Putih Klon Putih Klon Putih Klon Putih Klon
Shiroyutaka) Kumerot) Shiroyutaka) Kumerot)
Perlakuan
Gambar 2. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam bentuk Tepung dan
Pati terhadap Tekstur (Hardness) Produk Cookies
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan
tidak berebeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf
5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing
perlakuan.
cookies yang dihasilkan. Berdasarkan data tersebut juga dapat diketahui bahwa
cookies yang dibuat dari bahan tepung ubi jalar (perlakuan A dan B) memiliki
tekstur yang lebih keras dibandingkan Cookies yang dibuat dari pati ubi jalar
(perlakuan C dan D). Dapat dilihat juga cookies yang terbuat dari pati ubi jalar
perlakuan yang paling mendekati kontrol dengan tingkat kekerasan 808,80 gforce,
memiliki tingkat kekerasan diatas 2000 gforce tidak lagi disukai oleh panelis.
14
12 [VALUE] d
[VALUE] c
10 [VALUE] b [VALUE] ab
Fracturability
[VALUE] a
8
6
4
2
0
A (Tepung Ubi B (Tepung Ubi C (Pati Ubi Jalar D (Pati Ubi Jalar E (Tepung Terigu)
Jalar Putih Klon Jalar Putih Klon Putih Klon Putih Klon
Shiroyutaka) Kumerot) Shiroyutaka) Kumerot)
Perlakuan
Gambar 3. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam bentuk Tepung dan
Pati terhadap Tekstur (Fractuability) Produk Cookies
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan
tidak berebeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf
5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing
perlakuan.
produk cookies yang dihasilkan. Sama halnya dengan tingkat kekerasan, tingkat
kemudahan dipatahkan produk cookies yang dibuat dari bahan tepung ubi jalar
dibandingkan cookies yang dibuat dari pati ubi jalar (perlakuan C dan D).
dari tepung atau pati yang digunakan. Komposisi amilosa setiap pati berbeda-beda
Hal tersebut sesuai dengan data amilosa dari tepung yang digunakan pada
penelitian ini. Menurut penelitian Marsetio, dkk., (2016), tepung ubi jalar klon
dibandingkan bentuk tepung ubi jalar dari kedua klon tersebut, yang
menyebabkan karakteristik cookies yang terbuat dari tepung ubi jalar memiliki
tingkat kekerasan yang lebih tinggi dibandungkan dari cookies yang terbuat dari
cookies yang dihasilkan. Menurut Matz (1978) jumlah gula yang ditambahkan
flavor. Sifat adonan dan respon adonan terhadap kondisi oven juga berkaitan
dengan tipe dan jumlah gula yang ditambahkan. Cookies dengan penambahan
tepung ubi jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot memiliki kandungan gula
pereduksi yang lebih tinggi yaitu sekitar 6,21-8,17% sedangkan dalam bentuk pati
menyebabkan tekstur cookies yang dibuat dari tepung ubi jalar klon Shiroyutaka
dan Kumerot memiliki kekerasan dan tingkat kemudahan dipatahkan lebih tinggi
dibandingkan dengan cookies yang terbuat dari pati ubi jalar kedua klon tersebut.
10
9 [VALUE] c
8
% Gula Pereduksi
7 [VALUE] b
6
5
4 [VALUE] a [VALUE] a [VALUE] a
3
2
1
A (Tepung Ubi B (Tepung Ubi C (Pati Ubi Jalar D (Pati Ubi Jalar E (Tepung Terigu)
Jalar Putih Klon Jalar Putih Klon Putih Klon Putih Klon
Shiroyutaka) Kumerot) Shiroyutaka) Kumerot)
Perlakuan
Gambar 4. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam bentuk Tepung dan
Pati terhadap Kadar Gula Pereduksi Produk Cookies
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan
tidak berebeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf
5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing
perlakuan.
Selain itu tekstur pada produk cookies juga sangat bergantung kepada sifat
amilografi tepung atau pati yang digunakan. Menurut Siwi & Damardjati (1986)
pati yang memiliki nilai viskositas setback yang rendah mempunyai sifat
retrogradasi yang kuat cenderung mempunyai stabilitas dan daya tahan untuk
tetap utuh dalam pemanasan tinggi sehingga setelah dingin pasta yang terbentuk
menjadi kuat, tidak mudah hancur atau remuk. Berdasarkan hasil penelitian
Marsetio, dkk., (2016) diketahui bahwa ubi jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot
dalam bentuk tepung memiliki nilai viskositas setback yang lebih rendah yaitu
berkisar antara 492-680cP dibandingkan kedua klon tersebut yang dibuat dalam
bentuk pati dengan nilai viskositas setback berkisar antara 994-1084cP. Perbedaan
nilai viskositas setback ini menyebabkan cookies yang terbuat dari tepung ubi
jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot memiliki tekstur yang lebih keras
dibandingkan cookies yang terbuat dari pati ubi jalar klon Shiroyutaka dan
Kumerot.
Tekstur dari cookies juga dapat dipengaruhi oleh kadar air produk.
Cookies memiliki kadar air 1- 5% dan Aw yang rendah (Pareyt et al. 2009)
sehingga menurut Pratiwi (2008), kekerasan merupakan fungsi dari jumlah air
yang terikat pada matriks karbohidrat. Kandungan air yang tinggi membuat
cookies lebih keras dan sulit untuk dipatahkan sehingga menyebabkan tekstur
kurang disukai. Hal tersebut berkorelasi dengan kadar air produk cookies yang
dianalisis pada penelitian ini. Data kadar air produk cookies dari masing-masing
3,5
3,0 [VALUE] b [VALUE] ab
2,5 [VALUE] a
2,0
1,5
1,0
0,5
0,0
A (Tepung Ubi B (Tepung Ubi C (Pati Ubi Jalar D (Pati Ubi Jalar E (Tepung Terigu)
Jalar Putih Klon Jalar Putih Klon Putih Klon Putih Klon
Shiroyutaka) Kumerot) Shiroyutaka) Kumerot)
Perlakuan
Gambar 5. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam bentuk Tepung dan
Pati terhadap Kadar Air %bb Produk Cookies
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan
tidak berebeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf
5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing
perlakuan.
pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa perlakuan A dan B yaitu cookies yang dibuat
dari bahan tepung ubi jalar klon shiroyutaka dan kumerot memiliki nilai kadar air
yang tidak berbeda nyata, dengan nilai kadar air masing-masing perlakuan
berkisar antara 4,09-4,34% (bb). Namun kedua perlakuan tersebut memiliki nilai
kadar air yang berbeda nyata dengan cookies yang terbuat dari pati ubi jalar klon
shiroyutaka dan kumerot (perlakuan C dan D) dengan kadar air berkisar antara
2,16-2,52% (bb). Perlakuan C yaitu produk cookies yang dibuat dari campuran
pati ubi jalar klon shiroyutaka dan tepung terigu dengan perbandingan 80 : 20
(b/b) memiliki nilai kadar air yang paling rendah, yaitu sebesar 2,16% (bb).
Berdasarkan hasil uji lanjut menggunakan uji duncan didapat bahwa perlakuan D
memiliki nilai kadar air yang paling mendekati kontrol yang dibuat dari 100%
tepung terigu.
5.3 Warna
sangat nyata pada tiga hal, yaitu daya tarik, tanda pengenal dan parameter mutu
(deMan, 1997). Selain untuk daya terima konsumen, warna juga memberikan
atau perubahan lainnya. Data pengaruh perbedaan klon ubi jalar dalam bentuk
tepung dan pati terhadap warna (L*) cookies dapat dilihat pada Gambar 12.
Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa nilai L* produk cookies yang
terbuat dari bahan tepung ubi jalar dari kedua klon yaitu Shiroyutaka dan Kumerot
(perlakuan A dan B) memiliki nilai yang tidak berbeda nyata, sedangkan produk
cookies yang terbuat dari kedua klon tersebut dalam bentuk pati (perlakuan C dan
D) memiliki perbedaan yang nyata berdasarkan uji Duncan. Cookies yang terbuat
dari bahan pati ubi jalar klon Shiroyutaka (perlakuan C) memiliki nilai L* yang
lebih rendah dibandingkan dengan cookies yang terbuat dari pati ubi jalar klon
50 [VALUE] a [VALUE] a
Nilai L*
40
30
20
10
0
A (Tepung Ubi B (Tepung Ubi C (Pati Ubi Jalar D (Pati Ubi Jalar E (Tepung Terigu)
Jalar Putih Klon Jalar Putih Klon Putih Klon Putih Klon
Shiroyutaka) Kumerot) Shiroyutaka) Kumerot)
Perlakuan
Gambar 6. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam bentuk Tepung dan
Pati terhadap Warna (L*) Produk Cookies
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan
tidak berebeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf
5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing
perlakuan.
Secara umum, cookies yang terbuat dari bahan tepung ubi jalar (perlakuan
A dan B) memiliki nilai L* yang lebih kecil yaitu berkisar antara 47,10-45,77
dibandingkan dengan cookies yang terbuat dari bahan pati ubi jalar (perlakuan C
dan D), yang artinya perlakuan A dan B memiliki warna yang lebih gelap
cookies yang dibuat dari pati ubi jalar klon Kumerot (perlakuan D) dengan nilai
8
6
4
2
0
A (Tepung Ubi B (Tepung Ubi C (Pati Ubi Jalar D (Pati Ubi Jalar E (Tepung Terigu)
Jalar Putih Klon Jalar Putih Klon Putih Klon Putih Klon
Shiroyutaka) Kumerot) Shiroyutaka) Kumerot)
Perlakuan
Gambar 7. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam bentuk Tepung dan
Pati terhadap Warna (a*) Produk Cookies
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan
tidak berebeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf
5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing
perlakuan.
Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa nilai a* cookies yang dibuat dari
tepung ubi jalar baik klon Shiroyutaka (perlakuan A) maupun Kumerot (perlakuan
B) tidak mempunyai perbedaan yang nyata berdasarkan uji Duncan, begitu juga
dengan cookies yang dibuat dari pati ubi jalar klon Shiroyutaka (perlakuan C) dan
Namun terlihat perbedaan yang nyata berdasarkan uji Duncan antara cookies yang
dibuat dari bahan tepung ubi jalar (perlakuan A dan B) dengan cookies yang
dibuat dari pati ubi jalar (perlakuan C dan D), dimana perlakuan A dan B
bahwa cookies yang dibuat dari tepung ubi jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot
(perlakuan A dan B) memiliki nilai a* yang tidak berbeda nyata dengan cookies
kontrol yang dibuat dari tepung terigu. Cookies yang dibuat dari tepung ubi jalar
klon Kumerot dengan nilai a* sebesar 11,95 merupakan nilai a* yang paling
50
45 [VALUE] c
40 [VALUE] b [VALUE] b
35 [VALUE] a [VALUE] a
30
Nilai b*
25
20
15
10
5
0
A (Tepung Ubi B (Tepung Ubi C (Pati Ubi Jalar D (Pati Ubi Jalar E (Tepung Terigu)
Jalar Putih Klon Jalar Putih Klon Putih Klon Putih Klon
Shiroyutaka) Kumerot) Shiroyutaka) Kumerot)
Perlakuan
Gambar 8. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam bentuk Tepung dan
Pati terhadap Warna (b*) Produk Cookies
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan
tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf
5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing
perlakuan.
Pada Gambar 14 dapat dilihat bahwa nilai b* cookies yang dibuat dari
tepung ubi jalar baik klon Shiroyutaka (perlakuan A) maupun Kumerot (perlakuan
B) tidak mempunyai perbedaan yang nyata berdasarkan uji duncan, begitu juga
dengan cookies yang dibuat dari pati ubi jalar klon Shiroyutaka (perlakuan C) dan
Namun terlihat perbedaan yang nyata berdasarkan uji duncan antara cookies yang
dibuat dari bahan tepung ubi jalar (perlakuan A dan B) dengan cookies yang
dibuat dari pati ubi jalar (perlakuan C dan D), dimana perlakuan C dan D
memiliki nilai b* lebih besar dibandingkan perlakuan A dan B yang artinya
dibandingkan perlakuan A dan B. Cookies yang terbuat dari pati ubi jalar klon
satunya adalah perbedaan yang signifikan antara tepung dan pati sebagai bahan
baku awal yang digunakan. Tepung ubi jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot yang
digunakan memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan ubi jalar Shiroyutaka
dan Kumerot yang dibuat dalam bentuk pati, sehingga cookies yang dihasilkanya
Selain dipengaruhi oleh warna dari bahan baku, perbedaan warna cookies
juga dipengaruhi oleh reaksi kimia yang terjadi selama pemanggangan. Pada saat
cookies di panggang terjadi reaksi antara gugus amino protein dengan gugus
pencoklatan yang dikenal dengan reaksi Maillard. Reaksi ini sangat bergantung
kepada kadar gula pereduksi yang terkandung pada cookies. Kandungan gula
pereduksi yang terkandung pada cookies tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar
10.
bahwa perbedaan penggunaan tepung dan pati dari dua klon yang berbeda
berpengaruh nyata terhadap kandungan gula pereduksi pada produk cookies yang
dihasilkan. Berdasarkan Gambar 10, cookies yang dibuat dari bahan tepung ubi
jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot memiliki kandungan gula pereduksi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan cookies yang terbuat dari pati ubi jalar klon
Shiroyutaka dan Kumerot. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan kadar gula
pereduksi dari ubi jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot yang dibuat dalam bentuk
bahwa cookies yang terbuat dari tepung ubi jalar memiliki kadar gula pereduksi
yang lebih tinggi yaitu berkisar antara 6,21-8,17% dibandingkan cookies yang
terbuat dari pati ubi jalar yang memiliki kadar gula pereduksi berkisar antara 3,20-
3,25% dan tepung terigu dengan kadar gula pereduksi sebesar 3,19%. Hal tersebut
menyebabkan cookies yang terbuat dari tepung ubi jalar klon Shiroyutaka dan
Kumerot menghasilkan warna yang lebih gelap dibandingkan cookies yang terbuat
dari pati ubi jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot juga cookies kontrol yang
Data pengaruh perbedaan klon ubi jalar dalam bentuk tepung dan pati terhadap
40
30
20
10
0
A (Tepung Ubi B (Tepung Ubi C (Pati Ubi Jalar D (Pati Ubi Jalar E (Tepung Terigu)
Jalar Putih Klon Jalar Putih Klon Putih Klon Putih Klon
Shiroyutaka) Kumerot) Shiroyutaka) Kumerot)
Perlakuan
Gambar 9. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam bentuk Tepung dan
Pati terhadap Volume Setelah Pemanggangan dalam Pembuatan Produk
Cookies
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan
tidak berebeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf
5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing
perlakuan.
dibuat dari bahan tepung ubi jalar dari masing masing klon-nya (perlakuan A dan
nyata. Begitu juga dengan cookies yang dibuat dari bahan pati ubi jalar klon
antara cookies yang dibuat dari tepung ubi jalar dan pati ubi jalar. Cookies yang
dibuat dari tepung ubi jalar memiliki volume pengembangan yang lebih rendah
yaitu berkisar antara 50,60-51,07 mL dibandingkan cookies yang terbuat dari pati
mL, dimana nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan cookies yang dibuat dari
pati ubi jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot (perlakuan C dan D).
14
[VALUE] b [VALUE] b [VALUE] b
12
10 [VALUE] a
% Amilosa
[VALUE] a
8
6
4
2
0
A (Tepung Ubi B (Tepung Ubi C (Pati Ubi Jalar D (Pati Ubi Jalar E (Tepung Terigu)
Jalar Putih Klon Jalar Putih Klon Putih Klon Putih Klon
Shiroyutaka) Kumerot) Shiroyutaka) Kumerot)
Perlakuan
Gambar 10. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam bentuk Tepung dan
Pati terhadap Kadar Amilosa Produk Cookies
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan
tidak berebeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf
5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing
perlakuan.
distribusi berat molekul. Kandungan amilosa dari pati sangat berkorelasi dengan
perlakuan A dan B yaitu cookies yang dibuat dengan penambahan tepung ubi jalar
tidak berbeda nyata dan memiliki kadar amilosa yang lebih rendah dibandingkan
dengan ketiga perlakuan lainnya. Hal tersebut dikarenakan tepung memiliki kadar
penelitian Marsetio, dkk., (2016) kandungan amilosa ubi jalar klon Shiroyutaka
dalam bentuk tepung adalah 18,01% dan dalam bentuk pati sebesar 19,98%
sedangkan ubi jalar klon Kumerot dalam bentuk tepung adalah 17,89% dan dalam
oleh proses pembuatan tepung dan pati yang berbeda. Pada pembuatan tepung
prinsip yang digunakan yaitu pengecilan ukuran dan juga penguapan kandungan
air yang terdapat pada ubi jalar, sedangkan pada pembuatan pati dilakukan proses
ekstraksi dengan menggunakan pelarut air untuk memisahkan kompenen pati pada
ubi jalar. Oleh karena itu pada tepung ubi jalar masih kompenen yang terkandung
didalamnya lebih bervariasi dibandingkan dalam bentuk pati. Pada pati ubi jalar
pada pati ubi jalar lebih tinggi dibandingkan pada tepung ubi jalar.
penambahan tepung dan pati ubi jalar varietas shiroyutaka (perlakuan A dan C)
memiliki kadar amilosa yang lebih tinggi dibandingkan cookies yang dibuat
dengan penambahan tepung dan pati ubi jalar varietas kumerot (perlakuan B dan
D). Hal ini berkorelasi dengan volume pengembanganya, dimana cookies yang
terbuat dari ubi jalar shiroyutaka memiliki nilai volume yang relatif lebih rendah.
Volume pengembangan cookies juga disebabkan oleh proporsi
penambahan gula dan lemak tinggi dalam formula. Proporsi penambahan lemak
gluten. Cookies yang dibuat dengan metode wire-cut dengan kandungan lemak
dan gula tinggi memiliki viskositas yang rendah. Viskositas yang rendah tersebut
cookies melebar.
Bahan pengembang dalam pembuatan cookies ini adalah soda kue. Hasil
cookies memiliki kualitas yang cukup baik dalam menghasilkan gas selama
menandakan kemampuan protein dari tepung terigu yang ditambahkan cukup baik
dalam membentuk matriks dengan tepung atau pati ubi jalar yang dapat menahan
Gas CO2 yang diproduksi oleh bahan pengembang dan evaporasi air
Butler 2009). Volume pengembangan ini juga akan sangat berpengaruh terhadap
tekstur produk. Produk yang lebih mengembang akan memiliki tekstur yang lebih
Warna merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan daya terima
cookies ini di pasaran. Data pengaruh perbedaan klon ubi jalar dalam bentuk
tepung dan pati terhadap tingkat kesukaan warna cookies dapat dilihat pada
Gambar 17.
5
[VALUE] b
5
Tingkat kesukaan Warna
[VALUE] b
4 [VALUE] b
4
3
3 [VALUE] a [VALUE] a
2
2
1
1
0
A (Tepung Ubi B (Tepung Ubi C (Pati Ubi Jalar D (Pati Ubi Jalar E (Tepung Terigu)
Jalar Putih Klon Jalar Putih Klon Putih Klon Putih Klon
Shiroyutaka) Kumerot) Shiroyutaka) Kumerot)
Perlakuan
Gambar 11. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam Bentuk Tepung dan
Pati terhadap Nilai Kesukaan Warna Produk Cookies
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan
tidak berebeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf
5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing
perlakuan.
Nilai kesukaan panelis terhadap rasa berkisar antara 2,16-4,31, yang
artinya menunjukan bahwa ada beberapa sampel yang dari segi warnanya cukup
disukai panelis dan ada juga beberapa sampel yang dari segi warna yang tidak
disukai oleh panelis. Berdasarkan hasil uji statistik dengan uji duncan dapat
dilihat bahwa cookies yang dibuat dari bahan tepung ubi jalar klon Shiroyutaka
dan Kumerot (perlakuan A dan B) memiliki tingkat kesukaan yang tidak berbeda
nyata, yaitu berkisar antara 2,16-2,29 dimana masuk kedalam kategori tidak
Cookies yang terbuat dari pati ubi jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot
(perlakuan C dan D) juga memiliki nilai kesukaan yang terhadap warna oleh
panelis yang tidak berbeda nyata dengan kisaran nilai 3,75-4,04 yang artinya
kedua perlakuan tersebut disukai oleh panelis dari segi warna. Selain itu dari
Gambar 16 juga dapat dilihat bahwa perlakuan yang paling mendekati kontrol dari
segi kesukaan panelis terhadap warna adalah cookies yang terbuat dari pati ubi
dengan hasil analisis nilai L*a*b* yang tercantum pada Gambar 12, 13 dan 14.
Dapat dilihat pada gambar tersebut bahwa perlakuan A dan B memiliki nilai L*
yang lebih rendah dibandingkan perlakuan C, D dan juga kontrol, yang artinya
terutama zat volatil yang terkandung dalam bahan. Penambahan jumlah protein
dan lemak sangat berpengaruh terhadap aroma yang dihasilkan oleh cookies.
Dapat dilihat pada Gambar 18 bahwa cookies yang dibuat dari tepung ubi
jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot juga pati ubi jalar klon Kumerot (perlakuan
A, B dan D) memiliki nilai kesukaan panelis terhadap aroma yang tidak berbeda
nyata, yaitu berkisar antara 2,65-3,08 yang artinya cukup disukai oleh panelis.
5 [VALUE] b [VALUE] b
Tingkat Kesukaan Aroma
4
4 [VALUE] a
3 [VALUE] a [VALUE] a
3
2
2
1
1
0
A (Tepung Ubi B (Tepung Ubi C (Pati Ubi Jalar D (Pati Ubi Jalar E (Tepung Terigu)
Jalar Putih Klon Jalar Putih Klon Putih Klon Putih Klon
Shiroyutaka) Kumerot) Shiroyutaka) Kumerot)
Perlakuan
Gambar 12. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam Bentuk Tepung dan
Pati terhadap Nilai Kesukaan Aroma Produk Cookies
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan
tidak berebeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf
5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing
perlakuan.
Sedangkan cookies yang terbuat dari pati ubi jalar klon Shiroyutaka (perlakuan C)
memiliki tingkat kesukaan panelis terhadap aroma yang lebih besar yaitu 3,91
atau disukai panelis,dimana nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan cookies
kontrol dengan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma sebesar 4,00 atau disukai
oleh panelis. hal tersebut menandakan bahwa perlakuan C merupakan perlakuan
dengan aroma yang paling disukai panelis dan paling mendekati cookies kontrol.
Rasa merupakan salah satu faktor utama yang perlu diperhatikan dalam
pembuatan cookies. Pada umumnya cookies memiliki rasa manis dan gurih yang
dihasilkan oleh kandungan protein, gula dan lemak yang terkandung didalamnya.
Pada Gambar 19 dapat dilihat bahwa cookies yang terbuat dari tepung masing-
masing klon (perlakuan A dan B) memiliki nilai kesukaan warna yang tidak
berbeda nyata, begitu juga cookies yang dibuat dari bahan pati (perlakuan C dan
D) yang memiliki tingkat kesukaan panelis tidak berbeda nyata dari masing-
masing klon nya. Namun terdapat perbedaan yang nyata antara cookies perlakuan
5,0
[VALUE] b
4,5
Tingkat Kesukaan Rasa
Gambar 13. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam Bentuk Tepung dan
Pati terhadap Nilai Kesukaan Rasa Produk Cookies
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan
tidak berebeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf
5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing
perlakuan.
Perbedaan rasa tersebut disebebkan oleh kandungan tepung ubi jalar yang
lebih kompleks dan mengandung senyawa lain seperti serat dibandingkan dengan
pati yang kandungan utamanya hanya berupa pati ubi jalar saja. Hal tersebut
menyebabkan pada cookies yang dibuat dari bahan tepung ubi jalar kurang disukai
oleh panelis.
dan D dengan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa berkisar antara 3,71-3,77
yang artinya disukai oleh panelis, memiliki nilai yang tidak berbeda nyata dengan
Rasa yang dihasilkan juga sangat dipengaruhi oleh aftertaste pahit yang
dihasilkan dari dari ubi jalar yang digunakan. Aftertaste didefinisikan sebagai rasa
secara umum, aftertaste pahit pada ubi jalar biasanya disebabkan oleh senyawa
kimia seperti alkaloid dan fenolik. Tetapi beberapa komponen organik seperti
amida dan thiourea (thioamida) serta terpen juga berkontribusi menyebabkan rasa
pahit.
perlu dilakukan uji kesukaan untuk mengetahui daya terima konsumen terhadap
tekstur produk cookies yang dihasilkan. Tekstur merupakan atribut penting pada
cookies yang membedakan produk cookies dengan produk lainnya. Menurut SNI
(1992) cookies merupakan salah satu produk berbahan dasar tepung terigu yang
mempunya tekstur tidak terlalu padat. Cookies yang baik memiliki tekstur mudah
dipatahkan akibat strukturnya yang berongga. Data pengaruh perbedaan klon ubi
jalar dalam bentuk tepung dan pati terhadap tingkat kesukaan tekstur cookies
bahwa terdapat perbedaan nyata antara tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur
pada sampel cookies yang dibuat dari bahan tepung ubi jalar (perlakuan A dan B)
dan cookies yang dibuat dari bahan pati ubi jalar (perlakuan C dan D). Produk
cookies yang dibuat dari bahan tepung ubi jalar memiliki tingkat kesukaan panelis
terhadap rasa yang lebih rendah dibandingkan cookies yang dibuat dari bahan pati
ubi jalar.
5,0
[VALUE] b
Tingkat Kesukaan Tekstur
Gambar 14. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam Bentuk Tepung dan
Pati terhadap Nilai Kesukaan Tekstur Produk Cookies
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan
tidak berebeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf
5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing
perlakuan.
lebih disukai oleh panelis. Data hasil pengaruh perlakuan terhadap tekstur cookies
lemak, kadar amilosa, kadar gula pereduksi, tekstur, warna, tekstur, volume
Berdasarkan Manley, (2001) tekstur merupakan salah satu dasar klasifikasi dari
produk biskuit selain metode pembuatan adonan dan juga formulasi. Selain
tekstur parameter warna, volume dan hedonik juga merupakan faktor yang sangat
Sedangkan karakteristik kimia seperti kadar air, kadar amilosa dan kadar gula
utama yang dihasilkan dalam produk cookies. Matriks perlakuan terbaik disajikan
pada Tabel 9.
Tabel 1. Matriks Perlakuan Terbaik
perlakuan
Parameter Bobot
A B C D kontrol
hardness (Gf) 0,09 0,26 0,26 0,44 0,35 0,44
tekstur
fracturability (Gf) 0,09 0,35 0,26 0,44 0,44 0,44
L* 0,08 0,25 0,25 0,34 0,42 0,42
warna a* 0,08 0,42 0,42 0,25 0,34 0,42
b* 0,08 0,25 0,25 0,34 0,34 0,42
Volume Setelah
0,08 0,32 0,32 0,40 0,40 0,40
Pemanggangan (ml)
warna 0,08 0,34 0,34 0,42 0,42 0,42
aroma 0,08 0,34 0,34 0,42 0,34 0,42
organoleptik rasa 0,08 0,34 0,34 0,42 0,42 0,42
tekstur 0,08 0,34 0,34 0,42 0,42 0,42
aftertaste 0,08 0,25 0,25 0,34 0,34 0,42
kadar air (%bb) 0,02 0,07 0,07 0,09 0,09 0,09
kadar lemak (%) 0,02 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09
kadar amilosa (%) 0,02 0,07 0,07 0,09 0,09 0,09
kadar gula pereduksi (%) 0,02 0,05 0,07 0,09 0,09 0,09
Total 1 3,74 3,67 4,58 4,57 4,65
Keterangan: Nilai dari setiap perlakuan didapat dari hasil kali skor perlakuan
dengan bobot setiap parameter. Sedangkan skor perlakuan diberikan
berdasarkan kedekatan nilai setiap perlakuan dengan kontrol
menurut uji statistik dengan metode duncan.
Pada Tabel tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan C yaitu cookies yang
dibuat dengan penambahan pati ubi jalar klon kumerot menghasilkan skor paling
tinggi yaitu sebesar 4,58. Hal tersebut menandakan bahwa cookies dengan
dibuat dari terigu. Cookies dengan perlakuan D memiliki kadar air sebesar
2,160% (bb), kadar lemak 29,086%, kadar amilosa 11,719%, kadar gula pereduksi
disukai, tekstur 4,27 atau disukai dan aftertaste sebesar 3,16 atau cukup disukai.
6.1. Kesimpulan
1) Cookies yang terbuat dari bahan pati ubi jalar varietas shiroyutaka dan
pada tepung ubi jalar lebih tinggi dibandingkan dengan ubi jalar yang
gelap akibat reaksi maillard selama pemanggangan. Pada tepung ubi jalar
juga terdapat senyawa fenolik yang menyebabkan rasa dari produk cookies
yang dihasilkan memiliki rasa pahit yang kurang disukai oleh panelis.
2) Berdasarkan matriks perlakuan terbaik, cookies yang terbuat dari pati ubi
cookies yang terbuat dari tepung terigu dengan total skor tertinggi yaitu
sebesar 4,58.
3) Cookies pati ubi jalar klon shiroyutaka memiliki memiliki kadar air
setelah pemanggan 59,10 mL, tingkat kesukaan terhadap warna 4,04 atau
disukai, aroma 3,91 atau disukai, rasa 3,77atau disukai, tekstur 4,27 atau
6.2. Saran
pada cookies yang terbuat tepung dan pati ubi jalar, karena profil swelling
dihasilkan.
pati dari komoditas lokal lain dalam pembuatan cookies tepung ubi jalar,
karena pada penelitian ini produk cookies yang dibuat dari bahan tepung
ubi jalar menghasilkan tekstur yang keras dan kurang disukai oleh panelis.
3) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai umur simpan dari produk